Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PANCASILA

NAMA : SIDAN ADIB


ABSEN : 13
KELAS : XII AP 4

SMK PENERBANGAN “ANGKASA”


SINGOSARI – MALANG
JL. Rogonoto Timur NO. 264 Telp. (0341)450115
Tahun Ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak-pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik waktu, tenaga, maupun pikiran.

Atas dukungan moral dan materil dalam penyusunan makalah ini, maka
kami para penulis turut mengucapkan terimakasih kepada Bapak guru bidang studi
mata pelajaran “PKN”. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan,
serta arahan selama penulisan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,


pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, oleh karenanya kami
memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.

Kepada seluruh pembaca yang bersedia memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam rangka penyempurnaan makalah ini selanjutnya, kami
membuka tangan selebar-lebarnya untuk apresiasi tersebut dengan hati yang
terbuka dan ucapan terima kasih.

Penyusun

Sidan Adib
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang1 ......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 4
C. Tujuan Makalah ...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
A. Pengertian Pers.......................................................................................................... 5
B. Wahana Komunikasi Massa ....................................................................................... 6
C. Fungsi dan Peranan Pers ........................................................................................... 6
D. Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia ................................................................... 7
E. Perkembangan Pers di Indonesia ............................................................................... 8
F. Teori Pers..................................................................................................................14
G. Penjelasan Tentang Empat Teori dan Negara penganutnya ..................................14
H. Peranan Pers dalam Politik ....................................................................................17
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 20
Kesimpulan ......................................................................................................................20
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia, menjadi dasar


pedoman dalam segala pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan
negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan. Pancasila
merupakan cerminan bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalam
Pancasila menjadi tolak ukur bagi bangsa Indonesia dalam
penyelenggaraan bernegara. Karena konsekuensi dari hal itu bahwa
penyelenggaraan bernegara tidak boleh menyimpang dari nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan.

Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang setiap warganya


harus hafal dan mematuhi segala isi dalam pancasila tersebut. Namun
sebagian besar warga negara Indonesia hanya menganggap pancasila
sebagai dasar negara/ideologi semata tanpa memperdulikan makna dan
manfaatnya dalam kehidupan. Tanpa manusia sedari nilai-nilai makna
yang terkandung dalam pancasila sangat berguna dan bermanfaat.

Di dalam Pancasila terkandung banyak nilai dimana dari keseluruhan nilai


tersebut terkandung di dalam 5 garis besar dalam kehidupan berbangsa
bernegara. Perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan tak lepas
dari nilai Pancasila. Sejak zaman penjajahan sampai sekarang, kita selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila tersebut.

Indonesia hidup di dalam berbagai keberagaman, baik itu suku, bangsa,


budaya dan agama. Dari semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu
keutuhan. Menjadi kesatuan dan bersatu di dalam persatuan yang kokoh
di bawah naungan Pancasila dan semboyannya, Bhineka Tunggal Ika.

Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan bersatu di dalam


keberagaman budaya. Dan menjadikan pancasila sebagai dasar
kebudayaan yang menyatukan budaya dengan yang lain. Karena ikatan
yang satu itulah. Pancasila menjadi inspirasi berbagai macam kebudayaan
yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian nilai?


2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila?
3. Apa makna dari nilai-nilai pancasila?
4. Mengapa pancasila mempunyai sumber nilai?
5. Apa saja butir-butir pancasila?

C. Tujuan Makalah

1. Mengetahui pengertian nilai


2. Mengetahui pancasila dengan jelas
3. Mengetahui makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
4. Mengetahui pancasila sebagai sumber nilai
5. Mengetahui butir-butir pancasila
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pers

Secara harfiah, pers berasal dari kata pers (belanda), atau press
(inggris), atau presse (prancis). dalam bahasa latin, pers berasal dari pressare
dari kata premere yang berarti tekan atau cetak. Istilah pers sering diartikan
sebagai surat kabar atau majalah.

Secara umum, pers berarti segala usaha dari alat-alat komunikasi


massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan hiburan, berita,
dan informasi. Dalam buku “sejarah dan perkembangan pers Indonesia”
dinyatakan bahwa pers memiliki dua pengertian secara luas dan secara sempit.
Secara luas pers berarti semua media massa (radio, televisI, film, surat kabar,
majalah, dan lain-lain), sedangkan secara sempit adalah surat kabar, majalah,
tabloid, atau bulletin.

Dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang pers, pengertian pers adalah


lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara
dan gambar, serta data dan grafik ataupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedia.
Dari definisi tersebut pers memiliki dua arti, arti luas dan sempit. Dalam
arti luas, pers menunjuk pada lembaga sosial (sebenarnya lebih tepat
“paranata sosial”) yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Sementara dalam
arti sempit, pers merujuk pada wahana media komunikasi massa. Media
komunikasi massa tersebut merupakan produk atau kegiatan jurnalistik yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pers ataupun lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak di bidang pers.

B. Wahana Komunikasi Massa

Wahana komunikasi massa atau media massa dapat dikelompokkan


dalam dua jenis:
1. Media massa elektronik, yaitu media massa yang menyajikan informasi
dengan cara mengirimkan informasi melalui peralatan elektronik. Contoh
media massa elektronik adalah radio, televisi dan internet.
2. Media massa cetak, yaitu segala bentuk media massa yang menyajikan
informasi dengan cara mencetak informasi tersebut di atas kertas. Contoh
media massa cetak adalah koran, tabloid, dan majalan.

C. Fungsi dan Peranan Pers

M. Gurevitch dan JG Blumler (1990) dalam buku Democracy and the


Mass Media mengungkapkan fungsi dan peran pers dalam masyarakat
demokrasi meliputi:
1. Memberikan informasi mengenai perkembangan kehidupan sosial –
politik;
2. Memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi
perhatian masyarakat;
3. Menyediakan wahana untuk melakukan debat publik antara berbagai
sudut pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat;
4. Membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai
dalam menggunakan kekuasaan;
5. Memberikan sumbangan kepada warga masyarakat untuk belajar,
memilih, dan terlibat dalam kehidupan bersama, termasuk proses politik.

D. Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia

Fungsi pers menurut UU Pers adalah sebagai media informasi, media


pendidikan, media hiburan, media kontrol sosial, dan lembaga ekonomi (pasal
3 ayat 1 dan 2). Sementara itu peranan pers menurut pasal 6 UU No. 40 Tahun
1999 tentang pers, meliputi:
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinnekaan;
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat dan benar;
4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum;
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
E. Perkembangan Pers di Indonesia

1. Era Kolonial (1744 – 1900)

Dunia pers di era kolonial dimulai pada masa pemerintahan Gubernur


Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff. Ketika itu terbit surat kabar
pertama pada 7 Agustus 1744 di Batavia (Jakarta), yaitu Bataviaasche
Nouvelles en Politque rasionnementen. Selama kurun waktu 1744 – 1854
surat kabar cenderung dimiliko oleh orang eropa, berbahasa belanda,
ditujukan bagi pembaca berbahasa belanda, berisi tentang kehidupan
orang eropa dan tidak terkait dengan kehidupan pribumi. Barulah pada
kurun sesudah itu mulai muncul surat kabar berbahasa melayu, misalnya
Slompret Melajoe. Parker (1982) mencatat bahwa sejak 1850-an ada
sebanyak 30 surat kabar yang diterbitkan di hinda belanda.
2. Era Perjuangan Kaum Nasional (1900 – 1942)

Menurut Yasuo Hanazaki (1998:9) era ini ditandai dengan terbitnya


Medan Prijaji, surat kabar pertama yang dibiayai, disunting, dan diterbitkan
sendiri oleh orang-orang indonesia. Karena itu, medan prijaji dianggap
sebagai tonggak lahirnya pers nasional pendapat ini senada dikemukakan
oleh Abdurachman Surjomiharo dan Leo Suryadinata (2002:77). Pada
masa ini sikap pemerintah kolonial cenderung berusaha membatasi ruang
gerak pers.

3. Masa Transisi Pertama (1942 – 1945)


Pasa masa ini Indonesia berada dalam kekuasaan pemerintah
penjajahan jepang. Kehidupan pers diatur pemerintah penjajah dengan
Undang-Undang No. 16 yang memberlakukan sistem lisensi dan sensor
preventif. Setiap penerbitan cetak harus memiliki izin terbit serta melarang
penerbitan yang dinilai memusuhi jepang. Berdasarkan undang-undang
tersebut berbagai surat kabar berhasa belanda dibredel. Selanjutnya
pemerintah penjajah jepang mendirikan surat kabar jawa shimbun ka dan
membentuk kantor berita Domei.

4. Era Pers Partisan (1945 – 1957)

Pada awal kemerdekaan sampai tahun 1950-an ada tiga jenis surat
kabar yang terbit di Indonesia. Yaitu surat kabar republiken, surat kabar
belanda, dan surat kabar cina. Sebelum kemerdekaan pers pada umumnya
mengidentifikasi diri sebagai pers perjuangan. Tetapi pada masa ini pers
cenderung mulai menjadi partisan artinya pers menjadi pengikut partai,
golongan atau faham tertentu.
5. Era Pers Terpimpin (1957 – 1965)

Pada masa ini pengekangan pers dimulai, pad atanggal 12 oktober


1960, soekarno mengeluarkan peraturan yang mengharuskan setiap
penerbit untuk mendaftarkan diri guna mendapatkan surat izin terbit (SIT).
Untuk lebih mengaktifkan kontrol terhadap pers, soekarno mengeluarkan
berbagai kebijakan, antara lain: menempatkan percetakan swasta dalam
pengawasan pemerintah, memberi wewenang kepada Menteri
Penerangan untuk menyusun pedoman pers, serta menasionalisasi Kantor
Berita Antara.

6. Era Bisnis (1974 – 1988)


Mulai pertengahan tahun 1970-an, pers makin tampil sebagai sebuah
industri. Hal ini bisa dipahami karena pemerintah Orde Baru berhasil
melakukan perbaikan ekonomi, sehingga tingkat daya beli masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan informasi pun meningkat. Tetapi disisi lain,
terjadi peningkatan kontrol pemerintah Orde Baru terhadap kehidupan
pers. Dengan makin ketatnya pengendalian pers makin membuat pers
cenderung idealisme dan daya kritisnya terhadap kehidupan sehari-hari,
pers cenderung bersikap pragmatis.

7. Masa Transisi Ketiga (1989 – 1999)

Pada tahun 1993 keberanian pers untuk memanfaatkan transisi


keterbukaan politik makin menguat. Pers mulai berani secara aktif
menyajikan laporan mengenai berbagai kasus politik sensitif, seperti
demontrasi, penggusuran, pembunuhan aktivis, pemilihan ketua umum
PDI, dan bahkan tuntutan mahasiswa kepada MPR untuk mengevaluasi
kinerja Presiden Soeharto. Tetapi era keterbukaan pers tersebut hanya
berjalan sebentar saja. Pada tanggal 21 Juni 1994 pemerintah membredel
sekaligus tiga media massa terkemuka yaitu Tempo, Editor dan Detik.
8. Era Reformasi (1999 – Sekarang)

Penantian panjang pers Indonesia untuk bisa menikmati kebebasan


akhirnya terwujud. Pemerintah BJ. Habibie memberikan andil besar dalam
menumbuhkan kebabasan pers. Ketika itu menteri Penerangan yang baru,
Junis Josfiah, segera merevisi ketentuan perizikan (SIUPP) dan mencabut
ketentuan wadah tunggal organisasi wartawan. SIUPP menjadi begitu
mudah diperoleh. Demikian pula, lahirlah organisasi wartawan lain diluar
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Kebijakan tentang pers tersebut selanjutnya makin dikokohkan


dengan lahirnya Undang-Undang Pers baru, yaitu UU No. 40 Tahun 1999
pada tanggal 23 September 1999. Salah satu point penting dari UU
tersebut adalah adanya penghapusan lembaga SIUPP, jaminan hak atas
informasi dan perlindungan hukum bagi wartawan. Jaminan akan
kebebasan pers tersebut makin nyata ketika Presiden Abdurrahman Wahid
membubarkan lembaga pemerintah yang menjadi momok menakutkan
bagi pers indonesia pada masa Soeharto yakni departemen penerangan.
F. Teori Pers

Ada 4 teori pers yang dikemukakan dalam bukunya Four Theories Of The
Press, yaitu:
• Authoritarian Press (pers otoriter)

• Libertarian Press (pers liberal)


• Social Responsibility Press (pers tanggung jawab sosial)
• Soviet Communist Press (pers komunis Soviet)

G. Penjelasan Tentang Empat Teori dan Negara penganutnya

1. Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter), Merupakan teori pers paling tua,
berasal dari abad ke 16. Dalam periode kekuasaan negara yang absolut
ini, pers diatur oleh penguasa dan isi pemberitaannya tidak boleh membelot
dari kepentingan penguasa. Benito Mussolini (Italia) dan Adolf Hitler
(Jerman) adalah dua penguasa yang mewarisi sistem pers otoriter ini.

2. Libertarian Theory (Teori Pers Bebas),Mencapai puncak kejayaannya pada


abad ke 19. Teori ini memposisikan manusia sebagai mahluk yang bebas
dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
benar dan mana yang salah. Pers menjadi mitra dalam proses pencarian
kebenaran, bukan sebagai alat pemerintah. Jadi, pers berfungsi sebagai
pengawas pemerintah merupakan tuntutan dari teori ini.

Amerika dan Inggris menganut teori liberal ini selama dua ratus tahun,
bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai Fourth
Estate (kekuasaan keempat) dalam proses pemerintahan, setelah
kekuasaan pertama lembaga eksekutif, kekuasaan kedua lembaga
legislatif, dan kekuasaan ketiga lembaga yudikatif.

3. Social Responsibility Theory (Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial), Teori


ini dijabarkan berdasarkan asumsi bahwa prinsip-prinsip teori pers
libertarian terlalu menyederhanakan persoalan. Oleh karenanya paling
tidak ada lima prasyarat bagi pers yang memiliki tanggungjawab kepada
masyarakat, yaitu:
• Media harus menyajikan berita-berita yang dapat dipercaya, lengkap
dan bermakna.
• Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan
kritik
• Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili
dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat.
• Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai
masyarakat.

• Media harus menyajikan akses penuh terhadap informasi yang


tersembunyi pada suatu saat.

Seperti yang dianut oleh Negara kita Indonesia pada saat ini yang
menganut system pers bebas dan bertanggung jawab. Pers bebas
menjalankan kehendaknya namun pers harus dapat bertanggung jawab
atas apa yang telah ereka miliki dan mereka ketahui.

Pers bukan lagi berfungsi sebagai alat untuk menyiarkan


informasi, akan tetapi juga mendidik, menghibur, dan mempengaruhi agar
khalayak melakukan kegiatan tertentu.

Sistem pers merupakan subsistem dari sistem komunikasi. Sistem


pers mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan sistem lain.
Unsur yang paling penting dalam pers adalah media massa. Media massa
menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.
Melalui media, masyarakat dapat menyetujui atau menolak kebijakan
pemerintah. Lewat media pula berbagai inovasi atau pembaruan bisa
dilaksanakan oleh masyarakat.

4. Soviet Communist Theory (Teori Pers Totalitarian), Teori ini baru tumbuh
dua tahun setelah Rovolusi Oktober 1917 di Rusia dan berakar pada teori
pers penguasa atau authoritarian theory. System pers ini menopang
kehidupan system sosialis Soviet Rusia dan memelihara pengawasan yang
dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan sebagaimana biasanya
terjadi dalam kehidupan komunis. Sebab itu, di Negara-negara tersebut
tidak terdapat pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah.

Segala sesuatu yang memerlukan keputusan dan penetapan umumnya


dilakukan oleh para pejabat pemerintah sendiri. Dengan bubarnya negara
Uni Republik Sosialis Soviet pada 25 desember 1991 yang kini menjadi
negara persemakmuran, negara tersebut sekarang telah melepaskan
sistem politik komunisnya.

Dalam teori Soviet, kekuasaan itu bersifat sosial, berada di orang-orang,


sembunyi di lembaga-lembaga sosial dan dipancarkan dalam tindakan-
tindakan masyarakat. Kekuasaan itu mencapai puncaknya (a) jika
digabungkan dengan semberdaya alam dan kemudahan produksi dan
distribusi , dan (b) jika ia diorganisir dan diarahkan.

Partai Komunis memiliki kekuatan organisasi ini. partai tidak hanya


menylipkan dirinya sendiri ke posisi pemimpin massa; dalam pengertian
yang sesungguhnya, Partai menciptakan massa dengan mengorganisirnya
dengan membentuk organ-organ akses dan kontrol yang merubah sebuah
populasi tersebar menjadi sebuah sumber kekuatan yang termobilisir.

Negara Soviet bergerak dengan program-program paksaan dan bujukan


yang simultan dan terkoordinir. Pembujukan adalah tanggungjawabnya
para agitator, propagandis dan media. Komunikasi massa digunakan
secara instrumental, yaitu sebagai instrumen negara dan partai.
Komunikasi massa secara erat terintegrasi dengan instrumen-instrumen
lainnya dari kekuasaan negara dan pengaruh partai. Komunikasi massa
digunakan untuk instrumen persatuan di dalam negara dan di dalam partai.
Komunikasi massa hampir secara ekslusif digunakan sebagai instrumen
propaganda dan agitasi. Komunikasi massa ini punya ciri adanya
tanggungjawab yang dipaksakan.
Dengan demikian, kini teori pers komunis praktis hanya dianut oleh RRC
karena negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni Soviet
pun sekarang ini hampir semua melepaskan sistem politik komunisnya.

H. Peranan Pers dalam Politik

Pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Gedung DPRD


Provinsi Jambi (9/2) lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pers
Indonesia untuk menempatkan diri menjadi bagian dari solusi persoalan
konflik. Pers diharapkan bisa menjadi bagian dalam mengatasi sengketa di
masyarakat. Presiden juga mengajak pers supaya dengan penuh kesadaran
ikut mengelola kehidupan masyarakat sehingga bisa menjadi prakondisi yang
memadai bagi pembangunan ekonomi (Kompas, 10/2).

Di sebuah negara demokratis, peranan pers atau media massa sangat


penting. Setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, pers atau media massa
dikatakan sebagai pilar keempat (the fourth estate). Peran itu terasa sekali di
Indonesia saat ini. Pers memiliki daya pengaruh terhadap proses kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari betapa pers
tidak saja telah memainkan diri sebagai penyebar arus informasi kepada
khalayak, namun juga ikut mengawal jalannya penyelenggaraan
pemerintahan.

Peran seperti itu tidak dapat dilakukan dengan baik tanpa adanya
persyaratan mutlak yakni kebebasan pers. Dengan kebebasan pers, informasi
dan gagasan dapat disebarluaskan kepada khalayak tanpa dicekam ancaman
pengekangan. Dalam bidang politik, misalnya, peran pers salah satunya
adalah melakukan pemberitaan kepada aktor politik yang dinilai memiliki
pengaruh terhadap kehidupan publik maupun kebijakan-kebijakan yang
dibuat. Pers juga bisa memberi peringatan (early warning) tentang potensi
penyimpangan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah.

Disini, pers berposisi sebagai watchdog terhadap pemerintah, untuk


melakukan kontrol terhadap pemerintah agar lebih hati-hati dan akuntabel
dalam membuat kebijakan. Dalam sistem politik yang demokratis, kebijakan
yang dianggap tidak memihak kepada rakyat dapat dikritik oleh media,
maupun sebaliknya media juga bisa memberi dukungan manakala kebijakan
pemerintah sesuai dengan kepentingan rakyat. Dengan kata lain, pers selalu
dituntut akan tanggung jawab sosialnya. Kepentingan publik harus berada
dalam posisi paling depan.

Dengan perannya seperti itu, di satu sisi nampak kebebasan memiliki


nilai positif. Hanya saja di sisi lain juga membuka kekhawatiran. Potensi yang
terakhir ini adalah bagaimana kebebasan pers justru digunakan sebagai
sarana untuk membangun komunikasi patologis di masyarakat. Pers yang
tidak seimbang dalam melakukan tugas jurnalistiknya rawan menebar benih
kebencian. Pers dimanfaatkan sebagai instrumen politis dengan
menempatkan dirinya berpihak pada posisi tertentu. Alih-alih untuk menjadi
bagian dari solusi, penyimpangan pers merupakan bagian dari persoalan itu
sendiri.
Kerawanan seperti itu dapat diatasi manakala publik dapat menjadi
pengawas dari pers itu sendiri. Artinya, publik memiliki mekanisme penilaian
dan pemilihan tersendiri mana pers yang berpihak kepada masyarakat dan
mana pers yang mementingkan kelompok tertentu. Selain itu di sisi internal
pers, tanggung jawab sosial kepada publik tidak boleh tertekuk oleh
kepentingan sektoral seperti kepentingan penguasa maupun oleh
konglomerasi. Idealisme pers tidak boleh luntur oleh kooptasi kelompok yang
memanfaatkan kebebasan pers untuk meneguk keuntungan diri.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Peranan Pers menurut UU No.40/1999 pasal 6 Memenuhi hak masyarakat


untuk mengetahui Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum, dan HAM, serta menghormati kebhinnekaan Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar Melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Di sebuah negara demokratis, peranan pers atau media massa sangat penting.
Setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, pers atau media massa dikatakan sebagai
pilar keempat (the fourth estate). Peran itu terasa sekali di Indonesia saat ini. Pers
memiliki daya pengaruh terhadap proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengaruh tersebut dapat dilihat dari betapa pers tidak saja telah memainkan diri
sebagai penyebar arus informasi kepada khalayak, namun juga ikut mengawal
jalannya penyelenggaraan pemerintahan.

Disini, pers berposisi sebagai watchdog terhadap pemerintah, untuk


melakukan kontrol terhadap pemerintah agar lebih hati-hati dan akuntabel dalam
membuat kebijakan. Dalam sistem politik yang demokratis, kebijakan yang dianggap
tidak memihak kepada rakyat dapat dikritik oleh media, maupun sebaliknya media
juga bisa memberi dukungan manakala kebijakan pemerintah sesuai dengan
kepentingan rakyat. Dengan kata lain, pers selalu dituntut akan tanggung jawab
sosialnya. Kepentingan publik harus berada dalam posisi paling depan.

Anda mungkin juga menyukai