Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH PERS NASIONAL

SEJARAH PERS DI ERA ORDE LAMA DAN ERA DEMOKRASI


TERPIMPIN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pers Nasional

Dosen Pengampu : Rizaludin Kurniawan, M.Si

Disusun oleh:
Kelompok 7

Ichsan Nur Ramadhan 11220511000013

Nahdatul Zahra 11220511000011

Muhammad Sabili Matin 11220511000033

Rosdiana 11220511000014

PROGRAM STUDI JURNALISTIK


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Kami ucapkan puji serta syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah kami susun untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah Pers Nasional serta untuk memberikan
wawasan mengenai salah satu materi yang berjudul “Sejarah Pers di Era Orde Lama dan
Demokrasi Terpimpin”.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada


Bapak Rizaludin Kurniawan, M.Si. selaku dosen pada mata kuliah Sejarah Pers Nasional
yang telah memberikan arahan serta dukungannya dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
agar kami dapat memperbaiki makalah ini guna menjadi lebih baik.

Tangerang Selatan, November 2023

Kelompok 7

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………………………...1


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………..3
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………………………...3
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………..4
2.1 Media Pers Pada Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin ……………………………………….4
2.2 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin ……………………………....5
2.3 Tokoh Penggerak Pers Pada Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin ……………………………7
2.4 Momen Penting dalam Perkembangan Pers Pada Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin………9
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... .......................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................13

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pers sebagai pilar keempat demokrasi di samping legislatif, eksekutif, dan yudikatif
memegang peranan penting dalam berjalannya kehidupan bernegara. Pers berperan untuk
menjaga keseimbangan antara pilar-pilar penyelenggaraan negara, serta menjadi sarana
bagi masyarakat untuk mengawasi jalannya pemerintahan yang telah mereka mandatkan
pada para penyelenggara negara.
Pada masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin di Indonesia, pers memiliki peran
yang sangat penting dalam menjalankan fungsi kontrol sosial dan peran sebagai
penyampai informasi kepada masyarakat. Kedua rezim ini, yang berlangsung dari tahun
1966 hingga awal 1990-an, memiliki pendekatan yang berbeda terhadap media massa,
dan perubahan signifikan dalam kebijakan pers serta dampaknya terhadap perkembangan
pers selama periode ini.
Maka dari itu, makalah ini akan mengulas perjalanan pers di Indonesia selama masa
Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin, serta peran yang dimainkan oleh media massa
dalam konteks politik dan sosial pada periode tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja media pers pada masa orde lama dan demokrasi terpimpin?
2. Bagaimana perkembangan pers pada masa orde lama dan demokrasi terpimpin?
3. Siapa saja tokoh penggerak pers pada masa orde lama dan demokrasi terpimpin?
4. Apa saja momen-momen penting dalam perkembangan pers masa orde lama dan
demokrasi terpimpin?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Media Pers Pada Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin
Pers tidak terlepas dari media massa yang merupakan salah satu komponennya.
Salah satu lembaga masyarakat yang menggunakan media massa untuk menyampaikan
informasi antara masyarakat dan pemerintah adalah pers. Menurut Undang-Undang Pers
No. 40 Tahun 1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan tersebut meliputi mencari, mengumpulkan,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi baik dalam media
cetak, elektronik, dan media lainnya, serta dalam bentuk tulisan, suara, gambar, data, dan
grafik, maupun dalam bentuk saluran yang tersedia.
Pers dalam perkembangannya terbagi menjadi beberapa masa. Ketika
kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, surat kabar yang terbit pertama adalah koran
Berita Indonesia (6 September 1945) koran ini terbit secara teratur, kemudian majalah
Tentera, dan disusul Surat Kabar Merdeka yang dipimpin oleh BM Diah. Pemerintah
Indonesia juga tak mau ketinggalan menerbitkan Negara Baroe yang dipimpin Parada
Harahap, yang kemudian juga menerbitkan Soeara Oemoem tetapi hanya sebentar
bertahan. Awal Desember 1945 terbit majalah tengah bulanan Pantja Raya kemudian
disusul majalah dan surat kabar lain diantaranya, Pembangoenan (Sutan Takdir
Alisyahbana), Siasat, Mimbar Indonesia. Di daerah selain Jakarta juga terbit koran
diantaranya: Menara Merdeka (Ternate), Soeara Indonesia, Pedoman (Makassar), Soeara
Merdeka (Bandung), Soeara Rakjat (Surabaya), Kedaulatan Rakyat, Nasional
(Yogyakarta), Soeloeh Rakyat (Semarang), Pewarta Deli, Suluh Merdeka, Mimbar
Umum (Sumatera Utara), Sumatera Baru (Palembang), Pedoman Kita, Demokrasi,
Oetosan Soematera (Padang), Semangat Merdeka (Aceh). 1
Pers setelah proklamasi kemerdekaan jauh lebih baik dibandingkan pada masa
kolonial. Setelah surat kabar memberitakan proklamasi, banyak masyarakat Indonesia
yang mulai mencari-cari surat kabar dan seolah tidak mau ketinggalan akan informasi
dan berita pada negaranya yang sudah merdeka. Hal tersebut membuat minat membaca
masyarakat meningkat dan kesadaran akan kepentingan pers mulai ada. Ramainya
peminat surat kabar membuat percetakan dan media massa kembali hidup, hingga
diadakannya kongres dari para wartawan pada 9 Februari 1946 untuk mempersatukan

1
Akhmad Efendi, Perkembangan Pers di Indonesia, Alprin, 2019, Hlm. 14
4
para pelaku media massa pada 1946 di Solo. Kongres itu membentuk persatuan wartawan
dan diketuai oleh Mr. Sumanang Suryowinoto. Dan empat bulan kemudian tepatnya 8
Juni 1946 berdiri Serikat Perusahaan Surat Kabar (SPS) di Yogyakarta. Peristiwa penting
lainnya yaitu berdirinya Sari Pers oleh Pak Sastro di Jakarta yang mencetak ratusan koran
dengan berita-berita penting dari penjuru negeri. Hal ini makin memperkokoh peran pers
di awal berdirinya negara Indonesia. 2
Pada Desember 1948 di Indonesia telah terbit 124 surat kabar dengan total tiras
405.000 eksemplar. Tetapi pada April 1949, jumlah surat kabar berkurang menjadi hanya
81 dengan tiras 283.000 eksemplar. Ini diakibatkan oleh Agresi Militer Belanda Kedua
yang terjadi pada Desember 1948. Sementara, jangkauan tiras berubah dari 500 menjadi
5.000 eksemplar. Sepanjang periode ini, pers Indonesia semakin memperkuat semangat
kebangsaan, mempertajam teknik berpolemik, danmulai memperlihatkan peningkatan
semangat partisan. Akhirnya, pada tahun 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 1 Juli 1959 yang mengakhiri masa Demokrasi Liberal dan kembali menjadikan
UUD 1945 sebagai dasar negara. Masa ini dikatakan sebagai masa Demokrasi Terpimpin.
Pada masa Orde Lama pers nasional menganut sistem otoriter, pers dijadikan sebagai
corong penguasa yang harus mendukung kedudukan presiden dan mendoktrin manipol.
Pers berfungsi sebagai alat penggerak aksi masa dalam memberikan informasi dan
mendorong masyarakat agar mau mendukung pelaksanaan manipol dan setiap kebijakan
pemerintah. Sementara, pers lainnya yang berada dalam posisi kontra terhadap rezim
Soekarno, menolak Manipol, dan pers Liberal, diasingkan atau menuai pembredelan.
Namun setelah peristiwa G30SPKI, semua media massa pers komunis dan simpatisan
PKI dilarang terbit selamanya oleh penguasa rezim yang baru. Pers pada masa itu
diupayakan oleh pemerintah untuk mendukung pemerintah serta kebijakannya. Pers
dianggap sebagai sarana pembentuk opini masyarakat sehingga pers diatur ketat dan
harus mengikuti pemerintah sebagai alat revolusi. Banyak peraturan perundang-
undangan serta kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin tercapainya
tujuan pemerintahan seperti membentuk pers Manipol agar pers sosialis dapat tercapai. 3
2.2 Perkembangan Pers Pada Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin
Periode Demokrasi Terpimpin umumnya dikatakan sebagai periode terburuk bagi
sejarah perkembangan pers di Indonesia. Hal ini bisa dimaklumi karena persepsi, sikap

2
Mutiara Gita Cahyani, Sejarah Perkembangan Pers dan Pemanfaatan Museum Pers Nasional Sebagai Media
Pembelajaran Sejarah Masa Pergerakan Nasional. JIJAK: Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP Universitas
Jambi. Vol. 3 No. 1 (2023), 32.
3
Ibid, 33.
5
dan perlakuan penguasa terhadap pers Indonesia telah melampaui batas-batas toleransi.
Penguasa demokrasi terpimpin memandang pers semata-mata dari sudut kemampuannya
memobilisasi massa dan opini publik. Pers seakan-akan dilihat sebagai sebuah senapan
yang siap menembakkan peluru (informasi) ke masyarakat atau khalayak yang tak
berdaya. Pers dianggap sebagai alat “revolusi” yang besar pengaruhnya untuk
menggerakkan atau radikalisasi massa untuk menyelesaikan sebuah revolusi. 4

Masalah percetakan merupakan salah satu hambatan terbesar dalam perkembangan


pers pada masa ini. Hal tersebut tidak terlepas pula dari kesulitan yang berada di masa
perang kemerdekaan sebelumnya. Tatkala para wartawan Republik merampas
percetakan-percetakan pers dari tangan serdadu Jepang, kondisi mesin-mesin cetak yang
ada tidak saja terbelakang tetapi juga kurang terpelihara. Lalu semasa perjuangan
melawan Belanda, pembangunan sektor grafika praktis tidak berjalan. Setelah pengakuan
kedaulatan,sebagian publikasi nasional kembali mencetak di percetakan milik Belanda
yang dikembalikan dan sebagian lagi media cetak di perusahaan pribumi atau percetakan
milik Cina.
Tindakan pemerintah pada tahun 1960 untuk menyita sejumlah percetakan swasta
di kota-kota tertentu, langsung atau tidak langsung telah menyulitkan penerbitan surat
kabar yang dicetak di tempat tersebut. Kesulitan seperti itu dialami oleh Pedoman dan
Suara Rakjat sedang harian Abadi memutuskan untuk berhenti terbit karena tidak mau
mengisi formulir izin terbit. Harian Nusantara yang banyak menyerang Sukarno, dilarang
terbit bersamaan dengan penyitaan percetakannya. Pengekangan pers juga dapat terjadi
dalam bentuk sabotase oleh buruh-buruh percetakan yang beraliran lain dari politik surat
kabar yang dicetak di situ. Kasus seperti ini pernah menimpa harian Surabaya Post dan
Pedoman akibat ulah sabotase-sabotase PKI.
Pada tanggal 17 Januari 1962, PWI telah mendaftarkan diri sebagai anggota Front
Nasional. Untuk itu pimpinan Front Nasional sendiri telah mengadakan perubahan pada
peraturan dasar organisasi massa berporos Nasakom tersebut. Tetapi, PWI pun
sebelumnya harus menyesuaikan. Baik PWI maupun SPS sejak tahun 1960 telah mulai
dimasuki tokoh-tokoh dari kelompok PKI. Dalam kongres di Ujung Pandang ada gagasan
untuk menggagalkan pemilihan Djawoto sebagai ketua umum, tetapi dia memperoleh
dukungan kuat dari pimpinan PNI Ali-Surachman. Dengan keluarnya Keputusan Menteri
Penerangan tanggal 3 Maret 1965, Samosir (dari Harian Rakjat) dan Karim DP menjadi

4
Tribuana Said, Sejarah Pers Nasional Dan Pembangunan Pers Pancasila (Jakarta: CV Haji Masagung, 1988), 130.
6
wakil ketua satu dan dua, sedang ketua umumnya adalah Rh. Kusnan dari Suluh
Indonesia. Dengan perombakan-perombakan tersebut, lengkap lah Manipolisasi dan
Nasakomisasi kedua organisasi pers nasional.5
2.3 Tokoh Penggerak Pers Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin
Berikut diantaranya tokoh-tokoh penggerak pers pada masa orde lama dan demokrasi
terpimpin:
1. H. Rosihan Anwar
H. Rosihan Anwar merupakan tokoh pers, sejarawan, sastrawan, dan budayawan
Indonesia. Rosihan merupakan salah seorang yang produktif menulis. Beliau memulai
karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya pada masa pendudukan Jepang tahun
1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-
1961). Kemudian pada tahun 1961, koran Pedoman miliknya dibredel penguasa. Pada
Masa Orde Baru, ia menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan
Indonesia(1968-1974). Tahun 1973, Rosihan mendapatkan anugerah Bintang
Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Namun kurang dari setahun setelah
Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di lehernya, koran Pedoman miliknya
ditutup.6
2. Ani Idrus
Ani Idrus adalah seorang wartawati sekaligus pendiri Harian Waspada bersama
suaminya, H. Mohamad Said, pada 1947. Tokoh bidang pers itu berasal dari
Sawahlunto, Sumatera Barat. Dia lahir pada 25 November 1918 dan wafat di kota
Medan, Sumatera Utara, pada 9 Januari 1999. Melihat jejak karirnya, Ani Idrus
Memulai profesi sebagai wartawan pada 1930 dan mulai menulis untuk majalah Panji
Pustaka Jakarta, demikian sebagaimana dikutip Antara News. Bersama sang suami
pada 1947, dia menerbitkan Harian Waspada. Ani juga merambah segmen pembaca
wanita, pada 1949, dengan menerbitkan majalah Dunia Wanita. Beliau juga termasuk
dalam salah satu tokoh pendiri PWI, Persatuan Wartawan Indonesia, tahun 1951. 7
3. Djawoto
Djawoto adalah seorang otodidak. Ia menguasai bahasa Belanda, Inggris dan ia

5
Tribuana Said, Sejarah Pers Nasional Dan Pembangunan Pers Pancasila (Jakarta: CV Haji Masagung, 1988), 137.
6
Harits Tryan Akhmad, “HPN 2020, Ini Deretan Tokoh Pers Nasional yang Berpengaruh diIndonesia”, diakses dari
https://nasional.okezone.com/read/2020/02/08/337/2165284/hpn-2020-ini-deretan-tokoh-pers-nasional-yang-berpengaruh-di-
indonesia?page=2, pada tanggal 19 Oktober 2020.
7
Dipna Videlia Putsanra, “Siapa Ani Idrus yang Jadi Google Doodle 25 November Hari Ini?, diakses
dari https://tirto.id/siapa-ani-idrus-yang-jadi-google-doodle-25-november-hari-ini-emgG, pada tanggal19 Oktober 2020.
7
menekuni ilmu ekonomi dan politik. Djawoto juga belajar sendiri untuk menjadi
wartawan dengan membaca setiap hari. Bukunya "Jurnalistik dalam Praktik" adalah
hasil pengalaman pekerjaannya sehari-hari. Sejak tahun 1928 Djawoto sudah mulai
menulis sebagai wartawan sampai kedatangan tentara pendudukan Jepang. Selama PD
II Djawoto bekerja sama dengan Adam Malik di kantor berita Domei, satu-satunya
kantor berita yang diizinkan hidup selama pendudukan Jepang. Pada tahun 1945
Kantor Berita Antara dibuka kembali dan Djawoto Kembali bekerja untuk kantor
berita tersebut. Ketika Yogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia, kantor berita
ini pun pindah ke Yogyakarta dan Djawoto Dipilih menjadi pemimpin Redaksi.
Djawoto bahkan pernah beberapa kali terpilih menjadi Ketua PWI mulai dari 1948,
1950 dan 1951. Dan baru menjadi ketua lagi ketika PWI mengadakan kongres di
Makassar pada 16 Mei 1961.8 Sebagai anggota Dewan Kehormatan PWI, Djawoto
bersama H. Agus Salim menyusun untuk pertama kalinya Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
PWI.
4. Mochtar Lubis
Lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004
pada umur 82 tahun, adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia.
Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut
mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian
Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horison
bersama-sama kawan-kawannya. Pertengahan 1950-an,Mochtar Lubis dipenjara.
Pemimpin harian Indonesia Raya itu dituduh berkomplot dengan Zulkifli Lubis dalam
ketegangan yang terjadi di Sumatera. Mendekam dalam tahanan Orde Lama selama
sepuluh tahun. Pengalamannya itu ditulis dalam catatan Subversif (1980). 9
5. Petrus Kanisius Ojong
Pada awalnya, PK Ojong bekerja sebagai guru di SD Budi Mulia di Mangga Besar
Jakarta. Ojong mempelajari mengenai jurnalistik pada tahun 1946, ketika dia
bergabung dengan Star Weekly, sebuah mahalan untuk komunitas Tionghoa-
Indonesia. Dia memulai karirnya sebagai kontributor dan akhirnya menjadi redaktur
pelaksana hingga Star Weekly dibubarkan pemerintah karena ulasan luar negeri yang
ditulis Ojong dinilai mengkritik kebijakan pemerintah. Antara tahun 1946-1951,

8
Koran Sulindo “Djawoto: Tokoh Pers yang Dihapus dari Sejarah Indonesia”, diakses dari
https://koransulindo.com/djawoto-tokoh-pers-yang-dihapus-dari-sejarah-indonesia/, pada tanggal 19Oktober 2020.
9
Irfan Teguh, “Mochtar Lubis: Pembangkang Dua Rezim yang Tak Gentar Berpolemik”, diakses dari
https://tirto.id/mochtar-lubis-pembangkang-dua-rezim-yang-tak-gentar-berpolemik-edqg, pada tanggal19 Oktober 2020.
8
Ojong merupakan anggota redaksi surat kabar harian Keng Po dan mingguan Star
Weekly. Kedua media yang dibangunnya itu, pada 1961, dibredel pemerintah
Sukarno. Di masa pasca-pembredelan ini, PT Saka Widya berdiri dan Ojong jadi
direkturnya. Saka Widya saat itu bergerak dalam bidang penerbitan buku. 10 Pada tahun
1963, Ojong bersama dengan Jakob Oetama mendirikan majalah Intisari, cikal bakal
dari harian Kompas. Pada tahun 1965, mereka mendirikan harian Kompas yang
menjadi harian nasional Indonesia Hingga saat ini. Pada tahun 1970 hingga akhir
hidupnya, PK Ojong merupakan pimpinan umum dari PT Gramedia yang bergerak di
bidang penerbitan.
2.4 Momen Penting dalam Perkembangan Pers Masa Orde Lama dan Demokrasi
Terpimpin
Indonesia memasuki sistem pemerintahan baru pada tahun 1950, sistem
pemerintahan baru ini dinamakan sistem pemerintahan Demokrasi Liberal. Pers pada
masa ini sering disebut dengan pers liberal, karena pada masa tersebut pers sangat
menjunjung tinggi hak kebebasan pers. Sehingga seiring perkembangannya, banyak pers
yang mulai terlampau bebas hingga meninggalkan norma atau etika pers. Pada masa ini
pun pers mulai ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan dari suatu golongan tertentu.11
Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang isinya
mengembalikan dasar negara Indonesia dari UUDS 1950 menjadi UUD 1945 dan
membubarkan konstituante. Kembali dipergunakannya UUD 1945 membawa Indonesia
memasuki periode baru dalam sistem pemerintahannya, yaitu sistem pemerintahan
Demokrasi Terpimpin atau masa Orde Lama. Kebijakan ini diberlakukan supaya tidak
terulang kembali bentuk pers yang terlalu liberal, dan juga merupakan kebijakan lanjutan
dari SOB. Pada sistem pemerintahan ini pers mulai dikekang dan semua surat kabar yang
terbit di Indonesia harus memiliki Surat Izin Terbit (SIT). Termasuk salah satunya adalah
surat kabar “Kedaulatan Rakyat” yang berada di Yogyakarta. Fungsi dari Surat Izin Terbit
juga untuk mendukung kebijakan Manipol USDEK (Manifesto Politik, UUD 1945,
Sosialisme, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).12
Mengenai izin terbit, pada tahun 1960 lebih terperinci lagi syarat-syaratnya. Pada

10
Petrik Matanasi, “P.K. Ojong Pendiri Kompas: Mengajar, Menulis, Mengabarkan Indonesia”,
diakses dari https://tirto.id/pk-ojong-pendiri-kompas-mengajar-menulis-mengabarkan-indonesia-dCrW,pada tanggal 19 Oktober
2020.
11
Fahmi Aji, PERKEMBANGAN SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DALAM PERPOLITIKAN MASA
KEMERDEKAAN DI YOGYAKARTA TAHUN 1950-1967, Jurnal Prodi Ilmu Sejarah, Vol. 3 No. 2 Tahun 2018,
Hlm. 262
12
Ibid, 267.
9
permintaan izin terbit harus menyetujui dan menandatangani kesanggupan 19 pasal.
Kesembilan belas pasal itu mencerminkan kebijaksanaan pemerintah waktu itu.
Pada perubahan sistem politik dari demokrasi liberal ke demokrasi terpimpin, pers
diperintahkan oleh Presiden Soekarno untuk tetap setia pada ideologi Nasakom dan
memanfaatkan pers untuk mobilisasi rakyat. Periode pada masa demokrasi terpimpin ini
menjadi batu penghalang dalam sejarah perkembangan pers di Indonesia. Persepsi, sikap,
serta perlakuan penguasa pada pers Indonesia tidak menghargai batas toleransi. Pers
dianggap seolah hanya mengkritik dan memberikan informasi yang menentang
pemerintahan. Pers pada masa itu dianggap sebagai alat revolusi yang pengaruhnya besar
untuk menggerakkan serta menyebarkan radikalisasi massa untuk menyelesaikan
revolusi.13
Selain itu, Presiden Soekarno juga mengeluarkan berbagai kebijakan lainnya, yaitu
menempatkan percetakan swasta di bawah pengawasan pemerintah berdasarkan
Peraturan Administrasi Militer Tertinggi No. 2/1961. Kemudian, menasionalisasikan
kantor berita Antara dengan Dekrit Presiden No. 307/1962. Pada masa itu, kantor berita
Antara berada dalam pengaruh kaum komunis, seiring dengan semakin meningkatnya
pengaruh PKI di pemerintahan. Kondisi ini kemudian sampai pada taraf kritis karena
lebih dari separuh berita yang diterbitkan bersifat pro komunis. Serta pada tanggal 15 Mei
1963, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tentang pemberian wewenang kepada
Menteri Penerangan untuk menyusun pedoman pers. 14
Setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI, seluruh media massa pers komunis dan
simpatisan PKI dilarang terbit selamanya oleh penguasa rezim baru. Pada masa itu pers
diupayakan oleh pemerintah guna mendukung pemerintah serta kebijakannya. Selain itu,
pers juga dianggap sebagai sarana atau alat pembentuk opini masyarakat sehingga pers
diatur ketat dan harus mengikuti pemerintah sebagai alat revolusi. 15

13
Mutiara Gita Cahyani, Sejarah Perkembangan Pers dan Pemanfaatan Museum Pers Nasional Sebagai Media
Pembelajaran Sejarah Masa Pergerakan Nasional, JEJAK | Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP Universitas
Jambi, Vol. 3 No. 1, Juli (2023), Hlm. 33
14
Iramdhan, Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia Ditinjau dari Segi Pendidikan, Jurnal Ilmiah Wahana
Pendidikan, Vol. 05 No. 03 Agustus 2019 , Hlm. 57
15
Mutiara Gita Cahyani, Sejarah Perkembangan Pers dan Pemanfaatan Museum Pers Nasional Sebagai Media
Pembelajaran Sejarah Masa Pergerakan Nasional, JEJAK | Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP Universitas
Jambi, Vol. 3 No. 1, Juli (2023), Hlm. 34
10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pers merupakan suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai jenis media dan
saluran yang tersedia. Sejarah pers bangsa Indonesia pada masa orde lama sangatlah
panjang dan banyak sekali peristiwa-peristiwa yang terjadi didalamnya. Setelah
penyerahan kedaulatan Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945, wartawan Indonesia
mengambil alih semua fasilitas percetakan surat kabar dari tangan Jepang dan berusaha
menerbitkan surat kabar sendiri. Surat kabar pertama Indonesia pada masa itu adalah surat
kabar Berita Indonesia yang diterbitkan di Jakarta pada tanggal 6 September 1945.
Kemudian majalah Tentera , dan disusul Surat Kabar Merdeka yang dipimpin oleh BM
Diah.
Periode Demokrasi Terpimpin di Indonesia dianggap sebagai periode yang sulit
bagi perkembangan pers. Pemerintah pada masa itu memandang pers sebagai alat untuk
mobilisasi massa dan mengendalikan opini publik, sehingga sering kali melakukan
tindakan pembatasan terhadap pers. Masalah percetakan dan perang kemerdekaan
sebelumnya menyulitkan perkembangan pers. Pemerintah juga mengambil tindakan
seperti menyita percetakan swasta dan membatasi penerbitan surat kabar yang tidak sesuai
dengan kebijakan pemerintah. Pada saat yang sama, terjadi infiltrasi politik dari kelompok
PKI dalam organisasi pers nasional, yang mengarah pada manipulasi dan nasakomisasi
pers.
Tokoh Penggerak Pers Masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin antara lain. H.
Rosihan Anwar merupakan tokoh pers, sejarawan, sastrawan, dan budayawan Indonesia.
Ani Idrus adalah seorang wartawati sekaligus pendiri Harian Waspada bersama suaminya,
H. Mohamad Said. Djawoto adalah seorang otodidak. Ia menguasai bahasa Belanda,
Inggris dan ia menekuni ilmu ekonomi dan politik. Djawoto juga belajar sendiri untuk
menjadi wartawan dengan membaca setiap hari. Bukunya "Jurnalistik dalam Praktik"
adalah hasil pengalaman pekerjaannya sehari-hari. Mochtar Lubis Lahir di Padang,
Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – meninggal di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun,
adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Petrus Kanisius Ojong
Pada awalnya, PK Ojong bekerja sebagai guru di SD Budi Mulia di Mangga Besar Jakarta.
Ojong mempelajari mengenai jurnalistik pada tahun 1946, ketika dia bergabung dengan
11
Star Weekly.
Momen yang terjadi pada masa Orde Lama dan Demokrasi Terpimpin bahwa
Soekarno mengeluarkan dekrit pada tahun 1959 berisi mengembalikan dasar negara
Indonesia menjadi UUD 1945 kembali dan membubarkan konstituante. Hal ini tentunya
membuat media pers kehilangan hak dalam kebebasan pers dan cenderung diatur ketat.
Soekarno juga mengeluarkan kebijakan lain, seperti surat kabar harus memiliki Surat Izin
Terbit, menempatkan percetakan swasta dalam pengawasan pemerintah dan
menasionalisasikan kantor berita Antara, serta memberi kewenangan kepada Menteri
Penerangan untuk menangani pedoman pers pada tahun 1963. Pers juga dijadikan sebagai
sarana pembentuk opini masyarakat sekaligus alat revolusi untuk menyebarkan
radikalisasi massa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aji, F. (2018). Perkembangan Surat Kabar Kedaulatan Rakyat dalam Perpolitikan Masa Kemerdekaan di
Yogyakarta Tahun 1950-1967. Jurnal Prodi Ilmu Sejarah.
Akhmad, H. T. (2020, Februari 8). HPN 2020, Ini Deretan Tokoh Pers Nasional yang Berpengaruh di
Indonesia. From Okezone: https://nasional.okezone.com/read/2020/02/08/337/2165284/hpn-
2020-ini-deretan-tokoh-pers-nasional-yang-berpengaruh-di-indonesia?page=2
Cahyani, M. G. (2023). Sejarah Perkembangan Pers dan Pemanfaatan Museum Pers Nasional Sebagai
Media Pembelajaran Sejarah Masa Pergerakan Nasional. JIJAK: Jurnal Pendidikan Sejarah &
Sejarah FKIP Universitas Jambi, 3(1).
Efendi, A. (2019). Perkembangan Pers di Indonesia. Jawa Tengah: ALPRIN.
Ginting, K. (2020, Maret 29). Djawoto: Tokoh Pers yang Dihapus dari Sejarah Indonesia. From Koran
Sulindo: https://koransulindo.com/djawoto-tokoh-pers-yang-dihapus-dari-sejarah-indonesia/
Iramdhan. (2019). Sejarah Perkembangan Pers di Indonesia Ditinjau dari Segi Pendidikan. JIWP: Jurnal
Ilmiah Wahana Pendidikan, 53-65.
Putsanra, D. V. (2019, November 25). Siapa Ani Idrus yang Jadi Google Doodle 25 November Hari Ini?
From tirto.id: https://tirto.id/siapa-ani-idrus-yang-jadi-google-doodle-25-november-hari-ini-
emgG
Said, T. ( 1988). Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta: Haji Masagung.

13

Anda mungkin juga menyukai