DI INDONESIA
Di susun oleh:
SMKN 2 WONOSARI
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Perkembangan Pers di
Indonesia”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bpk. Warsito, S.Pd.,
M. Pd. selaku guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, dan khususnya para penerus-penerus bangsa.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik bagi pembaca makalah kami ini, agar makalah kami ke
depannya bisa lebih baik lagi.
2
DAFTAR ISI
I. HALAMAN JUDUL
II. KATA PENGANTAR
III. DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pers di Indonesia
B. Fungsi Pers
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kalau definisi pers sendiri merupakan sebutan suatu nama. Kalau nama pers
disebutkan, gaungnya seperti menggetarkan jiwa. Jika seseorang sedang berhubungan dengan
pers, dikonotasikan ia berhadapan dengan satu urusan yang besar. Pers sebagai lembaga, bisa
berperan seperti sahabat, mitra kerja atau menjadi lawan. Pendeknya, pers sebagai lembaga
dapat difungsikan menjadi apa saja bergantung kehendak yang mengelolanya. Pengertian
pers jika dilihat dari segi bisnis adalah suatu kelompok kerja yang terdiri dari berbagai
komponen (wartawan, redaktur, tata letak, percetakan, sirkulasi, iklan, tata usaha, dan
sebagainya), yang menghasilkan produk berupa media cetak. (Djuroto Totok:2000)
Menurut leksikon komunikasi, pers berarti 1. Satu usaha percetakan atau penerbitan 2.
Usaha pengumpulan dan penyiaran berita 3. Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah,
radio, dan televisi 4. Orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita 5. Medium
penyiaran berita, yakni surat kabar, majalah, radio dan televisi. Sedangkan istilah “press”
berasal dari bahasa inggris karena proses produksinya memakai tekanan(pressing) sebagai
orang menyebutkan istilah pers sebagai kependekan dari kata persuratkabaran.
4
komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya,
dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat
foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya. (Djuroto Totok:2000)
1) Penerbitan pers adalah surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, buletin,
berkala lainnya yang diselenggarakan oleh perusahaan pers dan penerbitan kantor
berita.
2) Perusahaan pers adalah badan usaha swasta nasional berbentuk badan hukum,
koperasi, yayasan atau badan usaha milik Negara.
3) Percetakan pers adalah perusahaan percetakan yang dilengkapi dengan perangkat alat
keperluan mencetak penerbitan pers.
4) Karyawan pers yang melakukan pekerjaan secara bersama-sama dalam suatu kesatuan
yang menghasilkan penerbitan pers yang terdiri dari pengasuh penerbitan pers,
karyawan pengusaha, karyawan wartawan, karyawan administrasi/teknik dan
karyawan pers lainnya
5) Pengasuh penerbitan pers adalah pemimpin umum, pemimpin redaksi dan pemimpin
perusahaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah perkembangan pers di masa pra kemerdekaan?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pers di masa zaman kemerdekaan yang terbagi
antara periode Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi?
3. Apa fungsi pers untuk negara Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui sejarah perkembangan pers Indonesia pada masa pra kemerdekaan
hingga masa kemerdekaan.
2. Dapat mengetahui fungsi pers bagi bangsa Indonesia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di
Indonesia yaitu Aneta dan Antara. Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu:
Asia Raya di Jakarta
Sinar Baru di Semarang
Suara Asia di Surabaya
Tjahaya di Bandung
7
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda
Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah,
dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha
menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-
sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith
dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya
mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan
sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya
Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor
dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk
menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini
hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari”
(Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti
zaman Orde Lama).
8. Pers di masa Transisi (sebelum Reformasi)
Era ini terjadi pada akhir tahun 1980an dimana situasi politik mulai berubah. Faktor
yang melatarbelakangi perubahan ini antara lain adalah kenyataan bahwa Soeharto akan
mencapai usia 70 tahun dalam 1991 sehingga muncul perkiraan bahwa perubahan di rezim
orde baru hanya soal waktu. Namun tak ada yang berubah dalam kebijakan pers karena
lembaga SIUPP yang mengontrol pers dengan ketat tidak dihapus.
Pers dimata negara memiliki peranan sebagai pendorong kesatuan nasional dan
pembangunan sambil menerapkan sistem perijinan. Pemerintah juga tidak menjamin dengan
tegas kebebasan pers di Indonesia, hal ini terbukti dengan kontrol ketat pemerintah dengan
8
mendirikan dewan pers dan PWI, selain itu pemerintah juga ikut campur tangan dalam
keredaksian.
Dalam pemerintahan Orde Baru ini setidaknya ada tiga macam cara yang digunakan
wartawan untuk menghindari peringatan dan atau pembredelan dari pemerintah, yakni
eufemisme, jurnalisme rekaman dan jurnalisme amplop.
Teknik eufemisme adalah teknik mengungkapkan fakta secara tersirat bukan tersurat.
Penggunaan kata-kata ini adalah upaya meringankan akibat politik dari suatu pemberitaan.
Fakta dalam sebuah berita berbahaya senantiasa ditup oleh pers dengan ungkapan yang
sopan.
Jurnalisme amplop adalah budaya pemberian amplop bagi wartawan oleh sumber
berita. Meskipun pemberian ini dikecam dan berusaha dihindari namun pada prakteknya tetap
saja terjadi.
Pada masa orde baru ini juga diketemukan adanya monopoli media massa oleh
keluarga para pejabat. Hal ini tentu saja membuat sudut pandang pemberitaan yang hampir
sama dan sangat berhati-hati karena takut menyinggung pemilik saham.
Pada awal tahun 1990-an pemerintah mulai bersikap terbuka, begitu pun dengan pers
meskipun tetap harus bersikap hati-hati. Keterbukaan ini merupakan pengaruh dari perubahan
situasi politik di Indonesia dan juga tuntutan pembaca kelas menengah yang jumlahnya
semakin banyak di Indonesia.
Pada 21 Juni 1994 pemerintah Indonesia membredel tiga mingguan terkemuka yaitu
Tempo, Editor dan Detik. Ada tiga teori tentang pembredelan tersebut yakni teori
permusuhan Habibie-Tempo, dalam kasus ini Tempo memberitakan rencana produksi
pesawat terbang dan pembelian bekas kapal perang yang mengkritik habibie, teori intrik
politik yang berspekulasi bahwa ketiga penerbitan itu bekerja sama dengan Benni Moerani
dan pengikutnya di ABRI untuk menjatuhkan dan menyingkirkan Habibie dan teori Intimasi
yang berspekulasi bahwa kepemimpinan nasional ingin memperlambat laju perubahan
masyarakat dan media yang semakin bergerak menuju kebebasan yang lebih lebar.
Pembredelan ini mengakibatkan terjadinya protes dan demo di kalangan wartawan Indonesia.
Sebagai penyelesaian kasus pembredelan ini menteri penerangan mengeluarkan dua izin
penerbitan baru untuk menampung wartawan yang kehilangan pekerjaannya.
9
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan
reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama
rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia
tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutan surat izin
terbit. Di awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau
tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Hal ini disambut gembira di kalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting
dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982
tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai
hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu
tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.
Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional
melaksanakan peranan sebagai berikut:
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan
hak asasi manusia, serta menghormati kebinekaan.
Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
B. Fungsi Pers
1. Pers sebagai Media Informasi
Media informasi merupakan bagian dari fungsi pers dari dimensi idealisme. Informasi
yang disajikan pers merupakan berita-berita yang telah diseleksi dari berbagai berita yang
masuk ke meja redaksi, dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh para reporter di
lapangan. Menurut Pembinaan Idiil Pers, pers mengemban fungsi positif dalam mendukung
kemajuan masyarakat, mempunyai tanggung jawab menyebarluaskan informasi tentang
kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada masyarakat pembacanya. Dengan
10
demikian, diharapkan para pembaca pers akan tergugah dalam kemajuan dan keberhasilan
itu.
Dalam Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa pers harus dapat membantu pembinaan
swadaya, merangsang prakarsa sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila, peningkatan
kehidupan spiritual dan kehidupan material benar-benar dapat terwujud. Untuk memberikan
informasi yang mendidik itu, pers harus menyeimbangkan arus informasi, menyampaikan
fakta di lapangan secara objektif dan selektif. Objektif artinya fakta disampaikan apa adanya
tanpa dirubah sedikit pun oleh wartawan dan selektif maksudnya hanya berita yang layak dan
pantas saja yang disampaikan. Ada hal-hal yang tidak layak diekspose ke masyarakat luas.
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1disebutkan bahwa salah satu fungsi pers
adalah sebagai hiburan. Hiburan yang diberikan pers semestinya tidak keluar dari koridor-
koridor yang boleh dan tidak boleh dilampaui. Hiburan yang sifatnya mendidik atau netral
jelas diperbolehkan tetapi yang melanggar nilai-nilai agama, moralitas, hak asasi seseorang,
atau peraturan tidak diperbolehkan. Hiburan yang diberikan pers kepada masyarakat yang
dapat mendatangkan dampak negatif, terutama apabila hiburan itu mengandung unsur-unsur
terlarang seperti pornografi dan sebagainya seharusnya dihindari.
Maksudnya pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang
buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu
tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta menaati peraturan semakin tinggi.
Makanya, pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut “penyampai berita buruk”.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa sebagian besar surat kabar dan majalah di
Indonesia memperlakukan pembacanya sebagai pangsa pasar dan menjadikan berita sebagai
komoditas untuk menarik pangsa pasar itu. Perlakuan ini menjadikan keuntungan materi
sebagai tujuan akhir pers. Konsekuensinya, pers senantiasa berusaha menyajikan berita yang
disenangi pembaca.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1) Fungsi dan peranan pers yaitu memberikan layanan terhadap hak masyarakat
untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai demokrasi dan mendorong terwujudnya
demokratisasi, mendorong tegaknya supremasi hukum, dan tegaknya jaminan
HAM. Pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasar informasi
yang tepat, akurat, dan benar.
2) Perkembangan pers di Indonesia terbagi atas enam periode yaitu pers Indonesia
pada masa penjajahan belanda, penjajahan jepang, masa revolusi mempertahankan
kemerdekaan, masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan Masa Reformasi, dimana
proses perkembangannya sangat beragam.
3) Pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah Pers bebas untuk berkarya dan
berekspresi, tetapi harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam praktiknya
bertanggung jawab diartikan sebagai bertanggung jawab kepada pemerintah.
.
B. Saran
Saran penulis adalah agar masyarakat dapat mengetahui tentang fungsi dan peranan
pers dalam menjalankan tugasnya, dan agar masyarakat juga mengetahui bahwa
dalam kerja pers juga diikat oleh Undang-undang dan tidak bekerja dengan semena-
mena. Masyarakat harus tahu bahwa pers memikul tanggung jawab atau beban yang
sangat berat.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. http://nadiverboys.wordpress.com/2012/10/07/sejarah-dan-perkembangan-pers-di-
indonesia/
2. http://reylafajar.blogspot.com/2013/02/perkembangan-pers-di-indonesia.
3. http://fungsi-pers.blogspot.com/
4. http://ayu-agenneptunus.blogspot.com/2013/01/perkembangan-pers-di-indonesia.html
13