Anda di halaman 1dari 13

PERKEMBANGAN PERS

DI INDONESIA

Di susun oleh:

Ade Rio Wisnu Yudha (02)


Destiano Wahyu Nugroho (13)

SMKN 2 WONOSARI

Jalan K.H.Agus Salim,Ledoksari, Kepek, Wonosari, Gunungkidul, 55813

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Perkembangan Pers di
Indonesia”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bpk. Warsito, S.Pd.,
M. Pd. selaku guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, dan khususnya para penerus-penerus bangsa.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik bagi pembaca makalah kami ini, agar makalah kami ke
depannya bisa lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

I. HALAMAN JUDUL
II. KATA PENGANTAR
III. DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pers di Indonesia
B. Fungsi Pers

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pers bisa dikatakan senjata informasi dalam bentuk tulisan, audio, visual dan audio
visual. Dalam perkembangan pers sendiri alhasil pengaruh teknologi yang meledak. dan hal
itu memudahkan manusia dalam menangkap informasi di berbagai media yang sangat banyak
sekarang ini. Dengan adanya teknologi yang sangat banyak dan canggih, hal ini
mempengaruhi dalam penyampaian informasi yang berupa tulisan dan audio visual.
Informasi yang didapat terbanyak yang menguasai ruangan adalah audio visual, tetapi dalam
penguasaan waktu lebih efektif adalah media cetak. Dan hampir semua media sekarang ini
bersaing secara ketat dalam menyampaikan informasi setiap waktu yaitu media cetak, media
elektronik, dan yang tenar sekarang ini adalah Internet. Dengan hal ini lah memudahkan pers
dalam mempublikasikan sebuah informasi yang banyak.

Kalau definisi pers sendiri merupakan sebutan suatu nama. Kalau nama pers
disebutkan, gaungnya seperti menggetarkan jiwa. Jika seseorang sedang berhubungan dengan
pers, dikonotasikan ia berhadapan dengan satu urusan yang besar. Pers sebagai lembaga, bisa
berperan seperti sahabat, mitra kerja atau menjadi lawan. Pendeknya, pers sebagai lembaga
dapat difungsikan menjadi apa saja bergantung kehendak yang mengelolanya. Pengertian
pers jika dilihat dari segi bisnis adalah suatu kelompok kerja yang terdiri dari berbagai
komponen (wartawan, redaktur, tata letak, percetakan, sirkulasi, iklan, tata usaha, dan
sebagainya), yang menghasilkan produk berupa media cetak. (Djuroto Totok:2000)

Menurut leksikon komunikasi, pers berarti 1. Satu usaha percetakan atau penerbitan 2.
Usaha pengumpulan dan penyiaran berita 3. Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah,
radio, dan televisi 4. Orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita 5. Medium
penyiaran berita, yakni surat kabar, majalah, radio dan televisi. Sedangkan istilah “press”
berasal dari bahasa inggris karena proses produksinya memakai tekanan(pressing) sebagai
orang menyebutkan istilah pers sebagai kependekan dari kata persuratkabaran.

Di Indonesia, menurut Undang-Undang nomor 11 tahun 1966, tentang ketentuan-


ketentuan pokok pers, sebagai telah ditambah dengan undang-undang nomor 4 tahun 1967
dan diubah lagi dengan undang-undang nomor 21 tahun 1982, pers adalah lembaga
kemasyarakatan. Alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media

4
komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya,
dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat
foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya. (Djuroto Totok:2000)

Dalam peraturan Menteri penerangan nomor 01/PER/MENPEN/1998 tentang


ketentuan-ketentuan Surat Izin Usaha penerbitan Pers (sebelum departemen Penerangan
dilikuidasi pada awal pemerintahan Gus Dur) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pers
adalah sebagai berikut :

1) Penerbitan pers adalah surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah, buletin,
berkala lainnya yang diselenggarakan oleh perusahaan pers dan penerbitan kantor
berita.
2) Perusahaan pers adalah badan usaha swasta nasional berbentuk badan hukum,
koperasi, yayasan atau badan usaha milik Negara.
3) Percetakan pers adalah perusahaan percetakan yang dilengkapi dengan perangkat alat
keperluan mencetak penerbitan pers.
4) Karyawan pers yang melakukan pekerjaan secara bersama-sama dalam suatu kesatuan
yang menghasilkan penerbitan pers yang terdiri dari pengasuh penerbitan pers,
karyawan pengusaha, karyawan wartawan, karyawan administrasi/teknik dan
karyawan pers lainnya
5) Pengasuh penerbitan pers adalah pemimpin umum, pemimpin redaksi dan pemimpin
perusahaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah perkembangan pers di masa pra kemerdekaan?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pers di masa zaman kemerdekaan yang terbagi
antara periode Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi?
3. Apa fungsi pers untuk negara Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
  Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui sejarah perkembangan pers Indonesia pada masa pra kemerdekaan
hingga masa kemerdekaan.
2. Dapat mengetahui fungsi pers bagi bangsa Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pers di Indonesia


Indonesia ialah Negara penganut sistem pers demokrasi. Sebelum menganut sistem
pers ini, Negara kita mengalami beberapa revolusi dalam bidang pers. Tidak bisa dipungkiri
pengaruh pers di Negara kita sangat besar. Perkembangannya pun juga termasuk sangat
kompleks, dalam arti pers Indonesia terbagi menjadi beberapa periode dimana satu periode
mewakili satu era/masa dimulai dari pers di masa kolonial hingga pers di era reformasi.
Berikut ialah perkembangan Pers di Indonesia :
1. Pers di masa kolonial ( tahun 1744 sampai awal abad 19)
Pada masa kolonial pers Indonesia diduduki oleh Pers Belanda. Pers Belanda
menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda yang selanjutnya bangsa Indo raya dan Cina
menerbitkan surat kabar sendiri yang berbahasa Belanda, Cina, dan bahasa daerah. Namun,
diketahui tahun 1776 surat kabar pertama Indonesia telah dibredel oleh pemerintah Belanda.
Sampai pada pertengahan abad 19, terdapat 30 surat kabar Belanda, dan 27 surat kabar
bahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.
2. Pers di masa pergerakan (1908 - 1942)
Ketika awal berdirinya Boedi Oetomo, pers Indonesia bisa dibilang sebagai alat
perjuangan bagi rakyat Indonesia. Pers di Indonesia berfungsi untuk perjuangan dan alat
penentu nasib (memperbaiki kedudukan dan nasib)  anak bangsa. Hingga akhir masa kolonial
terdapat 33 surat kabar berbahasa Indonesia (47.000 eksemplar) dan 27 surat kabar  yang
dibredel. Beberapa surat kabar yang beredar saat itu ialah :
 Harian Sedio Tomo sebagai kelanjutan harian Budi Utomo terbit di Yogyakarta
didirikan bulan Juni 1920.
 Harian Darmo Kondo terbit di Solo dipimpin Sudarya Cokrosisworo.
 Harian Utusan Hindia terbit di Surabaya dipimpin HOS Cokroaminoto.
 Harian Fadjar Asia terbit di Jakarta dipimpin Haji Agus Salim.
 Majalah mingguan Pikiran Rakyat terbit di Bandung dipimpin Ir. Soekarno.
 Majalah berkala Daulah Rakyat dipimpin Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.

3. Pers di masa Penjajahan Jepang (1942 - 1945)


Pers Indonesia pada pemerintah jepang mengalami perkembangan, dengan belajar
tentang kemampuan media massa dalam mobilisasi massa untuk tujuan tertentu berarti telah
memperluas wawasan rakyat Indonesia. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan
dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers. Dalam masa ini
surat kabar berbahasa Belanda diberangus dan beberapa surat kabar baru diterbitkan
meskipun dikontrol ketat oleh Jepang. Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai

6
dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di
Indonesia yaitu Aneta dan Antara. Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu:
 Asia Raya di Jakarta
 Sinar Baru di Semarang
 Suara Asia di Surabaya
 Tjahaya di Bandung

Pers nasional masa pendudukan Jepang mengalami penderitaan dan pengekangan


lebih dari zaman Belanda. Namun begitu, hal ini justru memberikan banyak keuntungan bagi
pers Indonesia, diantaranya adalah Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah. Adanya
pengajaran bagi rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber resmi
Jepang.

4. Pers di masa revolusi fisik (1945 - 1949)


Periode ini antara tahun 1945 sampai 1949 saat itu bangsa Indonesia berjuang
mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin
kembali menduduki sehingga terjadi perang mempertahankan kemerdekaan. Saat itu pers
terbagi menjadi dua golongan yaitu :
 Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu dan Belanda yang
dinamakan Pers Nica (Belanda).
 Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang Indonesia atau disebut Pers Republik.

5. Era pers partisan


Era ini berlangsung dari 1945-1957. Setelah terkena euphoria kemerdekaan terjadilah
persaingan keras antara kekuatan politik sehingga pers Indonesia mengalami perubahan sifat
dari pers perjuangan menjadi pers partisan. Pers pada era ini sekedar menjadi corong partai
politik. Ada tiga jenis surat kabar dalam era ini yakni,
 Surat kabar Republikein yang mengobarkan aksi kemerdekaan dan semangat anti
Jepang,
 Surat Kabar Belanda, dan
 Surat Kabar Cina.

6. Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin (1957 - 1965)


Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945,
tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan
surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang
Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut
HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan
dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir,
menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus
ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta
tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

7
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda
Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah,
dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha
menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-
sanksi perizinan terhadap pers.

Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith
dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya
mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan
sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.

7. Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde lama


Awal masa kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh
praktik demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat
semua tokoh bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah istilah pers
Pancasila.

Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers


pancasila. Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila
adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya didasarkan
nilai-nilai pancasila dan UUD’45 Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers
yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi
yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.

Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya
Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor
dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk
menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini
hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari”
(Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti
zaman Orde Lama).
8. Pers di masa Transisi (sebelum Reformasi)
Era ini terjadi pada akhir tahun 1980an dimana situasi politik mulai berubah. Faktor
yang melatarbelakangi perubahan ini antara lain adalah kenyataan bahwa Soeharto akan
mencapai usia 70 tahun dalam 1991 sehingga muncul perkiraan bahwa perubahan di rezim
orde baru hanya soal waktu. Namun tak ada yang berubah dalam kebijakan pers karena
lembaga SIUPP yang mengontrol pers dengan ketat tidak dihapus.

Pers dimata negara memiliki peranan sebagai pendorong kesatuan nasional dan
pembangunan sambil menerapkan sistem perijinan. Pemerintah juga tidak menjamin dengan
tegas kebebasan pers di Indonesia, hal ini terbukti dengan kontrol ketat pemerintah dengan

8
mendirikan dewan pers dan PWI, selain itu pemerintah juga ikut campur tangan dalam
keredaksian.

Dalam pemerintahan Orde Baru ini setidaknya ada tiga macam cara yang digunakan
wartawan untuk menghindari peringatan dan atau pembredelan dari pemerintah, yakni
eufemisme, jurnalisme rekaman dan jurnalisme amplop.

Teknik eufemisme adalah teknik mengungkapkan fakta secara tersirat bukan tersurat.
Penggunaan kata-kata ini adalah upaya meringankan akibat politik dari suatu pemberitaan.
Fakta dalam sebuah berita berbahaya senantiasa ditup oleh pers dengan ungkapan yang
sopan.

Jurnalisme rekaman adalah budaya wartawan untuk mentranskripsi setepat-tepatnya


apa yang dikatakan sumber berita dan tidak mengertikannya sendiri. Budaya ini tentu saja
membuat wartawan Indonesia semakin malas.

Jurnalisme amplop adalah budaya pemberian amplop bagi wartawan oleh sumber
berita. Meskipun pemberian ini dikecam dan berusaha dihindari namun pada prakteknya tetap
saja terjadi.

Pada masa orde baru ini juga diketemukan adanya monopoli media massa oleh
keluarga para pejabat. Hal ini tentu saja membuat sudut pandang pemberitaan yang hampir
sama dan sangat berhati-hati karena takut menyinggung pemilik saham.

Pada awal tahun 1990-an pemerintah mulai bersikap terbuka, begitu pun dengan pers
meskipun tetap harus bersikap hati-hati. Keterbukaan ini merupakan pengaruh dari perubahan
situasi politik di Indonesia dan juga tuntutan pembaca kelas menengah yang jumlahnya
semakin banyak di Indonesia.

Pada 21 Juni 1994 pemerintah Indonesia membredel tiga mingguan terkemuka yaitu
Tempo, Editor dan Detik. Ada tiga teori tentang pembredelan tersebut yakni teori
permusuhan Habibie-Tempo, dalam kasus ini Tempo memberitakan rencana produksi
pesawat terbang dan pembelian bekas kapal perang yang mengkritik habibie, teori intrik
politik yang berspekulasi bahwa ketiga penerbitan itu bekerja sama dengan Benni Moerani
dan pengikutnya di ABRI untuk menjatuhkan dan menyingkirkan Habibie dan teori Intimasi
yang berspekulasi bahwa kepemimpinan nasional ingin memperlambat laju perubahan
masyarakat dan media yang semakin bergerak menuju kebebasan yang lebih lebar.
Pembredelan ini mengakibatkan terjadinya protes dan demo di kalangan wartawan Indonesia.
Sebagai penyelesaian kasus pembredelan ini menteri penerangan mengeluarkan dua izin
penerbitan baru untuk menampung wartawan yang kehilangan pekerjaannya.

9. Pers di masa pasca Reformasi

9
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan
reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama
rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia
tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutan surat izin
terbit. Di awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau
tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Hal ini disambut gembira di kalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting
dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982
tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).

Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai
hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu
tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.

Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional
melaksanakan peranan sebagai berikut:
 Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
 Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan
hak asasi manusia, serta menghormati kebinekaan.
 Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
 Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
 Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan


mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan
cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan
dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai menjadi saksi di pengadilan.

B. Fungsi Pers
1. Pers sebagai Media Informasi

Media informasi merupakan bagian dari fungsi pers dari dimensi idealisme. Informasi
yang disajikan pers merupakan berita-berita yang telah diseleksi dari berbagai berita yang
masuk ke meja redaksi, dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh para reporter di
lapangan. Menurut Pembinaan Idiil Pers, pers mengemban fungsi positif dalam mendukung
kemajuan masyarakat, mempunyai tanggung jawab menyebarluaskan informasi tentang
kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada masyarakat pembacanya. Dengan

10
demikian, diharapkan para pembaca pers akan tergugah dalam kemajuan dan keberhasilan
itu.

2. Pers sebagai Media Pendidikan

Dalam Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa pers harus dapat membantu pembinaan
swadaya, merangsang prakarsa sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila, peningkatan
kehidupan spiritual dan kehidupan material benar-benar dapat terwujud. Untuk memberikan
informasi yang mendidik itu, pers harus menyeimbangkan arus informasi, menyampaikan
fakta di lapangan secara objektif dan selektif. Objektif artinya fakta disampaikan apa adanya
tanpa dirubah sedikit pun oleh wartawan dan selektif maksudnya hanya berita yang layak dan
pantas saja yang disampaikan. Ada hal-hal yang tidak layak diekspose ke masyarakat luas.

3. Pers sebagai Media Entertainment

Dalam UU No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1disebutkan bahwa salah satu fungsi pers
adalah sebagai hiburan. Hiburan yang diberikan pers semestinya tidak keluar dari koridor-
koridor yang boleh dan tidak boleh dilampaui. Hiburan yang sifatnya mendidik atau netral
jelas diperbolehkan tetapi yang melanggar nilai-nilai agama, moralitas, hak asasi seseorang,
atau peraturan tidak diperbolehkan. Hiburan yang diberikan pers kepada masyarakat yang
dapat mendatangkan dampak negatif, terutama apabila hiburan itu mengandung unsur-unsur
terlarang seperti pornografi dan sebagainya seharusnya dihindari.

4. Pers sebagai Media Kontrol Sosial

Maksudnya pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang
buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu
tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta menaati peraturan semakin tinggi.
Makanya, pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut “penyampai berita buruk”.

5. Pers sebagai Lembaga Ekonomi

Beberapa pendapat mengatakan bahwa sebagian besar surat kabar dan majalah di
Indonesia memperlakukan pembacanya sebagai pangsa pasar dan menjadikan berita sebagai
komoditas untuk menarik pangsa pasar itu. Perlakuan ini menjadikan keuntungan materi
sebagai tujuan akhir pers. Konsekuensinya, pers senantiasa berusaha menyajikan berita yang
disenangi pembaca.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
  Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1) Fungsi dan peranan pers yaitu memberikan layanan terhadap hak masyarakat
untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai demokrasi dan mendorong terwujudnya
demokratisasi, mendorong tegaknya supremasi hukum, dan tegaknya jaminan
HAM. Pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasar informasi
yang tepat, akurat, dan benar.
2) Perkembangan pers di Indonesia terbagi atas enam periode yaitu pers Indonesia
pada masa penjajahan belanda, penjajahan jepang, masa revolusi mempertahankan
kemerdekaan, masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan Masa Reformasi, dimana
proses perkembangannya sangat beragam.
3) Pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah Pers bebas untuk berkarya dan
berekspresi, tetapi harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam praktiknya
bertanggung jawab diartikan sebagai bertanggung jawab kepada pemerintah.

.
B. Saran
Saran penulis adalah agar masyarakat dapat mengetahui tentang fungsi dan peranan
pers dalam menjalankan tugasnya, dan agar masyarakat juga mengetahui bahwa
dalam kerja pers juga diikat oleh Undang-undang dan tidak bekerja dengan semena-
mena. Masyarakat harus tahu bahwa pers memikul tanggung jawab atau beban yang
sangat berat.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. http://nadiverboys.wordpress.com/2012/10/07/sejarah-dan-perkembangan-pers-di-
indonesia/
2. http://reylafajar.blogspot.com/2013/02/perkembangan-pers-di-indonesia.
3. http://fungsi-pers.blogspot.com/
4. http://ayu-agenneptunus.blogspot.com/2013/01/perkembangan-pers-di-indonesia.html

13

Anda mungkin juga menyukai