Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah yang
berjudul Pers Indonesia dari Masa ke Masa ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
makalah ini disusun sebagai tugas untuk mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.
Jakarta, Maret 2010
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang berarti dalam bahasa Inggris berarti press.
Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara maknafiah berarti penyiaran secara tercetak atau
publikasi secara dicetak. Definisi pers yaitu, suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan jenis media dan
segala jenis saluran yang tersedia. Dimana pers saat ini tidak hanya terbatas pada media cetak
maupun media elektronik tetapi juga telah merambah ke berbagai media infromasi seperti
internet.

Pada masa kini, pers telah mengalami perkembangan pesat baik dari segi media yang dapat
digunakan untuk menyampaikan informasi, cakupan wilayah penyebaran informasi yang
sangat luas maupun kebebasan pers itu sendiri. Meski masih menjadi kontroversi di
masyarakat, dibandingkan dengan pers masa orde baru, kebebasan pers yang lebih terbuka
juga mengandung sisi positif dalam penyampain informasi di masyarakat.
Penyampaian informasi/pemberitaan pertama diketahui pada zaman pemerintahan Cayus
Julius (100-44 SM) bertempat di negara Romawi, dipancangkan beberapa papan tulis putih di
lapangan terbuka di tempat rakyat berkumpul. Papan tulis yang disebut Forum Romanum itu
berisi pengumuman-pengumuman resmi. Menurut isinya, papan pengumuman ini dapat
dibedakan atas dua macam. Pertama Acta Senatus yang memuat laporan-laporan singkat
tentang sidang-sidang senat dan keputusan-keputusannya. Kedua, Acta Diurna Populi
Romawi yang memuat keputusan-keputusan dari rapat-rapat rakyat dan berita-berita lainnya.
Acta Diurna ini merupakan alat propaganda pemerintah Romawi yang memuat berita-berita
mengenai peristiwa-peristiwa yang perlu diketahui oleh rakyat.
Sementara itu di Eropa diketahui bahwa wartawan-wartawan pertama telah ada sejak zaman
Romawi. Wartawan-wartawan ini terdri atas budak-budak belian yang oleh pemiliknya diberi
tugas mengumpulkan informasi, berita-berita, bahkan juga menghadiri sidang-sidang senat
dan melaporkan semua hasilnya baik secara lisan maupun tulisan.
Surat kabar cetakan pertama baru terbit pada tahun 911 di Cina. Namanya King Pau, Surat
kabar milik pemerintah yang diterbitkan dengan suatu peraturan khusus dari Kaisar Quang
Soo ini, isinya adalah keputusan-keputusan rapat-rapat permusyawaratan dan berita-berita
dari istana.dak mudah terbentk
Bagaimana dengan sejarah pers di Indonesia? Indonesia pernah mengalami masa penjajahan,
tentunya penyebaran berita diawasi dengan ketat oleh para penjajah negeri ini, yang salah
satu tujuannya adalah agar nasionalisme dan rasa persatuan tidak mudah terbentuk. Selain itu
pada masa orde lama dan orde baru juga kebebasan pers masih sangat terbatas. Terbetik
pertanyaan, bagaimanakah perkembangan pers di Indonesia hingga bisa berkembang seperti

sekarang ini, dan apa saja kendala-kendala yang merintangi perkembangan pers di Indonesia
sejak dahulu hingga kini? Kedua pertanyaan inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.

BAB II
ISI
A. Pengertian Pers
Seperti yang telah disebutkan diatas, pers merupakan suatu lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
berbagai jenis media dan saluran yang tersedia. Pers juga dapat dinyatakan sebagai suatu
lembaga kemasyarakatan yang kegiatannya melayani dan mengatur kebutuhan hati nurani
manusia selaku makhluk sosial dalam kehidupannya sehari-hari sehingga dalam
organisasinya pers akan menyangkut segi isi dan akibat dari proses komunikasi yang
melibatkannya.
Ditinjau dari sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probabilistik. Terbuka artinya
bahwa pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan; tetapi dilain pihak pers juga
mempengaruhi lingkungan probabilistik berarti hasilnya tidak dapat diduga secara pasti.
Situasi seperti itu berbeda dengan sistem tertutup yang deterministik. Dalam buku Four
Theories of the Press dengan penulis; Fres S. Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur
Schramm. bahwa Pers dapat dikategorikan menjadi;
1. authoritarian press (pers otoritarian)
2. libertarian press (pers libertarian)
3. soviet communist press atau pers komunis soviet
4. social responsibility press atau pers tanggung jawab sosial.

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian
luas dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian luas meliputi segala
penerbitan, bahkan termasuk pers elektrolit, radio siaran, dan televisi siaran. Sedangkan
pers dalam arti sempit hanya terbatas pada pers cetak, yakni surat kabar, majalah, dan
buletein kantor berita.

B. Pers pada Masa Penjajahan


1. Hindia Belanda
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa
pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat
perjuangan. Namun Penjajah Belanda, yang sangat mengetahui pengaruh surat kabar
terhadap masyarakat indonesia, maka mereka memandang perlu membuat UU untuk
membendung pengaruh pers Indonesia karena merupakan momok yang harus
diperangi. Selain mengeluarkan KUHP Belanda juga mengeluarkan mengeluarkan
aturan yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau majalah
Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian Belanda juga mengeluarkan
Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang
mengancam hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan perasaan permusuhan,
kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda,
serta terhadap sesutu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda. Beberapa
surat kabar yang terbit di zaman ini adalah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode,
Medan Prijaji, dan Java Bode.

2. Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang
berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti
organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa
Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan

Belanda dilarang beredar, meskipun begitu ada lima media yang mendapat izin terbit,
yaitu: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :
Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers indonesia bertambah. Terutama
dalam penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman belanda.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang
disajikanoleh sumber-sumber resmi Jepang.

C. Pers pada Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin


(Orde Lama)
Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah konstitusi
RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD
Sementara 1950. Awal pembatasan pers di masa demokrasi liberal adalah efek samping
dari keluhan wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak
membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional. Demokrasi liberal
berakhir ketika Orde Lama dimulai. Era demokrasi liberal adalah sejak Pemilu 1955
hingga Dekrit Presiden 1959.
Pada masa orde lama kebebasan pers cukup dijamin, karena masa itu adalah masa dimana
pers merupakan sarana yang dipakai pemerintah maupun oposisi untuk menyiarkan
kebijakannya dan pers itu sendiri menjadi lebih berkembang dengan hadirnya proyek
televisi pemerintah yaitu TVRI. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia
muncul dengan teknologi layar hitam putih. Namun, karena TVRI adalah stasiun televisi
milik negara, maka pemerintah jugalah yang menguasainya. Berikut ini merupakan ciriciri pers pada masa orde lama:

Terbagi atas beberapa jenis, yaitu umum dan politik.


Pers berafiliasi ke partai politik amat banyak dan justru oplahnya tinggi. Contohnya:
Suluh Marhaen ke PNI (Partai Nasional Indonesia) dan Bintang Timur berafiliasi
ke PKI (Partai Komunis Indonesia)
Penyerangan terhadap lawan politik amat lazim. Headline (kepala berita) dan karikatur
yang sarkastis/kasar amat lazim digunakan. Bahkan tidak tabu menggambarkan
lawan politik sebagai anjing misalnya, meski ia menjabat sebagai menteri
sekalipun.
Menjelang Orde Lama jatuh, muncul media massa yang anti Soekarno dan Orde Lama.
Terbagi menjadi media kampus seperti Harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) atau Gelora Mahasiswa UGM. Sementara media umum seperti
Kompas.
Radio swasta niaga nyaris tidak ada. Hanya ada RRI yang jangkauannya luas. Namun
ada radio komunitas yg dibuat mahasiswa seperti Radio ARH (Arief Rahman
Hakim) dari UI dgn jangkauan terbatas.
Contoh pers umum yaitu Indonesia Raya, Merdeka.

D. Pers pada Masa Orde Baru


Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik
demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pancasila, hal ini mendapat sambutan
positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut
sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti
pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar
dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.

Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya peristiwa
malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama.
Dengan peristiwa malari beserta beberapa peristiwa lainnya, beberapa surat kabar
dilarang terbit/dibredel, yaitu Kompas, Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo yang
merupakan contoh-contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Pers pasca peristiwa
malari cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara.
Kontrol terhadap pers ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis
Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa
aktivisnya dimasukkan ke penjara. Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah
institusi politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai
politik.

E. Pers pada Masa Reformasi


Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak
media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi
profesi.
Kalangan pers kembali bernafas lega karena pemerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun
1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU Pers
tersebut dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara
(pasal 4) dan terhadap pers nasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pembredelan, dan
pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di
depan hukum, wartawan memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber
informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak
tolak gugur apabila demi kepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang
dinyatakan oleh pengadilan. Hingga kini Kegiatan jurnalisme diatur dengan UndangUndang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers. Namun
kegiatan jurnalisme ini juga cukup banyak yang melanggar kode etik pers sehingga masih
menimbulkan kontroversi di masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN
1. Pers merupakan suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
menjalankan kegiatan jurnalistik dengan menggunakan berbagai jenis media dan
saluran yang tersedia.
2. Pers pada masa penjajahan baik Jepang maupun Belanda, masih sedikit dan diawasi
dengan ketat oleh pihak penjajah itu sendiri.
3. Pers pada masa demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin (orde lama) mulai
menikmati kebebasan pers yang lebih luas namun pers pada masa orde lama lebih
cenderung digunakan sebagai sarana untuk menyiarkan kebijakan pemerintah
maupun partai oposisi.
4. Pers pada masa orde baru mirip pada masa orde lama, dan banyak terjadi
pembredelan media cetak yang tidak sesuai dengan selera presiden
5. pada masa reformasi kegiatan jurnalisme telah dilindungi Undang-Undang
Penyiaran dan Kode etik pers, selain itu pers juga menjadi lebih terbuka dalam
menyampaikan pemberitaan karena tidak ada lagi ancaman pembredelan seperti
dulu.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/2654690/MAKALAH-PERS
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/01/definisi-pers.html

http://halil4.wordpress.com/2010/01/11/bab-3-peranan-pers/
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090414001827AAqNGS7
http://www.enformasi.com/2008/04/cerita-tentang-koran.html

Anda mungkin juga menyukai