Disusun oleh :
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak
lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Adapun judul penulisan
tugas yang saya ambil adalah ”Pers di Negara Liberal” Tujuan penulisan Tugas ini
dibuat sebagai syarat untuk memenuhi salah satu Tugas Mata kuliah Hukum dan
Komunikasi
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Contents
A. Pendahuluan...........................................................................................................4
1. Pers.....................................................................................................................5
2. Teori Pers............................................................................................................6
3. Pers di Negara Liberal........................................................................................7
4. Fungsi dan Peranan Pers.....................................................................................9
5. Kesimpulan.........................................................................................................9
Daftar Pustaka..............................................................................................................11
iii
1. Pendahuluan
Pada zaman otoriter pers dikekang oleh pemerintah, karena pada saat itu
jurnalisdipaksa patuh dan tidak boleh mengkritisi apa yang menjadi kebijakannya.
Media diwajibkan mendukung keputusan tersebut dengan cara mensosialisasikan ke
publik. Media yang membantah otomatis akan dicabut izin pernerbitannya. Bukan
hanya itu, wartawan yang melakukan peliputan yang merugikan pemerintah akan
dijebloskan ke penjara. Indonesia mengalami sistem pers jenis ini saat pemerintahan
Rezim Soeharto.
Saat itu semua kegiatan Pers diatur oleh pemerintah dan mereka juga harus
mendukung apa yang dikehendaki. Bahkan, bukan hanya pers umum saja, sampai
pers mahasiswa saat itu juga terkena imbasnya. Namun, Seiring perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi pers tidak dikekang lagi karena mereka sudah
melewati beberapa zaman diantaranya adalah pers bebas, pers bertanggung jawab
sosial, dan masih ada beberapa zaman lagi (Kusumaningrat dan Kusumaningrat 2006:
19).
Pengertian pers dibagi menjadi dua yaitu luas dan sempit. Pers dalam arti
sempit adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi dengan perantara barang
cetakan. Pers dalam arti luas adalah yang menyangkut kegiatan 2 komunikasi baik
yang dilakukan dengan media cetak maupun media elektronik. Sebelum menjadi
sebuah produk, perusahaan pers perlu mencari bahan-bahan dan melewati beberapa
proses produksi. Insan pers akan melewati beberapa tahapa seperti Biaya produksi,
Sumber Daya, Pemerintahan, dan Iklan.Sumber daya mencakup dua hal yaitu Sumber
Daya Manusia (SDM) dan teknologi.
4
Laba yang diperoleh tersebut tidak hanya digunakan untuk biaya produksi
saja. Pemilik media yang terlindungi dari persaingan bisa memilih membelanjakan,
atau tidak, bunga ekonominya pada proyek yang kurang menguntungkan, seperti
propaganda politik
2. Pers
Pengertian Pers. Pers secara etimologis berasal dari bahasa Inggris yaitu press,
dalam bahasa Indonesia yang berarti percetakan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti
penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak.
Pengertian pers menurut Rachmadi (1990), dibatasi pada pengertian luas dan
pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi
massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan atau
menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau
sekelompok orang kepada orang lain. Berdasarkan pengertian itu kemudian dikenal
dengan istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers.
5
kedudukan, pertama pers merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia, kedua
pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian integral dari
masyarakat dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah dari masyarakat.
Sebagai lembaga masyarakat pers mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-
lembaga masyarakat lainnya.
Pers adalah kegiatan yang berhubungan dengan media dan masyarkat luas,
kegiatan tersebut mengacu pada kegiatan jurnalistik yang sifatnya mencari, menggali,
mengumpulkan, mengolah materi, dan menerbitkannya berdasarkan sumbersumber
yang terpercaya dan valid (Soekarno, 1986).
Berkaitan dengan itu, maka yang dimaksud pers dalam penelitian ini adalah
pers dalam arti sempit, yaitu yang menyangkut produk penerbitan berupa surat kabar.
Pers atau media massa lahir untuk menjembatani komunikasi antar massa. Massa
adalah masyarakat luas yang heterogen, tetapi saling bergantungan satu sama lain.
Ketergantungan antar massa menjadi penyebab lahirnya media yang mampu
menyalurkan hasrat, gagasan, dan kepentingan antar individu agar diketahui dan
dipahami oleh orang lain. Pers juga berperan untuk menghubungkan pesan antara
masyarakat dan pemerintah
3. Teori Pers
6
menyampaikan pandangannya tentang banyak hal yang mengemuka di tengah-tengah
masyarakat.
Menurut Satrio (2011) teori pers yang diutarakan oleh Siebert, dkk. (1965),
telah menciptakan sebuah karya klasik yaitu, paradigma dominan dalam menganalisis
sistem-sistem media di dunia, khususnya dalam menilai tingkat kebebasan pers di
berbagai negara dan wilayah dunia. Meskipun kemudian muncul teori-teori pers
sesudahnya, seperti jurnalisme pembangunan, jurnalisme advokasi, media
revolusioner dan media demokratik-partisipan, tetapi teori-teori itu hanya pelengkap
dari empat teori dasar yang sudah ada sebelumnya
Menurut Schramm (1965) dalam Munandar (2010) teori pers libertarian lahir
sebagai akibat dari tumbuhnya faham-faham demokrasi dalam bidang politik,
kebebasan agama, ekspansi perdagangan bebas dan diterimanya ekonomi laissez
faire. Teori ini tumbuh pada abad ke-18 dan berkembang abad ke-19.
7
melaksanakan tujuannya, maka pemerintah dapat digantikan. Masyarakat juga berhak
berfikir dalam memecahkan persoalan negara (Siregar, 1986).
Teori ini berkembang pada abad ke tujuh belas dan ke delapan belas. Teori
pers liberal berpandangan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak secara
alamiah untuk mengejar kebenaran dan mengembangkan potensi bila diberikan
kebebasan menyatakan pendapat. Kebenaran dan pengetahuan diperoleh manusia
dengan usahanya sendiri. Pers harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya
tanpa harus dikekang oleh pihak berkuasa. Kebebasan pers dalam teori Liberal adalah
bahwa pers harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu
manusia mencari kebenaran. (Rachmadi, 1990 : 34-35). Pers pada teori ini banyak
memberi landasan kebebasan dalam informasi dan hiburan tetapi sedikit kebajikan
yang tersiar dan sedikit kontrol pada pemerintah. Aturan atau batasan penyiaran tidak
diterapkan kecuali pengaturan untuk peningkatan materi pemilik media
Teori Pers Bebas ini mencapai puncaknya pada abad ke-19. Dalam teori ini
manusia dipandang sebagai makhluk rasional yang dapat membedakan antara yang
benar dan tidak benar. Pers harus menjadi mitra dalam upaya pencarian kebenaran,
dan bukan menjadi alat pemerintah. Jadi, tuntutan bahwa pers mengawasi pemerintah
berkembang berdasarkan teori ini.
8
teori pers libertarian. Oleh karenanya, pers harus bebas dari dari pengaruh dan
kendali pemerintah. Dalam upaya pencarian kebenaran, semua gagasan harus
memiliki kesempatan yang sama untuk dikembangkan sehingga yang benar dan dapat
dipercaya akan bertahan, sedangkan yang sebaliknya akan lenyap. Gagasan John
Milton tentang “Self-Righting process” (proses menemukan sendiri kebenaran) dan
tentang “Free market of ideas” (Kebebasan menjual gagasan) menjadi sentral dalam
teori pers bebas ini. Berdasarkan gagasan tersebut, dalam sistem ini pers dikontrol
oleh “SelfRighting process of truth”, lalu oleh adanya “Free market of ideas”, dan
oleh pengadilan Imlikasi dari Self-Righting process” adalah bahwa semua gagasan
harus memiliki kesempatan yang sama ke semua saluran komunikasi dan setiap orang
punya akses yang sama pula ke sana.
Fungsi dan peranan setiap institusi berbeda-beda. Demikian pula dengan pers
sebagai lembaga institusi sosial mempunyai fungsi yang penting di dalam komunikasi
massa. Fungsi pers pada hakikatnya bersifat relatif dan berkaitan dengan keperluan
yang beragam di dalam masyarakat dan negara yang berbedabeda. Penerapan fungsi
pers juga berbeda di negara satu dengan negara lainnya, penerapan fungsi pers
tersebut tergantung dari sistem sosial dan sistem politik yang dianut oleh suatu
Negara
6. Kesimpulan
Kebebasan pers dalam teori Liberal adalah bahwa pers harus mempunyai
kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari kebenaran. Pers
pada teori ini banyak memberi landasan kebebasan dalam informasi dan hiburan
tetapi sedikit kebajikan yang tersiar dan sedikit kontrol pada pemerintah. Dalam teori
ini manusia dipandang sebagai makhluk rasional yang dapat membedakan antara
9
yang benar dan tidak benar. Pers harus menjadi mitra dalam upaya pencarian
kebenaran, dan bukan menjadi alat pemerintah. Jadi, tuntutan bahwa pers mengawasi
pemerintah berkembang berdasarkan teori ini. Gagasan John Milton tentang “Self-
Righting process” (proses menemukan sendiri kebenaran) dan tentang “Free market
of ideas” (Kebebasan menjual gagasan) menjadi sentral dalam teori pers bebas ini.
Berdasarkan gagasan tersebut, dalam sistem ini pers dikontrol oleh “SelfRighting
process of truth”, lalu oleh adanya “Free market of ideas”, dan oleh pengadilan
Imlikasi dari Self-Righting process” adalah bahwa semua gagasan harus memiliki
kesempatan yang sama ke semua saluran komunikasi dan setiap orang punya akses
yang sama pula ke sana. Demikian pula dengan pers sebagai lembaga institusi sosial
mempunyai fungsi yang penting di dalam komunikasi massa. Fungsi pers pada
hakikatnya bersifat relatif dan berkaitan dengan keperluan yang beragam di dalam
masyarakat dan negara yang berbedabeda. Penerapan fungsi pers juga berbeda di
negara satu dengan negara lainnya, penerapan fungsi pers tersebut tergantung dari
sistem sosial dan sistem politik yang dianut oleh suatu Negara.
10
Daftar Pustaka
Berger, C.R. dan Chaffee, S.H. (1987). “The Study of Communication as a Science”;
dalam C.R. Berger dan S.H. Chaffee (ed.), Handbook of Communication Science.
Hlm. 15-19. Beverly Hills. CA: Sage.
eprints.ums.ac.id/
eprints.walisongo.ac.id/
repository.radenfatah.ac.id/
repository.uir.ac.id
11