Anda di halaman 1dari 18

ETIKA PERS

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Jurnalstik

Yang diampu oleh Bapak Sahrul Romadhon, M.Pd.

Disusun Oleh kelompok 1:

Ach. Fuad Amrulloh :19381081045


Kholifatus Sholehah :19381082043
Siti Khoirotul Umamah :19381082062
Nadika :19381082056
Joni Pranata :19381081028
Habiburrahman :19381081030
Jumad :19381081006
Febri Widiantoro :19381081022
Andre Maulana :19381081025
Ricky :19381081048

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat, taufik, serta
Hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
bertema “ Etika Pers”

Sholawat serta salam, kami panjatkan kepada nabi Muhammad saw.


sebagai penyelamat umat sekaligus yang membawa rahmat bagi kami semua.
Penulis makalah tentunya banyak menghadapi kesulitan dan hambatan. Akan
tetapi, berkat dorongan dan dukungan dari rekan-rekan, makalah ini dapat
terselesaikan.

Maka dari itu kami banyak menyampaikan terimakasih kepada semua


pihak yang telah membantu kami dalam terselesaikannya makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca pada umumnya. Akan tetapi,
walaupun makalah ini sudah selesai, tentu masih banyak kekurangan. Hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritikan
dan saran yang membangun, sangat kami harapkan untuk penyusunan makalah
kami selanjutnya.

Pamekasan, 13 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang….........................................................................................1
B. Rumusan Masalah………………................................................................2
C. Tujuan Masalah…………………………....................................................2

BAB II PEMBAHASAN…………………………….............................................3

A. Pengertian Pers……………………...……….............................................3

B. Fungsi dan Peran Pers……………...……….............................................4

C. Kriteria Dan Jenis Delik Pers…………….................................................5

D. Pengaduan Ke Dewan Pers………….........................................................7

E. Pedoman Penulisan Berita……………......................................................8

F. Kode Etik dan Kebebasan Pers……….....................................................10

BAB III PENUTUP……………..........................................................................13

A. Kesimpulan………………………………................................................13
B. Saran………………………………………………………………..........14

DAFTAR RUJUKAN……………………………...............................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jurnalistik merupakan suatu pekerjaan yang meminta tanggung


jawab dan mensyaratkan adanya kebebasan. Tanpa kebebasan seorang
wartawan sulit bekerja, namun kebebasan saja tanpa disertai tanggung
jawab mudah menjerumuskan wartawan kedalam praktek jurnalistik yang
kotor yangmerendahkan harkat martabat manusia. Baik dinegara-negara
maju maupun dinegara-negara berkembang., persyaratan menjadi
wartawan tidak sederhana.

Mengapa persyaratan ini dibuat sedemikian berat, karena wartawan


didalam menunaikan tugasnya mempunyai tanggungjawab yang besar.
Seorang wartawan dengan penanya tanpa diikat tanggungjawab mudah
saja mempergunakan kebebasan profesinya untuk kepentingan dirinya
sendiri atau kepentingan golongannya. Di lain pihak karena wartawan
banyak menghubungkan dia dengan masyarakat umum. Maka perlu diatur
hubunganhubungan antara manusia dengan pers. Tidak jarang dalam
pekerjaannya terjadi konflik, dan pelanggaran yang lazim disebut
kejahatan pers. Kebebasan pers untuk mempublikasi peristiwa dan
kejadian yang terbuka seperti tidak memiliki batasan sebuah pemberitaan
dalam media massa. Dikalangan duniapers, pers dinilai sudah
menyimpang dari kode etik.

Untuk mencegah agar tidak terjadinya penyewelengan dikalangan


profesi wartawan, perlu adanya peraturan yang mengikat profesi
kewartawanan tersebut. Di atur dalam sebuah etika profesi adalah
keseluruhan tuntutan moral yang terkena pada pelaksanaan suatu profesi
sehingga etika profesi diperhatikan masalah ideal dan praktek-praktek
yang berkembang karena profesi tersebut.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian pers?

2. Bagaimana fungsi dan peran pers?

3. Bagaimana kriteria dan jenis delik pers

4. Bagaimana pengaduan terhadap dewan pers?

5. Bagaimana pedoman penulisan berita?

6. Bagaimana kode etik dan kebebasan pers?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian pers.

2. Untuk mengetahui fungsi dan peran pers.

3. Untuk mengetahui kriteria dan jenis delik pers.

4. Untuk mengetahui pengaduan terhadap dewan pers.

5. Untuk mengetahui pedoman penulisan berita.

6. Untuk mengetahuikode etik dan kebebasan pers.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pers {point 1} Ach.Fuad Amrulloh

Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa


Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara
maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak
(printed publication). Dalam perkembangannya pers mempunyai dua
pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian
sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi
massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/
menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang
atau sekelompok orang kepada orang lain.

Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi,


jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-
produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar
harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang
dikenal sebagai media cetak.

Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan


medium komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga
masyarakat atau institusi sosial merupakan bagian integral dari
masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan terpisah
daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lembaga- lembaga masyarakat lainnya.

Pers adalah kegiatan yang berhubungan dengan media dan


masyarkat luas. Kegiatan tersebut mengacu pada kegiatan jurnalistik yang
sifatnya mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah materi, dan
menerbitkanya berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya dan valid.1

1
Reni Triwardani, “Pembreidelan Pers Di Indonesia Dalam Perspektif Politik Media,” Jurnal Ilmu
Komunikasi Vol. 7 No.2 (Desember 2010). Hlm.189

3
B. Fungsi dan Peran Pers {point 2} Siti Khoirotul Umamah

Fungsi pers di suatu negara menjadi hal yang sangat penting


untuk perkembangan suatu Negara menuju kehidupan berbangsa dan
bernegara yang demokratis. Dalam Undang-Undang No. 40 tahun 1999
tentang pers dalam pasal 33 menyebutkan fungsi pers sebagai media
pendidikan, hiburan, serta kontrol sosial.

Fungsi pers sebagai media informasi, kita sebagai masyarakat


memerlukan informasi terkait beberapa hal yang dianggap penting baik
informasi yang bersifat politik, hukum, sosial masyarakat atau hal lainnya
yang memberikan manfaat. Informasi yang di sajikan pers merupakan
informasi yang dapat diketahui kebenarannya dimana informasi yang telah
diseleksi dari berbagai sumber yang dikumpulkan reporter dari lapangan.
Pers memiliki fungsi positif dalam menyebarluaskan berita sehingga
mewujudkan kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada
masyarakat.

Selain memiliki fungsi yang sangat penting pers memiliki peran


yang sangat sentral. Dalam pasal 6 UU Pers Nasional melaksanakan
peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui penegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum
dan HAM dan sebagai pelaku media informasi. Pers sebagai media saluran
informasi memiliki peran dalam mencari dan menyebarluaskan berita
secara cepat kepada masyarakat luas. Pers menjadi saran informasi kepada
kelompok masyarakat dan juga sebagai saran pertukaran informasi.

Salah-satu tantangan pers dalam memberikan informasi di era


digital memungkinkan banyaknya berita hoax menyebar dengan cepat
dalam hitungan detik. Maraknya berita hoaks pada akhir 2019 membuat
masyarakat kurang percaya terhadap pers. Pengguna media sosial yang
kiat merata juga memungkinkan berita hoaks menjadi masif. Masyarakat
pembaca sulit membedakan berita bohong dan berita yang didukung fakta.

4
C. Kriteria Dan Jenis Delik Pers {point 3} Nadika

1. kriteria delik pers

Kasus kasus yang berkaitan degan pers lazim disebut delik pers.
Istilah delik pers sebenarnya bukan merupakan terminology hukum,
melainkan hanya sebutan dan konvensi dikalangan masyarakat,
khususnya praktisi dan pengamat hukum. Delik pers bagian dari delik
khususnya yang berlaku umum. Karena yang sering melakukan
pelanggaran atas delik itu adalah pers, maka tindak pidana itu
medikatakan sebagai delik pers. Jadi, sama dengantindak pidana yang
dilakukan umum atau delik yang berlaku bagi umum tentang
penghinaan, pencemaran nama baik, fitnah kesusilaan. Tetapi kalau
dilakukan oleh pers disebut delik pers.

Menurut para ahli hukum, delik pers adalah setiap pengumuman


dan atau penyebarluasan pikiran melalui penerbitan pers. Terdapat 3
unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan yang dilakukan
melalui pers dapat digolongkan sebagai delik pers:

a. adanya penguuman pikiran dan perasaan yang dilakukan


melaui barang cetakan.

b. pikiran dan perasaan yang diumumkan untuk disebarluaskan


melalui barang cetakan itu harus merupakan perbuatan yang
dapat dipidana menurut hukum.

c. pengumuman pikiran yang dapat dipidana tersebut serta yang


dilakukan melalui barang cetakan tadi harus dapat dibuktikan
telah disiarkan kepada masyarakat umum atau dipublikasikan.
Jadi syarat atau unsur terpenting adalah publikasi.

Dalam kerangka ini, menurut Luwarso terdapat dua unsur yang


harus dipenuhi supaya seorang wartawan dapat dimintai
pertanggung jawaban dan dituntut secara hukum, yaitu:

5
a. apakah wartawan yang bersangkutan mengetahui
sebelumnya isi berita dan tulisan dimaksud.

b. apakah wartawan yang bersangkutan sadar sepenuhnya


bahwa tulisan yang dimuatnya dapat dipidana.

Kedua unsur ini harus dipenuhi. Apabila kedua unsur ini


tidak terpenuhi, maka wartawan tersebut tidak dapat dituntut
atau diminta pertanggung jawabannya secara hukum.

2. jenis delik pers

Terdapat dua jenis delik pers, delik aduan dan delik biasa. Delik
aduan berarti kasus pers baru muncul hanya apabila ada pihak yang
mengadukan kepada pihak kepolisian akibat suatu pembertaan pers.
Jadi selama taka da pihak yang mengadu, pers tidak bisa digugat,
dituntut atau diadili. Delik biasa berarti kasus per situ muncul dengan
sendirinya tanpa didahului dengan munculnya pengaduan dari pihak
yang mersa dirugikan aibat pemberitaan pers. Delik biasa, terutama
berkaitan dengan lembaga kepresidenan. Artinya tanpa pengaduan dari
pihak manapun, kalau suatu pemberitaan pers dianggap melakukan
penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, maka aparat
kepolisian secara otomatis akan memprosesnya secara hukum.

3. kelompok delik pers

Delik pers terbagi kedalam lima kelompok besar, 1). Kejahatan


terhadap ketertiban umum yang diatur oleh oleh pasal 154, 155, 156,
dan 157 KUHP, 2). Kejahatan prnghinaan yang mencangkup
penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang diatur dalam
134 dan 137 KUHP serta penghinaan umum yang diatur dalam dalam
pasal 310 dan 315 KUHP, 3). Kejahatan melakukan penghasutan yang
diatur dalam pasal 160 dan 161 KUHP, 4). Kejahatan menyiarkan
kabar bohong yang diatur dalam pasal 14 dan pasal 15 UU No. 1/1946,
dan 5). Delik kesusilaan yang diatur dalam pasal 282 dan pasal 533

6
KUHP. Semua pasal ini dianggap kalangan pakar, pengamat, dan
praktisi pers, sebagai proses sistematis kea rah kriminalisasi.

Wartawan bisa sama nasibnya dengan pelaku tindak criminal


seperti pencuri kambing atau perampok toko emas, hanya karena
tulisan atau berita yang dibuatnya. Kenyataan inilah yang kerap
mengundang protes keras dari kalangan pemerhati dan praktisi pers
diindonesia dalam beberapa tahun terakhir, wartawan bisa dihukum
dan dipenjarakan karena tindak criminal seperti menipu dan mencopet.
Tetapi sebaliknya wartawan tak bisa dihukum hanya karena tulisan
atau laporan berita yang dibuatnya.2

D. Pengaduan Ke Dewan Pers {point 4) Kholifatus Sholihah

1. pengaduan dari masyarakat

Pengaduan atau keluhan anggota masyarakat (termasuk pejabat


pemerintah) mengenai pemberitaan yang dianggap kerugian atau tidak
menyenangkan bagi penyampai pengaduan tersebut. Penyelesaian yang
dilakukan dewan pers dalam menindaklanjuti pengaduan itu ialah:

a. mengundang baik pihak yang mengadu maupun pimpinan


media pers yang diadukan untuk menjelaskan kepada dewan
pers versi masing-masing sebagai bahan pertimbangan bagi
kesimpulan atau putusan yang diambil dewan pers.

b. untuk kasus-kasus yang memerlukan pertemuan dengan salah


satu atau kedua pihak tersebut, dewan pers mengirimkan
tanggapannya secara tertulis kepada kedua pihak yang
bersangkutan.

2. pengaduan dari kalangan pers

Pengaduan dari kalangan pers (wartawan, pimpinan perusahaan


pers, dan organisasi wartawan) mengenai terjadinya tindakan
2
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, (Simbiosa Rekatama Media, Bandung: 2005), hlm. 231-
233.

7
kekerasan atau tekanan terhadap wartawan dan atau media pers yang
oleh aparat Negara atau kelompok masyarakat. Penyelesaian yang
dilakukan dewan pers untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut ialah:

a. Mengirimkan surat kepada kepolisian RI, baik dijakarta


maupun didaerah tempat dalam kejadian, untuk memintakan
perhatian agar kasus yang dipermasalahkan proses sesuai
dengan ketentuan hukum.

b. Dalam hal ini tindakan kekerasan atau tekanan itu dilakukan


oleh kelompok masyarakat yang terorganisasi, dewan pers
berupaya menemui pimpinan organisasi tersebut untuk
menyampaikan imbauan agar peristiwa tersebut tidak berulang
pada masa datang.3

E. Pedoman Penulisan Berita {point 5} Febri Widiantoro

1. Pemberitaan mengenai seseorang yang disangka atau dituduh


tersangkut dalam suatu perkara, hendaknya ditulis dengan tetap
menjunjung azas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).

2. Dalam rangka kebijaksanaan yang dikehendaki oleh kode etik


jurnalistik tadi, pers bisa saja menyebut nama lengkap tersangka, jika
itu demi kepentingan umum. Tetapi dalam hal ini tetap harus
diperhatikan prinsip keadilan bagi kedua belah pihak atau dikenal
dengan istilah cover both sides.

3. Nama, identitas, dan potret gadis/wanita yang menjadi korban


perkosaan, begitu juga para remaja yang tersangkut kasus pidana,
terutama yang menyangkut susila dan yang menjadi korban narkotika,
tidak dimuat lengkap atau bisa ditulis hanya inisial saja.

4. Anggota keluarga yang tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatan


yang dituduhkan dari salah seorang tersangka, hendaknya tidak
disebut-sebut dalam pemberitaan.

3
Ibid, hlm. 235-236

8
5. Dalam rangka mengungkap kebenaran dan tegaknya prinsip-prinsip
proses hukum yang wajar (due process of law) pers sebaiknya mencari
dan menyiarkan pula keterangan yang diperoleh di luar sidang, apabila
terdapat petunjuk-petunjuk tentang adanya sesuatu yang tidak beres
dalam keseluruhan proses jalannya acara.

6. Untuk menghindarkan trial by the press, pers hendaknya


memperhatikan sikap terhadap hukuman dan sikap terhadap tertuduh.
Jadi hukum atau proses pengadilan harus berjalan dengan wajar, dan
tertuduh jangan sampai dirugikan posisinya berhadapan dengan
penuntut umum, juga perlu diperhatikan supaya tertuduh kelak bisa
kembali dengan wajar ke masyarakat.

7. Untuk menghindari trial by the press nada dan gaya dari tulisan berita
jangan sampai ikut menuduh, membayangkan bahwa tertuduh adalah
orang jahat dan jangan menggunakan kata-kata sifat yang mengandung
opini, misalnya memberitakan bahwa “saksi-saksi memberatkan
terdakwa” atau “tertuduh memberikan keterangan yang berbelit-belit”.

8. Pers hendaknya tidak berorientasi "posisi/jaksa-centered," tetapi


memberikan kesempatan yang seimbang kepada polisi, jaksa, hakim,
pembela dan tersangka/tertuduh.

9. Pemberitaan mengenai suatu perkara hendaknya proporsional,


menunjukkan garis konsisten dan ada kelanjutan tentang
penyelesaiannya.

10. Berita kendaknya memberikan gambaran yang jelas mengenai


duduknya perkara (kasus posisi) dan pihak-pihak dalam persidangan
dalam hubungan dengan hukum yang berlaku.

F. Kode Etik dan Kebebasan Pers {point 6} Habibur Rohman

9
Kode etik jurnalistik yang merupakan pengganti dari kode etik
wartawan In-donesia, merupakan landasan hukum bagi setiap wartawan.
Dengan demikian, kodeetik jurnalistik adalah standar nilai yang haras
dijadikan acuan bagi wartawan dalammenjalankan profesi kewartawanan.
Secara sederhana dapat dipahami, bahwaseorang wartawan yang tidak
memaliami kode etik jurnalistik, sama halnya merekabelum mempunyai
tujuan dan acuan hidup kewartawanan. Sebaliknya, seseorangyang
senantiasa taat paturan yang ada dalam kode etik jurnalistik, dapat
dinilaisebagai orang yang menghormati hak dan kewajiban pers. Ini berarti
mereka tergolongprofessional dalam menjalankan tugas kewartawanan.

Kode etik jurnalistik dibuat oleh wartawan sendiri melalui kongres,


sehinggakeputusan dan kesepakatan yang lahir dari kongres tersebut
mengikat bagi anggotaorganisasi tersebut. Lewat kode etik tersebut
diharapkan ada kesadaran yangdatang dari diri wartawan sendiri untuk
mengatur dirinya dalam menjalankan profesikewartawanan sebaik-
baiknya. Wartawan Indonesia juga sadar, bahwa dalammenjalankan tugas
sehari-hari, mereka banyak menghadapi resiko, baik terkaitdengan
profesinya atau pihak kedua yang merasa diragikan terhadap
pemberitaanpers. Guna menghindari itu semua, perlu suatu perangkat
aturan agar tugaskewartawanan dapat berjalan dengan baik. Disinilah arti
penting dari kode etikjurnalistik sebagai aturan yang mengikat bagi
wartawan dalam menjalankan profesinya.4

Idealnya semua kode etik jurnalistik yang disusun olehmasing-


masing organisasiwartawan, berfungsi untuk menjamin berlakunya etika
dan standar jurnalistik yangprofessional serta membuat media massa
bertanggung jawab pada semua isipemberitaan. Selanjutnya kode etik
diharapkan mampu berperan melindungi hakmasyarakat dalam
memperoleh informasi yang obyektif dari media massa. Dengandemikian
kode etikjumalistik sekaligus berfungsi sebagai paying hokum bagi

4
Hamdan Daulay, Kode Etik Jurnalistik dan Kebebasan Pers di Indonesia ditinjau dari perspektif
islam, (Jurnal Penelitian Agama, vol. xvII no.2: 2008), hlm. 302-304.

10
wartawandari segala macam resiko kekerasan atau intimidasi dari berbagai
pihak.

Rosihan Anwar mejelaskan bahwa wartawan sejati adalah


merekayang memiliki kejujuran, keberanian, keuletan dan tidak mengenal
lelah. Jiwawartawan tidak mau berhenti mencari kebenaran. Sebab
mencari kebenaran adalahibarat mencari sebuahjarum dalam
tumpukanjerami. Sebelumjerami ditemukan,terlebih dahulu dengan susah
pay ah hams mampu mengoyak tumpukan teramitersebut. Bahkan karena
sulitnya mengoyak jerami tersebut, tidak jarang pelaku(wartawan) mati
kelelahan. Akan tetapi kita tidak perlu khawatir, sebuah kebenaranakan
muncul dengan usaha dan kerja keras. Bagaimana pun juga, kalau
wartawanselalu memiliki komitmen pada kebenaran dan kejujuran, maka
citra wartawan akansemakin baik dan harum di tengah masyarakat. Pada
dasarnya dunia pers , sejak dari per situ lahir sampai sekarang, telahmulai
menuntut kompetensi tertentu bagi wartawan. Seorang wartawan
ditutuntut untuk menjadi wartawan yang professional dalam menjalankan
tugasnya. Namunsampai saat ini batasan makna profesionalitas itu masih
belum jelas ukurannya.Walaupun demikian, ada beberapa dasar moral
yang menjadi atribut profesionalismebagi wartawan, diantaranya:

a. Otonomi dimaksudkan kebebasan melaksanakan pertimbangan


sendiri danperkembangan suatu organisasi yang dapat
mengatur din sendiri.

b. Komitmen yaitu menitikberatkan pada pelayanan bukan pada


keuntunganekonomi pribadi.

c. Keahlian, yaitu menjalankan suatu jasa yang unik dan esensial.


Titik berat padateknik intelektual, periode panjang daripada
latihan khusus supya memperolehpengetahuan yang sistematik
berdasarkan penelitian.

11
d. Tanggungjawab, yaitu kemampuan memenuhi kewajiban-
kewajiban ataubertindak tanpa penuntunan dari atas, penciptaan
serta penerapan suatu kodeetik

e. Atribut moral merupakan kewajiban dasar yang harus dimiliki


wartawan. Dengandemikian, ketika jiwa dasar kewartawanan
telah tertanam dengan baik, diharapkanmasa depan pers
Indonesia menjadi lebih maju. Namun aspek moral saja
tidakcukup, wartawan Indonesia juga harus memiliki
kecakapan intelektual. Dengandemikian antara kedua unsur
tersebut bisa saling melengkapi.5

5
Ibid, hlm. 306-305.

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istilah “pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa
Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara
maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak
(printed publication). Dalam perkembangannya pers mempunyai dua
pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian
sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi
massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/
menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang
atau sekelompok orang kepada orang lain.

Fungsi pers sebagai media informasi, kita sebagai masyarakat


memerlukan informasi terkait beberapa hal yang dianggap penting baik
informasi yang bersifat politik, hukum, sosial masyarakat atau hal lainnya
yang memberikan manfaat. Informasi yang di sajikan pers merupakan
informasi yang dapat diketahui kebenarannya dimana informasi yang telah
diseleksi dari berbagai sumber yang dikumpulkan reporter dari lapangan.
Pers memiliki fungsi positif dalam menyebarluaskan berita sehingga
mewujudkan kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada
masyarakat.

Terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan yang


dilakukan melalui pers dapat digolongkan sebagai delik pers:

a. adanya penguuman pikiran dan perasaan yang dilakukan melaui


barang cetakan.

b. pikiran dan perasaan yang diumumkan untuk disebarluaskan melalui


barang cetakan itu harus merupakan perbuatan yang dapat dipidana
menurut hukum.

13
c. pengumuman pikiran yang dapat dipidana tersebut serta yang
dilakukan melalui barang cetakan tadi harus dapat dibuktikan telah
disiarkan kepada masyarakat umum atau dipublikasikan. Jadi syarat
atau unsur terpenting adalah publikasi.

Pengaduan dari masyarakat. Pengaduan atau keluhan anggota


masyarakat (termasuk pejabat pemerintah) mengenai pemberitaan yang
dianggap kerugian atau tidak menyenangkan bagi penyampai pengaduan
tersebut. Pengaduan dari kalangan pers (wartawan, pimpinan perusahaan
pers, dan organisasi wartawan) mengenai terjadinya tindakan kekerasan
atau tekanan terhadap wartawan dan atau media pers yang oleh aparat
Negara atau kelompok masyarakat.

Kode etik jurnalistik yang merupakan pengganti dari kode etik


wartawan Indonesia, merupakan landasan hukum bagi setiap wartawan.
Dengan demikian, kodeetik jurnalistik adalah standar nilai yang haras
dijadikan acuan bagi wartawan dalammenjalankan profesi kewartawanan.
Secara sederhana dapat dipahami, bahwaseorang wartawan yang tidak
memaliami kode etik jurnalistik, sama halnya merekabelum mempunyai
tujuan dan acuan hidup kewartawanan. Sebaliknya, seseorangyang
senantiasa taat paturan yang ada dalam kode etik jurnalistik, dapat
dinilaisebagai orang yang menghormati hak dan kewajiban pers. Ini berarti
mereka tergolongprofessional dalam menjalankan tugas kewartawanan.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini banyak terdapat kekurangan
dikarenakan kekurangan referensi, oleh karna itu kami mengharapkan
kritikan atau saran yang membangun dari pada pembaca agar makalah ini
kedepannya lebih baik dari pada sekarang.

14
DAFTAR RUJUKAN

Sumadiria, Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia, (Simbiosa Rekatama

Media, Bandung)

Daulay, Hamdan. 2008. Kode Etik Jurnalistil dan Kebebasan Pers di Indonesia

Ditinjau dari perspektif Islam, (Jurnal Peneleitian Agama, vol. XVII No.2

15

Anda mungkin juga menyukai