Anda di halaman 1dari 15

Makalah sejarah Indonesia

Materi:

Periode Bertahan

Guru pembimbing
Bpk Fahmi
Disusun oleh kolompok 2 kelas XI IPS 1

1. Ardiansyah

2. Dimas Nugraha

3. Alfi Husaeni

4. Salman Farid

5. M Muhdor

6. M Andika

7. Dewi

SMA YAPI- AL HUSAENI

2021/2022
kata pengantar
Terimakasih kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa karena atas perkenan beliau
lah kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.semua itu
hanya karena berkat serta tutunan Tuhan dalam kehidupan kami.Dalam makalah yang kami
susun berisi Periode Bertahan.

Kami banyak mengucapkan terimakasih pihak-pihak yang telah membantu kami


dalam penyusun makalah ini.

Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bernilai baik,dan dapat digunakan
sebaik-baiknya.kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini belumlah sempurna
untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan makalah
ini.sesudah dan sebelumnya kami ucapkan terimakasih.
Daftar isi

KATA PENGANTAR.................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2

B. Pengertian
C. Perjuangan Melalui pergerakan Volksraad
D. Organisasi organisasi pergerakan pada periode bertahan
BAB III PENUTUP

A.kesimpulan.........................................................................................................

B.saran saran.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
Bab I
Pendahuluan

A. Latar belakang periode bertahan.

lahirnya pergerakan nasional indonesia tidak terlepas dari peristiwa -peristiwa dibenua asia
saat itu.
a. )faktor intern
1) adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan sehingga
menimbulkan tekad untuk menentangnya.
2) adanya akan kemenangan di masa lampau.
3) munculnya kaum inteluktual yang kemudiaan menjadi pemimpin pergerakan nasional.

b.)faktor ekstern
1) adanya all indian national congress 1885 dan ghandisme di india.

Kongres Nasional India (Indian National Congress) atau dikenal dengan Partai


Kongres atau Kongres I (yang berarti "Indira", untuk membedakannya dengan partai
pecahannya, yang disebut "Kongres O" yang dipimpin oleh K. Kamaraj, seorang tokoh politik
dari Tamil Nadu). Partai yang namanya biasa disingkat INC ini adalah partai politik besar
di India, dengan lebih dari 15 juta orang yang terlibat dalam organisasinya dan lebih dari 70 juta
orang ikut serta dalam perjuangannya melawan Imperium Britania. Setelah kemerdekaan
pada 1947, partai ini menjadi partai politik yang dominan di negara itu. Dalam Lok
Sabha (Parlemen) ke-14 (2004-2009), 145 anggota INC, kelompok yang terbesar di antara
semua partai lainnya, duduk sebagai anggotanya. Saat ini partai ini adalah anggota utama dari
pemerintahan koalisi Aliansi Progresif Bersatu yang didukung oleh Front Kiri.

2) adanya gerakan turki muda1908 diturki.

Turki Muda merupakan salah satu organisasi pergerakan nasional yang ada di Turki. Tujuan dari
Turki Muda antara lain:

 menyelamatkan Turki dari keruntuhan


 membentuk dan mengembangkan semangat nasionalisme Turki
 mengadakan perbaikan sosial, ekonomi dan budaya
 mengadakan pembaharuan dalam berbagai bidang di Turki
3) adanya kemenangan jepang atas rusia 1905 menyadarkan dan membangkitkan bangsa -
bangsa asia untuk melawan bangsa-bangsa barat.
4) munculnya paham paham baru dieropa dan amerika yang masuk ke indonesia.seperti
demokrasi,ribelalisme,dan nasionalisme mempercepat timbulnya nasionalisme indonesia.
Bab II
Pembahasan

B. Pengertian Periode Bertahan

periode bertahan adalah kurun waktu yang menandakan akhir penghujung para organisasi
pergerakan nasional sebelum kedatangan bangsa jepang.

Kurun waktu periode awal ini adalah antara tahun 1939; yaitu saat organisasi terakhir yang
dianggap radikal di masa kolonial Hindia-Belanda telah dibubarkan, hingga tahun 1942; yaitu
saat kedatangan bangsa Jepang yang menandakan berakhirnya pemerintahan kolonial.
Beberapa organisasi penting yang ada di periode ini adalah GERINDO (Gerakan Indonesia),
PARINDRA (Partai Indonesia Raya), GAPI (Gabungan Politik Indonesia), dan Taman Siswa
(National Onderwijs Instituut).

Periode bertahan ditandai dengan ciri khas organisasi dan tujuan perjuangannya yang tarik
ulur antara memperjuangkan agenda kemerdekaan dan menaati peraturan kolonial yang
berlaku.

C. Perjuangan melalui Volksraad

Perjuangan bangsa Indonesia di Volksraad adalah perjuangan secara kooperatif, yaitu


berupaya mencapai kemerdekaan dengan bekerja sama dengan pemerintah kolonial
Belanda. Misalnya dengan Petisi Sutardjo yang meminta otonomi dan kemerdekaan
bertahap bagi Indonesia.  

Pembahasan:

Volksraad atau “Dewan Rakyat”, adalah lembaga perwakilan di Hindia Belanda, yang di


bentuk tahun 1918. Volksraad ini dibentuk untuk memberi perwakilan pada rakyat di Hindia
Belanda (nama Indonesia saat penjajahan Belanda).  

Volksraad memiliki 60 anggota: 30 perwakilan dari berbagai kelompok pribumi, 25


perwakilan dari orang Eropa, dan 5 perwakilan dari orang Cina, Arab dan orang Timur Asing
lainnya. Volksraad menjabat selama 4 tahun. Anggota Volksraad sebagian dipilih, sebagian
ditunjuk oleh pemerintah kolonial.

Tokoh nasional, terutama dari pergerakan yang bersifat moderat, menempuh perjuangan


secara kooperatif (bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda), mengirimkan
perwakilannya untuk duduk di Volksraad.  
Misalnya adalah adalah Budi Utomo yang perwakillannya di Volksraad adalah Mas Ngabehi
Dwidjosewojo, dan Raden Sastrowidjono.

Meski keinginan para tokoh untuk memperjuangkan kemerdekaan secara kooperatif, upaya
ini sia-sia, sebab Volksraad ini hanya bersifat “basa-basi” karena tidak seperti parlemen
sesungguhnya tidak berwenang mengambil keputusan dan kebijakan.  Wewenang
pemerintahan ini sepenuhnya dipegang Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang diangkat
langsung oleh Belanda.  

Upaya kooperatif di Volksraad ini berpuncak pada Petisi Sutardjo yang disampaikan para


tokoh perjuangan nasional di Volksraad, pada pada 15 Juli 1936, kepada Ratu
Wilhelmina dan pemerintah Belanda, yang meminta otonomi dan kemerdekaan bertahap
bagi Indonesia.

Namun petisi ini ditolak oleh pemerintah Belanda, dan organisasi kooperatif mengalami
kemunduran. Perjuangan melawan Belanda akhirnya tidak bisa berkembang, hingga Belanda
kehilangan kekuasaan akibat serangan Jepang dalam Perang Dunia II pada tahun 1942.  

Volksraad dihapuskan akibat kekalahan Belanda terhadap Jepang dan menyerahnya Belanda
pada Perjanjian Kalijati tanggal 8 Maret 1943

Volksraad kemudian digantikan dengan Chuo Sangi In pada 5 September 1943 setelah
adanya protes dari para tokoh nasional kepada pemerintahan Jepang.  

D. Organisasi organisasi pergerakan pada masa periode bertahan


Sejak tahun 1930 organisasi-organisasi pergerakan Indonesia mengubah taktik
perjuangannya, mereka menggunakan taktik kooperatif (bersedia bekerja sama) dengan
pemerintah Hindia Belanda. Pada tahap ini kaum pergerakan berusaha mencari jalan baru
untuk melanjutkan perjuangan. Hal itu dilakukan karena adanya tindakan keras dari
pemerintah. Mereka menggunakan taktik baru, yaitu dengan bekerja sama dengan
pemerintah melalui parlemen. Partai politik mengirimkan wakil-wakilnya dalam Dewan
Rakyat. Mereka mengambil jalan kooperatif, tetapi sifatnya sementara dan lebih sebagai
taktik perjuangan saja.Perjuangan moderat dan parlementer ini berlangsung dari tahun
1935 – 1942, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh
Stachouwer (1936–1942). Hingga saat pemerintah Hindia Belanda ditaklukkan oleh Jepang,
pemberian hak parlementer penuh oleh pemerintah Belanda kepada wakil-wakil rakyat
Indonesia tidak pernah menjadi kenyataan
Sebab-sebab perubahan taktik ini antara lain disebabkan:

1. Terjadinya krisis malaise yang melanda dunia. Krisis malaise adalah sebuah peristiwa
menurunnya tingkat ekonomi secara dramatis di seluruh dunia yang mulai terjadi pada
tahun 1929. Depresi dimulai dengan peristiwa Selasa Kelam, yaitu peristiwa jatuhnya
bursa saham New York pada tanggal 24 Oktober dan mencapai puncak terparahnya
pada 29 Oktober 1929. Depresi ini menghancurkan ekonomi baik negara industri
maupun negara berkembang.
2. Sikap pemerintah kolonial makin tegas dan keras terhadap partai-partai yang ada
sebagai dampak PKI yang gagal memberontak. Pada tahun 1926 dibeberapa daerah
terjadi gejolak yang dilakukan oleh PKI dalam rangka menentang pemerintah kolonial
Belanda. pemberontakan PKI  Banten  berhasil dipadamkan  oleh  pemerintah  kolonial 
dan  sampai  bulan Desember 1926, pemerintah  kolonial  masih  melakukan
penangkapan kepada para pelaku pemberontakan. Para pemberontak yang berhasil
ditangkap kemudian dibuang ke Boven Digul, dipenjaran dan atau dihukum mati.
Semenjak ada gerakan tersebut, maka pemerintah colonial Belanda lebih reaksioner
dalam menghadapi organisasi-organisasi yang ada. Gubernur  Jenderal  de  Jonge
(1931-1936) secara  konsekuen  menjalankan  politik  “purifikasi”  atau “pemurnian”
artinya menumpas segaa kecenderungan ke arah ra dikalisasi dengan agitasi massa dan
semua bentuk nonkooperasi.
3. Penahan terhadap para tokoh nasional seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir oleh
pemeritah kolonial Belanda.(1930)
Corak perjuangan yang radikal, kemudian berganti lebih moderat, sedikit melunak oleh
karena itu sering disebut sebagai masa bertahan. Organisasi-organisasi yang berhaluan
moderat pada masa bertahan antara lain:

Perjuangan melalui Volksraad

Salah satu tindak lanjut dari kebijakan Politik Etis, yang diucapkan
oleh Ratu Wilhemina saat berpidato di pembukaan parlemen Belanda pada 17 September
1901, di bidang pendidikan adalah dengan dibentuknya Volksraad (dewan rakyat) pada
1916. Menariknya, rancangan peraturan mengenai Volksraad ini telah disiapkan dan
diajukan oleh Menteri Jajahan Willem K.B. van Dedum pada 1893. Setelah mengalami
beberapa perubahan, rancangan peraturan tersebut kemudian disetujui oleh parlemen
Belanda pada 16 Desember 1916 dan menjadi Staatsblad 1916 No 14 (Catatan: kalo merujuk
ke situs Pemprov DKI, Staatsblad 1916 No 14). Berdasarkan Dekrit Kerajaan tanggal 30
Maret 1917, disebutkan bahwa UU mengenai Volksraad mulai berlaku sejak 1 Agustus 1917
sedangkan lembaganya baru diresmikan oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum
pada 18 Mei 1918.
Volksraad mempunyai hak yang tidak sama dengan parlemen, karena volksraad tidak
mempunyai hak angket dan hak menentukan anggaran belanja negara. Lembaga Dewan
Rakyat ini hanya memiliki kewenangan sebagai penasihat penguasa koloni.

Volksraad pertama (1918 – 1921) memiliki 38 anggota tidak termasuk ketuanya yang orang
Eropa. 19 orang anggota (10 orang Indonesia, 9 Eropa dan Timur Asing) dipilih oleh pemilih
setempat sedangkan 19 anggota lainnya (5 Indonesia, 14 Eropa dan timur Asing) diangkat
oleh Gubernur Jenderal, sesuai Staatsblad 1917 No 547. Sidang pertama Volksraad pada 21
Mei 1918 yang dibuka oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum. Karena konstelasi politik,
terjadi penambahan anggota pada Volksraad masa berikutnya (1921 – 1924), yaitu menjadi
48 orang (20 Indonesia dan 28 Eropa dan Timur Asing).

Komposisi Volksraad ke-4 (1927 – 1931) terjadi penambahan anggota orang pribumi
menjadi hampir 2x lipat. Berdasarkan salah satu pasal dalam Inlandsche Reglement 1925
disebutkan anggota Volksraad dapat berjumlah sampai dengan 60 orang tidak termasuk
ketuanya. Volksraad ketiga (1924 – 1927) masih beranggotakan 48 orang.

Orang pribumi yang pernah menjadi anggota Volksraad antara lain R.A.A. Wiranatakusuma
(Bupati Bandung), R.D. Wiriadiatmaja (Patih Majalengka), Pangeran Ario Gondosubroto
(Bupati Banyumas), Prawoto Sumodilogo (Patih Banjarnegara), R.A.A. Cakraningrat (Bupati
Bangkalan), P.A. Hadiwijoyo (Swapraja Surakarta), Said Abdulah Alatas (Wakil Peranakan
Arab), Mr. Ko Kwat Tjiong (wakil peranakan Cina), Tuanku Mahmud (Wakil Aceh), Jubhar
(Perwakilan Sumatra Barat), De Quelyu (Wakil Maluku), Dr. G.S.S.J. Ratulangie (Wakil
Minahasa), Soetardjo Kartohadikoesoemo (Patih Gresik), R.A.A. Suriakartalegawa (Bupati
Garut), R.A.A. Danusugondo (Bupati Magelang), R.A.A. Sosrodiprojo (Bupati Wonosobo),
Drs. Herman Kartowisastro (Wedono, Wakil VAIB), Mohammad Husni Thamrin, H.O.S.
Tjokroaminoto, Djajadiningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, Otto Iskandar Dinata, Mr.
Mohammad Yamin, Suroso, Sokarjo Wiryopranoto, Wiwoho, Piet Kerstens, I.J. Kasimo,
Datuk Tumenggung dan A.S. Alatas

Partai Indonesia (Partindo)

Partai Indonesia (Partindo) didirikan oleh Sartono. Partindo


mempunyai tujuan perjuangan sama dengan PNI, yaitu mencapai Indonesia merdeka. Dasar
perjuangan Partindo adalah nonkooperatif, tidak menggantungkan diri pada orang lain,
serta aktif menentang penjajahan. Tujuan itu akan tercapai dengan cara memperluas hak-
hak politik menuju pemerintahan yang demokratis dan perbaikan ekonomi rakyat. Partindo
dalam hal agama bersikap netral. Partindo memperjuangkan kebebasan berserikat dan
berkumpul, kebebasan pers, mengusahakan perkumpulan-perkumpulan tani, dan
pemberantasan buta huruf. Kedudukan Partindo makin kuat setelah Ir. Sukarno membantu
memimpin Partindo.
Karena Partindo bersifat radikal, pemerintah Belanda melakukan tindakan pengawasan
serupa dengan PNI. Mulai tahun 1931 pemerintah kolonial Belanda memperketat
pengawasannya terhadap Partindo. Pemerintah kolonial Belanda melarang persidangan
Partindo di seluruh Tanah Air dan melarang para pegawai negeri masuk menjadi
anggotanya.

Pemerintah Belanda kembali menangkap Ir. Sukarno dan mengasingkannya ke Flores pada
tahun 1934. Pada tahun 1938 Ir. Sukarno dipindahkan ke Bengkulu dan pada bulan Februari
dipindahkan ke Padang. Ir. Sukarno baru bebas pada zaman Jepang (tahun 1942). Partindo
tidak dapat berkembang karena mendapat tekanan keras dari pemerintah Belanda dan para
pemimpinnya ditangkap. Pada tahun 1936 Partindo dibubarkan oleh Sartono

PNI Baru 1931

Dengan dibubarkannya PNI dan berdirinya Partindo menimbulkan


penafsiran yang berbeda-beda di kalangan tokoh PNI sendiri. Pendukung PNI yang
menyebut dirinya Gerakan Merdeka dan tidak menyetujui politik Sartono, mendirikan
organisasi baru yang disebut Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru). PNI Baru lahir pada
tahun 1931. PNI Baru berhaluan nasionalis dan demokrasi. Dari PNI Baru muncul tokoh
Sutan Syahrir (20 tahun) yang pada waktu itu masih menjadi mahasiswa di Amsterdam. Ia
pulang ke Tanah Air atas permintaan Moh. Hatta untuk menjadi ketua partai. Walaupun
cita-cita dan haluan kedua partai itu sama, yaitu kemerdekaan dan nonkooperatif, strategi
perjuangannya berbeda. PNI Baru lebih menekankan pada pentingnya pendidikan kader,
sedangkan Partindo lebih menekankan aksi massa untuk mencapai kemerdekaan.
Sifat perjuangan PNI Baru adalah nonkooperatif. Oleh karena itu, pemerintah Belanda pun
melakukan tindakan serupa dengan Partindo. Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir ditahan
selama 11 bulan. Pada awalnya, kedua tokoh tersebut diasingkan ke Boven, Digul, kemudian
dipindahkan ke Sukabumi. Mereka dibebaskan pada saat pendudukan Jepang.Karena
pemerintah Belanda mengadakan penekanan dan menangkap para pemimpinnya,
perjuangan PNI Baru tidak banyak membawa hasil. Akibat tindakan keras Gubernur Jenderal
de Jonge, PNI Baru pada tahun 1936 tidak berdaya dan mengalami kelumpuhan

Partai Indonesia Raya (Parindra)

Partai ini didirikan oleh dr. Sutomo tahun 1935. Parindra adalah
partai peleburan antara Budi Utomo dan PBI. Tujuan Parindra adalah mencapai Indonesia
Raya yang mulia dan sempurna, karena bersifat kooperatif, maka Parindra mempunyai
wakil-wakil di Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Tokoh Parindra yang duduk di
Volkstraad ialah Moh. Husni Tamrin, R. Sukardjo Pranoto, R.P. Suroso, Wiryoningrat, dan
Mr. Susanto Tirtoprodjo.
Tujuan Parindra ialah Indonesia Raya. Untuk mencapai tujuan tersebutdilakukan usaha-
usaha sebagai berikut.
1. Memperkokoh semangat persatuan kebangsaan.
2. Terus berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan yang berdasarkan demokratis
dan nasionalisme.
3. Berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat baik bidang ekonomi maupun sosial.
Usaha-usaha yang dilakukan Parindra antara lain:

1. Membentuk usaha rukun tani.


2. Mendirikan organisasi rukun tani.
3. Membentuk serikat pekerja.
4. Menganjurkan rakyat agar menggunakan barang-barang produk sendiri dan lain-lain.
Akibat kegagalan Petisi Sutardjo, Parindra kemudian mengambil prakarsa untuk menggalang
persatuan politik menunj pembentukan badan konsentrasi nasional, yang disebut Gabungan
Politik Indonesia (GAPI).
Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)

Gerindo berdiri di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 sebagai akibat


bubarnya Partindo. Adapun yang menjabat sebagai ketuanya adalah Adnan Kapau Ghani (A.
K. Ghani). Adapun anggota Gerindo di antaranya adalah anggota-anggota Partindo, yaitu Mr.
Moh Yamin, Mr. Amir Syarifudin, Mr. Sartono, S. Mangunsarkoro, Mr.Wilopo, dan
Nyonopranoto.
Sesuai dengan situasi pada saat itu, Gerindo melakukan taktik perjuangan kooperatif dengan
pemerintah kolonial. Dengan demikian, Gerindo mengizinkan anggotanya duduk dalam
Volksraad.Tujuannya adalah mencapai pemerintahan negara yang berdasarkan
kemerdekaan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam kongres keduanya di Palembang, Gerindo
memutuskan bahwa peranakan Eropa, Tionghoa, dan Arab dapat diterima menjadi anggota
partai

Petisi Soetardjo 15 Juli 1936

Gagasan dari petisi  ini dicetuskan oleh  Sutardjo Kartohadikusumo,


Ketua  Persatuan Pegawai Bestuur/ Pamongpraja Bumiputera dan wakil dari organisasi ini di
dalam sidang Volksraad  pada  bulan  Juli  1936.  Isi  petisi  itu secara garis besar adalah
tentang permohonan supaya diadakan suatu  musyawarah antara wakil -wakil  Indonesia
dan Negeri Belanda di mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama. Tujuannya
adalah  untuk  menyusun  suatu  rencana  yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia
suatu  pemerintahan  yang  berdiri  sendiri  dalam  batas  pasal  1  Undang-undang  Dasar
Kerajaan Belanda.
Petisi itu ada yang menyetujui dan ada yang tidak. Kalau dari pihak Indonesia ada yang tidak
setuju, maka alasannya bukanlah soal isi petisi itu tetapi seperti yang diajukan oleh Gesti
Noer ialah caranya mengajukan seperti menengadahkan tangan. Antara tokoh-tokoh
Indonesia terjadi pro-kontra tentang petisi itu. Tetapi akhirnya petisi Soetardjo ditolak oleh
Ratu Belanda pada bulan November 1938

Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)

Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) merupakan organisasi yang


berdiri pada masa penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya
adalah K. H. Mas Mansyur dan kawan-kawan. MIAI mengoordinasikan berbagai kegiatan dan
menyatukan umat Islam menghadapi politik Belanda seperti menolak undang-undang
perkawinan dan wajib militer bagi umat Islam. KH Hasyim Asy’ari menjadi ketua badan
legislatif dengan 13 organisasi tergabung dalam MIAI. MIAI dapat berkembang menjadi
organisasi besar yang mendapat simpati dari seluruh umat islam Indonesia sehingga Jepang
mulai mengawasi kegiatannya.
MIAI merupakan badan federasi organisasi-organisasi Islam, antara lain Muhammadiyah,
NU, PSII, PII, Persatuan Ulama Indonesia, Al Washiliyah, Al Islam dan Wasmusi (Wartawan
Muslimin Indonsia) dengan K.H. Wachid Hasyim sebagai ketua. Tujuan MIAI adalah untuk
mempererat hubungan antarorganisasi Islam Indonesia dan kaum Islam di luar Indonesia
serta menyatukan suara-suara untuk membela keluhuran Islam.

MIAI pada awalnya merupakan organisasi yang tidak berjuang dalam bidang politik. Dalam
upaya mewujudkan tujuannya, MIAI menyelenggarakan beberapa kali kongres. Salah satu
kongres yang terpenting ialah kongres ke-12 pada bulan Mei 1939 di Solo, yang melahirkan
keputusan-keputusan sebagai berikut :

1. propaganda ke daerah-daerah diserahkan kepada Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama


(NU).
2. Jong Islamiten Bond tetap diwajibkan berhubungan dengan organisasi Islam lainnya
guna membentuk satu badan persatuan bersama.
3. pembentukan sekretariat MIAI.
4. pembentukan Departemen Urusan LuarNegeri.
Pada masa pendudukan Jepang, MIAI merupakan satu-satunya organisasi yang boleh
berdiri. MIAI memanfaatkan kondisi ini untuk lebih mengembangkan organisasi keagamaan
yang ada. Tetapi setelah jepang mencurugai bahwa MIAI dimanfaatkan untuk perjuangan
bangsa Indonesia, akhirnya MIAI dibubarkan seperti halnya organisai-organisaai lainnya.
Sebagai gantinya, Jepang membentuk Majelis Syuro Musolim Indonesia (masyumi).
Gabungan Politik Indonesia (Gapi)

Berdirinya Gabungan Politik Indonesia (Gapi) dilatarbelakangi


adanya penolakan petisi Sutarjo dan gentingnya situasi internasional menjelang
pecahnya Perang Dunia II. Gapi bukanlah sebuah partai, melainkan hanya sebuah wadah
kerja sama partai-partai. Gapi berdiri tanggal 21 Mei 1939. Partai-partai yang tergabung
dalam Gapi antara lain Gerindo, Parindra, Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII dan
Persatuan Partai Katholik (PPK).
Berikut ini ada beberapa alasan yang mendorong terbentuknya Gapi.

1. Kegagalan petisi Sutarjo. Petisi ini berisi permohonan agar diadakan musyawarah
antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia
diberi pemerintahan yang berdiri sendiri.
2. Kepentingan internasional akibat timbulnya fasisme.
3. Sikap pemerintah yang kurang memerhatikan kepentingan bangsa Indonesia
Gapi menuntut hak untuk menentukan nasib dan pemerintahan sendiri. Pada kongres yang
pertama tanggal 4 Juli 1939 Gapi menuntut Indonesia berparlemen. Tuntutan GAPI dijawab
Pemerintah dengan pembentukan Komisi Visman pada bulan Maret 1941. Komisi yang
diketuai Visman ini bertugas mengetahui keinginan kelompok masyarakat Indonesia dan
perubahan pemerintahan yang diharapkan. Namun Komisi ini hanya menampung hasrat
masayarakat Indonesia yang pro pemerintah dan masih menginginkan Indonesia tetapi
dalam ikatan Kerajaan Belanda. Hasil penyelidikan Komisi Visman tidak memuaskan. Komisi
hanya sekedar memberi angin atau berbasa-basi kepada kaum nasionalis Indonesia dan
tidak sungguh-sungguh menanggapi perubahan ketatanegaraan Indonesia.

Sebelum hasil Komisi Visman diwujudkan, Jepang sudah tiba di Indonesia. Meskipun
demikian pihak Indonesia telah sempat mengusulkan 3 hal, yaitu :

1. pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri;


2. penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang Dewan Rakyat;
3. pergantian kata Inlander (pribumi) menjadi Indonesier.
Untuk menguatkan dan mensukseskan perjuangan GAPI yaitu “Mencapai Indonesia
Berparlemen”, maka kaum pergerakan mengadakan kongres. Kongres Rakyat Indonesia
(KRI) yang sebelumnya hanyalah kata kerja/kegiatan (verb) kemudian dirubah menjadi
seolah-olah sebuah badan perwakilan (parlemen) bagi bangsa Indonesia.
Anggota KRI di antaranya: 1. Partai Indonesia Raya (Parindra), 2. Gerakan Rakyat Indonesia
(Gerindo), 3. Paguyuban Pasundan, 4. Persatuan Minahasa, 5. Persatuan Perkumpulan
Pemuda Indonesia (PPPI), 6. Kongres Perempuan Indonesia (KPI), 7. Istri Indonesia (II), 8.
Persatuan Djurnalis Indonesia (Perdi), 9. Persatuan Politik Katolik Indonesia (PPKI), 10.
Persatuan Hindustan Indonesia (PHI), 11. Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), 12. Partai
Islam Indonesia (PII), 13. Partai Arab Indonesia (PAI), 14. Muhammadiyah, 15. Persatuan
Muslimin Indonesia (Permi), 16. Persatuan Islam (Persis), 17. Nahdhatul Ulama (NU), 18.
Gabungan Serikat Pekerja Indonesia (Gaspi), 19. PBMTS, 20. Partai Persatuan Indonesia
(Parpindo), 21. Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), kemudian yang berasal dari organisasi
Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri (PVPN)
Bab III
Kesimpulan

lahirnya pergerakan nasional indonesia tidak terlepas dari peristiwa -peristiwa dibenua asia
saat itu.
a. )faktor intern
1) adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan sehingga
menimbulkan tekad untuk menentangnya.
2) adanya akan kemenangan di masa lampau.
3) munculnya kaum inteluktual yang kemudiaan menjadi pemimpin pergerakan nasional.

b.)faktor ekstern
1) adanya all indian national congress 1885 dan ghandisme di india.
2) adanya gerakan turki muda1908 diturki.

3) adanya kemenangan jepang atas rusia 1905 menyadarkan dan membangkitkan bangsa -
bangsa asia untuk melawan bangsa-bangsa barat.
4) munculnya paham paham baru dieropa dan amerika yang masuk ke indonesia.seperti
demokrasi,ribelalisme,dan nasionalisme mempercepat timbulnya nasionalisme indonesia.

Volksraad atau “Dewan Rakyat”, adalah lembaga perwakilan di Hindia Belanda, yang di


bentuk tahun 1918. Volksraad ini dibentuk untuk memberi perwakilan pada rakyat di Hindia
Belanda (nama Indonesia saat penjajahan Belanda).  

Volksraad memiliki 60 anggota: 30 perwakilan dari berbagai kelompok pribumi, 25


perwakilan dari orang Eropa, dan 5 perwakilan dari orang Cina, Arab dan orang Timur Asing
lainnya. Volksraad menjabat selama 4 tahun. Anggota Volksraad sebagian dipilih, sebagian
ditunjuk oleh pemerintah kolonial.

Tokoh nasional, terutama dari pergerakan yang bersifat moderat, menempuh perjuangan


secara kooperatif (bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda), mengirimkan
perwakilannya untuk duduk di Volksraad.  
Organisasi organisasi pergerakan pada masa periode bertahan
Beberapa organisasi penting yang ada di periode ini adalah GERINDO (Gerakan
Indonesia), PARINDRA (Partai Indonesia Raya), GAPI (Gabungan Politik Indonesia), dan
Taman Siswa (National Onderwijs Instituut).

Anda mungkin juga menyukai