Anda di halaman 1dari 27

ASAL USUL SENDANG KALIMAH TOYYIBAH

Disusun oleh:
1. Nur Auliani (13010114130058)
2. Wahyu Dwi Astuti (13010114130060)
3. Muhammad Fajar Hardian (13010114130061)
4. Eva Yunita Sari (13010114130063)
5. Devi Ayu Anggraeni (13010114130065)

FAKULTAS ILMU BUDAYA


JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah matakuliah Sastra
Lisan.Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi ujian akhir semester
matakuliah Sastra Lisan.
Dalam proses penelitian, kami mengunjungi Desa Nyatnyono tepatnya di
Sendang Kalimah Toyyibah. Ini bertujuan untuk mencari tahu cerita asal-usul
Sendang Kalimah Toyyibah yang tersebar di masyarakat sekitar hingga
terangkum menjadi cerita yang utuh.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai sastra lisan. Kami juga menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah kami di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semarang, 26 Desember 2015

Penyusun

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
2.1 Narasumber, Transkripsi dan Translasi .................................................... 3
2.2 Kategori Hasil Wawancara ..................................................................... 20
2.3 Cerita Lengkap Menurut Penelitian (Sinopsis) ...................................... 21
2.4 Fungsi Sosial .......................................................................................... 21
2.5 Manfaat Cerita ........................................................................................ 22
BAB III ................................................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 23
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sastra lisan merupakan suatu ujaran lisan yang menceritakan tentang asal-
usul terjadinya suatu daerah atau suatu tempat. Sastra lisan biasanya hidup dan
berkembang dikalangan masyarakat pedesaan yang rendah akan tingkat
pendidikan masyarakatnya. Sastra lisan dapat hidup dan berkembang dengan cara
diwariskan dari satu generasi ke genrasi berikutnya dan disampaikan secara lisan
dari mulut ke mulut.

Karya sastra merupakan hasil cipta seseorang yang berisikan suatu


peristiwa atau cerita yang di dalamnya memuat nilai-nilai atau ajaran moral
dengan menggunakan bahasa yang indah namun cukup jelas untuk dipahami.
Karya sastra dalam sastra lisan biasanya berceritakan tentang terjadinya suatu
tempat dan juga berkaitan dengan asal-usul pemberian nama pada tempat tersebut.
Semakin rendah pendidikan warga masyarakat di desa tersebut maka sastra lisan
dapat hidup dan berkembang dengan baik, karena semakin rendah pendidikan
masyarakat di desa tersebut maka sastra lisa dapat hidup dengan baik.

Namun saat ini perkembangan zaman membuat hampir semua orang


bahkan yang hidup di daerah pedesaan sudah mengenyam bangku pendidikan
karena program wajib sekolah yang diadakan oleh pemerintah. Selain itu
perkembangan zaman menuntut semua warga dunia untuk dapat menguasai
teknologi yang sanggat canggih pada saat sekarang ini agar tidak tertinggal
dengan negara lain.

Oleh sebab itu, kami melakukan penelitian di suatu desa agar dapat
mengetahui bagaimana perkembangan sastra lisan yang ada di daerah tersebut.
Penelitian kami kali ini adalah asal usul Sendang Kalimah Toyyibah yang ada di
Desa Nyatnyono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana asal usul Sendang Kalimmah Toyyibah menurut masyarakat
sekitar Desa Nyatnyono?
1.2.2 Bagaimana keberadaan sastra lisan di desa Nyatnyono?
1.2.3 Bagaimana cerita lengkap berdasarkan penelitian atau sinopsis?
1.2.4 Apakah fungsi sosial sastra lisan bagi masyarakat?
1.2.5 Apakah manfaat cerita?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Mengetahui asal usul Sendang Kalimmah Toyyibah menurut
masyarakat sekitar Desa Nyatnyono
1.3.2 Mengetahui keberadaan sastra lisan di desa Nyatnyono
1.3.3 Mengetahui cerita lengkap berdasarkan penelitian atau sinopsis
1.3.4 Mengetahui fungsi sosial sastra lisan bagi masyarakat
1.3.5 Mengetahui manfaat cerita

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Memahamiasal usul Sendang Kalimmah Toyyibah menurut
masyarakat sekitar Desa Nyatnyono
1.4.2 Memahamikeberadaan sastra lisan di desa Nyatnyono
1.4.3 Memahamicerita lengkap berdasarkan penelitian atau sinopsis
1.4.4 Memahami fungsi sosial sastra lisan bagi masyarakat
1.4.5 Memahamimanfaat cerita

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Narasumber, Transkripsi dan Translasi


2.1.1 Narasumber 1
Nama Narasumber : K.H Azhari (KHA)
Umur : 48 Tahun
Pekerjaan : Pekerja Serabutan
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Desa Nyatnyono, Kec. Ungaran, Kab. Semarang

Transkripsi
Team : Dari informasi yang saya dapatkan, apakah benar kalau bapak
itu masih ada keturunan dengan Hasan Munadi dan Hasan
Dipuro, apakah itu benar?
KHA : Ya, bisa jadi begitu. Karena saya memanggil mbah kan berarti
saya cucunya, mbah hasan begitu.
Team : Terkait garis keturunan tadi, Kyai. Hasan itu kakeknya Bapak
Azhari?
KHA : Kakek yang sudah ke- delapan. Keturunan Raden Fatah, pada
masa Raden Fatah, masa kerajaan islam pertama kali, berarti
sudah 5 abad.
Team : Lalu terkait sama sendangnya, asal-usul nama dusun Nyatnyono
ini bagaimana awalnya?
KHA : Wah, panjang itu. Kaitanya dengan keberadaan beliau, Mbah
Hasan Munadi, karena dulu beliau dengan Raden Fatah itu
bersama-sama nyantri. Temen ngaji di Sunan Ampel Surabaya.
Ketika selesai diberi wejangan oleh Sunan Ampel, nanti kalau
kamu ke barat, Surabaya kan Malang Timur, berarti kan kalau ke
barat ke Jawa Tengah. Nanti kalau kamu sampai ke Glagah
Wangi itu, yang satu yang Raden Fatah kamu berenti disitu di
dekat pesantren, yang satu berjalan terus sampai di tempat ini. Ini

3
dulu masih hutan belantara ya, ada rumah beberapa aja. Nah
ketika beliau mau melaksanakan misi dakwah nya sebelum beliau
terjun di lapangan, dia, di atas gunung sana, kalau orang sekarang
bilang bertapa atau semedi di atas gunung, namanya gunung
Sukroloyo. Ketika beliau sedang capek 100 hari mau bangkit dari
tempatnya itu, beliau melihat ada sebuah replika masjid yang
sudah bagus. Maka kalau orang jawa mau menyat, ono. Mau
menyat itu mau bangkit, kok ada. Namanya nyatnyono. Itu
berkaitan dengan perjuangan beliau. Makanya desanya
dinamakan Nyatnyono.
Team : Di atas sana kan ada makam, makam Hasan Dipuro sama Hasan
Munadi. Terkait makam itu, kan ada sendang juga. Itu kira-kira
antara makam sama sendang itu ada hubungannya gak?
KHA : Ada, ketika tahun 85 masjid peninggalan beliau yang direhab
itu, namanya Masjid Subulussalam, yang artinya jalan untuk
menuju keselamatan. Subulus itu jalan, salam itu selamat.
Assalamualaikum kan selamat buat kamu. Itu ketika tahun 85
karena disini masyarakatnya ekonomi nya terbelakang. Jalan
masih belum diaspal, ketika itu orang diajak untuk merehab
masjid. Merehab yang ketiga, yang saya alami sekarang ini rehab
yang ke empat, ini baru 25 tahun saya bongkar lagi. Ketika itu
memang masjidnya sudah parah. Kemudian bapak saya yang jadi
panitia masjid, ketika dulu menteri agamanya Munawir Dzali,
sudah mengajukan proposal dari kecamatan, kabupaten, sampai
menteri agama tidak ada tanggapannya. Kemudian ke kyai yang
namanya Mbah Ahmad Abdul Haq sama Mbah Hamid itu. Beliau
bilang, mau bangun masjid tinggalnya wali kok minta-minta, wali
tuh kaya. Nanti akan terjadi hal-hal yang tidak kamu sangaka.
Bapak saya bingung, wali kok bisa bikin kaya, kaya apa? sudah
bongkar saja masjidnya. Pada waktu itu masyarakat hanya ditarik
10-50 ribu rupiah. Uang sudah hampir habis. Tau-tau ada orang
bilang dia sakit , bertanya bisa berobat dimana ya, lalu dijawab

4
kamu cari air disampingnya makam wali Hasan Munadi, itu ada
air keramat. Itu termasuk kalo orang islam percaya kalo ada wali
ada keramat. Kalo yang selain hadist nabi biasanya ga ada kata-
kata wali. Itu orang yang datang ketempat air itu, mandi, dia sakit
gatal, sembuh. Bilang sama orang-orang. Seperti kejadian Ponari
persis, orang datang siang-malam. Yang dulunya di kotak hanya
ada 20 ribu sampe 100 ribu sampe 1 juta sampai sehari 12 juta.
Orang suruh menghitung uang sudah payah. Orang yang dulu
rumahnya pake papan sekarang bisa dilihat sudah ditembok.
Akhirnya tidak hanya masjid saja yang dibangun, tapi jalan,
penerangan, orang sekampung juga dapat. Hanya sekitar satu
tahun berbalik 360 derajat. Apa yang dikatakan beliau berdua,
benar juga. Kalau dikatakan apa itu ada korelasi nya dengan
makam? Ya jelas, yaitu ketika masjid peninggalan beliau
dibangun, kalau kata orang yang jernih hatiya itu keramatnya
beliau yang diperlihatkan. Saya melihat langsung pada waktu
dulu, orang yang gabisa jalan abis mandi bisa jalan. Kalau di
Islam itu Isra Miraj nya Nabi. Itulah kekuasaan Allah hanya
dengan mandi orang sudah bisa jalan.
Team : tadi kan bapak bilang ada orang yang mula-mulanya dia sakit
dan bertanya berobat dimana, nah itu siapa? Dari masyarakat
sendiri, diketahui atau tidak siapa orang tersebut?
KHA : Orang luar. Orang sini malah tidak tahu kalau air itu ada
khasiatnya. Bapak saya ketika itu, bingung kenapa tempat ini
didatangi orang banyak. Tanya lagi kesana ke tempat mbah
Hamid, di Magelang. Katanya itu dari tempat itu kamu akan dapat
uang banyak. Makanya waktu pertama kali soan kesana, wali itu
kaya, kita bertanya-tanya apa yang kaya, hanya usaha kaya gitu
kok bisa kaya? Ternyata ada air, yang didatangi orang, beramal,
orang sini jualan jasa apa saja bisa laku dapat uang.

5
Team : Saya pernah baca di suatu web, sendang itu muncul karena
tongkat milik hasal munadi yang dipukulkan ke tanah lalu muncul
air?
KHA : Oh, ndak. Ndak benar. Air itu sudah ada sebelum Hasan Munadi
datang kesini. Kalau air sama Hasan Munadi entah dahuluan
mana datangnya tapi sudah ada kecil dulu. Taunya kalau ada air
itu ada khasiatnya diberitahukan oleh dua orang, namanya mbah
Ahmad Abdul Haq sama.. kalau itu ndak benar, saya juga pernah
baca. Yang benar ada air itu kemudian yang memberi tahu kedua
beliau itu dalam rangka membangun masjid. Kemudian tidak
hanya masjid saja, jalan raya juga.
Team : Bisa diceritakan riwayat Hasan Munadi dan Hasan Dipuro
waktu bergurunya di Sunan Ampel sampai bisa kesininya?
KHA : Ya itu karena diwangsit oleh guru suruh berdakwah, yang satu
itu mendirikan pesantren di Demak namannya Glagah Wangi
yaitu Raden Fatah yang kemudian menjadi kerajaan Islam
pertama, yang kedua nyampe sini, dulu masih hinduisme,
budhaisme, kalau orang dulu kan orang kejawen, masih kuat
kejawennya. Ada kaitannya semua dengan beliau ada desa Gogek,
Gintungan, Samblaten, Nagrik, Dampryak, ada kaitannya dengan
dia, sampai di Salatiga, Semarang ada terus. Orang-orang yang
berjuang yang ala Islam yang orang-orang dulu dan sebagainya
rata-rata masih berkaitan dengan beliau semua.
Team : Lalu Hasan Munadi dan Hasan Dipuro masih keturunan wali apa
bukan ya?
KHA : Oh itu dari Majapahit. Oh iya, kalau marga wali itu masih. Dulu
beliau keluar dari majapahit kemudian beliau mengikuti Sunan.
Team : Bisa diceritakan tentang Hasan Munadi dan Hasan Dipuro
mereka meninggalnya itu tahun kapan?
KHA : Kalau tahunnya, yang jelas itu kalau pas haul. Haul kan ada.
Haul itu yang ke hampir 5 abad. Kehidupan di kerajaan kemudian
keluar dari kejaraan berguru ke Sunan Ampel bersama Raden

6
Fatah sampai ke Nyatnyono ini sampai akhirnya, beliau pada
waktu itu pernah berpoligami, satu istrinya disini, satu istrinya di
Ponorogo. Hasan Dipuro itu putra dari Hasan Munadi dari istri
yang tua. Nah dari istri pertama, dari istri kedua ga punya anak.
Meninggalnya di Ponorogo, kemudian oleh putranya diambil pada
tanggal 21 ramadhan secara wali, artinya tidak kaya dibongkar
segala macamnya, tidak. Ketika tanggal 21 ramadhan makanya,
haul. Haulnya tanggal 21 ramadhan. Mulai tanggal 18, 19, 20, 21
itu puncaknya tanggal 21 ramadhan. Yang datang itu biasanya
para habait, para kyai-kyai. Kemudian beliau, Hasan Dipuro,
putra, kenapa tidak didampingi oleh sang ayah, dalam bahasa
santri itu dalam rangka tata karma karena pangkatnya lebih tinggi,
dia sebagai ayah juga sebagai guru, untuk menghormati.
Team : Bagaimana bisa orang tahu air tersebut punya khasiat?
KHA : Ya, itu dari mulut ke mulut. Bahkan ada yang lewat impian
(mimpi). Ada kemarin orang Jakarta, staff menteri keuangan,
datang kesini, sekeluarga. Saya melihat ada, persis seperti impian
saya, ada air begini. Anaknya kena narkoba. Kalau orang tahu
sekarang buka website, udah ada semua itu di internet.
Team : Nama sendangnya sendiri itu kan sendang kalimah toyyibah,
bisa diceritakan asal-usul nya?
KHA : Oleh beliau berdua tadi, dibuat sarana dakwah. Orang siapapun
boleh mandi boleh berobat. Kalimah tayyibah itu kan la illaha
illallah, harus baca syahadat dulu Ashyhadu allaa ilaaha illallah
wa ashyhadu anna Muhammadar rasuulullah paling tidak dia
harus islam. Makanya dikatakan sendang kalimah toyyibah tujuan
nya untuk mengislamkan orang yang belum islam.

7
2.1.2 Narasumber 2
Nama : Nuriah (N)
Pendidikan : Tidak tamat SD
Umur : 79 tahun
Alamat : Desa Nyatnyono, Kec. Ungaran, Kab. Semarang

Transkripsi
Team : Asal usul Desa Nyatnyono niku pripun ?
N : Kula mboten ngertos. Mboten ngertos asal usule
Team : Bagaimana orang tahu kalau di situ ada sendang ?
N :-
Team : Pripun ceritane Hasan Munandi lan Hasan Dipuro ?
N : Nggeh ngertos namine ning sejarahe mboten ngertos. Karang
tiang sepuh mboten sekolah.
Team : Sak ngertose mbah mawon ?
N : Sak ngertose mbah niku ngih Mbah Hasan Munadi lan Hasan
Dipuro
Team : Riwayate niku pripun mbah ?
N : Damel ziarah-ziarah, kula mboten ngertos.
Team : Kala riyen mboten wonten cerita-cerita ?
N : Mboten enten
Team : Cerita rame-ramenipun masyarakat dateng ting mriki banjur siram
ting sendang ?
N : Niku wau ne lare sekolah ajeng yaroh njur niku mbah Dul
Khamid. Nyuwun barokah Mbah Dul Khamid ken siram ting
sendang.

Translasi
Team : Bagaimana asal usul Desa Nyatnyono ini ?
N : Saya tidak tahu. Tidak tahu asal usulnya.
Team : Bagaimana orang tahu kalau di situ ada sendang ?
N :-

8
Team : Bagaimana riwayat tentang Hasan Munandi dan Hasan Dipuro ?
N : Ya tahu namanya saja, tapi sejarahnya tidak tahu. Karena saya
orang tua tidak sekolah.
Team : Sedikit yang Mbah tahu saja ?
N : Saya hanya tahu kalau ada Mbah Hasan Munadi dan Hasan
Dipuro di desa ini.
Team : Riwayatnya itu bagaimana mbah ?
N : Untuk berziarah-ziarah orang-orang, tapi saya kurang tahu.
Team : Dulu tidak ada cerita-cerita di desa ini ?
N : Tidak ada.
Team : Ceritatentang orang yang datang berkunjung ke sini untuk mandi
di sendang itu?
N : Dulu ada anak sekolah ingin berziarah lalu atas saran dari Mbah
Dul Khamid disuruhlah anak itu untuk mandi di sendang.

9
2.1.3 Narasumber 3
Nama : Isdadi (I)
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : Paket C
Alamat : Desa Nyatnyono, Kec. Ungaran, Kab. Semarang

Transkripsi
Team : Bagaimana kisah tentang tongkat yang ditancapkan ke tanah ?
I : Tongkat mbah Hasan Munadi bukan air yang di sini, tetapi air
yang di atas gunung, di Sentroloyo (ada di atas gunung). Ceritanya
dulu sudah dilakonkan di grup ketoprak yang ceritanya di tusuk
dengan keris namun ditusuk beneran. Yang di gunung ceritanya
Mbah Ali sebelum membangun masjid, dia bertapa di gunung.
Lalu sebelum dapat ini tu yang apa ya, sebelum turun, sebelum
menyelesaikan itu tu ada kolongan untuk bedug nah lalu di sini
dinamakan nyatnyono tu mau pergi tiba-tiba sudah ada kolong
bedug itu. Mau menyat tapi tiba-tiba ada di sini tu seperti itu. Jadi
dinamakan desa nyatnyono itu mau menyat istilahnya mau pergi
tapi tiba-tiba sudah ada nah itu kolong bedug yang mau dibuat
bedug. Itu sebelum membuat masjid ini.
Team : Dahulu posisi bedug itu di mana ?
I : Di dalam masjid ini. Dulu untuk memberi tanda kalau datangnya
waktu sholat. Bedug itu untuk memberi tanda kalau waktu sholat
itu sudah tiba, kalau enggak kentongan ya bedug. Terus ceritanya
itu kan di sini banyak orang asli sini yang non muslim semua.
Seperti tokoh yang di atas itu, Mbah Wilis, Mbah Broto Kusumo,
Mbah Hajar Buntit yang dikejar mbah Wali sampai ngumpet di
dalam batu. Batunya di sana, di Jambon sana. Namanya ngumpul.
Ceritanya itu Mbah Hajar Buntil bersembunyi di dalam batu tapi
karena ketahuan, kepalanya dipegang, badannya diinjak terus bisa
keluar di desa ngumpul.

10
Kalau cerita ada sumber air sumber air tu ceritanya sama Mbah
Broto Kusumo itu perang atau istilahnya adu kesaktian kalau di
sini kan dulu orang ngangsu. Kalau Mbah Broto Kusumo itu
ngangsu pake keranjang mataero. Keranjang yang biasanya untuk
membawa rumput itu untuk mengambil air, nah ada kesaktiannya.
Nah terus dilempar pake bakiak, dadi pecah itu dinamakan gentong
pecah itu juga Cuma cerita rakyat.
Terus sama Mbah Wali sini tu kan ini ngangsu ga usah angel-angel
iki lho banyu lha itu ntesnya itu ditancapkan ke tanah keluar iar
sampai sekarang itu ya ga besar walaupun kemarau, walaupun
musim hujan tetap mengalir airnya yang sekarang menjadi sumber
air ngipik yang kemarin sempat terkenal tapi jadi kontrovensi terus
Team : Ada yang bertapa itu siapa ?
I : Mbah Hasan Munadi yang bertapa di atas, istilahnya mencari
ilham waktu dia (Mbah Hasan Munadi) keturunan Majapahit masih
sepupunya Raden Fatah. Itu kalau ditarik urutan masih ada
hubungannya dengan dengan wali 9.
Team : Awal mula orang tahu ada sendang ?
I : Ya itu tadi, orang sepantaran emak saya saja sudah enggak begitu
memperdulikan air itu. Air itu setelah ada yang bilang ada khasiat
dan manfaatnya setelah rehap masjid ini. Terus mnah Haji berdua.
Mbah Abdul Kamid dan Mbah Mad itu yang memberi tahu. Itu
yang memberi nama sendang Kalimah Tayyibah yaitu Mbah Abdul
Khamid dan Mbah Mad. Itu yang tahu kalau sendang itu ada
khasiatnya.
Team : Berarti air yang di sendang dan yang ditancapkan tongkat itu
berbeda ya ?
I : Iya
Team : Air yang ditancap tongkat itu hingga kini apakah masih ada ?
I : Masih ada. Masih mengalir di sana. Di atas gunung sana.
Team : Apakah air itu masih utuh dan tidak dimanfaatkan ?

11
I : Masih utuh dan tidak dimanfaatkan. Kemarin yang di Ngipik sana
kan menjadi tempat wisata. Tempatnya sebenarnya bagus cuma
kan pihak perkebunan situ kan kebertan jadi daerah yang terlalu
bebas. Jadi orang pasangan-pasangan dan nggak bener di situ
banyak. Kan di stu perkebunan jadi efeknya di situ jadi nggak baik.
Terus ditutup. Jadi kebunnya juga ditutup. Orang yang mau masuk
ke sana pun bisanya Cuma jalan kaki. Kalau dulu kan akses motor
kalau dari sini bisa kalau dari sana juga bisa dari mana-mana bisa.
Tapi sudah ditutup jadi harus lewat jalan utama. Jadi tahu siapa
saja yang naik ke sana dan tidak sembarangan. Itu yang di Ngipik
yang di ambil dari tongkat Mbah Hasan Munadi.
Kalau di sini memamng dari dulu sudah ada sendang. Sendangnya
itu namanya sendang Luh karena dulu di atas sendang itu ada
pohon luh. Pohon Luh itu seperti apa saya juga enggak tahu. Emak
saya tahu atau enggak juga saya kurang paham.
Kula mboten natih mrika o mas
La mbiyen ndak ana wit luh ting mrika ?
Ya ana, wee mbah Amat. Tegale Mbah Amat. Aku yo sobo larik
kana mbiyen
Berarti wong mbiyen nek golek tombo yo ning sendang kono
mbiyen? Pancen ana ?
Yo pancen ana. Godonge, wuhe isa gawe tombo.
Orang jadul kan obatnya seperti itu, jadi alami. Dulu kan istilahnya
waktu PKI masih eksis di sini bumi kan dibuka. Jadi untuk
pertanian. Jadi kalau musim hujan longsor semua. Jadi di sini
banjir bandang. Sungai itu yang sekarang jadi sendang dulunya
lebih tinggi dari kampung yang ada di sebelah bawah jadi sangat
membahayakan. Jadi tahun 80-an itu dari pemerintah berinisiatif
mengambil batu dan menggali hingga dalam agar tidak
membahayakan kampung situ. Setelah itu baru kelihatan airnya
setelah digali. Dulunya kan tertutup banjir bandang itu hilang
sendangnya. Nah sendang luh itu kan hilang. Tidak kelihatan

12
setelah itu digali diambil batu dan tanahnya untuk kebutuhan
membangun jalan baru setelah itu baru kelihatan lagi. Sendangnya
itu baru kelihatan lagi tetapi pohon luhnya itu sendiri sudah hilang
karena terkena banjir bandang.
Team : Berarti mata air yang ada di sendang ini munculnya secara alami
ya pak ?
I :Iya memang alami. Nggak ada unsur magis. Memang sudah ada
sejak zaman bahulak kan istilahnya. Pohon Luh saja dibilang
kawak, berarti kan saking tuanya itu namanya orang-orang di
bilang kawak karena pohon itu telah hidup turun temurun dari
generasi satu ke generasi lain.
Team : Ada hunungan atau tidak antara pohon itu dengan Mbah Hasan
Munadi ?
I : Enggak ada. Pohon luh itu ya seperti pohon lain, seperti pohon
puli yang diambil kulitnya untuk jamu, pohon kayu putih untuk
diambil kayunya, pohon untuk bumbu itu (kayu manis). Jadi
enggak ada kaitannya. Yang ada kaitannya itu ceritanya sendang
itu sama mbah wali sini. Tapi saya sendiri kurang tahu kaitannya
bagaimana.
Team : Kira-kira sendang itu mulai terkenalnya tahun berapa ?
I : Tahun 1986. Sementara Mbah Hasan Munadi itu haulnya sudah
hampir 500 tahun. 4 haulnya itu sudah 484 kalo enggak salah. Jadi
hampir 500 tahun wafatnya. Tapi masa kehidupannya kan sebelum
itu. 500 tahun lebih jadi abad ke 15-an. Ya bebarengan dengan wali
9, kan sebelumnya bangun masjid Demak, Mbah Hasan sini kan
suruh sambatan ke masjid Demak sana. Masjid yang di Demak
salah satu tatal sokonya itu diambil untuk mebmbangun masjid di
sini. Masjid ini dulu tatalnya cuma satu dan mengambil dari masjid
sana. Maka dulu masjid ini dinamakan saka tiang karena terdiri
dari satu tiang ceritanya seperti itu. Jadi sebelum masjid Demak
berdiri, Mbah Hasan Munadi sudah membuat masjid di sini.

13
Team : Apakah ada hubungannya antara Kiyai Abdu Kamid dengan
Mbah Hasan Munadi ?
I : Itu saya enggak tahu. Itu yang jelas kan mereka itu mbah kyai
sepuh. Jadi yang memberi solusi kalau ada pembangunan, kalau
mau bangun masjid, kalau punya kesulitan misalnya, istilahnya
minta petunjuk dengan sana bagaimana baiknya. Itu saja yang saya
tahu kalau Mbah Amat itu masih ada keturunannya. Kalau
keturunannya Mbah Hasan Munadi ini kan banyak hampir di
sekitar sini ada bahkan hingga ke Solo.
Team : Kapan meninggalnya Mbah Abdul Khamid ?
I : Meninggalnya itu pada tahun 90-an. Saya kurang tahu
Team : Berarti masyarakat di sini mengetahui sendang itu berkhasiat dari
pohon luh bukan dari Mbah Abdul Khamid ?
I : Masyarakat di sini memang dari dulu sudah mengetahui sedang
itu berkhasiat dari pohon luh itu sudah sejak dulu. Sebelumnya
mbahmbah dulu sudah mengenal sendang itu sama pohon luh.
Jadi orang dulu belum mengaitkan antara sendang dengan
keberadaan wali walaupun agama islam sudah masuk di desa ini
tapi masyarakat di sini kebanyakan masih islam abangan atau islam
namun belum sepenuhnya memaknai islam.

14
2.1.4 Narasumber 4
Narasumber : Mbah Sukeri. (MS)
Usia : 90 tahun.
Pendidikan : Tidak lulus SD (3 SD).
Pekerjaan : Tetua atau sesepuh.
Alamat : Desa Nyatnyono, Kec. Ungaran, Kab. Semarang

Transkripsi
Team : Dados pripun asal muasal sendang ing mriki?
MS : Riyin sak derenge wonten sendang, ing mriku wonten wit luh.
Sak mlebete wit niki saged diisi 9 wong. Menawi wonten tiang
sakit, niku dipendhetke likane kalih pupuse kalih uwohe niku
banjur dirujak lan alhamdulillah penyakit napa mawon
dipunparingi jodho. Pramila tiyang ing Ngaran niki menehi
jenenge luh dukun. Wit niku diarani dukun. Wite niku ical tahun
1939 menawi wonten banjir bandang kaliyan tanah longsor.
Menawi tahun 1985, masyarakat ajeng bangun masjid, niku wonten
toya saking tabet wit luh. Tiyang mriki mboten ngertos kegunaane.
Niku dienggo siram ngangge mendha ingkang sekedhik. Badhe
sareng nyuwun barokah Mbah Ahmad ajeng mbangun masjid,
tiyang mriki urunane kaping pisan 20 ewu, kaping pindho 15 ewu,
kaping tiga 10 ewu tiyang setunggal. Namung dusun Krajan
mboten sak kabehe tiyang dusun urunan niku sampun dikumpul
lajeng amal jariyah pun ditumpuk. Delalah dawuhe Pak Kyai niku
tasih wonten sing kasempit. Wong kula niku tasih golongan masjid
kasebut.
Nek umur sepuhe kula ning...
Dik, niki pripun...
... Yo duko... Kasempit pripun?

15
Mpun, sakniki kula ngaten, bar bodo ditandhangi. Upami... enjing
wau niku bodo syawal, njur enjing-enjing sowan wonten Mbah
Mad ajeng nyuwun barokah jeng mbangun masjid.
Mbah Mad dhawuh ngaten: Sampean dhawuh nggone mbahe Dul
Hamid..., lha mengko Mbah Dul Hamid tindak enjing nopo..
Sanes dinten sowan ing Mbah Dul Hamid lajeng kajuran niku.
Mbah Dul Hamid ngomong: Nopo niku tiang Golkar i Mbah?
Ngopo mrene? Nggih sepindah sematuraken ajeng nyuwun
barokah kangge mbangun masjid? Yoh mbangun. Yoh mbangun.
Masjid yo tetep masjid. Lha masjid wau lajeng damel enjing
nopo? Dzul hidjah tanggal 7, Kamis Pahing aku tekan kono.
Mbah Hamid ngaten. Lha terus kula mriki malih nopo mboten?
Ora usah, aku wis duwe motor 2. Ngaten Mbah Dul Hamid.
Lajeng pamit, Ora usah, ayo ziarah sek nggene Mbah Puguk.
Pun sareng pun bar ziarah niku wangsul ing Mbah Dul Hamid,
mature ing Mbah Mad Mpun tindak ing Mbah Dul Hamid?
Sampun. Mbenjang nopo Mbah Dul Hamid tindak mriko?
Dzul hidjah tanggal 7, Kamis Pahing, Mbah Dul Hamid lajeng
tindak mriko. Nggih mpun, sok mben tak ndherekke mriko.
Ngaten Mbah Mad.
Estu, dzul kaidzah tanggal 7, Kamis Pahing niku tiyang mriki sing
nunggoni Mbah Dul Hamid kalih Mbah Mad niku sampun kathah.
Jam setengah setunggal dugi niku Mbah Mad kalih montor, Mbah
Dul Hamid kalih montor. Setengah setunggal dugi mriki diaturi
pinarak nggen Pak Lurah sawonten niku padeke terminal. Setengah
kalih, medhal saking Pak Lurah terus langsung ten makom.
Sak lebete dzikir laa ila haillallah niku Mbah Mad niku mandhel
mawon laa ila haillallah, ngaten. Jam setengah tiga mandhap
saking makom. Kok wau lek sholat mboten dikeyengke kok malah
let sholat dzuhur niku ing masjid niku... kaleh sholat.
Sampun badha sholat dzuhur, njur let sekecap sholat ashar, Mbah
Dul Hamid ngendikane ngaten, Kyai, iki mbangun masjid njur

16
mbangunen, tinapi sokongane we luhurna, luhurke sak tengah
meter karepmu semeter yo karepmu, kudu kok luhurke. Ning
sanajan kok pasangke meneh kudu sak panggone kuwi. Dadi
tembok nopo niku mboten rubah, nggene niki dibongkar nggih
dibakohi ngaten mawon.
Estu, terus mpun mulai niku, bongkar Kamis Pahing niku, tiyang
saking kathahe tiyang. Lha wong niki masjid niki serambine kalih
tanggap, kolahe niku setanggap, niki ler masjid niki wonten
serambi panjang setanggap. Niku mboten ngantos tengah jam niku
rampung saking akehe tiyang. ... ...
Lha kok Kamis Pahing sonten niku mbongkar, kok jumlah ndalu
tiyang kiwo tengen katon dolang ting mriku...
... Niku nggon sendang nggon luh mbiyen kae. Ngger nggen
sholat ting mriki kaleh kula ngaten. Pak mbok dikei kothak.
Lha dangu-dangu sing sholat mriki niku angger sing siram niki
ngaten. Pak Kyai nggih kalih kula ngaten, Kyai, lha saiki sing
sholat kathah. Mbok dikei kothak kangge mlebet ting mriki lho.

Translasi
Team : Lalu bagaimana asal muasal sendang di sini?
MS : Dulu sebelum terdapat sendang, di sana terdapat pohon luh.
Ukuran pohon itu setara dengan sembilan orang yang melingkar.
Pada zaman dahulu, jika ada orang sakit, diambilkan kulit, pucuk,
dan buah dari pohon tersebut, lalu dirujak dan alhamdulillah
penyakit apa saja diberikan kecocokan (kesembuhan). Oleh karena
itu, orang di Ungaran memberi nama pohon tersebut dengan nama
luh dukun (pohon dukun). Pada tahun 1939, pohon tersebut
pernah hilang setelah bencana banjir bandang dan tanah longsor
melanda Desa Nyatnyono.
Pada tahun 1985, masyarakat akan membangun masjid. Di
dekat lokasi di mana masjid tersebut akan dibangun, terdapat
pohon luh yang dapat mengeluarkan air. Masyarakat sekitar tidak

17
mengetahui kegunaannya. Air tersebut dimanfaatkan untuk mandi
saat air di daerah tersebut sedang surut.
Sebelum membangun masjid, masyarakat sekitar meminta doa
kepada Mbah Ahmad. Setelah itu, setiap orang di Desa Nyatnyono
memberikan sumbangan pertama sebesar Rp 20.000, sumbangan
kedua sebesar Rp 15.000, dan sumbangan ketiga sebesar Rp
10.000. Namun penduduk dari Desa Krajan (desa tetangga) tidak
memberikan sumbangan apapun. Setelah sumbangan terkumpul,
sumbangan tersebut pun dikumpulkan. Kebetulan, perintah Pak
Kyai masih ada yang tersembunyi (belum tersampaikan). Karena
saya masih merupakan orang di golongan masjid tersebut, karena
saya sudah tinggal lama di sini.
Dik, ini bagaimana?...
... Ya tidak tahu... Belum tersampaikan bagaimana?
Sekarang begini saja, setelah lebaran masjid itu dikerjakan.
Jika... Setelah merayakan lebaran (masih pagi), silaturahmi ke
kediaman Mbah Mad untuk meminta doa restu untuk membangun
masjid. Mbah Mad pun meminta kami untuk bersilaturahmi ke
kediaman Mbah Dul Hamid. Di lain hari, kamipun bersliaturahmi
ke kediaman Mbah Dul Hamid lalu menyatakan maksud dan tujuan
kami untuk mengunjungi Mbah Hamid. Setelah berdiskusi, kami
diberi saran untuk membangun masjid pada tanggal 7 dzul hidjah,
tepatnya pada hari Kamis Pahing. Setelah kami bersilaturahmi di
kediaman Mbah Dul Hamid, kamipun berziarah ke makam Mbah
Puguk.
Pada hari Kamis Pahing, tanggal 7 dzul hidjah masyarakat yang
tinggal di daerah ini menanti kedatangan Mbah Dul Hamid dan
Mbah Mad. Pukul 12.30, Mbah Dul Hamid dan Mbah Mad pun
tiba dan dipersilakan untuk singgah di kediaman Pak Lurah. Pukul
13.30, Mbah Dul dan Mbah Mad mohon pamit dari kediaman Pak
Lurah, lalu berkunjung ke makam. Selama di dalam makam
tersebut, Mbah Mad hanya mengucapkan laa ila hail lallaah.

18
Pukul 14.30, merekapun keluar dari makam, lalu menunaikan
sholat dzuhur. Setelah menunaikan sholat dzhuhur, Mbah Dul
Hamid membicarakan tentang rancangan masjid yang akan
dibangun.
Pada Kamis Pahing sore, daerah yang akan dibangun masjid itupun
dibongkar. Di tengah proses pembongkaran, para pekerja pun
dikejutkan dengan penemuan pohon luh yang dahulu pernah
hilang. Setelah fenomena tersebut, warga mulai ramai mengujungi
masjid tersebut. Semakin lama, pengunjung masjid dan sumber
mata air (sendang) itupun semakin ramai. Air di sendang tersebut
dimanfaatkan untuk berbagai hal, ada yang mempercayai jika air
tersebut memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Air tersebut juga biasa digunakan untuk mandi oleh pengunjung.
Maraknya kabar mengenai khasiat air sendang, pengunjung pun
semakin ramai membanjiri masjid dan sendang, akhirnya Pak Kyai
pun menyarankan untuk menyediakan kotak amal di bagian pintu
masuk.

19
2.2 Kategori Hasil Wawancara
Dari narasumber 1 dapat dikategorikan cerita sebagai berikut:
Fungsi (G)
Penyebaran (F)
Kaitan Hasan Munadi dan Hasan Dipuro dengan sendang (B)
Dari narasumber 2 dapat dikategorikan cerita sebagai berikut:
Tempat ziarah (E)
Asal Usul (A)
Dari narasumber 3 dapat dikategorikan cerita sebagai berikut:
Asal usul sendang (A)
Tongkat yang ditancap (C)
Penyebaran (F)
Hubungan sendang dengan masjid (D)
Dari narasumber 4 dapat dikategorikan cerita sebagai berikut:
Asal usul sendang (A)
Penyebaran (F)
Fungsi (G)
Sehingga dari kategori dari masing-masing narasumber, didapatkan
kategori hasil cerita yang lengkap seperti berikut:
(A) : Asal usul sendang
(B) : Hasan Munadi dan Hasan Dipuro
(C) : Tongkat yang ditancap
(D) : Hubungan masjid dengan sendang
(E) : Tempat ziarah
(F) : Penyebaran
(G) : Fungsi sosial

20
2.3 Cerita Lengkap Menurut Penelitian (Sinopsis)
Sendang Nyatnyono merupakan sendang yang airnya disebut-sebut
sebagai air karomah dari Waliyullah Hasan Munadi dan Hasan Dipuro. Sendang
ini awalnya hanya berbentuk mata air yang keluar dari bekas pohon luh. Konon,
dahulu kala terdapat sebuah pohon luh yang sangat besar di daerah sendang
tersebut.Namun, pada tahun 1939 pohon luh tersebut hilang karena bencana banjir
bandang dan tanah longsor yang melanda desa Nyatnyono. Lalu dari bekas pohon
luh yang hilang itu munculah mata air, yang kemudian digunakan untuk mandi,
minum, dan sebagainya oleh warga sekitar. Pada saat yang bersamaan, warga
ingin membangun sebuah masjid peninggalan Hasan Munadi, namun niatan
mereka terkendala karena masalah biaya. Warga akhirnya memutuskan untuk
meminta sumbangan ke kecamatan dan sebagainya. Kemudian berkatalah salah
seorang kyai, "Mau bangun masjid peninggalannya wali kok minta-minta,wali tuh
kaya.Nanti akan terjadi hal-hal yang tidak kamu sangka". Masyarakat sekitar
bingung dengan maksud dari perkataan kyai tersebut.
Tidak lama kemudian, ada seseorang yang sedang sakit, ia datang
menemui kyai itu untuk meminta petunjuk. Lalu, sang kyai menyuruh orang itu
untuk mandi di sendang atau mata air dari bekas pohon luh. Setelah mandi, orang
itu sembuh dari penyakitnya. Dari situlah mulai banyak orang yang berdatangan
mengunjungi mata air itu.Sang kyai lalu menyuruh warga untuk menaruh kotak
amal di tempat mata air. Semakin lama, semakin banyak pengunjung yang datang,
semakin banyak pula isi kotak amal yang disediakan. Isi dari kotak amal tersebut
akhirnya dapat digunakan untuk membangun masjid serta meningkatkan taraf
hidup masyarakat sekitar. Itulah yang dimaksud sang kyai bahwa wali itu kaya.
Sejak saat itu, kehidupan masyarakat sekitar menjadi makmur seiring bertambah
ramainya orang-orang yang datang untuk membuktikan khasiat dari mata air yang
kemudian dijadikan sebuah sendang tersebut.

2.4 Fungsi Sosial


Fungsi sosial dari sendang ini adalah meningkatkan taraf hidup
masyarakat sekitar. Terbukti, setelah adanya sendang ini keadaan ekonomi
masyarakat sekitar semakinmembaik.Hal tersebut dapat dilihat dari sarana dan

21
prasarana desa yang semakin banyak dibangun, rumah-rumah warga kini tak ada
lagi yang menggunakan papan, dan sebagainya.
Selain meningkatkan taraf hidup, secara tidak langsung sendang ini juga
meningkatkan hubungan baik antarwarga desa Nyatnyono. Contohnya dalam hal
gotong royong.
Dan yang terakhir, sendang ini secara perlahan membuat desa Nyatnyono
terkenal sampai ke beberapa kota di Indonesia. Hal ini baik bagi
perkembanganpembangunan desa.

2.5 Manfaat Cerita


Manfaat cerita asal-muasal terjadinya Sendang Kalimah Toyyibah yaitu
cerita tersebut dapat dijadikan sumber penelitian bagi para peneliti. Selain itu,
cerita tersebut dapat disebar-luaskan kepada khalayak. Cerita asal-muasal
terjadinya Sendang Kalimah Toyyibah ini juga dapat dijadikan aset oleh
pemerintah daerah mengenai Sendang Kalimah Toyyibah itu sendiri. Serta dapat
digunakan sebagai bahan perbandingan atau penelitian tentang keadaan sosial
budaya masyarakat pada waktu itu.
Sastra lisan mengenai asal-usul sendang Kalimah Toyyibah yang
disampaikan kepada pembaca/ pendengar dapat memperkaya intelektual, gagasan,
serta kehidupan bermasyarakat yang digambarkan melalui kisah dari sastra lisan.
Sastra lisan tersebut mengandung unsur pendidikan, nilai-nilai tradisi budaya
sehingga dapat digunakan sebagai sarana penyampaian ajaran-ajaran yang
bermanfaat. Serta masih banyak manfaat lain yang ditafsirkan oleh penikmat
sastra lisan yang berbeda-beda sesuai dengan tafsirannya terhadap kisah yang
diceritakan.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada zaman dahulu, terdapat pohon yang berukuran sangat besar,
ukurannya setara dengan ukuran sembilan orang yang melingkar pada pohon
tersebut. Nama pohon tersebut ialah pohon luh. Pohon tersebut tumbuh di sebuah
desa kecil, di lereng gunung Ungaran, tepatnya di desa Nyatnyono, Kecamatan
Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Pada suatu ketika, desa Nyatnyono mengalami bencana tanah longsor.
Semenjak terjadinya bencana itu, pohon luh sudah tidak pernah nampak lagi.
Setelah beberapa tahun berlalu, pemerintah provinsi mengadakan program
perbaikan kontur tanah di desa Nyatnyono. Saat dilakukan penggalian,
memancarlah air di sela-sela batu, yang dipercaya bahwa air itu berasal dari pohon
luh yang sudah lama hilang itu. Selang beberapa saat, warga berbondong-bondong
mengunjungi tempat itu. Warga ternyata mendapatkan khasiat dari air tersebut.
Waktu terus berjalan, sumber mata air tersebut direnovasi menjadi
bangunan semacam pemandian dan sebuah masjid. Hingga hari ini, masih banyak
pengunjung yang mengunjungi Sendang Kalimah Toyyibah itu. Dari kunjungan
para pengunjung itu, desa Nyatnyono dapat dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan
dari luar kota, luar provinsi, bahkan pengunjung dari luar negeri pun sudah
mengenal Sendang Kalimah Toyyibah ini. Tentunya, dari kunjungan para
pengunjung itu, kondisi sendang menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Warga
sekitarpun merasakan keuntungan pula, terbukti dengan adanya warung-warung
kecil yang menawarkan berbagai macam dangangan, seperti sarung, tasbih,
bahkan makanan berat seperti sate, dan lain sebagainya.
Sastra lisan mengenai asal-usul sendang Kalimah Toyyibah ini sangat
bermanfaat bagi masyarakat. Banyak pengalaman yang dapat diambil dari
perjuangan para tokoh-tokohnya. Serta masih banyak manfaat lain yang didapat
sesuai dengan tafsiran kisah sastra lisan yang diterima.

23
Daftar Pustaka

Hutomo, S. S. 1991. Mutiaran Yang Terlupakan. Surabaya: Hiski.

24

Anda mungkin juga menyukai