Anda di halaman 1dari 19

Makalah Kebunghataan

Tentang Pemikiran Atau Peran

Bung Hatta Dalam sejarah penamaan Indonesia

DOSEN PEMBIMBING :

Drs. NURHARMI, M.Si.

Oleh kelompok 5 :

1.Pitri Yenni (1910013411066)

2.Rita Anjani (1910013411075)

3.Amelia Septi Nur Afriza (1910013411076)

4.Rigel Primasari (1910013411085)

5.Yunitra Puspita (191001341082)

6.Anggun Eryna (1910013411132)

7.Annisa (1910013411128)

8.Hamdi Harkando (1910013411105)

UNIVERSITAS BUNG HATTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PGSD

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ pemikiran atau peran
bung hattan tentang sejarah indonesia . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah keBung Hattaan

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Sehingga,
makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang  bersifat
membangun demi  kesempurnaan  makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Padang, 5 november 2020

penulis

 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................


DAFTAR ISI ......................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN .................................................................................................
A. Kelahiran Mohammad Hatta ..................................................................................
B. Pendidikan Mohammad Hatta ................................................................................
C. Peran Mohammad Hatta dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia ........................
1. Pra-Kemerdekaan (1932-1945) ........................................................................
2. Masa Revolusi (1945-1949) .............................................................................
3. Pasca Kemerdekaan (1950-1966) ....................................................................
4. Kehidupan Mohammad Hatta ..........................................................................
5. Sejarah dan Asal usul nama indonesia..............................................................
BAB III : PENUTUP ........................................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................................................
B. Saran ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Ada


yang menokang senjata untuk mengusir penjajah, ada pula yang merumuskan kebijakan-
kebijakan dan menerapkan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk membebaskan
Indonesia dari belenggu penjajahan. Makalah ini bermaksud memaparkan peran salah satu
pejuang kemerdekaan Indonesia, seorang
 founding father
yang dikenal dengan nama Mohammad Hatta. Dimulai dari latar belakang keluarga
dan tempat kelahirannya, pendidikan yang ia tempuh, hingga sepak terjangnya dalam sejarah
kemerdekaan Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah riwayat hidup Mohammad Hatta ?


2. Bagaimanakah peran Mohammad Hatta dalam sejarah kemredekaan Indonesia ?

C. Tujuan

1. Memberikan informasi mengenai riwayat hidup Mohammad Hatta.


2. Memberikan informasi mengenai peran Mohammad Hatta dalam memperjuangka
3. Menyumbang ketersediaan referensi mengenai biografi dan peran Mohammad Hatta
dalam sejarah lintas kemerdekaan Indonesia

 
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kelahiran Mohammad Hatta

Mohammad Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar  di Bukittinggi pada tanggal 12
Agustus 1902 dari keluarga berlatar surau di Batu Hampar (kampung di pinggir jalan antara
Bukittinggi dan Payakumbuh). Kakeknya, Syaikh Abdurrahman, merupakan seorang ulama
besar di surau Batu Hampar. Meskipun ayahnya, Muhammad Djamil tidak melanjutkan
kehidupan ulama, namun sudah tentu berpengaruh banyak terhadap pendidikan agama yang
diterima Hatta semenjak kecil.
Ibunya , Siti Saleha berasal dari kalangan pegadang.Hatta merupakan anak kedua
setelah Rafiah. Ketika berumur tujuh bulan, ayah kandungnya meninggal, sehingga ibunya
menikah lagi dengan Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang. Pernikahan keduanya
dikaruniai empat orang anak perempuan.

B. Pendidikan Mohammad Hatta

Hatta mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat Bukittinggi, kemudian setelah


dua tahun ia pindah ke Sekolah ELS Belanda di kota yang sama. Memasuki kelas 5 (sampai
7), ia pindah ke Sekolah ELS di Padang. Sekolah di ELS ini ia tamatkan pada tahun 1917.
Saat umurnya beranjak 14-15 tahun, ia beralih ke MULO di Padang dan lulus pada tahun
1919.
Di bawah asuhan Haji Abdullah Ahmad, ia aktif dalam JSB (Jong Sumatera Bond).
Mula-mula jabatan bendahara diraihnya, kemdian ia dipercaya menjadi sekretaris merangkap
bendahara cabang Padang. Setelah lulus dari MULO, ia berangkat ke Jakarta dan  bersekolah
di Prins Hendrik Handels (Sekolah Dagang Prins Hendrik) tahun 1919-1921.
Pada tahun 1921-1932, Hatta belajar di Handels Hogeschool (Sekolah Tinggi Dagang,
kemudian Economische Hogeschool, Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, Belanda. Ia
aktif dalam organisasi Indische Vereniging (Perkumpulan Hindia, berdiri tahun 1908)

C. Peran Mohammad Hatta dalam sejarah Kemerdekaan Indonesia


1. Pra – Kemerdekaan (1932 – 1945)
Hatta kembali dari Belanda setelah menyelesaikan ujian doktoralnya pada tanggal 5 Juli
1932. Hatta bersikap keras terhadap komunis dan menolak bekerja sama dengan pemerintah
Belanda. Sehingga, pada tanggal 25 Pebruari 1934, ia  bersama Sjahrir ditangkap dan dibuang
ke Digul, kemudian ke Banda Neira (1936).
 Di masa pembuangan inilah Hatta aktif menulis artikel-artikel yang dikirimkannya ke
beberapa surat kabar (salah satunya Panji Islam di Medan). Selain itu, ia juga bercocok
tanam, serta mendidik sesama tahanan dan pemuda setempat.
 Setelah Perang Pasifik pecah (Desember 1941), Sjahrir dan Hatta dipindahkan ke Sukabumi.
 Lalu, Pemerintah Jepang membawanya ke Jakarta untuk diajak kerjasama. Ia bertugas
memberikan saran terhadap Pemerintah Jepang terkait kebijakan-kebjakan yang akan
diberlakukan untuk rakyat Indonesia. Pada akhir Juni 1943, lembaga yang bersifat politik
dibentuk atas nama “Tyuo Sangi-in”, dengan tujuan :”memberi jawaban atas per tanyaan
pemerintah dan mengajukan usul-usul kepada pemerintah”. Hatta menjabat sebagai wakil
ketua (18-21 Juni 1945).
Sidang-sidangnya, lembaga ini banyak merumuskan usul-usul yang berkaitan dengan
kemerdekaan Indonesia. BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia)
dibentuk  pada tanggal 1 Maret 1945. Peran Hatta dalam BPUPKI terlihat dalam :
1) Soal pembukaan yang biasa dirujuk dengan piagam Jakarta Dalam hal ini Hatta tidak
banyak berkomentar. Ia cenderung mengambil jalan tengah antara pandangan tokoh-tokoh
nasionalis dan Islam.
2) Soal bentuk negara Hatta menekankan perlunya otonomi luas bagi daerah. Apalagi dengan
ribuan pulau yang bertebaran serta suku yang beragam di Indonesia.
3) Soal hak asasi Ia berpendapat, hal-hal yang sangat dasar dari hak asasi perlu dicantumkan
dalam UUD. Usulan ini diterima oleh peserta sidang dan untuk selanjutnya dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945.
4)Soal ekonomi Hatta merumuskan ekonomi Indonesia berdasarkan solidaritas dan
kekeluargaan, serta ditangani langsung oleh negara. Selanjutnya, Hatta menjabat sebagai
wakil ketua di PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk pada tanggal
7 Agustus 1945  

2. Masa Revolusi ( 1945 – 1949)


  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Pada tanggal 16 Agustus 1945, Hatta dan
Soekarno (bersama istrinya, Fatmawati dan putranya, Guntur yang berusia 9 bulan) berangkat
ke Rengasdengklok.Sehari sebelumnya, Soebadjo Sastrosatomo dan Soebianto mendatangi
kediamannya. Keduanya menegaskan pendirian mereka untuk merebut kemerdekaan
Indonesia dari tangan Jepang. Di Rengasdengklok, Hatta mencoba   meyakinkan Soekarni
bahwa apa yang direncanakan para pemuda akan terbentur pada realitas.

 Pada malam harinya, diadakan rapat untuk persiapan proklamasi Kemerdekaan


Indonesia di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta. Sidang
yang berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 03.00 dini hari tersebut menghasilkan
secarik kertas proklamasi. Pagi harinya, pukul 10.00, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dikumandangkan di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
  Pada tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang PPKI dimulai, Hatta berdiskusi
dengan Ki Bagus Hadikoesoemo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku
Hasan terkait penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Para tokoh tersebut menginsafi
bahwa semangat Piagam Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan tujuh kata tersebut.
 Hatta sebagai wakil Presiden Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari
usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik
Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda
menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir
dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari dukungan luar
negeri, pada Juli I947, Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma
Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot  bernama Abdullah. Nehru berjanji, India
dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda
dihukum.
 KMB (Konferensi Meja Bundar) Pada tanggal 23 Agustus 1949

2 November 1949, KMB dilaksanakan di Den Haag. Utusan dari RI diketuai oleh Hatta.
 Dalam sidang tersebut, ia berhasil menyusutkan luar negeri sebesar f 3.167 juta dan hutang
dalam negeri sebesar f 2.956 juta menjadi f 4.300 juta Adapun masalah Irian Barat, akhirnya
terpecahkan pada tanggal 1 November 1949, dengan kompromi bahwa pemindahan
Kedaulatan Irian Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun sejak konferensi
tersebut Hatta mengatakan, dengan adanya KMB, seakan-akan RI sudah diakui de jure oleh
dunia Internasional, jauh lebih baik dari masa-masa sebelumnya
3. Pasca Kemerdekaan (1950 – 1966)

Hatta membentuk kabinet RIS pada tanggal 20 Desember 1949, banyak terdiri dari orang-
orang yang lebih cenderung kepada keahlian daripada motivasi politik  belaka Hatta
menghadapi berbagai persoalan, contohnya Pemberontakan Westerling di Jawa Barat (Januari
1950) dan Pemberontakan Andi Aziz di Makassar (April, 1950).Sebagai perdana menteri
merangkap menteri luar negeri, Hatta berupaya mewujudkan politik bebas aktif. Ia menolak
PKI dan politik perjuangan kelas yang tidak kenal damai. Dalam bidang ekonomi, Hatta
merasa perlu dengan pinjaman luar negeri.
 Pada 17 Agustus 1950, Hatta dikukuhkan sebagai wakil presiden. Ia melayangkan
surat mempertanyakan keputusan kabinet jika dirasanya tidak tepat. Ia mengingatkan Menteri
Perekonomian Boerhanoedin agar tidak mendahulukan  pengusaha baru yang mempunyai
hubungan dengan partai daripada pengusaha lama yang berpengalaman.Dalam menghadapi
masalah tentara, ia meyerahkan  penyelesaiannya kepada pemimpin angkatan. Ia menjaga
betul agar angkatan  bersenjata tidak dipengaruhi secara politis, kecuali politik nasional yang
tidak dipermasalahkan di negara kita. Pada Juli 1956, Hatta mengirim surat kepada DPR,
bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Pidato Soekarno pada tanggal 28
Oktober, “Marilah sekarang kita kubur semua partai”, yang menunjukkan bahwa ia memiliki
konsep baru tentang demokrasi yang disebutnya Demokrasi Terpimpin, semakimemperteguh
keinginan Hatta tersebut

4. Kehidupan Mohammad Hatta

Hatta menikah dengan Rachim Rahmi pada tanggal 18 November 1945 di desa
Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pasangan tersebut dikaruniai tiga orang putri yakni
Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta  Dalam kesehariannya,
Hatta dikenal sebagai pribadi yang disiplin dan sederhana. Cindy Adams, penulis biografi
Soekarno pernah ditolaknya karena terlambat datang.

Disiplin dan ketepatan Hatta mengenai waktu sudah bukan rahasia lagi. Ia
menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan diri dan dan keluarganya. Istrinya
pernah menceritakan, bahwa Hatta bahkan tak memberitahunya mengenai pemotongan
terhadap Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), “Itu rahasia negara” katanyaKecintaan Hatta
terhadap buku tidak lantas menjadi sosok yang text-book thinking . Sebaliknya, ia mencerna
substansi buku itu, apakah pandangannya perlu diadopsi, diadaptasi, atau bahkan secara
fundamental disanggah.Sebagai seorang muslim, ia tidak pernah meninggalkan kewajiban
shalat dan sudah melaksanakan ibadah haji. Baginya, ajaran Islam memimpin tingkah
lakunya, juga membina pandangannya tentang kehidupan masyarakat dan negara. 

Pada tanggal 14 Maret 1980 Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret
1980. Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Proklamator kepada Mohammad Hatta pada
23 Oktober 1986 bersama dengan mendiang Soekarno. Pada 7 November 2012, Mohammad
hatta secara resmi bersama dengan Soekarno ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai Pahlawan Nasional

5. Sejarah dan Asal – usul nama Indonesia

Nama "Indonesia" berasal dari berbagai rangkaian sejarah yang puncaknya terjadi di
pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan
Australia dengan aneka nama, sementara kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan
ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan"). Berbagai catatan kuno bangsa India
menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan
dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana
karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik
Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", diperkirakan Pulau Sumatra sekarang)
yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Nama "Indonesia" berasal dari dua kata Yunani
yaitu, Indus (Ἰνδός) yang berarti "India" dan kata Nesos (νῆσος) yang berarti
pulau/kepulauan, maka "Indo-nesia" berarti "kepulauan India".[1]

Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan
Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi
("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon
Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita
masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari
luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatra),
Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya
terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang
luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut
"Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan
ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel
Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak
juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago,
l'Archipel Malais). Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi
Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945
memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan
ini.

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli,
pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu
"Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berarti
pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat
kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the
Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia
Timur"), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang
meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli
etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri
sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the
Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada
Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia").
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan
Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama
Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan
dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti
"pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari
Bahasa Inggris):
"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan
menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada


Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan
Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives
(sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu
dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah
Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan
menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia").
Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan yang
sekarang dikenal sebagai Indonesia, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia")
terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang
dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka
lahirlah istilah Indonesia.[2] Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap
meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah orang India, sebuah julukan yang
dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman
254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan


mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia",
yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan
Hindia"

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-
tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan
bidang etnologi dan geografi.[2]

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf
Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel
("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat
hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku
Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga
sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak
benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918.
Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi


Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia
mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau. Nama Indonesisch
(pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch
("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander
("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")..

Politik

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam
etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia,
sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa
yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah Belanda mulai curiga
dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.[2]

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels
Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa
Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging)
berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah
mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,

"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische
staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat
menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan
mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap
orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya."

Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924.
Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal
Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula
menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah
air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober
1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen
Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië
diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak.
Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama
mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".

Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia
Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan,
lahirlah Republik Indonesia.

Linguistik

Sebelum bahasa Indonesia ditahbiskan menjadi bahasa persatuan pada Sumpah


Pemuda, maka sejumlah linguis Eropa telah menggunakan istilah "bahasa Indonesia" alih-alih
"bahasa Melayu" untuk menyebut bahasa yang dipertuturkan di Indonesia, terutama setelah
terlihat percabangan pembakuan bahasa yang dipertuturkan di kedua wilayah tersebut pada
awal abad ke-20. Pada tahun 1901, Hindia Belanda (kelak menjadi Indonesia) mengadopsi
ejaan Van Ophuijsen, sedangkan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi
bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[3] Ejaan Van Ophuysen
diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu
oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Salah satu linguis yang memopulerkan nama bahasa Indonesia adalah linguis Swis, Renward
Brandstetter (1860-1842), yang dikenal sebagai pencetus teori akar bahasa Austronesia.[4],
yang sejak 1908 mulai menyebut dirinya sebagai indonesischer Sprachforscher (peneliti
bahasa Indonesia). Tulisan-tulisan Brandstetter pada kurun waktu sebelumnya (1893-1908)
yang disebutnya Malaio-polynesische Forschungen (studi [bahasa] Melayu Polinesia), mulai
1908 dinamai ulang menjadi Monographien zur indonesischen Sprachforschung (monograf-
monograf mengenai riset bahasa Indonesia). Walaupun demikian, "bahasa Indonesia" yang
dimaksud oleh Brandstetter lebih luas daripada sekadar bahasa di Hindia Belanda saja,
melainkan juga mencakup bahasa-bahasa Filipina, bahasa Madagaskar, "mulai dari Formosa
hingga ke Madagaskar"[4], oleh karena itu penggunaan istilah Indonesia oleh kalangan
lingustik tidak memiliki konotasi geopolitis yang sama dengan masa sekarang, melainkan
sebagai cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat atau Austronesia Barat[5].
Penelitian Brandstetter tentang Bahasa Indonesia telah diterbitkan dalam bahasa Inggris pada
tahun 1916 (empat esai[6]), dan satu di antaranya telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia
pada 1956[7]. Esai-esai itu mempengaruhi perkembangan ilmu linguistik Austronesia[8].
Tentang ketertarikannya, ia menyebutkan pengaruh Niemann, Hurgronje, Adriani, dan
Conant:
"... Dengan begitu bertahun-tahun saja telah mempeladjari berbagai teks dalam bahasa
Indonesia, mula-mula dibawah pimpinan Niemans, kemudian sendiri sadja. Kalau teks-teks
itu tiada memuaskan, maka saja – oleh sebab tak pernah mengundjungi Indonesia –
berhubungan dengan kaum penjelidik jang telah berpuluh-puluh tahun diam disana, untuk
memperoleh keterangan dengan lisan, terutama dengan Snouck Hurgronje, Adriani dan
Conant."[7]

Penggunaan istilah "bahasa Indonesia" dalam pengertian modern, yaitu seperti dalam
pemikiran Suryaningrat, baru muncul setelah 1918, dan dipakai dalam karya-karya, a.l.:
Adriaanse (1918), Jonkman (1918), Ratu Langie (1918). Secara internasional, istilah tersebut
mulai digunakan luas pada 1920-an, seperti dalam Weber (1922), dan Congres International
Pour la Paix di Paris (1926

SEPARUH isi tulisan ini "menjiplak" milik Mohammad Hatta. Betul, Hatta yang
proklamator Indonesia, alias Bung Hatta, juga setengah penggalan nama dwi-tunggal
Soekarno-Hatta. Jadi, jangan sampai nanti ada yang bilang bahwa tulisan ini plagiarisme ya.
Sudah ada pengakuan di depan, kalaupun sejumlah kalimat tak lagi dirasa perlu diutak-atik
dari milik Hatta. Pada 8 Desember 1928, tulisan Hatta yang mengungkap sejarah panjang
asal-usul nama Indonesia terbit di De Socialist edisi Nomor 10.
Media ini beredar di Belanda, tempat Hatta pernah bersekolah. Judul dan isi tulisan
Hatta itu aslinya menggunakan bahasa Belanda. Baru pada 1980 artikel tersebut
diterjemahkan dan diterbitkan kembali oleh Yayasan Idayu. Berikutnya, Penerbit Buku
Kompas memunculkan lagi artikel itu pada 2015. Judul yang dipasang adalah "Tentang Nama
Indonesia", satu dari 36 tulisan dalam buku “Mohammad Hatta: Politik, Kebangsaan,
Ekonomi (1927-1977)".
Tulisan tersebut merupakan tangkisan tajam Hatta terhadap sejumlah orang dan kelompok
yang menyatakan ketidaksukaan pada nama Indonesia. "Hanya mereka yang keberatan
terhadap kemerdekaan segera Indonesia mencap (buruk) nama tersebut, yang mengandung
gagasan kemerdekaan sebagai 'kata yang mengerikan'," kecam Hatta menjelang akhir tulisan
tersebut.
Kewilayahan dan etnologis Runut, renyah
sekaligus tajam, Hatta bertutur soal sejarah nama Indonesia. Pertama, dia mengoreksi
kredit yang sempat dilekatkan kepada orang Jerman bernama Adolf Bastian soal asal-usul
penamaan ini. Bastian, Guru Besar Etnologi di Universitas Berlin kelahiran 1826 dan
meninggal pada 1905 memang punya andil besar mengenalkan nama Indonesia. Tepatnya,
sejak dia menggunakan nama itu bagi penyebutan wilayah di Kepulauan Nusantara dalam
artikel berjudul "Indonesien order die Inseln des malayischen Archipels" pada 1884. Sejak
itu, tulis Hatta, Indonesia jadi lazim dipakai dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam ilmu
bangsa-bangsa dan ilmu bahasa.
Namun, lanjut Hatta, penelitian Kreemer yang kemudian ditulis dalam "Kolonialiaal
Weekblad" terbitan 3 Februari 1927, menyebutkan asal-usul nama Indonesia sudah lebih tua
lagi. Menurut Kreemer, nama Indonesia sudah dipakai ilmuwan Inggris bernama JR Logan
pada 1850. Penamaan itu bisa ditemukan dalam artikel Logan berjudul "The Ethnology of the
India Archipelago" dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Kalau mau
ditelisik lebih lanjut, ungkap Hatta, penyebutan mendekati kata "Indonesia" sudah lebih dulu
lagi dimunculkan oleh GW Earl, ilmuwan Inggris juga. Bedanya, Earl menggunakan
terminologi "Indunesians" dan "Malayunesians", sebagai penyebut untuk penduduk yang
tinggal di kawasan yang sama. Bila Earl menyatakan kata "Indunesians" hanya dalam arti
etnologis, tulis Hatta, Logan memberikan pada kata Indonesia suatu pengertian geografis
murni untuk menyebut kepulauan yang sekarang masuk wilayah Indonesia.
“Sekalipun dia (Logan) bukan penganjur penambahanpenamaan-penamaan Yunani,
dia sama sekali tidak berkeberatan terhadap nama Indonesia, yang bagi orang Eropa bernada
Yunani, karena menurut pendapatnya kata nusa (pulau) yang berasal dari bahasa Melayu itu
mungkin sama tuanya dengan kata nesos Yunani,” papar Hatta.

Arti politik
Dalam artikel tersebut, Hatta pun menjabarkan runutan penggunaan nama Indonesia
untuk tujuan politik. Menurut dia, nama Indonesia sudah terus dipakai oleh Perhimpunan
Indonesia sejak 1922. Indonesia, lanjut Hatta, juga resmi dipakai oleh Gerakan Perdamaian
Internasional Sipil, untuk merujuk wilayah yang waktu itu disebut Belanda sebagai Hindia
Belanda. “Bagi kami orang Indonesia, nama Indonesia mempunyai arti politik dan
menyatakan suatu tujuan politik. Dalam arti politik karena dia mengandung tuntutan
kemerdekaan, bukan kemerdekaanHindia-Belanda melainkan kemerdekaan Indonesia dari
Indonesia (Indonesisch Indonesie),” ungkap Hatta.
Dia pun menjelaskan, penamaan Indonesia juga menyatakan suatu tujuan politik.
“Karena dia melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah Air di masa depan dan untuk
mewujudkannya tiap orang Indonesia akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya,” tegas dia. Tambahannya, Hatta menyebut bahwa pada saat tulisannya itu
terbit sudah tak ada lagi satu pun koran Indonesia yang memakai kata Hindia Belanda sebagai
terjemahan harfiah dari Nederlands-Indie. Penjelasan lebih lanjut Hatta soal arti politik
penamaan Indonesia, dimuat dalam artikel terpisah yang terbit di Indonesia. Dalam buku
terbitan Penerbit Buku Kompas, artikel itu dimuat menggunakan judul Sekitar Perjuangan
untuk Indonesia, dari tulisan Hatta yang dimuat pada 1929 di Indonesia Merdeka. Jadi, salah
besar ternyata bila ada yang mengira nama Indonesia baru muncul saat Sumpah Pemuda pada
1928 apalagi baru dalam naskah proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Soekarno dan
Hatta pada 17 Agustus 1945.

 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

  Mohammad Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar di Bukittinggi pada tanggal
12 Agustus 1902, ayahnya, Muhammad Djamil berasal dari kalangan ulama, sedangkan
ibunya, Siti Saleha berasal dari kalangan pegadang. Hatta menikah dengan Rachim Rahmi
pada tanggal 18 November 1945 dan dikaruniai tiga orang putri yakni Meutia Farida Hatta,
Gemala Rabi’ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta. Hatta mendedikasikan hidupnya untuk
membela tanah air Indonesia.
Pada masa pra-Kemerdekaan (1932-1945), ia beberapa kali dibuang oleh pemerintah
Belanda akibat sikapnya yang non-kooperatif. Pada masa pendudukan Jepang, saran-sarannya
mengenai rakyat Indonesia sangat diperhatikan.
Ia merumuskan masa depan Indonesia melalui sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pada masa
Revolusi (1945-1949), Hatta mewujudkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi
wakil presiden pertama. Ia banyak berperan dalam menggalang dukungan Internasional untuk
mempertahankan kemerdekaan. Pidatonya dalam KMB berhasil mengurangi tuntutan-
tuntutan Belanda terhadap Indonesia.
Pada masa pasca-Kemerdekaan (1950-1956), ia berperan sebagai perdana menteri
menteri merangkap menteri luar negeri. Ia menjalankan kebijakan-kebijakan yang dirasanya
tepat, dan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dianggapnya kurang tepat. Ia melayangkan
surat pengunduran dirinya saat demokrasi yang dicita-citakannya mulai menjauh. Hatta wafat
di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada tanggal 14 Maret 1980. Pada 7 November
2012, Mohammad Hatta secara resmi bersama dengan Soekarno ditetapkan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Pahlawan Nasional.

B. Saran
Saran-saran Berikut saran dan kritik penulis kepada pembaca:
1. Hendaknya kita mampu meneladani perjuangan Mohammad Hatta dalam membela
tanah air Indonesia
2. .Dalam mempelajari Peran Mohammad Hatta dalam memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, tidak cukup hanya berpedoman pada satu
referensi saja. Penulis menyarankan pembaca untuk mencari referensi-referensi lain
sehingga dapat memperluas cakrawala pengetahuan.
3. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan makalah ini ke
depannya
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, Adhe. 2010.  Hatta Si Bung yang Jujur & Sederhana. Yogyakarta : Garasi
House of Book.

Hatta, Mohamad. 2011.  Menuju Gerbang Kemerdekaan: Sebuah Otobiografi. Jakarta:


PT Kompas Media Nusantara.

 Noer, Deliar. 1990.  Mohammad Hatta: Biografi Politik . Jakarta : Penerbit LP3ES
anggota IKAPI.  

Noer, Deliar. 2012.  Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa. Jakarta : PT Kompas
Media Nusantara.

Rose, Mavis. 1991.  A Political Biography of Mohammad Hatta


. Diterjemahkan oleh: Hermawan Sulistyo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai