Anda di halaman 1dari 50

etika bisnis

Pengambilan Keputusan untuk Integritas HARTMAN


Pribadi dan Tanggung Jawab Sosial DESJARDINS
Bab
3
Etika Filosofis
dan Bisnis

ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 2


Kasus Manfaat Sosial dan Kewajiban Pribadi:
Pembuka Haruskah Manajer Menghargai Loyalitas Pemasok?

Dalam perusahaan pengecer besar, departemen pembelian bertanggung jawab


memutuskan produk yang akan disediakan dan pemasok yang akan
menyediakan produk itu. Seringkali, toko eceran membangun hubungan jangka
panjang dengan para pemasok dan bekerja sama untuk kepentingan terbaik.
Dalam ekonomi global, banyak toko eceran semakin terarik untuk beralih ke
pemasok asing dengan produk berharga lebih murah dibandingkan pemasok
domestik. Ini memungkinkan pengecer memberikan keuntungan dari
penghematan itu bagi konsumen dan tetap kompetitif di pasar. Pilihan ini juga
berakibat pada kerugian yang signifikan bagi banyak pemasok domestik, dan,
dalam beberapa kasus, para pemasok terpaksa keluar dari bisnis.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 3


Kasus Manfaat Sosial dan Kewajiban Pribadi:
Pembuka Haruskah Manajer Menghargai Loyalitas Pemasok?

• Gambarkan keputusan yang dihadapi oleh sang manajer pembelian. Apakah


itu merupakan persoalan etis? Mengapa ya dan mengapa tidak?
• Apakah ada pertanyaan-pertanyaan faktual yang ingin Anda pecahkan
sebelum mengambil sebuah keputusan?
• Alternatif-alternatif apa yang tersedia bagi sang manajer pembelian?
• Adakah peran bagi prinsip loyalitas dalam keputusan bisnis?
• Setujukah Anda bahwa karyawan wajib mencari keuntungan terbesar bagi
perusahaannya? Nilai-nilai apa yang ditingkatkan oleh kewajiban itu?
• Apakah tugas sang manajer pembelian? Kepada siapa ia bertanggung
jawab; siapa saja pemegang kepentingan perusahaan yang terlibat?
• Dengan keuntungan dari perdagangan luar negeri, adilkah jika ada yang
kehilangan pekerjaannya agar yang lain meraih manfaat di masa depan?
• Adakah tanggung jawab suatu bisnis kepada pemasoknya, yang tidak
tertulis? Apa alternatif bagi sang manajer pembelian dan dampaknya?
• Apakah perlakuan tersebut adil bagi pemasok yang loyal itu?
• Di manakah Anda bisa meminta bantuan atau bimbingan?
BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 4
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, Anda akan mampu untuk:
1.Menjelaskan tradisi etis utilitarianisme.
2.Menggambarkan bagaimana seorang utilitarian berpikir berdasarkan
pengambilan keputusan ekonomi dan bisnis.
3.Menjelaskan bagaimana pasar bebas mengakomodasi tujuan
utilitarian dalam memaksimalkan kebaikan secara keseluruhan.
4.Menjelaskan kekuatan dan kelemahan keputusan utilitarian.
5.Menjelaskan tradisi etis berdasarkan prinsip atau deontologis.
6.Menjelaskan konsep dari hak-hak moral.
7.Membedakan hak-hak moral dari hak-hak legal.
8.Menjelaskan teori Rawls mengenai keadilan sebagai asas kesamaan
(fairness).
9.Menggambarkan dan menjelaskan teori-teori karakter etis
berdasarkan keutamaan.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 5


Pendahuluan:
Teori dan Tradisi Etika
Etika melibatkan pertanyaan yang mungkin paling penting yang
pernah diajukan manusia: Bagaimana seharusnya kita menjalani
hidup kita?
Pertanyaan ini tidaklah baru. Setiap tradisi filsafat, budaya,
politik, dan agama yang utama dalam sejarah manusia telah
bergelut dengannya.
Teori etika berupaya untuk menjawab pertanyaan “bagaimana
seharusnya kita menjalani hidup” dan menyediakan alasan
(reason) untuk mendukung jawaban tersebut.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 6


Pendahuluan:
Teori dan Tradisi Etika
Aliran etika yang berpengaruh dalam perkembangan etika bisnis:
•Utilitarianisme, yaitu tradisi etis yang membimbing keputusan
berdasarkan seluruh konsekuensi dari tindakan yang diambil
•Tradisi etis deontologis yang mengarahkan tindakan berdasarkan
prinsip-prinsip moral
•Teori keadilan sosial dengan kesamaan sebagai prinsip sosial
utama
•Etika keutamaan/kebaikan (virtue ethics) yang mengarahkan
pertimbangan karakter moral individu dan bagaimana berbagai
sifat karakter ini berkontribusi dalam, atau menghalangi,
kehidupan berbahagia dan bermanfaat.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 7


Poin Siapa yang Dapat Menentukan
Keputusan Mana yang Benar dan Mana yang Salah?

Para penganut prinsip etika relativis berpendapat bahwa nilai-nilai etis bersifat
relatif bagi orang-orang, budaya, atau waktu tertentu. Mereka menyangkal
adanya pembenaran yang masuk akal atau keputusan etis yang objektif. Ketika
terjadi ketidaksepakatan etis antarorang atau budaya, mereka menyimpulkan
bahwa tidak mungkin menyelesaikan perselisihan ini dan tidak mungkin pula
membuktikan siapa yang benar atau lebih masuk akal dibandingkan yang lain.
Bayangkan seorang dosen mengembalikan sebuah tugas dengan nilai “F.”
Ketika Anda meminta penjelasannya, ia berkata terus terang bahwa ia tidak
percaya bahwa seseorang “seperti Anda” (sebagai contoh: wanita, penganut
ajaran Kristen, seorang keturunan Afrika-Amerika) mampu melakukan pekerjaan
dengan baik dalam bidang ini (sebagai contoh: sains, teknik, matematika,
keuangan). Ketika Anda keberatan bahwa anggapannya tidak adil dan salah, ia
memberikan penjelasan seorang relativis, “Keadilan adalah pendapat pribadi.”
Anda bertanya, “Siapa yang menentukan apa yang adil dan apa yang tidak
adil?” Ia bersikeras bahwa pandangannya tentang konsep keadilan adalah
benar. Karena semua orang bergantung pada pendapat pribadi, maka ia tidak
meluluskan Anda karena Anda, menurut pendapat pribadinya, tidak layak untuk
lulus.
BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 8
Poin Siapa yang Dapat Menentukan
Keputusan Mana yang Benar dan Mana yang Salah?

• Apakah Anda menerima penjelasan ini dan berpuas diri dengan nilai itu?
Jika tidak, bagaimana Anda akan membela pandangan Anda yang
berseberangan itu?
• Apakah ada fakta-fakta yang relevan yang akan Anda pakai untuk
mendukung tuntutan Anda?
• Nilai-nilai apa yang terlibat dalam perselisihan ini?
• Alternatif-alternatif apa yang tersedia bagi Anda?
• Selain Anda dan dosen Anda, haruskah orang lain, pemegang kepentingan
lainnya, terlibat dalam situasi ini?
• Alasan-alasan apa yang akan Anda berikan kepada dekan untuk
mengajukan permohonan perubahan nilai?
• Konsekuensi-konsekuensi apa saja yang ditimbulkan oleh tindakan profesor
ini dalam pendidikan?
• Jika pertimbangan dan bujukan logis tidak ampuh, bagaimana caranya agar
perselisihan ini dapat diselesaikan?

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 9


Utilitarianisme: Mengambil Keputusan
Berdasarkan Konsekuensi-konsekuensi Etis
Paham utilitarianisme berangkat dari keyakinan bahwa
kita harus memutuskan tindakan dengan
mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan tersebut.
Utilitarianisme, berakar pada filsafat sosial dan politik di abad
ke-18 dan 19, adalah bagian pergerakan sosial yang
memunculkan kapitalisme pasar demokratis modern.
Banyak aliran ekonomi neoklasik, beserta model bisnis dan
manajemen di dalamnya, berakar pada pemikiran utilitarianisme.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 10


Uji Realitas Adam Smith, Paham Utilitarianisme,
dan Tangan Tak Terlihat di Pasar Bebas

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 11


Utilitarianisme: Mengambil Keputusan
Berdasarkan Konsekuensi-konsekuensi Etis
Paham utilitarianisme menyarankan cara bertindak yang
menghasilkan konsekuensi menyeluruh yang lebih baik daripada
alternatif yang kita pertimbangkan.
Konsekuensi-konsekuensi yang “lebih baik” adalah yang
meningkatkan kesejahteraan manusia, yaitu kebahagiaan,
kesehatan, martabat, integritas, kebebasan, dan kehormatan dari
semua orang yang terpengaruh.

Sebuah keputusan yang paling meningkatkan nilai-nilai bagi


kepentingan paling banyak orang merupakan keputusan yang
paling masuk akal dari sudut pandang etis.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 12


Uji Realitas Apakah Penganut Utilitarianisme Bersikap Egois?

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 13


Utilitarianisme dan Bisnis: Memaksimalkan
Keuntungan versus Pendekatan Kebijakan Publik
Satu gerakan, yang meminjam pemikiran Adam Smith,
mengklaim pasar yang bebas dan kompetitif sebagai
cara terbaik untuk mencapai tujuan utilitarianisme.
Ini akan (1) meningkatkan berbagai kebijakan deregulasi industri
swasta, (2) melindungi hak milik, (3) memperbolehkan
pertukaran bebas, dan (4) mendorong persaingan.
Dalam situasi seperti ini, keputusan yang berdasarkan
pertimbangan akal terhadap kepentingan pribadi akan, seolah-
olah diarahkan oleh “tangan tak terlihat” dalam istilah Adam
Smith, menghasilkan kepuasan maksimal dari kebahagiaan
pribadi.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 14


Utilitarianisme dan Bisnis: Memaksimalkan
Keuntungan versus Pendekatan Kebijakan Publik
Versi kedua, dari kebijakan utilitarianisme yang
berpengaruh, mengarah pada para ahli kebijakan yang
dapat memperkirakan hasil berbagai kebijakan dan
menerapkan kebijakan tertentu yang akan memenuhi
tujuan utilitarianisme.
Badan legislatif (kongres sampai dewan perwakilan daerah)
menetapkan tujuan publik yang diasumsikan dapat
memaksimalkan kebahagiaan semua orang.
Sisi administrasinya (presiden, gubernur, kepala daerah)
melaksanakan (mengadministrasi) kebijakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan tersebut.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 15


Uji Realitas Para Ahli Utilitarianisme dalam Praktik

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 16


Utilitarianisme dan Bisnis: Memaksimalkan
Keuntungan versus Pendekatan Kebijakan Publik
Satu contoh dari perselisihan antara dua versi kebijakan
utilitarianisme di atas, yaitu versi “administratif” dan “pasar,”
berkaitan dengan peraturan untuk barang-barang yang tidak aman
dan berisiko.
Satu pihak berargumen bahwa peraturan mengenai keamanan dan
risiko seharusnya ditentukan oleh para ahli yang kemudian
menetapkan standar-standar penerapan dalam bisnis.
Pihak lainnya berargumen bahwa yang berhak menentukan
tingkat risiko dan keamanan yang dapat diterima adalah para
konsumen itu sendiri.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 17


Poin Haruskah Keamanan Produk Konsumen
Keputusan Diserahkan pada Penawaran Individual?

Dalam versi pasar bebas dari pengambilan keputusan utalitarianisme, standar


keamanan produk konsumen akan diserahkan ke mekanisme pasar. Konsumen
harus bebas menawar tingkat keamanan produk yang dapat mereka terima dan
melakukan trade-off dengan manfaat lainnya, seperti harga atau kenyamanan.
Berdasarkan teori pasar bebas, kebijakan ini menghasilkan distribusi risiko dan
manfaat yang optimal. Ini mendasari kebijakan tradisional caveat emptor:
“biarkan pembeli yang harus berhati-hati.” Apakah Anda setuju bahwa
keputusan semacam ini sebaiknya diserahkan kepada pasar?
•Fakta-fakta apa yang relevan dalam menjawab pertanyaan ini? Pentingkah tipe
produk konsumen? Pentingkah identitas konsumen? Mengapa?
•Nilai-nilai apa yang mendukung kebijakan caveat emptor? Nilai–nilai apa yang
menentangnya?
•Selain para konsumen dan produsen, siapakah pemegang kepentingan lainnya
yang dapat dipengaruhi oleh masalah keamanan produk?
•Alternatif apa saja yang tersedia bagi kebijakan caveat emptor dan dampak
apa saja yang ditimbulkannya bagi setiap pemegang kepentingan?

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 18


Masalah dalam
Etika Utilitarianisme
Utilitarianisme menyarankan pembuatan keputusan
dengan membandingkan berbagai konsekuensi dari
alternatif-alternatif tindakan, maka harus terdapat
metode tertentu untuk melakukan perbandingan tersebut.
Namun, dalam praktik, terdapat perbandingan dan pengukuran
yang sangat sulit. Contohnya, bagaimana kita menghitung,
mengukur, membandingkan, dan mengkuantifikasi kebahagiaan?
Dari kesulitan seperti ini muncul kecenderungan untuk
mengabaikan berbagai konsekuensi bagi orang-orang yang tidak
dekat dengan pihak pengambil keputusan, terutama konsekuensi-
konsekuensi yang merugikan.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 19


Masalah dalam
Etika Utilitarianisme
Tantangan kedua berada pada inti dari utilitarianisme:
ketergantungan pada konsekuensi.
Tindakan etis dan tidak etis ditentukan oleh akibat-akibat.
Singkatnya: tujuan membenarkan cara.
Namun, ini menyangkal salah satu prinsip etis paling awal yang
sudah dipelajari oleh banyak orang: tujuan tidak membenarkan
cara.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 20


Masalah dalam
Etika Utilitarianisme
Arti dari “tujuan tidak membenarkan cara,”
ada keputusan tertentu yang harus diambil, atau peraturan
tertentu yang harus di ikuti, apa pun konsekuensinya.
Dengan kalimat lain, terdapat kewajiban-kewajiban (duties) atau
tanggung jawab yang seharusnya dipatuhi, walaupun dengan
demikian tidak meningkatkan kebahagiaan secara keseluruhan.
Contoh-contoh kewajiban:
•hal-hal yang diharuskan oleh prinsip-prinsip, seperti keadilan,
loyalitas, dan kehormatan,
•berbagai tanggung jawab dari peran-peran sosial atau
institusional (sebagai orang tua, pasangan, teman, warga negara,
karyawan, atau seorang profesional).
BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 21
Poin Apakah Tujuan
Keputusan Membenarkan Cara?

Pada beberapa tahun belakangan, kontroversi etis dan politis utama muncul
terhadap perlakuan ratusan tahanan perang dari Afghanistan dan Irak.
Pihak pemerintah A.S. mengatakan bahwa mereka berbahaya dan merupakan
ancaman besar sehingga perlakuan bagi mereka dibenarkan. Bahkan,
pengacara pemerintah berargumen, karena orang-orang itu bukan anggota
militer dari negara yang diakui, mereka tidak dilindungi oleh hukum dan
pelarangan internasional terhadap penyiksaan.
Pemerintah A.S. berargumen bahwa tindakan serupa penyiksaan dibenarkan
untuk mendapatkan informasi dari para tahanan ini yang dapat mencegah
penyerangan di masa depan terhadap Amerika Serikat.
Para kritikus berargumen bahwa beberapa tindakan, di antaranya penyiksaan,
sama sekali tidak etis sehingga seharusnya tidak perlu digunakan, walaupun
jika akibatnya adalah kehilangan peluang untuk mencegah penyerangan.
Dikatakan bahwa semua orang, bahkan teroris sekalipun, berhak atas hak-hak
mendasar akan pengadilan, perwakilan hukum, dan proses yang layak.
Apakah tujuan pencegahan penyerangan terhadap Amerika Serikat, dalam
kondisi apa pun, dapat membenarkan cara untuk menggunakan penyiksaan?

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 22


Deontologi: Mengambil Keputusan
Berdasarkan Prinsip-prinsip Etis
Teori-teori etis berdasarkan prinsip, atau “deontologis,”
menjelaskan pertanyaan bagaimana kita tahu prinsip-
prinsip apa saja yang seharusnya kita ikuti dan
memutuskan bahwa sebuah prinsip harus mengalahkan
konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat?
Prinsip-prinsip etis dapat dianggap sebagai jenis peraturan,
bahwa terdapat beberapa peraturan yang harus kita ikuti,
walaupun dengan mengikutinya dapat mencegah terjadinya
konsekuensi yang baik dan bahkan bisa menghasilkan
konsekuensi yang buruk.
Contohnya, peraturan-peraturan atau prinsip-prinsip seperti
“patuhi aturan hukum” atau “tepati janjimu.”

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 23


Uji Realitas Prinsip-prinsip Etis di Compaq

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 24


Uji Realitas Peraturan Etis sebagai sebuah Pemeriksaan
atas Berbagai Konsekuensi yang Salah Jalan

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 25


Hak Moral dan
Kewajiban Moral
Filsuf Jerman abad ke-18, Immanuel Kant, berargumen
bahwa terdapat satu prinsip etis yang mendasar:
menghormati martabat setiap manusia.
Menurut etika “imperatif kategoris (categorical imperative)
Kant,” kewajiban untuk menghormati martabat manusia dapat
dilakukan dalam dua cara:
•Bertindak berdasarkan peraturan yang secara universal diterima
oleh semua orang.
•Memperlakukan semua orang sebagai tujuan pada diri mereka
sendiri, bukan sekadar alat untuk mencapai tujuan kita sendiri.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 26


Poin Apakah Tujuan
Keputusan Membenarkan Cara?

Dengan mempertimbangkan Poin Keputusan sebelumnya mengenai


utilitarianisme di bab ini, kita jelajahi pertanyaan mengenai apakah tujuan
mencegah serangan teroris terhadap Amerika Serikat membenarkan cara
penyiksaan.
Ingat kembali mengenai kritik yang berargumen bahwa semua orang, bahkan
teroris sekalipun, berhak mendapatkan hak dasar atas pengadilan, perwakilan
hukum, dan due process (proses pengadilan yang adil).
Sekarang kita melihat pertanyaan ini dari perspektif paham Kant. Apakah hal ini
memberikan pengertian dan kemampuan yang lebih baik untuk mengartikulasi
dukungan atas argumen kritik ini?

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 27


Hak Moral dan
Kewajiban Moral
Tradisi etis Barat menyatakan bahwa kapasitas manusia untuk
membuat pilihan yang bebas dan rasional, tidak hanya bertindak
karena insting dan kondisi, merupakan karakteristik manusia
yang khusus.
Maka, manusia dikatakan memiliki kemandirian atau otonomi
(autonomy).
Manusia disebut sebagai subjek karena memulai tindakan,
membuat pilihan, dan bertindak untuk mencapai tujuan sendiri.
Memperlakukan manusia sebagai alat atau objek sama dengan
menyangkal karakteristik manusia yang penting dan khusus ini;
yang sama artinya dengan menyangkal kemanusiaan.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 28


Keadilan Sosial:
Keadilan sebagai Asas Kesamaan menurut Rawls
Sebuah keputusan yang adil adalah keputusan yang tidak
memihak.
Ide “posisi asali” menyatakan keharusan untuk mengambil
keputusan dari balik selubung ketidaktahuan.
Ini merupakan inti dari teori Rawls, bahwa kesamaan (fairness)
adalah elemen pokok dari sebuah keputusan atau organisasi yang
adil.
Inilah yang memungkinkan keputusan-keputusan yang diambil
dapat kita terima tanpa memedulikan sudut pandang mana
keputusan-keputusan itu diambil.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 29


Keadilan Sosial:
Keadilan sebagai Asas Kesamaan menurut Rawls
Teori keadilan sosial (social justice) yang berdasarkan atas asas
kesamaan (fairness) menurut filsuf Amerika, John Rawls,
menawarkan versi kontemporer dari teori kontrak sosial yang
memahami peraturan etis dasar sebagai bagian dari sebuah
kontrak implisit yang diperlukan untuk memastikan kerja sama
sosial.
Teori Rawls mengenai keadilan terdiri dari dua komponen besar:
•metode untuk menentukan prinsip-prinsip keadilan yang
seharusnya mengatur masyarakat,
•prinsip-prinsip spesifik yang berasal dari metode tersebut.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 30


Uji Realitas Demonstrasi dengan Sebuah Diagram Kue

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 31


Etika Keutamaan: Mengambil Keputusan
Berdasarkan Integritas dan Karakter
Etika keutamaan/kebaikan (virtue ethics) adalah sebuah
tradisi dalam etika filosofis yang mencari deskripsi
detail dan penuh terhadap sifat karakter itu, atau
keutamaan, yang akan membentuk kehidupan manusia
yang baik dan utuh.
Etika keutamaan menggeser fokus dari pertanyaan mengenai apa
yang seharusnya dilakukan seseorang, menjadi berfokus kepada
siapa orang yang dimaksud.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 32


Uji Realitas Keutamaan/Kebaikan dalam Praktik

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 33


Etika Keutamaan: Mengambil Keputusan
Berdasarkan Integritas dan Karakter
Agar dapat memahami perbedaan etika keutamaan dari
pendekatan utilitarianisme dan deontologis, pikirkan masalah
egoisme.
Egoisme (egoism) adalah sebuah pandangan yang berpendapat
bahwa manusia hanya bertindak karena kepentingan pribadinya
sendiri.
Tantangan terbesar dari egoisme dan bagi etika adalah jurang
pemisah yang jelas terlihat antara:
•kepentingan pribadi dan altruisme (mengutamakan kepentingan
orang lain),
•motivasi yang “berkaitan dengan diri sendiri” dan motivasi yang
“berkaitan dengan orang lain.”
BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 34
Uji Realitas Apakah Sikap Mementingkan Diri Sendiri adalah
Sebuah Kebaikan/Keutamaan?

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 35


Etika Keutamaan: Mengambil Keputusan
Berdasarkan Integritas dan Karakter
Karakter berperan dalam perilaku, dan perilaku bisa dibentuk
dengan faktor-faktor yang dapat dikendalikan dengan/oleh:
•keputusan individu secara sadar,
•cara kita tumbuh,
•lingkungan sosial tempat kita hidup, bekerja, dan belajar.
Agar kita dapat mengambil tanggung jawab atas pilihan karakter
kita, etika keutamaan berusaha memahami:
•bagaimana sifat-sifat tersebut dibentuk,
•sifat mana yang meningkatkan dan mana yang mengurangi
kehidupan manusia yang berarti, berharga, dan memuaskan.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 36


Uji Realitas Dapatkah Kebaikan/Keutamaan Diajarkan?

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 37


Peninjauan Kembali Sebuah Model Pengambilan
Keputusan untuk Etika Bisnis
1. Menentukan fakta-fakta. Kumpulkan semua fakta yang
relevan. Sangat penting pada tahapan ini agar kita tidak
mengumpulkan fakta-fakta yang hanya mendukung satu hasil
tertentu, yang akan mebuat keputusan kita secara tidak
sengaja menjadi bias.
2. Mengidentifikasi isu etis yang terlibat. Apa dimensi
etikanya? Apa isu etisnya? Terkadang kita bahkan tidak
menyadari dilema etisnya. Hindari miopi normatif.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 38


Peninjauan Kembali Sebuah Model Pengambilan
Keputusan untuk Etika Bisnis
3. Mengidentifikasi para pemegang kepentingan. Siapa yang
akan terkena dampak dari keputusan ini? Bagaimana
hubungan mereka, prioritas mereka bagi saya, dan apa daya
mereka terhadap hasil atau keputusan saya? Siapa yang
memiliki kepentingan terhadap hasil akhir? Jangan batasi
penyelidikan Anda hanya kepada pemegang kepentingan di
mana Anda merasa bahwa Anda memiliki kewajiban kepada
mereka; terkadang sebuah kewajiban timbul sebagai hasil dari
dampak.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 39


Peninjauan Kembali Sebuah Model Pengambilan
Keputusan untuk Etika Bisnis
4. Pikirkanlah alternatif yang tersedia. Lakukan “imajinasi
moral”. Apakah ada cara kreatif untuk menyelesaikan
konflik? Jangan hanya menyelidiki pilihan-pilihan yang
sudah jelas, tetapi selidikilah juga pilihan-pilihan yang
kurang jelas dan yang membutuhkan pemikiran kreatif dan
imajinasi moral untuk menemukannya. Bayangkan
bagaimana suatu kondisi dilihat dari sudut pandang orang
lain.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 40


Peninjauan Kembali Sebuah Model Pengambilan
Keputusan untuk Etika Bisnis
5. Pertimbangkanlah bagaimana sebuah keputusan
bepengaruh kepada para pemegang kepentingan. Lihatlah
dari sudut pandang orang lain yang terlibat. Bagaimana setiap
pemegang kepentingan dipengaruhi oleh keputusan saya?
Bayangkanlah sebuah keputusan yang akan dapat diterima
oleh semua pihak. Bandingkan dan pertimbangkanlah setiap
alternatif itu: Teori dan tradisi etis dapat sangat membantu
pada tahapan ini.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 41


Peninjauan Kembali Sebuah Model Pengambilan
Keputusan untuk Etika Bisnis
6. Panduan. Dapatkah Anda membahas kasus ini dengan orang
lain yang terkait? Dapatkah Anda mengumpulkan berbagai
opini dan perspektif tambahan? Apakah ada petunjuk, aturan,
atau sumber eksternal lainnya yang dapat membantu
menyelesaikan dilema ini?
7. Penilaian. Sudahkah Anda membuat mekanisme untuk
menilai keputusan Anda dan membuat modifikasi yang
mungkin dilakukan, jika diperlukan? Pastikanlah Anda
mempelajari setiap keputusan dan menggunakan pengetahuan
ini ketika Anda menghadapi keputusan yang sama di masa
depan atau ketika terjadi perubahan atas situasi yang sekarang
sedang Anda hadapi.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 42


Bacaan 3-1

Pembenaran atas Hak-Hak Asasi Manusia


Denis G. Arnold
Hak-hak asasi manusia merupakan hak moral yang berlaku untuk semua orang
di semua negara, sehingga hak asasi manusia dikatakan tidak dapat dicabut.
Agar dapat berpikir mengenai hak-hak asasi manusia secara bermakna, kita
perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis tertentu mengenai sifat
dasarnya.
Bagaimana hak asasi manusia dapat dibenarkan? Para ahli teori dengan
kisaran komitmen yang luas telah sepakat bahwa orang menikmati hak asasi
atas kebebasan individu, dan orang lain memiliki tugas untuk tidak membatasi
atau menghambat kebebasan orang lain tanpa pembenaran yang kuat. Hak ini
didasarkan pada ungkapan terkenal dari prinsip Kant: Moralitas mengharuskan
kita menghormati orang lain. Kant menyediakan sebuah pembelaan untuk
menopang doktrin menghormati orang lain: Menghormati orang lain
mengharuskan orang menahan dirinya untuk tidak ikut campur tangan
terhadap keputusan dan perbuatan mereka.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 43


Apa saja hak asasi manusia spesifik yang ada? Alih-alih memulai dengan
tuntutan terhadap hak-hak, pengikut Kant memulai dengan kewajiban-
kewajiban untuk menghormati orang lain. Menghormati orang lain melibatkan
kewajiban-kewajiban negatif, seperti menahan diri dari menggunakan orang
lain semata-mata hanya sebagai alat, melalui kekuatan fisik, kekerasan, atau
manipulasi, maupun kewajiban-kewajiban positif seperti menyokong esehatan
fisik dan pengembangan kapasitas dasar manusia. Dalam hubungan yang baik
dengan seorang pengemban kewajiban, orang-orang secara rasional telah
memiliki pembenaran untuk menuntut hak kepada pengemban kewajiban
tersebut.
Bagaimana hak asasi manusia berbeda dari hak lainnya, seperti hak
hukum? Hak asasi manusia berbeda dari hak hukum dalam arti bahwa, tidak
seperti hak hukum, eksistensi hak asasi manusia tidak bergantung kepada
institusi mana pun.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 44


Bacaan 3-2

Apakah CEO Mendapat Bayaran Terlalu Besar?


Jeffrey Moriarty
Berdasarkan “pandangan kesepakatan (agreement view),” harga yang pantas
bagi suatu barang didapat dari negosiasi langsung antara pembeli dan penjual
yang sama-sama mendapatkan informasi. Kecuali ada ketidaksempurnaan
(kecurangan, penggunaan kekerasan) dalam proses tawar-menawar, upah yang
disepakati disebut sebagai upah yang pantas.
“Pandangan ganjaran (desert view)” menyerukan digunakannya standar
independen untuk keadilan dalam upah. Upah yang berhak diterima oleh
seseorang tergantung dari fakta-fakta yang terkait dengan pekerjaan (tingkat
kesulitan, tanggung jawab), kinerja orang tersebut (seberapa besar usaha yang
dikeluarkan, seberapa besar kontribusi terhadap perusahaan), atau keduanya.
“Pandangan kegunaan/utilitas (utility view)” memahami upah tidak sebagai
penghargaan atas pekerjaan di masa lalu, tetapi insentif bagi pekerjaan di masa
depan. Maka, upah bertujuan memaksimalkan kesejahteraan perusahaan
dengan menarik, mempertahankan, dan memotivasi pekerja yang berbakat.
BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 45
Sikap independen para direktur terhadap CEOnya terkompromikan oleh:
•Rasa terima kasih Pekerjaan anggota dewan merupakan pekerjaan yang
bergengsi, menguntungkan, dan ringan.
•Kepentingan pribadi Untuk menentukan berapa banyak yang akan
dibayarkan kepada CEO mereka, biasanya anggota dewan akan mencari tahu
berapa banyak yang dibayar perusahaan pesaing kepada CEO-nya. CEO dan
direktur juga memiliki kepentingan pribadi untuk menaikkan bayaran CEO
yang mereka ajak untuk bernegosiasi.
•Tidak adanya alasan bagi direksi untuk lebih memihak para pemegang
saham Karena para pemegang saham membayar CEO dengan uang sendiri,
mereka lebih cenderung tidak membayar lebih banyak. Sebaliknya, direksi
tidak membayar CEO dengan uang mereka sendiri.
Untuk menentukan apakah CEO berhak mendapatkan gaji besar, kita harus
merumuskan teori ganjaran mengenai upah. Dua masalah yang akan
dihadapi:
•mengidentifikasi standar kepantasan,
•mencocokkan tingkatan ganjaran dengan tingkat upah.
BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 46
Kebanyakan orang yang mendukung pandangan ganjaran terhadap keadilan
dalam upah berpendapat bahwa satu-satunya dasar ganjaran untuk upah adalah
kontribusi produktif.
Perusahaan membayar lebih banyak, atau lebih sedikit, untuk posisi pekerjaan
tertentu menurut berbagai dasar pemberian ganjaran, antara lain usaha,
keahlian, dan tingkat kesulitan (mencakup tingkat stres, tingkat bahaya, risiko,
dan keadaan yang tidak menyenangkan).
Ketika faktor lainnya dianggap sama, para karyawan lebih memilih pekerjaan
yang lebih mudah daripada pekerjaan yang lebih sulit, sehingga perusahaan
harus membuat faktor yang tidak sama dengan menawarkan gaji lebih besar
untuk pekerjaan yang lebih sulit itu.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 47


Para karyawan yang berbakat dan memiliki motivasi menciptakan kekayaan
yang lebih besar bagi perusahaan dibandingkan karyawan yang berbakat saja.
Tiga cara yang dapat dipertimbangkan dalam membayar CEO agar dapat
memaksimalkan kekayaan perusahaan melalui motivasi:
•Bayaran itu dapat memotivasi CEO itu sendiri.
•Para pemilik menginginkan agar harga saham meningkat. Jadi, CEO
seharusnya dibayar dengan suatu cara yang membuatnya ingin menaikkan
harga saham juga. Umumnya ini dilakukan dengan membayar CEO dalam
bentuk saham terbatas dan opsi saham.
•Dalam hierarki pekerjaan perusahaan, pekerjaan CEO merupakan posisi
paling tinggi. Banyak karyawan perusahaan yang menginginkan posisi ini dan
akan bekerja keras untuk mendapatkannya, apalagi jika CEO dibayar tinggi
Dampak kenaikan produktivitas ini akan menjadi hal yang menguntungkan
bagi perusahaan secara keseluruhan.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 48


Bacaan 3-3

Prinsip-prinsip Caux untuk Bisnis


Dokumen Caux Round Table, sebagai sebuah pernyataan aspirasi yang
bertujuan untuk mengutarakan sebuah standar dunia terhadap perilaku bisnis
yang dapat diukur, percaya bahwa komunitas bisnis dunia seharusnya
memainkan peran penting dalam meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial.
Dokumen ini berakar dari dua cita-cita dasar etis:
•Konsep Jepang kyosei, yang berarti hidup dan bekerja bersama-sama bagi
kebaikan bersama, memungkinkan kerja sama dan kesejahteraan bersama
untuk dapat berada berdampingan dalam persaingan yang sehat dan adil.
•“Martabat manusia” yang merujuk pada kesakralan atau nilai dari setiap
orang sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan orang
lain atau bahkan sebagai petunjuk mayoritas.
Bahasa dan bentuk dari dokumen ini memiliki utang yang substansial kepada
Prinsip-prinsip Minnesota (Principles of Minnesota), sebuah pernyataan
perilaku bisnis dari Minnesota Center for Corporate Responsibility.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 49


Prinsip-prinsip yang melandasi dialog dan tindakan yang dilakukan oleh para
pemimpin perusahaan dalam mencari tanggung jawab bisnis, yaitu:
•Prinsip-prinsip umum Mencakup: (1) tanggung jawab bisnis, (2) dampak
ekonomi dan sosial yang ditimbulkan bisnis, (3) perilaku bisnis, (4)
menghormati peraturan, (5) mendukung perdagangan multilateral, (6)
menghormati lingkungan, dan (7) menghindari operasi yang patut
dipertanyakan.
•Prinsip-prinsip pemegang kepentingan Mencakup (1) pelanggan, (2)
karyawan, (3) pemilik/investor, (4) pemasok, (5) pesaing, dan (6) komunitas.

BAB 3 ETIKA BISNIS - Hartman & Desjardins 50

Anda mungkin juga menyukai