Anda di halaman 1dari 16

Kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam

Pemilihan Umum Tahun 1955

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia masa

Demokrasi Liberal dan Terpimpin

Disusun Oleh:

Imam Setiono Kusdiharso

3111415001

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

ILMU SEJARAH

2017

i
Daftar Isi

Judul ............................................................................................................................................... i
Daftar Isi ....................................................................................................................................... ii
Kata Pengantar ........................................................................................................................... iii
BAB I. Pendahuluan .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................... 2
BAB II. Pembahasan ................................................................................................................... 3
A. PKI sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia (1914-1945).......................................... 3
B. PKI Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1955) .............................................. 5
1. PKI (1945-1949)......................................................................................................... 5
2. PKI dan Bangkitnya pada Pemilihan Umum 1955 ..................................................... 7
BAB III. Penutup ....................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 12
B. Daftar Pustaka ................................................................................................................. 13

ii
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
berkesempatan menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebangkitan Partai Komunis
Indonesia (PKI) dalam Pemilihan Umum Tahun 1955” tepat pada waktunya.

Terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Hamdan Tri Atmaja selaku Dosen pengampu mata
kuliah Sejarah Indonesia Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menulis dan menyusun makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini banyak sekali rintangan yang penulis hadapi.Untuk itu dalam
kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih serta memberikan penghargaan setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan atas terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca

Semarang, 13 Desember 2017

Penulis

Imam Setiono Kusdiharso

iii
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kemerdekaan Indonesia yang dilakukan dengan pembacaan teks proklamasi pada 17


Agustus 1945 merupakan suatu Revolusi yang mempunyai skala besar dan berdampak pada
perubahan sosial di sekitar masyarakat Indonesia. Sebelum itu, Indonesia harus bersusah payah
melawan penjajahan kolonialisme Belanda yang sudah ada puluhan tahun di Indonesia, bahkan
masyarakat Indonesia saat ini percaya bahwa negara Indonesia dijajah ratusan tahun oleh
Belanda. Penjajahan pun tidak hanya dilakukan oleh Belanda saja, melainkan Jepang pun
pernah merasakannya walaupun hanya 3 tahun saja di Indonesia tetapi memiliki dampak yang
begitu besar dan dapat merubah tatanan sistem yang telah dibuat oleh Belanda.

Di masa penjajahan Belanda mulai berkembangnya minat masyarakat dalam berorganisasi


maupun berpolitik. Minat masyarakat Indonesia saat itu menjadi tinggi dikarenakan munculnya
rasa kebencian yang tertanam dalam hati karena sifat semena-mena Belanda terhadap rakyat
Indonesia. Serta sudah munculnya kesadaran Nasionalisme yang menjadi api semangat
perjuangan rakyat Indonesia. Berbagai bentuk Organisasi dan Partai Politik pun mulai muncul
dengan bermacam Ideologi seperti Islamisme, Nasionalisme, Sosialisme dan Komunisme.

Salah satu Partai Politik yang terkenal dan dicap sebagai Partai Politik yang radikal oleh
Belanda adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai Politik ini mempunyai sejarah panjang
di Indonesia dan merupakan partai Komunisme terbesar di Asia Tenggara pada saat itu. PKI
banyak mengalami masa-masa yang ‘terombang-ambing’ seperti perlawanan dengan
Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1926 yang memicu di bubarkannya PKI oleh
Pemerintah Kolonial. Lalu berlanjut pada pendudukan Jepang dan menjadi partai bawah tanah
atau partai ‘ilegal’ akibat masih adanya pelarangan. Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945
PKI muncul kembali dari persembunyiannya. Pada tahun 1948 terjadi sebuah kejadian dimana
kejadian tersebut dinamakan Pemberontakan Madiun yang dilakukan oleh PKI yang ingin
mendirikan negara berlandaskan Komunisme serta mengganti Pancasila sebagai dasar Negara.
Pemberontakan tersebut dapat ditumpaskan dan PKI tidak diakui sebagai partai politk serta
banyak para pemimpinnya bersembunyi ke berbagai wilayah.

Pada tahun 1950an Pemerintah RI kembali mengakui PKI sebagai Partai Politik, banyak
pemimpin PKI yang bersembunyi saat itu kembali menampakkan diri dan menyusun ulang
susunan partai yang telah ‘porak-poranda’ akibat kejadian pada tahun 1948. Pergantin
Pemimpin pun dilakukan demi upaya untuk menjaring massa untuk bergabung dengan PKI.

1
Pada tahun 1955 menjadi puncak kejayaan PKI dengan menjadi Partai Politik yang
diperhitungkan kembali di ranah perpolitikan Indonesia yang sebelumnya diremehkan akibat
peristiwa tahun 1948 yang telah ‘memporak-porandakan’ susunan keanggotaan Partai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan PKI mengalami kemunduran dalam percaturan perpolitikan
Indonesia?
2. Bagaimana PKI dapat kembali bangkit dan menjadi menjadi Partai Politik besar pada
Pemilihan Umum 1955
C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk dapat mengetahui bahwa PKI pada masa lalu
menjadi sebuah Partai Politik yang diperhitungkan di kancah perpolitikan Indonesia serta sisi
gelap dari Partai Politik tersebut.

2
BAB II
Pembahasan

A. PKI sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia (1914-1945)

Marxisme diperkenalkan secara resmi ke Indonesia pada 1914 bersamaan dengan


berdirinya ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) atau Serikat Sosial Demokrasi
Hindia Belanda, yang menancapkan akar pertamanya kuat-kuat di tanah Indonesia. Serikat ini
merupakan organisasi sosialis pertama yang berdiri di Asia Tenggara1.

Marxisme tidak langsung masuk begitu saja ke Hindia Belanda, melainkan dibawa oleh
seorang tokoh yang bernama Sneevliet, ia dan rekan-rekannya seperti J.A. Brandsteder, H.W.
Dekker, dan P. Bergsma mendirikan partai ISDV. Partai ini mempunyai tujuan yaitu untuk
meningkatkan standar hidup masyarakat Hindia Belanda yang pada masa itu tergolong
masyarakat menengah kebawah.

Pada awalnya partai ini masih belum memiliki anggota seorang bumiputra, Sneevliet
mengembangkan suatu metode baru, yaitu teknik bloc within yaitu keanggotaan ganda pada
suatu partai. ISDV mengusahakan hubungan dengan Sarekat Islam (SI) yang pada waktu itu
berkembang pesat sebagai pergerakan bangsa Indonesia. Hubungan yang erat dengan ketua SI
Semarang, Semaoen, memberikan kesempatan baginya untuk berceramah dalam pelatihan
kader sehingga ISDV memperoleh banyak pengikut di dalam SI yang menciptakan
keanggotaan ganda dan sebaliknya. Bahkan orang-orang seperti Semaoen, Darsono, Alimin
Prawirodirjo, dan Tan Malaka menjadi tokoh sekaligus pimpinan kedua organisasi yang
berlainan paham itu2.

ISDV pun semakin radiakal, Pemerintah Kolonial Belanda pun bergerak cepat dengan
membuang pimpinan ISDV yaitu Sneevliet dan Baars. Akibatnya jabatan pun berpindah tangan
ke Semaoen dan Darsono untuk menggantikan Sneevliet dan Baars yang telah dibuang oleh
Pemerintah Kolonial.

Pada Mei 1920, Semaoen mengubah nama ISDV menjadi Perserikatan Komunis di Hindia
(PKH) lalu diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menjadi bagian dari SI.
Akibatnya timbul pepecahan antara SI (merah) yang berada di Semarang dengan SI (putih)
pusat yang berada di Surabaya. SI ‘merah’ dituduh lebih mementingkan revolusi dunia daripada
revolusi Indonesia dan sebaliknya SI ‘merah’ menuduh SI ‘putih’ dianggap lebih mengabdikan
diri pada Pan-Islamisme daripada memperjuangkan rakyat Indonesia yang sedang menderita.

1
Kasenda. Sukarno, Marxisme, & Leninisme, Akar Pemikiran Kiri & Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas
Bambu. 2014. Hlm. 6.
2
Kasenda. Ibid. Hlm. 7.

3
Perpecahan antara SI ‘merah’ dan SI ‘putih’ sangat memperlemah perjuangan kemerdekaan. SI
‘merah’ patuh pata PKI dan mengubah namanya menjadi Sarekat Rakyat (SR) serta
menjadikannya organisasi massa yang utama. Sebagian besar pengikut SI yang tertarik pada
PKI adalah karena PKI merupakan suatu tantangan yang bersifat militan terhadap Belanda dan
rakyat tidak akan lagi tertarik apabila tidak ada aksi3.

Setelah memisahkan diri, PKI akhirnya menentukan jalannya sendiri dalam perpolitikan di
Hindia Belanda. PKI pun mulai melancarkan berbagai aksi dengan mengadakan berbagai
macam pemogokan yang didukung oleh serikat-serikat buruh di Hindia Belanda terutama buruh
kereta api yang menjadi adalan kaum komunis untuk melancarkan aksi. Pemogokan itu
dilakukan lantaran adanya depresi ekonomi yang sedang dialami oleh Pemerintah Kolonial
Belanda dan perusahaan swasta, akibatnya upah buruh pun terpaksa upah buruh mengalami
penurunan dan sebagian ada yang terkena pemutusan hubungan pekerjaan.

Akibat pemogokan itu, banyak para pemimpin PKI di tangkap. Hal ini berdampak pada
hilangnya sosok dari para pemimpin yang lebih berpengalaman dan moderat seperti Sardjono
dan Alimin PKI saat itu. Akibatnya, gerakan pemogokan itu jatuh ke tangan para anggota PKI
yang berkepala panas untk melancarkan revolusi yang jauh melebihi kemampuan mereka4.

Ketika pemberontakan PKI pecah—November 1926 di Banten dan Januari 1927 di


Silungkang—peristiwa tersebut terjadi di daerah yang memiliki pengaruh islam yang kuat di
Indonesia. Para masyarakat pada saat itu sudah tidak sanggup lagi untuk terus berada di bawah
tekanan pemerintahan Kolonial Belanda. Pemberontakan PKI ini merupakan tindakan putus asa
daripada percobaan kudeta merebut kekuasaan. Pemberontakan itu dengan mudah ditumpas
oleh pemerintah Kolonial Belanda. Hal ini karena mudah ditumpas karena tidak terkoordinasi
dan hanya bersifat lokal5. Penguasa kolonial akhirnya melakukan penangkapan secara besar-
besaran dan diyakini jumlah yang ditangkap tersebut mencapai ribuan orang dan sebagian
dibuang ke daerah inkognito Boeven Digoel6.

Akibat hal tersebut, pemerintah Kolonial Belanda akhirnya membubarkan PKI secara paksa
pada tahun 1926-1927. Pembubaran tersebut akhirnya membuat aktivitas PKI menjadi berhenti.
Namun berhentinya aktivitas tersebut hanya pada batas ‘atas’ saja, melainkan masih dilanjutkan

3
Ibid. Hlm. 10.
4
Kasenda. Kematian D.N. Aidit dan Kehancuran PKI. Depok: Komunitas Bambu. 2016. Hlm. 22.
5
Ibid. Hlm. 23.
6
Rezim kolonial Belanda membangun sebuah kamp pembuangan massal. Boeven Digoel, daerah pedalaman
Papua yang penuh nyamuk malaria di pinggiran wilayah Hindia Belanda, memaksa para tahanan hidup normal di
bawah kondisi yang tidak normal. Lihat Peter Kasenda. Sukarno, Marxisme, & Leninisme, Akar Pemikiran Kiri
& Revolusi Indonesia. Op.Cit. 2014 . Hlm. 97.

4
dengan menjadi PKI ilegal atau ‘bawah tanah’ dimana aktivitas tersebut dilakukan secara
sembunyi-sembunyi.

Hal tersebut masih dilakukan hingga pergantian kekuasaan dari pemerintah Kolonial
Belanda ke pendudukan Jepang pada tahun 1942. PKI menggunakan cara seperti propaganda
agar tidak di ketahui oleh pemerintah Jepang yang saat itu berkuasa. Propaganda tersebut
dilakukan dengan cara penyebaran surat kabar yang dibuat oleh PKI dengan nama Menara
Merah yang pertama kali terbit pada bulan Juni tahun 1940. PKI tetap menjadi partai yang
bergerak dengan cara ‘bawah tanah’ sampai pada akhirnya yaitu ketika pembacaan teks
proklamasi pada 17 Agustus 1945, PKI muncul lagi di hadapan publik masyarakat Indonesia.

B. PKI Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1955)


1. PKI (1945-1949)

Pada 6-9 Agustus 1945 terjadi sebuah kejadian dimana Jepang di bom atom oleh Amerika
Serikat yang pada saat itu terjadi Perang Dunia II. Akibat dari bom atom tersebut Jepang
mengalami kelumpuhan total di kota Hiroshima dan kota Nagasaki yang menjadi kota
terpenting Jepang saat itu. Jepang pun dipaksa menyerah terhadap Sekutu dan menandai
berakhirnya perang Dunia II.

Berita kekalahan Jepang tersebut di dengar sampai Indonesia, hal ini menjadi kesempatan
untuk memerdekakan diri dari pendudukan Jepang karena adanya kekosongan kekuasaan.
Tidak menyiayiakan kesempatan, pada 17 Agustus 1945 terjadi kejadian bersejarah bagi bangsa
Indonesia yaitu pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang menandakan bahwa
Indonesia lepas dari penjajahan manapun.

Melihat hal tersebut, PKI seakan tak mau membuang kesempatan emas seperti ini. PKI
akhirnya didirikan kembali Oktober 1945 oleh M.Yusuf dengan latar belakang dan kemampuan
yang diragukan. PKI di bawah pimpinan M. Yusuf hanya mengalami perkembangan kecil
hingga Mei 1946, yakni ketika Sardjono, pemimpin Komunis di masa lalu, kembali dari
Australia7 dan menggantikan M. Yusuf sebagai ketua. Alimin kembali ke Indonesia setelah 20
tahun bermukim di luar negeri. Setahun atau beberapa tahun terakhir ia habiskan di Yenan. PKI
yang diketuai oleh Sardjono yang memimpin dengan baik dan dapat meningkatkan nama partai,

7
Dalam rapat di Yogyakarta pada 1-3 Maret 1946, PKI mengutuk aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
M.Yusuf. Dalam konferensi di Surakarta pada 29-30 April 1946, PKI menyerahkan kepemimpinan partai kepada
Sardjono. Sardjono pernah menjadi ketua PKI pada 1926; ditangkap sebelum pemberontakan Komunis pada 1926-
1927 dan diasingkan ke kamp konsentrasi di Boven Digoel. Ia tinggal disana kemudian dipindahkan ke Australia
pada 1942 oleh Belanda. Di Australia, ia bekerja pada kantor penerangan Belanda hingga Maret 1946, yaitu ketika
Belanda mengirimkannya kembali ke Indonesia bersama-sama dengan semua orang Indonesia. Lihat Kahin.
Nasionalisme & Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu. 2013. Hlm. 298.

5
baru pada tahun 1948 PKI dapat mengejar partai-partai besar seperti PNI, Masyumi, maupun
Partai Sosialis Indonesia (PSI). Dengan Sardjono yang menjabat sebagai ketua, Alimin berhasil
memberikan prestise dan kepemimpinan dalam tubuh PKI8.

Pada tanggal 3 Juli 1947, Amir Syarifudin menjadi perdana mentri dan menggantikan
Perdana mentri Sutan Sjahrir. Amir Syarifudin yang pada waktu itu menjabat sebagai perdana
mentri, dia pun menjalankan kebijakan garis Dimitrov9. Amir Syarifudin pun meneruskan
perundingn dengan pihak Belanda dan menghasilkan perjanjian yang pada waktu itu dikenal
dengan perjanjian Renville yang di tanda tangain pada 17 Januari 1948. Isi dari perjanjian
Renville adalah Indonesia mengakui garis Van Mook, yaitu garis yang membantasi wiayah
yang dikuasai Indonesia dengan garis yang dikuasai oleh Belanda. Perundingan yang dilakukan
oleh Amir Syarifudin mendapat reaksi keras dari partai lain seperti PNI dan Masyumi, kedua
partai tersebut berpendapat bahwa Amir Syarifudin telah mengorbankan Indonesia dan telah
‘bersekutu’ dengan Belanda. Pada 23 Januari 1948, PNI dan Masyumi pun sepakat untuk
menarik dukungannya dan membuat perdana mentri Amir Syarifudin jatuh dari posisinya dan
digantikan oleh kabinet Hatta.

Musso, tokoh kawakan komunis yang cuku lama bermukim di Uni Sovyet, kembali ke
Indonesia bersama Supriono pada tanggal 10 Agustus 1948. Ia membawa “Rencana
Gottwald”10 sebuah referensi komunis yang menurutnya tepat untuk situasi yang berkembang
di Indonesia saat itu. Ia mulai menanggalkan samarannya, mengambil alih PKI dan mengubah
bentuk partai politik itu dengan cepat untuk menentang pemerintah pusat. Ia berharap FDR
dapat memberikan organisasi massa dan mendukung upaya-upaya PKI untuk merebut
kekuasaan. Kekuasaan FDR pada dasarnya berasal dari dua sumber. Pertama, kestiaan para
pejabat militer kepada Amir Syarifudin yang dimulai ketika ia menjabat sebagai Menhan.
Kedua, dukungan SOBSI, federasi buruh terbesar di Indonesia saat itu11.

Ada tiga gagasan utama yang dikemukakan Musso. Pertama, membentuk front nasional
untuk menghimpun kekuatan komunis dan nonkomunis di bawah pimpinan PKI. Kedua,
mengubah PKI menjadi partai tunggal Marxis-Leninis, dan yang terakhir, menyesuaikan
perjuagan PKI dengan garis perjuangan Komunis Internasional (Komitern). Tawaran PKI
kepada PNI dan Masyumi untuk bersama-sama membentuk front nasional ditolak oleh kedua
partai tersebut. Di pihak lain, Amin Syarifudin berhasil menggabungkan partai-partai dan
organisasi massa beraliran kiri dengan ini PKI menjadi diperluas. Pada 1 September 1948

8
Kahin. Op.cit. Hlm. 229.
9
Yang dimaksud dengan garis Dimitrov adalah kebijakan yang dibuat oleh Sekjen Komitern yang berasal dari
Moskow untuk mengatur jalannya komunis di Dunia.
10
Gottwald, pemimpin Partai Komunis Cekoslovakia yang menggulingkan pemerintahan yang sah di Praha.
11
Kasenda. Op.cit. 2016. Hlm. 34.

6
diumumkan pembentukan Politbiro PKI yang langsung dipimpin oleh Musso. Amir Syarifudin
ditempatkan di sekretariat pertahanan. Beberapa tokoh muda antara lain Aidit, Lukman, dan
Njoto diangkat sebagai anggota Politbiro. Sebaliknya, peran tokoh-tokoh tua seperti Sardjono
dan Alimin, dikurangi12.

Menjelang pertengahan September 1948, PKI semakin mematangkan persiapannya di


Madiun. Pasukan tempur ditempatkan antara lain di Saradan, Ponorogo, dan Ngawi. Kekuatan
mereka diperkirakan dua belas batalion. Di Jawa Timur terdapat beberapa batalion dari Brigade
29 pimpinan Letnan Kolonel Dahlan dan pasukan TLRI pimpinan Laksamana Muda Atmadji.
Daerah sekitar Gunung Liman di Pegunungan Wilis disiapkan sebagai tempat pengunduran
apabila mereka terpaksa meninggalkan Madiun. Selain itu, PKI juga berusaha melumpuhkan
lawan-lawan politiknya. Sebelah orang pejabat pemerintahan dan tujuh tokoh partai, mereka
dibunuh di Madiun antara tanggal 10-18 September 1948. Pembunuhan juga mereka lakukan
di Magetan yang menelan korban seorang bupati serta sejumlah anggota TNI dan polisi13.

Pada tanggal 18 September 1948 PKI melancarkan pemberontakan di Madiun. Pasukan


bersenjata bergerak menguasai kantor-kantor pemerintah, bank, dan kantor telepon. Mereka
juga menduduki markas Sub-Teritorial Comando (STC), markas Staf Pertahanan Djawa Timur
(SPDT), markas Corps Polisi Militer (CPM), dan kantor polisi, serta menawan beberapa orang
perwira TNI, antara lain Letnan Kolonel Marhadi, Letnan Kolonel Wijono, Letnan Kolonel
Sumantri, dan Mayor Rukmito Hedraningrat14.

Beberapa pengamat menyebutkan bahwa Peristiwa Madiun terjadi karena orang-orang


komunis lokal merasakan tekanan kampanye Kabinet Hatta untuk melucuti senjata mereka dan
memindahkan para tokoh militer yang loyalitasnya patut dicurigai dari wilayah-wilayah
penting. Pemberontakan itu menyimpang beberapa hari sdari jadwal yang direncanakan pada
18 September 1948. Dinas intelijen Indonesia mendapatkan dokumen yang rinci tentang
rencana serangan baru terhadap RI di musim gugur tahun 1948. Kekalahan di Madiun, yaitu
dieksekusinya sejumlah pimpinan pemberontakan dan reaksi rakyat atas pemberontakan
terhadap pemerintah pusat tersebut telah membuat PKI tersingkir dari arena perpolitikan
Indonesia15

2. PKI dan Bangkitnya pada Pemilihan Umum 1955

Setelah pemerintah RI mengakui kembali eksistensi PKI, parpol ini kembali beraktivitas
secara legal. Tokoh-tokoh PKI yang menghilang dan bersembunyi sejak kegagalan Peristiwa

12
Poesponegoro dan Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka. 2008. Hlm. 240.
13
Ibid. Hlm. 240.
14
Ibid
15
Kasenda. Op.cit. 2016. Hlm. 35.

7
Madiun 1948, tiba-tiba muncul kembali. Satu persatu mereka keluar dari tempat
persembunyian. Alimin Prawirodirdjo yang dihormati sebagai the great oldman gerakan
komunisme di Indonesia muncul di suatu tempat di sekitar Yogyakarta pada september 1949.
Ia diwawancarai oleh sebuah surat kabar. Kemunculannya sungguh di luar dugaan karena
banyak orang mengira ia tewas dalam Peristiwa Madiun16. Pada saat yang bersamaan Alimin
menjadi ketua PKI menggantikan Musso yang terbunuh pada Peristiwa Madiun.

Persoalan pertama yang dihadapi PKI adalah hancurnya struktur organisasi partai akibat
Peristiwa Madiun. Sejak saat itu kepengurusannya tidak jelas rimbanya sebab banyak yang
terbunuh dan mendekam di penjara. Konsekuensi lainnya adalah citra buruk PKI sebagai
pemberontak terhadap pemerintahan yang sah. Itulah kenyataan obyektif yang dihadapi oleh
Alimin. Setelah PKI di bawah kendalinya, ia menghimpun kembali kekuatan komunis yang
tercerai berai sebagai langkah awal. PKI secara organisasi mulai bergerak ditandai dengan
tersiarnya susunan sekretariat sementara CC PKI 10 Juni 1950 yang terdiri dari Sudisman,
Djaetun Dirjdowijono, dan Ngadiman. Untuk sementara waktu, dalam diri PKI belum ada
kegiatan, kecuali pekerjaan di parlemen oleh Tan Ling Djie17.

Alimin berupaya menghapus citra buruk PKI dan menerapkan kebijakan yang lebih ketat
secara kualitas. Ia cenderung membangun PKI sebagai partai kader dan menerapkan taktik
infiltrasi yang cukup jitu. Ia memerintahkan para kader PKI untuk memasuki organisasi
kepemudaan, buruh, petani, wanita, dan lain-lain. Pengembangan sayap komunis ini
memberikan peluang Tan Ling Djie untuk membangun kembali Partai Sosialis-nya. Tetapi,
upaya tersebut gagal karenan ditentang oleh kaum muda komunis. Hal ini menimbukan friksi
internal yang semakin menguat, bahkan mencuatkan polarisasi dua kekuatan faksi ‘golongan
tua’ yang dipimpin oleh Alimin berhadapan dengan faksi ‘golongan muda’ yang dipimpin Aidit
yang terletak pada strategi dan cara menyelesaikan masalah yang menghadang18.

Dalam suatu persaingan di dalam tubuh partai yang berakhir ada bulan Januari 1951, para
pemuda seperti Aidit, Lukman, Njoto, dan Soedisman mengambil alih kekuasaan atas Politbiro
dari tangan generasi tua yang selamat dari Peristiwa Madiun. Sejak awal mulanya, Aidit
menekankan bahwa Marxisme merupakan pedoman untuk bertindak, bukannya dogma yang
kaku. Kepemimpinannya membawa suatu pragmatisme baru bagi PKI yang memungkinkan
partai ini segera menjadi salah satu partai politik terbesar. Pada mulanya, basis PKI terutama
adalah kaum buruh perkotaan dan buruh perusahaan pertanian, yang diorganisasikan melalui
federasi serikat SOBSI yang sepenuhnya dikendalikan oleh PKI. Kemudian partai ini

16
Kasenda. Op.cit. 2016. Hlm. 46.
17
Ibid
18
Ibid. Hlm. 47.

8
melebarkan sayap ke sektor-sektor kemasyarakatan lainnya, termasuk kaum tani, yang
menjadikannya kehilangan banyak sifat proletarnya19.

Strategi yang diterapkan Aidit sangat kontradiktif dengan peran-peran PKI di bawah
kendalinya. Ia menjalankan dua cara sekaligus. Di tingkat suprastruktur, PKI memainkan peran
yang resmi, sedangkan di tingkat infrastruktur PKI menjalankan program-progam provokatif.
PKI menjadi penggerak dalam berbagai aksi pemogokan dan kekerasan yang endemik
sepanjang tahun 1950-1951. Pelaku pemogokan itu umumnya SOBSI dan BTI yang berakibat
buruk bagi situasi politik, bahkan mengakibatkan kondisi ekonomi yang semakin fluktuatif.
Para buruh melakukan pemogokan di sarana-sarana vital, seperti pabrik, perkebunan, dan
pelabuhan20.

Kabinet Natsir yang pada waktu itu menjabat sebagai Perdana Menteri mengeluarkan
Keputusan No.1 pada 13 Februari 195121. Walaupun keputusan ini dikeluarkan, aksi yang
dilakukan oleh SOBSI maupun BTI tidak bisa diredam. Kabinet Sukiman pun akhirnya
menggantikan Kabinet Natsir yang turun dari jabatannya karena tidak bisa meredam aksi
pemogokan sekaligus menimbulkan kekerasan di berbagai daerah.

Di tangan Kabinet Sukiman, akhirnya melakukan berbagai cara agar meredakan


pemogokan yang berujung kekerasan tersebut dengan cara melakukan razia massal pada
simpatisan komunis sejak 15 Agustus 1951. Pada razia tersebut, terjaring beberapa wakil dari
wakil PKI, SOBSI, dan BTI. Pada akhir Agustus 1951, razia tersebut sudah menahan kurang
lebih sekitar 2.000 orang. Angka ini bisa dibilang kecil karena sebagian lainnya bersembunyi
dari razia tersebut yang notabene dari SOBSI, BTI, dan sebagian simpatisan PKI yang menjadi
penggerak massa tersebut.

PKI mulai merancang panggung untuk permainan berikutnya dikarenakan terhalang dalam
erbgai kegiatan akibat larangan pemerintah pada Februari 1951 tentang aksi mogok di
perusahaan-perusahaan vital seperi pekerbunan dan perkapalan, serta dihadapkan pada

19
Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi. 2005. Hlm. 478.
20
Kasenda. Op.cit. 2016. Hlm. 49.
21
Guna mengatasi keadaan ketenagakerjaan yang tidak kondusif, pemerintah pada tanggal 13 Februari 1951
mengeluarkan Peraturan Kekuasaan Militer No. 1 Tahun 1951 yang membentuk Panitian Penyelesaian Pertikaian
Perburuhan di tingkat pusat dan daerah. Walaupun keadaannya menjadi sedikit lebih baik ternyata peraturan
kekuasaan militer tersebut belum begitu mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul di bidang ketenagakerjaan.
Lihat Hardjoprajitno, dkk. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan dan Ratifikasi Konvesi ILO. Modul Bahan Ajar.
Tanggerang: Universitas Terbuka Repository. 2014. Hlm. 9.

9
penahanan yang dilakukan oleh pemerintahan Sukiman terhadap sejumlah besar orang komunis
dan asosiasi mereka pada 195122.

Citra buruk akibat peristiwa Madiun dan dipraktikannya strategi partai kader
mengakibatkan PKI menjadi parpol yang tidak populer di kalangan masyarakat. Aidit
mengubahnya menjadi strategi partai massa yang berpangkal pada kaum buruh. Aktivitasnya
sebagai sebagai pemimpin PKI boleh dikatakan luar biasa. Untuk memperoleh dukungan dari
kaum buruh, ia menyelenggarakan kursus politik dan pengetahuan umum. Selain itu, Aidit juga
mengadakan berbagai kursus lainnya, seperti pemberatasan buta huruf, masak-memasak,
kerajinan tangan, olah raga, musik, dan seni drama. Untuk mendapatkan dukungan dari kaum
petani, ia mengajukan ‘kenaikan upah’ dan perubahan ‘kepemilikan tanah’ serta melakukan
‘turba’ ke desa-desa23.

Ketika PKI meluas ke wilayah pedesaan Jawa Tengah dan Jawa Timur, identitas kelas dan
kemilitanan potensialnya benar-benar tenggelam. Banyak petani yang misikin bergabung
karena PKI berjanji akan membela kepentingan mereka, tetapi banyak yang bergabung karena
alasan-alasan lain. Tim-tim PKI memperbaiki jembatan, sekolah, rumah, bendungan, WC, dan
kamar mandi umum, saluran air, dan jalan. Sebagai suatu organisasi masyarakat, PKI
mengungguli semua organisasi lainnya, dan karena partai ini tampak tidak menganut kekerasan
dan lunak, para penduduk pedesaan berduyun-duyun menjadi anggotanya. Di desa-desa, partai
ini sering kali dipimpin oleh guru-guru, kepala desa, para petani menengah dan kaya, dan
beberapa tuan tanah, yang membawa bersama-sama mereka seluruh komunitas atau kelompok
pengikut mereka ke dalam organisasi ini. Komunitas-komunitas tersebut hampir seluruhnya
muslim nominal (abangan)24.

Pada 29 September 1955 di tetapkan sebagai hari untuk melakukan pemilihan umum untuk
parlemen (DPR) yang menjadi pertama kalinya secara demokratis di era demokrasi liberal.
Semakin mendekati waktu yang ditentukan susana semakin tegang, sebab tiap-tiap partai
berusaha untuk menang. Koran-koran partai saling menyerang dan melontarkan tuduhan-
tuduhan serta saling menelanjangi partai lawannya25.

Hasil pemilu untuk parlemen (DPR) yang berlangsung pada 29 September 1955 baru
diumumkan pada 1 Maret 1956, tetapi hampir semua partai yang sudah mengetahui gambaran
hasilnya sebelum pengumuman itu disiarkan secara resmi. Ini disebabkan anggota Panitia
Pemilihan Indonesia tidak berasal dari unsur pemerintah saja melainkan juga unsur partai-partai

22
Kasenda. Op.cit. 2014. Hlm. 28.
23
Kasenda. Op.cit. 2016. Hlm 57.
24
Ricklefs. Op.cit. Hlm. 493.
25
Poesponegoro dan Notosusanto. Op.cit. Hlm. 317.

10
politik peserta pemilu, organisasi pemilih, dan utusan perorangan yang maju sebagai calon
legislatif yang melihat langsung proses perhitungan. Dengan demikian, para peserta pemilu
dapat pula secara langsung mengevaluasi cara-cara kampanye mereka untuk kemudia
mengubah atau memperbaikinya pada pemilihan umum konstituante yang akan
diselenggarakan pada 15 Desember 195526.

Pemilu 1955 menyisihkan empat kandidat partai politik besar, yaitu PNI (22,3%), Masyumi
(20,9%), NU (18,4%), dan PKI (16,4&). Kembali berkibarnya PNI, Masyumi, dan NU sama
sekali tidak mengagetkan. Tetapi, pertumbuhan PKI yang nyaris hancur-lebur pasca Peristiwa
Madiun 1948 dan mengalami tekanan berat dari Kabinet Sukiman 1951, berhasil memperoleh
16,4% dari keseluruhan suara. Hal ini adalah sebuah prestasi yang luar biasa. Bagi Aidit dan
PKI, hasil pemilu 1955 mewakili kemenangan kekuatan demokratis melawan kekuatan
reaksioner partai politik lainnya27.

PKI memperoleh suara sebesar itu yang mayoritas berasal dari daerah Jawa Tengah dan
sekitarnya. PKI di Jawa Tengah memperoleh suara terbesar yaitu 37,6% suara. Hal ini tidak
lain dan tidak bukan adalah tingginya kampanye yang dilakukan oleh Aidit dan PKI untuk
mendulang suara sebanyak-banyaknya. Salah satu faktor lainnya adalah masyarakat di Jawa
Tengah pada waktu itu memiliki minat untuk memilih PKI karena partai tersebut berjanji akan
menjanjikan Land-reform dan kepemilikan perkebunan-perkebunan dan pabrik-pabrik. Karena
hal inilah PKI mendulang suara yang banyak dari wilayah yang terdapat perkebunan-
perkebunan dan pabrik-pabrik yaitu di Jawa Tengah.

Namun kemenangan tersebut tidak ada artinya karena PKI tidak mendapat kursi di seluruh
kabinet yang ada pada masa Indonesia Liberal. Hal ini seakan seperti ‘di anak tirikan’
mengingat PKI berada di posisi keempat sebagai partai terbesar pemenang pemilu 1955. Ini
dikarenakan partai lain menanggap kalau pemerintah memeliharan PKI itu sama saja seperti
memelihara ular di dalam rumah yang sewaktu-waktu bisa memakan tuan nya sendiri. Hal ini
dibuktikan dengan terjadinya tragedi 1965 yang masih menyisakan banyak misteri di dalamnya.

26
Taufik Abdullah, dkk. Indonesia dalam Arus Sejarah VII. 2013. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve &
KEMENDIKBUD. Hlm. 457.
27
Kasenda. Op.cit. 2016. Hlm. 61.

11
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

PKI merupakan partai yang cukup mempunyai sepak terjang yang panjang, mulai dari naik
dan turunnya partai tersebut. PKI berkontribusi besar pada kemerdekaan republik Indonesia.
Namun, entah mengapa partai ini seakan menyerang ‘tuan’ nya sendiri dengan adanya kejadian
Peristiwa Madiun 1948. PKI kemudian muncul kembali dengan pergantian ketua dengan
mengubah kebijakan partai, dimulainya kembali aktivitas partai tersebut karena ingin
mendulang massa yang banyak yang sebelumnya keorganisasian partai hancur akibat Peristiwa
Madiun 1948. Prahara kembali lagi dengan adanya konflik internal antara kaum tua dengan
kaum muda PKI yang pada akhirnya dimenangkan oleh kaum muda dan mengambil alih kursi
kepemimpinan. Di tangan kaum muda, PKI kembali menjadi bergairah, namun dengan gairah
tersebut berakibat pada tahun 1951 karena melakukan aktivitas pemogokan buruh-buruh yang
mengakibatkan tersendatnya aktivitas pasar, pada saat itu juga PKI dijatuhi hukuman.
Hukuman tersebut tidak mengurangi minat untuk berkampanye, Aidit mengeluarkan buku putih
dimana buku tersebut bertujuan untuk pembelaan PKI terhadap Peristiwa Madiun 1948 agar
masyarakat bisa mempercayain PKI kembali. Pemilu 1955 pun semakin dekan, PKI kian gencar
dengan mengeluarkan berbagai macam janjinya. Hasilnya adalah PKI menempati posisi
keempat sebagai partai besar.

12
B. Daftar Isi

BUKU

Abdullah, Taufik., dkk. 2013. Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid 7: Pasca Revolusi.
Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve & KEMENDIKBUD

Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N.. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman
Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Terjemahan W. Satrio, dkk..
jakarta: Serambi.

Kasenda, Peter. 2014. Sukarno, Marxisme, & Leninisme, Akar Pemikiran Kiri & Revolusi
Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.

-----------------. 2016. Kematian D.N. Aidit dan Kehancuran PKI. Depok: Komunitas
Bambu.

Kahin, G. McTurnan. 2013. Nasionalisme & Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas


Bambu.

JURNAL

Ahmad, Tsabit Azinar. 2016. Kampanye dan Pertarungan Politik di Jawa Tengah
menjelang Pemilihan Umum tahun 1955. Jurnal. Semarang: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.

Hardjoprajitno, dkk. 2014. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan dan Ratifikasi Konvesi ILO.
Jurnal. Tanggerang: Universitas Terbuka Repository

13

Anda mungkin juga menyukai