“ANCAMAN DISINTEGRASI
BANGSA”
Nama Pembuat:
-Farhan Tabo
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Perjuangan
Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa”. Sebagai mata pelajaran
Sejarah Indonesia. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu
Anik Indriyani selaku pembimbing dalam pembuatan makalah ini. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada Kelompok IV atas
partisipasinya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Dalam menyusun makalah ini, kami menemui beragam
hambatan. Kami menyadari bahwa karya tulis yang tersusun ini banyak
kekurangan dan kelemahan. Dan juga kami masih berstatus pelajar yang
sangat minim akan pengalaman dan pengetahuan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
bermanfaat demi kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada Allah SWT
kami memohon ampunan dan rahmat-Nya semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kotamobagu, November 2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
2. Jawa Tengah
3. Sulawesi Selatan
Waktu : 30 April 1950 Latar Belakang : Banyak pemuda Sulawesi yang tergabung
dalam PRI Sulawesi ikut bertempur untuk mempertahankan kota Surabaya
Pemimpin : Kahar Muzakar Cara Penumpasan : Dilakukan penyergapan oleh
pasukan TNI Hasil : Kahar Muzakar tertembak mati sehingga pemberontakan
DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan Dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar. Dia
berambisi untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat) dan menuntut agar Komando Gerilya Sulawesi Selatan
(KGSS) dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan
tersebut ditolak oleh pemerintah sebab hanya mereka yang memenuhi syarat saja
yang akan menjadi tentara maka terjadilah pemberontakan tersebut.
4. Aceh
Hasil : Musyawarah ini mendapat dukungan dari tokoh – tokoh masyarakat aceh
dan berhasil memulihkan keamanan . Dipimpin oleh Daud Beureuh Gubernur
Militer Aceh, karena status Aceh sebagai daerah Istimewa diturunkan menjadi
sebuah karesidenan di bawah propinsi Sumatera Utara. Ia lalu menyusun kekuatan
dan menyatakan dirinya bagian dari DI/TII. Pemberontakan ini dapat dihentikan
dengan jalan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (MKRA).
5. Kalimantan Selatan
2. Merebut studio RRI dan kantor besar Telkom dipimpin Kolonel Sarwo Edhy
Wibowo dari RPKAD
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS dan Andi
Aziz.Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada
suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem
sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga sukar untuk mau
melepas posisi atau kedudukannya sehingga sering menghalangi suatu proses
perubahan. Baik APRA, RMS dan peristiwa Andi Aziz, semuanya berhubungan
dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan (di) Hindia Belanda,
yang tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang
sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflikpun terjadi.
dibentuk oleh Kapten Raymond Westerling pada tahun 1949. Ini adalah milisi
bersenjata yang anggotanya terutama berasal dari tentara Belanda : KNIL, yang
tidak setuju dengan pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) di Jawa Barat, yang saat itu masih berbentuk negara bagian Pasundan.
Basis pasukan APRIS di Jawa Barat adalah Divisi Siliwangi. APRA ingin agar
keberadaan negara Pasundan dipertahankan sekaligus menjadikan mereka sebagai
tentara negara federal di Jawa Barat. Karena itu, pada Januari 1950 Westerling
mengultimatum pemerintah RIS. Ultimatum ini segera dijawab Perdana Menteri
Hatta dengan memerintahkan penangkapan terhadap Westerling. APRA malah
bergerak menyerbu kota Bandung secara mendadak dan melakukan tindakan teror.
Puluhan anggota APRIS gugur. Diketahui pula kemudian kalau APRA bermaksud
menyerang Jakarta dan ingin membunuh antara lain Menteri Pertahanan Sultan
Hamengkubuwono IX dan Kepala APRIS Kolonel T.B. Simatupang. Namun
semua itu akhirnya dapat digagalkan oleh pemerintah. Westerling kemudian
melarikan diri ke Belanda.
Waktu : 25 April 1950 Latar Belakang : Tidak puas dengan terjadinya proses
kembali ke NKRI Pemimpin : Dr.Christian Robert Steven Soumokil
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta. Masalah
yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan
perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara serikat/federal
dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI menjadi bagian RIS. Negara-
negara federal lainnya misalnya adalah negara Pasundan, negara Madura atau
Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan musyawarah negara-negara
federal di luar RI, yang dibentuk oleh Belanda. Awalnya, BFO berada di bawah
kendali Belanda. Namun makin lama badan ini makin bertindak netral, tidak lagi
melulu memihak Belanda. Pro-kontra tentang negara-negara federal inilah yang
kerap juga menimbulkan pertentangan. Sedangkan pemberontakan PRRI dan
Permesta merupakan pemberontakan yang terjadi akibat adanya ketidakpuasan
beberapa daerah di wilayah Indonesia terhadap pemerintahan pusat.
a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Berita proklamasi PRRI ternyata disambut dengan antusias pula oleh para tokoh
masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Kegagalan musyawarah dengan pemerintah,
menjadikan mereka mendukung PRRI, mendeklarasikan Permesta sekaligus
memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat (kabinet Juanda). Pemerintah
pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi militer dilakukan untuk
menindak pemberontak yang diam-diam ternyata didukung Amerika Serikat. AS
berkepentingan dengan pemberontakan ini karena kekhawatiran mereka terhadap
pemerintah pusat Indonesia yang bisa saja semakin dipengaruhi komunis. Pada
tahun itu juga pemberontakan PRRI dan Permesta berhasil dipadamkan.
2.3.3 Persoalan Negara Federal dan BFO Konsep Negara Federal dan
“Persekutuan” Negara Bagian (BFO/Bijeenkomst Federal Overleg)
3.1 Kesimpulan
Kondisi NKRI secara nyata harus diakui oleh setiap warga negara bila ditinjau dari
kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial yang ada akan terlihat bahwa
pluralitas, suku, agama, ras dan antar golongan dijadikan pangkal penyebab konflik
atau kekerasan massal, tidak bisa diterima begitu saja. Pendapat ini bisa benar
untuk sebuah kasus tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain. Namun ada
kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat yang beraneka
ragam yang terkadang terjadi akibat dari suatu proses sejarah atau peninggalan
penjajah masa lalu, sehingga memerlukan penanganan khusus dengan pendekatan
yang arif namun tegas walaupun aspek hukum, keadilan dan sosial budaya
merupakan faktor berpengaruh dan perlu pemikiran sendiri. Kepemimpinan
(leadership) dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah, sangat
menentukan dalam rangka meredam konflik yang terjadi saat ini. Sedangkan
peredaman konflik memerlukan tingkat profesionalisme dari seluruh aparat hukum
dan instansi terkait secara terpadu dan tidak berpihak pada sebelah pihak. Sekilas
permasalahan tersebuat nampak biasa saja, namun apabila hal ini terus terjadi dan
tidak ada usaha dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut, bukan
tidak mungkin disintegrasi yang selama ini dikhawatirkan akan terwujud.
Pemerintah harus dapat merumuskan kebijakan yang tegas dan tepat dalam aspek
kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua
pihak dan semua wilayah.
1. Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus menerus agar
didapatkan suatu rumusan bahwa nasionalisme yang berbasis multi kultural dapat
dijadikan ajaran untuk mengelola setiap perbedaan agar muncul pengakuan secara
sadar/tanpa paksaan dari setiap warga negara atas kemejemukan dengan segala
perbedaannya.
2. Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi, dalam
membuat aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi keterwakilan semua
elemen masyarakat sebagai warga negara.
3. Setiap warga negara agar memiliki kepatuhan terhadap semua aturan dan tatanan
yang berlaku, kalau perlu diambil sumpah seperti halnya setiap prajurit yang akan
menjadi anggota TNI dan tata cara penyumpahan diatur dengan Undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
https://drive.google.com/file/d/0B3m9Q_S6Q7PFVmpJT1Z4TFBMbmM/view?pli
=1
(https://drive.google.com/file/d/0B3m9Q_S6Q7PFVmpJT1Z4TFBMbmM/view?pl
i=1) http://shshomework.blogspot.com/2013/03/makalah-tentang-ancaman-
disintegrasi.html (http://shshomework.blogspot.com/2013/03/makalah-tentang-
ancaman-disintegrasi.html)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Amir_fatah_copy.jpg)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Musso.jpg)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Akmuzakkar.jpg)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Teuku_Daud_Beureueh.jpg)
https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Berkas:Ihadjar.jpg&filetimestamp=20110306015658&
(https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Berkas:Ihadjar.jpg&filetimestamp=20110306015658&);
(https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:DNAidit.jpg)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Raymond_Westerling.jpg)