Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“PERJUANGAN BANGSA INDONESIA DALAM


MEMPERTAHANKAN INTEGRASI BANGSA DAN NEGARA”

Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia


Guru Pengajar : Dra. Erna Otaya

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Siti Aulia Felinda Wijaya (Ketua)


Nur Azizah Musa
Meilan Djibran
Muthmainnah Hasyim
Natasya Cahyani Umar
Khairun Nisa Papeo
Kartika Diko

KEMENTERIAN AGAMA
MAN 1 KABUPATEN GORONTALO
Tahun Ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu sehingga dapat bersama-sama
menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah
ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi acuan
bagi penyusun untuk menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca dan dapat bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Selasa, 29 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................2
2.1 Pengertian Disintegrasi Bangsa.........................................................................................2
2.2 Berbagai Ancaman Disintegrasi Sepanjang Tahun 1945-1965.......................................2
BAB III PENUTUP............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................13
3.2 Saran...................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia yang kaya dengan keragaman yang dimiliki masyarakatnya


menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang plural. Masyarakat yang plural juga berpotensi
dan sangat rentan kekerasan etnik, baik yang dikonstruksi secara kultural maupun politik. Bila
etnisitas, agama, atau elemen premordial lain muncul di pentas politik sebagai prinsip paling
dominan dalam pengaturan negara dan bangsa, apalagi berkeinginan merubah sistem yang
selama ini berlaku, bukan tidak mungkin ancaman disintegrasi bangsa dalam arti yang
sebenarnya akan terjadi di Indonesia.

Negara kita, Republik Indonesia, memang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
Namun, kemerdekaan itu tidak serta merta membuat kita bebas dari penjajahan. Pada saat itu,
Belanda tidak langsung mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Belanda bahkan tidak
mengakui hasil Perjanjian Linggarjati yang mengakui kedaulatan Republik Indonesia atas
wilayah Sumatera, Jawa, dan Madura.

Belanda melancarkan serangan yang dikenal sebagai Agresi Militer. Akibatnya,


kedaulatan dan persatuan bangsa terancam dan memicu adanya perlawanan di berbagai daerah.
Oleh karena itu timbulah pemberontakan-pemberontakan yang dipicu oleh perbedaan ideologi
dan keinginan untuk mendirikan negara sendiri. Para pemberontak ingin mengganti konsep
negara menjadi negara Islam atau mengganti ideologi bangsa menjadi ideologi komunis. Selain
itu, masih ada pihak yang ingin membentuk negara feodal atau kerajaan. Pemberontakan-
pemberontakan dalam negeri ini tentunya mengancam kedaulatan dan persatuan bangsa yang
saat itu baru merdeka.

Makalah ini berjudul “Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Integrasi


Bangsa dan Negara” ini berisikan tentang pengertian, bahaya, dan upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah disintegrasi. Dalam makalah ini penulis bertujuan untuk memberikan informasi
tentang disintegrasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Disintegrasi Bangsa
Disintegrasi secara harfiah difahami sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi bagian-
bagian yang saling terpisah (Webster’s New Encyclopedic Dictionary 1994). Pengertian ini
mengacu pada kata kerja disintegrate, “to lose unity or intergrity by or as if by breaking into
parts”. Disintegrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan tidak bersatu
padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan.

2.2 Berbagai Ancaman Disintegrasi Sepanjang Tahun 1945-1965


1) Pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun
a. Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun
PKI di Madiun muncul dengan tujuan yang kuat serta memiliki beberapa latar
belakang. Berikut ini peristiwa yang melatarbelakangi PKI Madiun 1948.
1) Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin akibat ditandatanganinya perjanjian
Renville yang sangat merugikan Republik Indonesia. Setelah tidak lagi
menjadi Perdana Menteri, Amir membentuk Front Demokrasi Rakyat
(FDR) yang kemudian bekerja sama dengan organisasi berpaham kiri
seperti Partai Komunis Indonesia, Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda
Sosialis Indonesia (Pesindo) dll.
2) Kedekatan Amir Syarifuddin dengan tokoh PKI Muso dan bercita-cita
menyebarkan ajaran komunisme di Indonesia.
3) Propaganda kekecewaan terhadap Perdana Menteri selanjutnya yakni
Kabinet Hatta akibat programnya untuk mengembalikan 100.000 tentara
menjadi rakyat biasa dengan alasan penghematan biaya.
b. Tujuan Pemberontakan PKI Madiun
Tak hanya berusaha menggulingkan pemerintahan Indonesia,
pemberontakan PKI di Madiun juga bertujuan untuk:
1) Membentuk negara Republik Indonesia Soviet.
2) Mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunisme.
3) Mengajak petani dan buruh untuk melakukan pemberontakan.
Untuk mengatasi pemberontakan PKI Madiun, pemerintah melakukan beberapa cara
untuk mengakhiri pemberontakan, di antaranya:
1) Soekarno memperlihatkan pengaruhnya dengan meminta rakyat
memilih Soekarno-Hatta atau Muso-Amir.
2) Panglima Besar Sudirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di

2
Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk
menjalankan operasi penumpasan dibantu para santri.

2) Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia


Gerakan Darul Islam (DI) merupakan gerakan politik yang terjadi pada awal tahun
1948. Gerakan ini mempunyai pasukan yang disebut Tentara Islam Indonesia (TII),
sehingga pemberontakan ini sering disebut dengan DI/TII. Dikutip dari laman resmi
Kemdikbud, gerakan DI/TII memiliki tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia.
Pemberontakan DI/TII merupakan salah satu pemberontakan tersulit yang pernah
dihadapi Indonesia.
a. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
secara resmi menyatakan bahwa organisasi Negara Islam Indonesia (NII)
berdiri berlandaskan kanun azasi, dan pada tanggal 25 Januari 1949,
ketika pasukan Siliwangi sedang melaksanakan hijrah dari Jawa Barat ke
Jawa Tengah, saat itulah terjadi kontak senjata yang pertama kali antara
pasukan TNI dengan pasukan DI/TII. Selama peperangan pasukan
DI/TII ini di bantu oleh tentara Belanda sehingga peperangan antara
DI/TII dan TNI menjadi sangat sengit. Hadirnya DI/TII ini
mengakibatkan penderitaan penduduk Jawa Barat, karena penduduk
tersebut sering menerima terror dari pasukan DI/TII. Selain mengancam
para warga, para pasukan DI/TII juga merampas harta benda milik warga
untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
b. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Selain di Jawa Barat, pasukan DI/TII ini juga muncul di Jawa Tengah
semenjak adanya Majelis Islam yang di pimpin oleh seseorang bernama Amir
Fatah. Amir Fatah adalah seorang komandan Laskar Hizbullah yang berdiri pada
tahun 1946, menggabungkan diri dengan pasukan TNI Battalion 52, dan
bertempat tinggal di Berebes, Tegal. Amir ini mempunyai pengikut yang
jumlahnya cukup banyak, dan cara Amir mendapatkan para pasukan tersebut,
yaitu. Dengan cara menggabungkan para laskar untuk masuk ke dalam anggota
TNI. Setelah Amir Fatah mendapatkan pengikut yang banyak, maka pada tangal
23 Agustus 1949 ia memproklamasikan bahwa organisasi Darul Islam (DI) berdiri
di desa pesangrahan, Tegal. Dan setelah proklamasi tersebut di laksanakan, Amir
Fatah pun menyatakan bahwa gerakan DI yang di pimpinnya bergabung dengan
organisasi DI/TII Jawa Barat yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo.

3
Di Kebumen juga terdapat sebuah organisasi  bernama Angkatan Umat
Islam (AUI) yang di dirikan oleh seorang kyai bernama Mohammad Mahfud
Abdurrahman. Organisasi tersebut juga bermaksud untuk membentuk Negara
Islam Indonesia (NII) dan bersekutu dengan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Sebenarnya, gerakan ini sudah di desak oleh pasukan TNI. Akan tetapi, pada
tahun 1952, organisasi ini bangkit kembali dan menjadi lebih kuat setelah
terjadinya pemberontakan Battalion 423 dan 426 di Magelang dan Kudus. Upaya
untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah
pasukan baru yang di beri nama Banteng Raiders dengan organisasinya yang di
sebut Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954 di lakukan sebuah
operasi yang di sebut Operasi Guntur untuk menghancurkan kelompok DI/TII
tersebut.
c. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pada bulan Oktober 1950 terjadi sebuah pemberontakan Kesatuan
Rakyat yang Tertindas (KRyT) yang di pimpin oleh seorang mantan
letnan dua TNI bernama Ibnu Hajar. Dia bersama kelompok KRyT
menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi DI/TII yang
berada di Jawa Barat. Sasaran utama yang di serang oleh kelompok ini
adalah pos-pos TNI yang berada di wilayah tersebut. Setelah pemerintah
memberi kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-
baik, akhirnya seorang mantan letnan Ibnu Hajar menyerahkan diri. Akan
tetapi, penyerahan dirinya tersebut hanyalah sebuah topeng untuk
merampas peralatan TNI, dan setelah peralatan tersebut di rampas
olehnya, maka Ibnu Hajar pun melarikan diri dan kembali bersekutu
dengan kelompok DI/TII. Setelah itu, akhirnya pemerintahan RI
mengadakan Gerakan Operasi Militer (GOM) yang di kirim ke
Kalimantan selatan untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di
Kalimantan Selatan tersebut, dan pada tahun 1959, Ibnu Hajar berhasil di
ringkus dan di jatuhi hukuman mati pada tanggal 22 Maret 1965.
d. Pemberontakan DI/TII di Aceh
Sesaat setelah Kemerdekaan Republik Indonesia di proklamasikan, di
Aceh (Serambi Mekah) terjadi sebuah konflik antara kelompok alim ulama yang
tergabung dalam sebuah organisasi bernama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh
Aceh) yang di pimpin oleh Tengku Daud Beureuh dengan kepala adat
(Uleebalang). Konflik tersebut mengakibatkan perang saudara antara kedua
kelompok tersebut yang berlangsung sejak Desember 1945 sampai Februari 1946.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah RI memberikan status

4
Daerah Istimewa tingkat provinsi kepada Aceh, dan mengangkat Tengku Daud
Beureuh sebagai pemimpin/gubernur.
Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI) yang
terbentuk pada bulan Agustus 1950. Pemerintahan Republik Indonesia
mengadakan sebuah sistem penyederhanaan administrasi pemerintahaan yang
mengakibatkan beberapa daerah di Indonesia mengalami penurunan status. Salah
satu dari semua daerah yang statusnya turun yaitu Aceh, yang tadinya menjabat
sebagai Daerah Istimewa, setelah operasi penyederhanaan tersebut di mulai, status
Aceh pun berubah menjadi daerah keresidenan yang di kuasai oleh provinsi
Sumatera Utara. Kejadiaan ini sangat mengecewakan seorang Daud Beureuh, dan
akhirnya Daud Beureuh membuat sebuah keputusan yang bulat untuk bergabung
dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) yang di pimpin oleh Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 20 Spetember
1953. Setelah Daud Beureuh bergabung dengan NII, mereka melakukan sebuah
operasi untuk menguasai kota-kota yang berada di Aceh, selain itu mereka juga
melakukan propaganda untuk memperkeruh citra pemerintahan Republik
Indonesia.
Pemberontakan yang di lakukan Daud Beureuh bersama angota NII yang
di pimpin oleh Sekarmadji akhirnya di atasi oleh pemerintah dengan cara
menggunakan kekuatan senjata dan operasi militer dari TNI. Setelah
pemerintahan RI melakukan operasi tersebut, maka kelompok DI/TII tersebut
mulai terkikis dari kota-kota yang di tempatinya. Tentara Nasional Indonesia-pun
memberikan pencerahan kepada penduduk setempat untuk menghindari kesalah
pahaman dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan Republik
Indoneisa. Tanggal 17 sampai 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima
Kodami Iskandar Muda, kolonel M.Jasin mengadakan Musyawarah Kerukunan
Rakyat Aceh, yang musyawarah tersebut mendapat dukungan dari para tokoh
masyarakat Aceh dan musyawarah yang di lakukan tersebut berhasil memulihkan
kemananan di Aceh.
e. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Selain pemberontakan DI/TII di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Kalimantan Selatan. Pemberontakan DI/TII ini juga terjadi di
Sulawesi Selatan yang di pimpin oleh Kahar Muzakar, organisasi yang
sudah di dirikan sejak tahun 1951 tersebut baru bisa di runtuhkan oleh
pemerintah pada Tahun 1965. Untuk menumpas organisasi tersebut di
butuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu karena kondisi medan yang
sangat sulit. Meski demikian, para pemberontak DI/TII sangat menguasai
area tersebut. Selain itu, para pemberontak memanfaatkan rasa kesukuan

5
yang berkembang di kalangan masyarakat untuk melawan pemerintah
dalam menumpas organisasi DI/TII tersebut. Setelah pemerintahan
Republik Indonesia mengadakan operasi penumpasan DI/TII bersama
anggota Tentara Republik Indonesia. Barulah seorang Kahar Muzakar
tertangkap dan di tembak oleh pasukan TNI pada tanggal 3 Februari 1965.

Pada akhirnya TNI mampu menghalau seluruh pemberontakan yang terjadi pada
saat itu. Karena seperti yang kita ketahui Indonesia terbentuk dari berbagai suku
dengan beragam kebudayaannya dan UUD 45 yang melindungi beberapa
kepercayaan sehingga tidak mungkin untuk menjadikan salah satu hukum agama
di jadikan hukum negara.

3) Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)


Ratu Adil adalah mitologi yang sakral di dalam masyarakat Indonesia. Ratu Adil
berasal dari ramalan Jayabaya, yaitu pemimpin yang akan memerintah rakyat dengan adil
dan bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan rakyat makmur sejahtera. Namun,
bagaimana jika mitologi tersebut justru dijadikan sebagai salah satu propaganda politik,
seperti yang dilakukan oleh Westerling beserta Angkatan Perang Ratu Adil nya (APRA).
Dengan menggunakan embel-embel Ratu Adil, Westerling mencoba mencari simpati
rakyat untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Republik Indonesia.
Tujuan APRA dan kaum kolonialis yang ada di belakangnya adalah
mempertahankan bentuk federal di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara
tersendiri pada setiap negara-negara bagian RIS. Tujuan ini bertolak belakang dengan
hasil Konferensi Antar-Indonesia di Yogyakarta yang telah menyetujui bahwa APRIS
adalah Angkatan Perang nasional.
Tidak lama setelah APRA dibentuk, Westerling mengajukan ultimatum kepada
Pemerintah RIS agar kekuasaan militer daerah Pasundan diserahkan sepenuhnya kepada
APRA. Ia menilai TNI kurang mampu menjalankan tugas itu dan meminta agar APRA
dijadikan pasukan resmi. Pemerintah RIS menganggap ultimatum itu sebagai sebuah
kekonyolan. Oleh karena itu, Westerling mulai berusaha merebut kekuasaan dengan
kekerasan. Target utama dari kebengisan Westerling adalah Jakarta dan Bandung. Setelah
menyusun rencana, APRA mulai bergerak di sekitar Cililin, di bawah pimpinan dua
orang Inspektur Polisi Belanda, van Beeklen dan van der Meula. Gerakan APRA yang
terdiri dari sekitar 800 orang di antaranya 300 anggota KNIL bersenjata lengkap
menyerang kota Bandung pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950.
Gerombolan APRA berhasil menduduki Markas Staf Divisi Siliwangi,
pertempuran tidak berimbang pun terjadi antara 150 orang APRA melawan 18 orang
anggota TNI. Pertempuran itu menyebabkan 15 orang, termasuk Lenan Kolonel Lemboh

6
gugur, sedangkan hanya 3 orang yang berhasil melarikan diri. Secara keseluruhan
gerakan APRA di kota Bandung menyebabkan 79 anggota APRIS gugur dan banyak
penduduk sipil menjadi korban pembantaian.
Selain ke Bandung, gerakan APRA juga diarahkan ke Jakarta. Di daerah
ini, Westerling mengadakan kerjasama dengan Sultan Hamid II yang menjadi
menteri negara tanpa portofolia di dalam kabinet RIS.
Untuk mewujudkan ambisinya, Westerling dan Sultan Hamid II menyusun
rencananya sebagai berikut:

1. APRA akan menyerang gedung tempat Kabinet RIS bersideng.


2. Semua Menteri RIS akan diculik
3. Menteri Pertahanan (Sultan Hamengku Buwono IX), Sekjen Kementrian
Pertahanan (Ali Budiarjo) dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang (Kol. T.
B. Simatupang) akan dibunuh.
Supaya publik tertipu, Sultan Hamid II juga akan ditembak di tangan atau kakinya
agar orang mengira bahwa ia juga termasuk yang akan dibunuh Westerling. Sultan
Hamid II dijanjikan oleh Westerling akan dijadikan Menteri Pertahanan jika rencana itu
sukses. Akan tetapi berkat kesigapan APRIS, usaha APRA di Jakarta juga menemui
kegagalan. Meskipun demikian  Westerling dengan gerombolannya masih terus mencoba
untuk mencapai tujuannya. Tetapi usahanya tetap berujung pada kegagalan.
Sementara itu, Westerling yang melihat indikasi kegagalan rencananya, memilih
melarikan diri dengan pesawat Catalina Angkatan Laut Belanda ke Singapura pada 22
Februari 1950. Di Singapura, Westerling justru ditahan polisi setempat dengan tuduhan
telah memasuki wilayah itu tanpa izin. Westerling menjalani hukuman selama satu bulan
di Singapura. Pemerintah Indonesia berusaha menuntut agar buronannya tersebut
diserahkan kepada Indonesia. Namun, tuntutan itu ditolak mentah-mentah oleh pihak
Inggris, dengan alasan bahwa RIS tidak punya perjanjian dengan Inggris tentang hal itu.
Sementara itu Sultan Hamid II yang ikut serta dalam rencana makar tersebut baru
tertangkap pada 5 April 1960. Presiden Soekarno di depan Singan DPR RIS
menyampaiakan pidato yang menegaskan sikap pemerintah untuk menumpas
pemberontakan Westerling. Selanjutnya, ia mengingatkan pula agar rakyat, khususnya
umat Islam agar tidak terpancing dan masuk gerakan pemberontak.

4) Pemberontakan Andi Aziz


a. Latar Belakang
Pasukan Andi Azis ini akhirnya menjadi salah satu punggung pasukan
pemberontak APRIS selama bulan April sampai Agustus di Makassar, disamping
pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Seperti yang terjadi dalam
pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus

7
Belanda Regiment Speciale Troepen yang pernah dilatih Westerling maka dalam
pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama
KNIL non pasukan komando. Andi Azis adalah pemimpin TII (Tentara Islam
Indonesia) di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara kemudian bergabung
dengan Darul Islam (DI), hingga di kemudian hari dikenal dengan nama DI/TII
diSulawesi Selatan dan Tenggara.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
 Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas
keamanan di Negara Indonesia Timur.
 Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
 Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur
b. Sebab Khusus
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada
tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis
harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,
pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan
harus dilepaskan.
c. Proses Peristiwa
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi
yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan
kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan
Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi
hukuman 14 tahun penjara dan ada pula yang mengatakan bahwa Andi Aziz telah
meninggal dunia karena di tembak oleh Suharto tetapi untuk sebahagian masyarakat
Sulawesi Selatan ada pula yang mempercayai bahwa beliau tidak di tangkap dan tidak
di tembak mati.
c. Solusi
Tidak ada jalan keluar dari pemberontakan ini, karena dikabarkan Andi Aziz telah
meninggal dunia karena di tembak oleh Suharto tetapi untuk sebahagian masyarakat
Sulawesi Selatan ada pula yang mempercayai bahwa beliau tidak di tangkap dan
tidak di tembak mati.
e. Dampak
Pemberontakan Andi Azis di Makassar ini cukup membuat resah para pimpinan
RI. Dari hasil pemeriksaan Aziz dalam sidang militer yang digelar tiga tahun
kemudian (1953), saksi mantan Presiden NIT Sukawati dan Let.Kol Mokoginta tidak
banyak meringankan terdakwa yang pada ahirnya dihukum penjara selama 14 tahun.

8
Dalam persidangan tersebut terdakwa mengaku bersalah, tidak akan naik appel tapi
merencanakan minta grasi kepada Presiden.

5) Pemberontakan Republlik Maluku Selatan


Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap
parlemen NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan
akhirnya kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan
pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan
berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya
tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan yang berlangsung di Ambon dengan
pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan supaya daerah Maluku Selatan
dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh anggota dewan yang
berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena anggota
dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku
Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J.
Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil
bertujuan untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebelum diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan
Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu
melakukan propaganda terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan
wilayah Maluku dari Negara Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi
RMS, Soumokil telah berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di
daerah Maluku Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan
dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dan dimasukkan ke
penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh Soumokil. Dan pada
tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal
sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j.
Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A.
Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden
RMS untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei
1950, Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada
tanggal 9 Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor
KNIL, D.J Samson diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut.
Untuk kepala staf-nya, Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf

9
lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor
Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti system dari KNIL.

6) Pemberontakan Pemerintahan Revolusionar republik Indonesia/Piagam


Perjuangan Semesta (PRRI/pemesta)
PRRI adalah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia,
sementara Permesta adalah singkatan dari Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat
Semesta. Pemberontakan keduanya sudah muncul saat menjelang pembentukan Republik
Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949. Akar masalahnya yaitu saat pembentukan RIS
tahun 1949 bersamaan dengan dikerucutkan Divisi Banteng hingga hanya
menyisakan 1 brigade saja.
Kemudian, brigade tersebut diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB.
Kejadian itu membuat para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng merasa kecewa,
karena mereka merasa telah berjuang hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya
untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ada pula ketidakpuasan dari beberapa daerah
seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh
pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan
masyarakat yang sangat rendah.
PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui
kabinet Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para
tokoh militer dan sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera
Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah pernyataan berupa “Piagam
Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno bersedia kembali kepada
kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan tindakan yang
melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan.
Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958
memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
dengan perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas
penolakan tuntutan yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan
pemerintahan, PRRI mendapat dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan
bergabungnya PERMESTA dengan PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut
PRRI/PERMESTA.
Untuk menumpas pemberontakan, pemerintah melancarkan operasi militer
gabungan yang diberi nama Operasi Merdeka, dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto
Hendraningrat. Operasi ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern
buatan Amerika Serikat. Terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan Udara
Revolusioner (Aurev) yang dikemudikan oleh Allan L. Pope seorang warga negara
Amerika Serikat. Akhirnya, pemberontakan PRRI/Permesta baru dapat diselesaikan pada

10
bulan Agustus 1958, dan pada tahun 1961 pemerintah membuka kesempatan bagi sisa-
sisa anggota Permesta untuk kembali Republik Indonesia.

7) Pemberontakan Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI)


Peristiwa G30S PKI terjadi pada tahun 1965 dan dimotori oleh Dipa Nusantara
Aidit atau DN Aidit, pemimpin terakhir PKI. Di bawah kendali DN Aidit, perkembangan
PKI semakin nyata walaupun diperoleh melalui sistem parlementer. Dikutip dari buku
Api Sejarah 2 oleh Ahmad Mansur Suryanegara, menurut Arnold C. Brackman, DN Aidit
mendukung konsep Khrushchev, yakni "If everything depends on the communist, we
would follow the peaceful way (bila segalanya bergantung pada komunis, kita harus
mengikuti dengan cara perdamaian)." Pandangan itu disebut bertentangan dengan konsep
Mao Ze Dong dan Stalin yang secara terbuka menyatakan bahwa komunisme
dikembangkan hanya dengan melalui perang.. G30S PKI terjadi pada malam hingga dini
hari, tepat pada akhir tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965.
Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI mengincar perwira tinggi TNI
AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di
kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya. Keenam
perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta
Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo
Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan
mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut
memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar
ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet. Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk
SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut:

 Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan


menjadikannya sebagai negara komunis.
 Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan
pemerintahan.
 Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis
dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai
alat untuk mewujudkan masyarakat komunis Mengganti ideologi
Pancasila menjadi ideologi komunis.
 Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari
rangkaian kegiatan komunisme internasional.

11
Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI
menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga
mempertinggi persaingan antara elit politik nasional. Kecurigaan semakin mencuat dan
memunculkan desas-desus di masyarakat, terlebih menyangkut kesehatan Presiden
Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan Darat. Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan
Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan
khusus pengawal Presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi
bersenjata di Jakarta. Pasukan tersebut bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya.
Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, pergantian hari Kamis, 30 September 1956
menuju hari Jumat, 1 Oktober 1965.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Negara kita, Republik Indonesia, memang merdeka pada tanggal 17 agustus 1945.
Namun, kemerdekaan itu tidak serta merta membuat kita bebas dari penjajahan. Pada saat itu,
Belanda tidak langsung mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Belanda bahkan tidak
mengakui hasil perjanjian linggarjati yang mengakui kedaulatan Republik Indonesia atas wilayah
Sumatera, Jawa dan Madura.

Belanda melancarkan serangan yang dikenal sebagai Agresi Militer. Akibatnya,


kedaulatan dan persatuan bangsa terancam dan memicu adanya perlawanan di berbagai daerah.
Masa – masa ini disebut sebagai masa revolusi fisik yang cukup berat bagi bangsa Indonesia.
Karena, selain berjuan untuk mempertahankan kemerdekaan, para pejuang juga berjuang untuk
mempersatukan NKRI yang dipecah - belah oleh Belanda. Untuk meredam konflik antara
Indonesia dan Belanda, PBB yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara menengahi perundingan
yang diadakan disebuah kapal milik Amerika Serikat bernama USS Renville. Perwakilan
Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, sementara perwakilan Belanda
diketuai oleh Gubernur Jenderal Van Mook. Perundingan tersebut dinilai menguntungkan bagi
Belanda karena Belanda hanya mengakui kedaulatan Indonesia atas Jawa Tengah, Yogyakarta
dan Sumatera. Selain itu, perundingan Renville menghasilkan pembentukan Republik Indonesia
Serikat dan Uni Indonesia – Belanda yang dikepalai oleh Raja Belanda.

Hasil perundingan ini mendapat kecaman dari rakyat Indonesia dan menyebabkan Amir
Syarifuddin mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri dan menjadi pihak oposisi yang
menentang pemerintah. Amir Syarifuddin kemudian mendirikan front Demokrasi Rakyat dan
bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Puncak dari perlawanannya adalah
pemberontakan PKI madiun pada tahun 1948. Pemberontakan tersebut memicu pemberontakan –
pemberontakan di wilayah Indonesia lainnya.

Pemberontakan – pemberontakan ini dipicu oleh perbedaan ideology dan keinginan untuk
mendirikan Negara sendiri. Para pemberontak ingin mengganti konsep Negara menjadi Negara
islam atau ideology bangsa menjadi ideology komunis. Selain itu, msih ada pihak yang ingin
membentuk negarafeodal atau kerjaan. Pemberontakan – pemberontakan dalam negeri ini
tentunya mengancam kedaulatan dan persatuan bangsa yang saat itu baru merdeka.

Untungnya, pemerintah Indonesia berhasil meredam pemberontakan – pemberontakan


tersebut. Pemerintah Indonesia melakukan operasi militer dengan membentuk pasukan khusus
yang meredam pemberontakan – pemberontakan tersebut. Sehingga, semenjak tahun 1950,

13
Indonesia kembali menjaadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedaulatan dan persatuan
bangsa pun dijaga dengan integritas bangsa.

Integritas bangsa adalah bersatunya suatu bangsa yang menempati wilayah tertentu dalam
sebua Negara yang berdaulat. Integritas bangsa berasal dari dua kata yaitu integritas dan bangsa.
Integritas adalah kondisi pembauran dari berbagai komponen yang berbeda. Sedangakn bangsa
adalah penggabungan beberapa kelompok yang memiliki prinsip yang berbeda namun memiliki
tujuan yang sama.

3.2 Saran

Untuk menghindari ancaman tersebut dan menjaga integrasi bangsa, ada beberapa
hal yang bisa dilakukan, di antaranya :
1) Tidak berperilaku rasis Memberikan kebebasan beragama kepada orang lain
2) Bertindak adil kepada sesama
3) Bertindak sesuai peraturan yang berlaku baik di sekolah, masyarakat, berbangsa dan
bernegara
4) Menumbuhkan sikap tenggang rasa Aktif ikut serta dalam kegiatan masyarakat
5) Bersikap penuh empati, tenggang rasa, dan toleran terhadap antar sesama manusia
6) Menjalankan kewajiban dan amanah di lingkungan manapun dengan sebaik mungkin
7) Tidak bertindak semena-mena atas dasar kuasa yang dimiliki
8) Tidak menciptakan kelompok-kelompok tertentu yang dapat mengancam integritas
bangsa

Jika integrasi bangsa terancam, maka Indonesia akan mengalami kekacauan bahkan
kerusuhan yang dapat membahayakan masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA
http://sman1angkolabarat.sch.id/read/115/perjuangan-bangsa-indonesia-
mempertahankan-integrasi-bangsa-negara-ri
https://www.academia.edu/27589435/Pemberontakan_Andi_Aziz

https://www.academia.edu/38054806/
MAKALAH_Pemberontakan_Angkatan_Perang_Ratu_Adil_APRA_1950

https://www.academia.edu/40690026/
Peristiwa_Pemberontakan_Republik_Maluku_Selatan

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5688948/pemberontakan-pki-madiun-
latar-belakang-tujuan-dan-tokoh-yang-jadi-korban

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5733286/sejarah-pemberontakan-darul-
islamtentara-islam-indonesia-di-jawa-barat

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5747435/g30s-pki-sejarah-tujuan-
kronologi-dan-latar-belakangnya

https://www.ruangguru.com/blog/latar-belakang-dan-tujuan-pemberontakan-prri/
permesta

15

Anda mungkin juga menyukai