Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA

NAMA : THALITA NUR JANNAH


KELAS : XII MIA

MAS SERBA BAKTI SURYALAYA


2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim,
Syukur Alhamdulillah, segala puja dan puji penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena hanya berkat rahmat dan karunia-Nya, dan maha suci Engkau
yang telah memberi kemudahan dalam menyusun makalah ini guna memenuhi
tugas mata pelajaran, “Sejarah Indonesia” sehingga makalah ini dapat saya
selesaikan dengan baik.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, yang telah menuntun kita dari jalan yang penuh kegelapan ke
jalan yang penuh dengan cahaya yaitu Agama Islam.
Walupun mungkin terdapat kesalahan dan kekurangannya, penulis sebagai
manusia biasa yang tak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, sangat
mengharapkan bimbingan dan kritik dari berbagai pihak, dengan harapan penulis
dapat menyempurnakan segala kesalahan dan kekurangan dari makalah ini.
Oleh karena itu sudah sepatutnya jika penulis menyampaikan ucapan terima kasih,
rasa hormat dan penghargaan setinggi – tingginya kepada guru – guru Madrasah
Aliyah Serba Bakti Surabaya.
Hanya untaian do’a yang dapat saya panjatkan semoga amal baiknya di terima
oleh Allah SWT. Dan menjadi amal saleh yang senantiasa mengalir keharibaan
penguasa alam semesta.
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh sekali dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang mampu membangkitkan jiwa
kami, sangat diharapkan. Mudah-mudahan skripsi ini mamapu memberi manfaat
serta menunjang ilmu pengetahuan bagi penullis khususnya dan bagi para generasi
yang akan datang. Serta senantiasa mendapat ridho-Nya. Aamiin.

Suryalaya, Desember 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ 1
KATA PENGATAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I Perjuangan menghadapi ancaman 4
A. Berbagai pergolakan di dalam negri (1948-1965) ............................... 4
B. Konflik menuju konsensus sustu pembelajaran ................................... 12

BAB II sistem politik dan ekonomi indonesia pada masa perlementer ........... 18
A. Perkembangan polotik masa demokrasi liberal ................................... 18
B. Mencari sistem ekonomi nasional ........................................................ 26

BAB III Sistem dan struktur politik dan ekonomi indonesia masa demokrasi
terpimpin (1959-1965) ..................................................................................... 30
A. Dinamika politik masa demokrasi terpimpin ....................................... 30
B. Perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin ........................... 40

3
BAB I
PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Alangkah hebatnya bangsa kita sebenarnya. Indonesia adalah negeri yang
terdiri dari 17.500pulau, lebih dari 300 kelompok etnik, 1.340 suku bangsa, 6
agama resmi dan belum termasukberagam aliran kepercayaan, serta 737
bahasa. Kita harus bersyukur pada Tuhan YME, atas keberuntungan bangsa
kita yang hingga kini tetap bersatu dalam keberagaman, meskipunberbagai
kasus konflik dan pergolakan sempat berlangsung di masyarakat. Hal
inimisalnyadapat dilihat dari potongan gambar berita di atas.
Dalam sejarah republic ini, konflik dan per-golakan dalam skala yang lebih
besar bahkan pernah terjadi. Bila sudah begitu, lantas siapapihak yang paling
dirugikan? Tak lain adalah rakyat, bangsa kita sendiri. Karenanya, dalambab
berikut ini akan kalian pelajari beberapa pergolakan besar yang pernah
berlangsung didalam negeri akibat ketegangan politik selama rentang tahun
1948-1965. Tahun 1948 ditandaidengan pecahnya pemberontakan besar
pertama setelah Indonesia merdeka, yaitu pem-berontakan PKI di Madiun.
Sedangkan tahun 1965 merupakan tahun dimana berlangsungperistiwa
G30S/PKI yang berusaha merebut kekuasaan dan mengganti ideologi
Pancasila.Mengapa penting hal ini kita kaji, tak lain agar kita dapat menarik
hikmah dan tragedi sepertiitu tak terulang kembali pada masa kini. Disinilah
pentingnya kita mempelajari sejarah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kita dapat menarik rumusan
masalah sebagaiberikut :
1. Membahas konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologi
2. Membahas konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan
(vested interest)
3. Membahas konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem
pemerintahan

1.3 Tujuan
Menambah wawasan para pembaca tentang perjuangan menghadapi ancaman
disintegrasibangsa dan berbagai pergolakan yang terjadi tahun 1948-1965.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA
1. Berbagai Pergolakan di Dalam Negri (1948-1965)
a. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Ideologi
1) Pemberontakan PKI Madiun
Pada tanggal 19 September 1948 presiden Soekarno menangkap
tokoh-tokoh PKI yang ada di Yogyakarta. Malam harinya,Soekarno
mengecam tindakan PKI Madiun dan memerintahkan agar bangsa tetap
bersatu dengan dirinya dan Hatta dari pada dengan Musso. Presiden
Soekarno memerintahkan untuk melakukan operasi militer untuk merebut
kembali Madiun. Kekuatan PKI Musso digempur dari 2 arah. Dari barat
pasukan divisi 2 dibawah pimpinan kolonel Gatot Soebroto. Adapun dari
timur,pasukan divisi 1 dibawah pimpinan kolonel Soengkono dengan
dibantu pasukan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa timur dibawah
pimpinan M. Jasin.
Pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai
seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan
yang datang dari arah barat bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Pada
tanggal 31 Oktober 1948, Musso tewas dalam pertempuran kecil di
Purwodadi. Adapun Amir Sjarifuddin beserta pimpinan lainnya berhasil
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Aidit dan Lukman dapat lolos
melarikan diri Vietnam dan Tiongkok. Korban dari kudeta PKI di
Madiun secara pasti belum diketahui,namun ditaksir hingga 8.000 jiwa.
2) Pemberontakan DI/TII
Pembentukan "Negara Islam Indonesia" telah dirancang oleh
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo sejak tahun 1942. Ia merupakan
anggota Masyumi dan dirinya pernah diminta untuk menjadi Mentri
Muda Pertahanan namun ditolaknya. Saat perjanjian Renvile
ditandatangani,ia bersama dengan pasukan Hizbullah dan Sabilillah tidak
mau hijrah ke wilayah Republik. Dalam konferensi Cisayong yang
diselenggarakan pada bulan Februari 1948, Kartosoewirjo merubah arah
perjuangan dari kepartaian ke bentuk negara dan membekukan Masyumi
Jawa Barat.
a) DI/TII Jawa barat
Pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo ( S.M Kartosoewirjo)terjadi terutama di Jawa
Barat dan bagian barat Jawa Tengah. Pada masa pergerakan nasional,
Kartosoewirjo merupakan tokoh pergerakan Islam Indonesia yang
cukup disegani. Selama pendudukan Jepang, Kartosoewirjo menjadi
anggota Masyumi. Bahkan ia terpilih sebagai komisaris Jawa Barat
merangkap sekretaris 1. Dalam kehidupannya, Kartosoewirjo
mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Guna
mewujudkan cita-citanya, Kartosoewirjo mendirikan sebuah pesantren
di Malangbong, Garut, yaitu pesantren Sufah. Pesantren Sufah selain
menjadi tempat menimba ilmu keagamaan juga dijadikan sebagai
tempat latihan kemiliteran Hizbullah dan Sabilillah. Dengan
pengaruhnya, Kartosoewirjo berhasil mengumpulkan banyak pengikut

5
yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari pasukan Tentara Islam
Indonesia (TII). Dengan demikian,kedudukan Kartosoewirjo makin
kuat.
Latar belakang pemberontakan ini adalah pada 1948
pemerintahan RI menandatangani perjanjian renville yang
mengharuskan pengikut RI mengosongkan wilayah Jawa Barat dan
pindah ke Jawa Tengah. Hal ini dianggap Kartosuwiryo sebagai
bentuk pengkhianatan pemerintah RI terhadap perjuangan rakyat Jawa
Barat. Bersama kurang lebih 2000 pengikutnya yang terdiri atas laskar
Hizbullah dan Sabilillah, Kartosoewirjio menolak hijrah dan mulai
merintis usaha mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Proklamasi
NII sendiri dilaksanakan baru dilaksanakan pada 7 Agustus 1949.
Pada awalnya, pemerintah RI
berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai.
Pemerintah membentuk sebuah komitmen yang dipimpin oleh Natsir
(Ketua Masyumi). Namun, komite ini tidak berhasil merangkul
kembali Kartosoewirjo kepangkuan RI. Oleh karena itu, pada 27
Agustus 1949, pemerintah secara resmi melakukan operasi
penumpasan gerombolan DI/TII yang disebut dengan Operasi
Baratayudha.
b) Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Amir Fatah dan Kiai Sumolangu merupakan tokoh yang
memelopori lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Selama Agresi Militer
Belanda ke-2 Amir Fatah diberi tugas menggabungkan laskar-laskar
untuk masuk dalam TNI. Namun, setelah banyak anggotanya ia
beserta anak buahnya melarikan diri dan menyatakan bagian dari
DI/TII. Amir Fatah semula bersikap setia pada RI, namun kemudian
sikapnya berubah dengan mendukung gerakan DI/TII. Perubahan
sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut :
1) Terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M.
Kartosoewirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia ideologi
Islam.
2) Amir Fatah dan para pendukung menganggap bahwa aparatur
Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah
terpengaruh oleh" Orang-Orang Kiri", dan mengganggu perjuangan
umat Islam.
3) Adanya pengaruh "Orang-Orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan
TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya
selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah
dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepada TNI
dibawah Mayor Wongsoatmojo.
4) Adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo.
Namun, pada tahun 1957 ditumpas melalui operasi Gerakan Banteng
Nasional dari Divisi Diponeogoro.
c) Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII yang terjadi di Kalimantan Selatan
dipimpin oleh Ibnu Hajar (mantan letnan dua TNI). Ibnu Hajar
menggalang gerakan yang bernama Kesatuan Rakyat Yang

6
Tertindas(KRYT) dan menyatakan gerakan KRYT sebagai bagian dari
DI/TII yang dipimpin Kartosoewirjo. Sejak pertengahan bulan
Oktober 1950 menyerang pos-pos TNI dan mengacau di sejumlah
wilayah di Kalimantan Selatan.
Pemerintah memberi kesempatan pada Ibnu Hajar untuk
menghentikan pemberontakannya secara damai. Ia pernah
menyerahkan diri dengan pasukannya. Ia diterima kembali ke dalam
Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi, ia melarikan diri dan
melanjutkan pemberontakan. Pemerintah RI akhirnya mengambil
tindakan tegas dan berani. Pada akhirnya tahun 1959,pasukan Ibnu
Hajar dapat dihancurkan. Ibnu Hajar sendiri dapat ditangkap.
d) Pemberontakan DI TII di Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan kesultanan Gerilya
Sulawesi Selatan (KGSS) bentukan Kahar Muzakar dan anggotanya
disalurkan ke masyarakat. Namun, Kahar Muzakar menuntut agar
Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan Gerilya lainnya
dimasukkan dalam satu brigade yang disebut brigade Hasanuddin
dibawah pimpinannya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara
mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah
mengambil kebijaksanaan penyaluran bekas gerilyawan itu ke Corps
Tjadangan Nasional (CTN).
Pada saat dilantik sebagai Penjabat Wakil Panglima Tentara
dan Teritorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya
melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan
mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama
pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai
bagian dari DI/TII Kartosoewirjo pada tanggal 7 Agustus 1953 .
Namun, pemberontakan Kahar Muzakar dapat ditumpas dengan
operasi militer tanggal 3 Februari 1965. Dalam operasi militer
tersebut, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-
Polri).
e) Pemberontakan DI/TII di Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan 'Proklamasi"
Daud Beureuh bahwa Aceh merupakan bagian "Negara Islam
Indonesia" di bawah pimpinan imam Kartosoewirjo pada tanggal 20
September 1953. Daud Beureuh pernah memegang jabatan sebagai
'Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" sewaktu Agresi Militer
pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur
Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai
seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer.
Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer,
Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga
berhasil mempengaruhi pejabat-pejabat pemerintah Aceh, khususnya
di daerah Pidie. Ada beberapa waktu lamanya Daud beureuh dan
pengikut-pengikutnya dapat menguasai sebagian besar daerah Aceh
termasuk sejumlah kota. Guna segera dilakukan menumpas
pemberontakan DI/TII Aceh, operasi pemulihan keamanan ABRI (,
TNI-POLRI). Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud beureueh

7
meneruskan perlawanannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir
Pemberontakan Daud beureuh ini dilakukan dengan suatu
"Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962
atas prakarsa Panglima KodamI/ Iskandar Muda, Kolonel Jenderal
Makarawong.
3) Peristiwa G30S/PKI
Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, letkol Untung, Brigjen
supardjo, dan Kolonel Latief datang ke lubang Buaya yang merupakan
basis latihan PKI. Lubang Buaya dipilih karena dekat dengan Lanud
Halim Perdanakusuma tempat bertugasnya Mayor Udara Suejono
kepala Pasukan Pertahanan Pangkalan. Guna melaksanakan operasi,
dibentuk Pasukan Pasopati yang bertugas menculik Pimpinan TNI AD
dan membawa ke lubang Buaya ; Pasukan Bima sakti bertugas
menguasai Jakarta ; Pasukan Gatotkaca bertugas menampung
tawanan, membunuh dan menguburkan korban penculikan.
Aksi ini dipimpin oleh Komandan Batalyon 1 Cakrabirawa
Letnan Kolonel Untung. Adapun sasarannya sebagai berikut.
a) Menteri Panglima Angkatan darat letnan Jenderal Ahmad Yani.
b) Deputi khusus TNI AD Mayor Jenderal haryono.
c) Deputi pembinaan TNI AD Mayor Jenderal Suprapto.
d) Asisten 1 TNI AD Mayor Jenderal S. Parman.
e) Asisten IV TNI AD Brigadir Jenderal DI Panjaitan.
f) Direktur kehakiman/oditur TNI AD Brigadir Jenderal Sutoyo
Siswomiharjo.
g) Panglima Tertinggi Angkatan Darat Jenderal A. H. Nasution,
namun berhasil lolos dan menjadi koran Letnan satu Piere Tendean
ajudan A.H. Nasution.
h) Pembantu Letnan satu Polisi Karel Satsuit Tubun.
Pemberontakan PKI juga berlangsung di Jawa Tengah
dipimpin oleh Kolonel Sahirman (Asisten 1 Kodam VII/Diponegoro).
Setelah menguasai markas Kodam VII/ Diponegoro, mereka merebut
RRI, telekomunikasi, dan korem-korem di Jawa Tengah. Korem
071/Purwokerto di kuasai Letkol Soemitro, korem 072/Jogjakarta
dikuasai Mayor Mulyono, korem 073/Salatiga dikuasai Letkol Idris,
dan Brigif 6 dikuasai oleh Kapten Mintarso.
Pemberontakan ini mengakibatkan Danrem 072 Kolonel
Katamso dan 072 Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh secara keji.
PKI juga membunuh para perwira TNI AD di lingkungan Brigade
infanteri 6/Surakarta dan merebut RRI, telekomunikasi, bank negara,
dan mendukung G30S/PKI.
b. konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentinga
1) Pemberontakan APRA
Persetujuan Komisi Meja Bundar (KMB) ternyata tidak semua
disepakati oleh orang Belanda, khususnya yang mempunyai kepentingan
di Indonesia. Salah satunya adalah Raymond Westerling. Ia kemudian
membentuk Angkatan Perang ratu adil (APRA) di Jawa Barat pada
Januari 1950. Westerling menggunakan kepercayaan rakyat Jawa tentang
ramalan Jayabaya, bahwa akan datang seorang pemimpin yang disebut

8
Ratu Adil, yang akan memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana.
Dengan demikian aman, damai, dan rakyat makmur sejahtera.
Tujuan sebenarnya dari APRA adalah mempertahankan bentuk
federal di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara tersendiri pada
negara-negara bagian RIS (Republik Indonesia serikat). Pada tanggal 23
Januari 1950, pasukan APRA menyerbu kota Bandung dan membunuh
anggota TNI yang mereka jumpai. Gerombolan APRA juga berhasil
menduduki Markas Staf Divisi Siliwangi di kota Bandung, yang saat itu
hanya dijaga 15 orang regu jaga. Pada peristiwa tersebut juga gugur
Letnan Kolonel Lembong.
Westerling juga berusaha melakukan perlawanan di Jakarta.
Dirinya membujuk Sultan Hamid II yang saat itu menjabat sebagai
menteri negara. Hal tersebut agar memudahkan rencananya menculik dan
membunuh beberapa menteri RIS. Adapun menteri RIS yang akan
dibunuh oleh Westerling, antara lain Menteri Pertahanan Sultan
Hamengkubuwono IX, sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr.
Ali Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T. B.
Simatupang. Akan tetapi, tindakan tersebut dapat diantisipasi oleh
APRIS, sehingga aksi APRA mengalami kegagalan. Pada tanggal 22
Februari 1950, Westerling meninggalkan Indonesia menuju ke Malaya
setelah dinyatakan sebagai buronan oleh pihak Indonesia. Pada tanggal 4
April 1950 Sultan Hamid II berhasil ditangkap.
2) Peristiwa Andi Azis
Rongrongan lainnya terhadap pemerintahan RIS datang dari
Kapten Andi Azis di Makasar. Pemberontakan ini dilatarbelakangi oleh
adanya kekacauan di Sulawesi Selatan Pada bulan April 1950.
Pada pukul 05.00 tanggal 15 April 1950, Kapten Andi Azis
bersama pasukannya menyerang markas TNI di Makassar. Pertempuran
terjadi. Kota Makassar berhasil dikuasai oleh penyerbu. Pemerintah pusat
bertindak tegas dalam menghadapi
pemberontakan ini. Pada tanggal 18 April 1950 pemerintah
mengeluarkan instruksi bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Kepada pasukannya yang terlibat pemberontakan
diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan.
Pada saat bersamaan dikirim pasukan untuk melakukan operasi militer di
Sulawesi Selatan.
Pada tanggal 15 April 1950, Andi Azis telah berangkat ke Jakarta
setelah didesak oleh presiden NIT, Sukawati. Akan tetapi Andi Aziz
terlambat melapor sehingga ia ditangkap dan diadili. Tanggal 26 April
1950 pasukan Operasi Militer tiba di Sulawesi Selatan. Adapun terjadilah
pertempuran antara APRIS dan pasukan KL-KNIL. Pasukan KNIL
terdesak dalam peperangan ini.Akhirnya, pada tanggal 8 Agustus 1950
KNIL meminta berunding. Hasil perundingan adalah kedua pihak setuju
untuk menghentikan peperangan, dan dalam waktu 2 hari KL-KNIL
harus meninggalkan Makassar.
3) Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

9
RMS alau Republik Maluku Selatan didirikan oleh Mr. Dr.
Christian Robert Soumokil, yang merupakan bekas Jaksa Agung NIT.
Kegagalan pemberontakan yang dilakukan oleh Andi Aziz ddak
mehyurutkan semangat Dr. Soumokil untuk mendirikan NIT lepas dari
Negara Kesatuan Indonesia, Karena jabatannya sebagai Agung di NIT,
memudahkan berpergian ke daerah NIT dengan menggunakan fasilitas
negara.
Inisiatif pembentukan RMS oleh Dr. Soumokil sangat terasa, saat
dirinya melakukan rapat rahasia di Tulehu. Pada rapat tersebut, pamong
praja tidak diundang. Adapun pemuka KNIL dan Ir. Manusama
diundang. la meminta agar KNIL segera bertindak, dan seluruh anggota
Dewan Maluku Selatan dibunuh, kemudian daerah tersebut dinyatakan
sebagai daerah merdeka.
Praktik-praktik cerita terhadap pro republiken mulai dilancarkan
oleh Soumokil. Pada bulan Febuan 1950 polisi dan dibantu oleh pasukan
khusus KNIL (bagian dari Krops Speciale Troepen yang dibentuk
Westerling) melakukan teror terhadap golongan pendukung republiken.
Ketua Persatuan Pemuda Indonesia Maluku, Wim Reawaru ditangkap
dan dibunuh. Pada tanggal 24 April 1950, Dr. Soumokil
memproklamirkan berdirinya RMS.
Pada awalnya, Pemerintah RIS ingin menangani masalah ini
dengan cara damai, yakni mengrimkan dr. Leimena untuk berunding
dengan Dr. Soumokil. Tetapi ajakan tersebut ditolak mentah-mentah
oleh Dr. Soumokil. Bahkan dirinya meminta bantuan dan perhatian dari
Belanda, Amerika Serikat, dan komisi PBB yang ada di Indonesia. Oleh
karena tindakan kompromi berakhir buntu, maka pemerintah RIS
melakukan tindakan militer, yang disebut Gerakan Operasi Militer
(GOM) III. Pemimpin operasi militer penumpasan RMS adalah Kolonel
Kawilarang. Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Serangan demi serangan yang dilakukan oleh APRIS
menyebabkan pasukan RMS menyerah Dengan jatuhnya Benteng Nieuw
Victoria maka otomatis Ambon telah berhasil dikuasai oleh pasukan
APRIS. Akan tetapi, Dr, Soumokil dan sebagian tentara RMS berhasil
menembakkan diri ke Pulau Seram. Soumokil berhasil ditangkap pada
tanggal 12 Desember 1963 dan dihadapkan ke Mahkamah Militer Luar
Biasa di Jakarta dengan mendapat hukuman mati.
c. Konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem pemerintahan
1) PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia)
Munculnya pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Indonesia
disingkat PRRI disebabkan karena presiden Soekarno dinilai sudah
bertindak sewenang-wenang yaitu mengangkat dirinya sebagai presiden
seumur hidup.Keputusan Soekarno tersebut tidak disukai oleh para
pimpinan militer yang ada di daerah. Presiden Soekarno juga sering
berpidato dan memakai sentimen etnis dan ideologi seperti ajaran
nasakom. Kedekatan Soekarno dengan PKI membuat kelompok Islam
dan nasionalis tidak menyukainya.
Kondisi tersebut memunculkan pemberontakan PRRI yang
memerdekakan diri pada tanggal 15 Februari 1958. Kemudian dengan

10
keluarnya ultimatum dari dewan perjuangan yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Ahmad Husein bersama tentara dan sejumlah politisi seperti
Kolonel Tapanuli, M. Natsir, Sumitro djojohadikusumo, dan M. Hatta di
Padang, Sumatera Barat, Indonesia.
Kemudian gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah, dimana pada tanggal 17 Februari 1958
kawasan tersebut menyatakan mendukung PRRI titik kabinet PRRI
terdiri atas berikut ini.
No Nama Jabatan
1. Mr. Sjarifuddin Prawiranegara Perdana Menteri
2. Mr. Assaat Dt. Mudo Mentri Dalam Negri
3. Maluddin Simbolon Mentri Luar Negri
4. Prof. Dr. Soemitro Mentri Perhubungan dan
Djojohadikusumo Pelayaran
5. Muhammad Sjafei Mentri PPK dan
Kesehatan
6. J. F. Warouw Mentri Pembangunan
7. Saladin Sarumpaet Mentri Pertanian dan
Perburuhan
8. Muchtar Lintang Mentri Agama
9. Saleh Lahade Mentri Penerangan
10. Ayah Gani Usman Mentri Sosial
11. Dahlan Djambek Mentri Pos dan
Telekomunikasi

Akibat Soekarno yang menjadi sewenang-wenang, maka


sejumlah politik di Jakarta mulai mengadakan rapat rapat rahasia. Tokoh
tersebut diantaranya wakil presiden Muhammad Hatta tokoh politisi dari
partai sosialis Indonesia Sumitro djojohadikusumo, dan tokoh Masyumi
Muhammad Natsir bersama tokoh PRRI.
2) PERMESTA ( Piagam Perjuangan Rakyat Semesta )
Pemberontakan ini didalangi oleh Letkol ventje Sumual yang
terjadi di Sulawesi Utara dan tengah. usaha-usaha pemberontakannya
yaitu mengikrarkan permesta tanggal 1 Mei 1957 oleh Letkol ventje
Sumual, Gubernur Makassar bersama tokoh masyarakat ; memengaruhi
rakyat dan Angkatan Perang RI (APRI) ; adanya dukungan dari Letkol
Sumba (Kodam sulawesi utara dan tengah ) mendukung PRRI pada
tanggal 17 Februari 1957.
Operasi ini terdiri dari beberapa bagian, antara lain komando
operasi merdeka yang dipimpin Letkol r Rukminto Hendraningrat ;
operasi saptamarga 1 dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas permesta
di Sulawesi Utara bagian Tengah ; Operasi Saptamarga II dipimpin
Letkol Agus Pramono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan ;
operasi saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran
kepulauan sebelah utara Manado ; Operasi Saptamarga IV dipimpin
Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara
dan operasi Mena 1 dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran jailolo,

11
Operasi Mena II dipimpin Letkol KKO Hunhols dengan sasaran merebut
lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera.
Pada pertengahan tahun 1961 Permesta dapat dipadamkan.
Ternyata PRRI dan Permesta mendapat dukungan dari seorang AURI
yaitu Letnan udara II Daniel Alexander Maukar. Pada tanggal 9 Maret
1960 dengan pesawat MIG 17, istana Bogor, istana merdeka dan
kompleks Tanjung Priok ditembak Daniel Alexander Maukar. Tindakan
Maukar disusul oleh gerakan beberapa anggota kavaleri Bandung pada
tanggal 27 Maret 1960. Tujuannya untuk memaksa pemerintah
mengadakan perundingan dengan pihak Permesta titik pada tanggal 16
Juli 1960, Maukar dijatuhi hukuman mati oleh mahkamah Angkatan
Udara.
1. Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran
Integrasi nasional bangsa indonesia berarti hasrat dan kesadaran untuk
bersatu sebagai suatu bangsa. Hal tersebut menjadi satu kesatuan bangsa
secara resmi, dan direalisasikan dalam suatu kesepakatan atau konsensus
nasional melalui sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928.
a. Kesadaran terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi artinya
pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Kata
nasional berasal dari bahasa Inggris, yang artinya bangsa. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Integrasi Nasional mempunyai arti politis dan
antropologis.
Integrasi secara politis berarti penyatuan berbagai kelompok
budaya dan sosial dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk
suatu identitas nasional. Adapun integrasi secara antropologis berarti
proses penyesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda,
sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan masyarakat.
Menurut William F Ogburn dan Mayer nimkoff, syarat keberhasilan
suatu integrasi sebagai berikut :
 Anggota-anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling
mengisi kebutuhan-kebutuhan satu dengan lainnya.
 Terciptanya kesepakatan dalam kurung konsensus bersama mengenai
norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dilestarikan dan dijadikan
pedoman.
 Norma-norma dan nilai-nilai sosial dijadikan aturan baku dalam
melangsungkan proses integrasi sosial.
Faktor-faktor pendorong, pendukung dan penghambat integrasi
adalah sebagai berikut.
a. Faktor pendorong tercapainya integrasi
 Adanya rasa senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor
sejarah.
 Adanya ideologi nasional yang tercermin dalam simbol negara
yaitu garuda pancasila dan semboyan bhinneka tunggal ika.
 Adanya tekad serta keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa
indonesia seperti yang dinyatakan dalam sumpah pemuda.
 Adanya ancaman dari luar yang menyebabkan muncul semangat
nasionalisme di kalangan bahasa indonesia.

12
b. Faktor pendukung tercapainya integrasi
 Penggunaan bahasa indonesia.
 Adanya semangat persatuan kesatuan dalam suatu bangsa, bahasa
dan tanah air indonesia.
 Adanya kepribadian dan pandangan hidup bangsa kebangsaan yang
sama yaitu pancasila.
 Ada jiwa dan semangat gotong royong, solidaritas, dan toleransi
keagamaan yang kuat.
 Adanya rasa senasib per penanggungan akibat penjajahan yang
diderita.
c. Faktor penghambat tercapainya integrasi
 Kurangnya penghargaan terhadap kemajemukan yang bersifat
heterogen.
 Kurangnya toleransi antar golongan.
 Kurangnya kesadaran dari masyarakat indonesia terhadap ancaman,
gangguan dari luar.
 Adanya ketidakpuasan terhadap ketimpangan dan ketidak
meratakan hasil-hasil pembangunan.
Integrasi nasional sebagai cara bagaimana kelestarian persatuan
nasional dalam arti luas dapat di damaikan dengan hak menentukan nasib
sendiri. Hak tersebut perlu dibatasi pada suatu taraf tertentu. Integrasi
berasal dari bahasa inggris, integrated yang artinya menyatu padukan,
menggabungkan dan mempersatukan.
Dalam upaya mini untuk mencapai integrasi nasional dengan cara
menjaga keselarasan antara budaya. hal itu dapat di tempat terwujud jika
ada peran masyarakat dan pemerintah dalam proses integrasi nasional.
a. Peran masyarakat
 Meminimalkan perbedaan dan berbicara kepada kesamaan
kesamaan yang dimiliki oleh setiap budaya daerah.
 Meminimalkan setiap potensi konflik yang ada.
b. Peran pemerintah
 Pemerintah harus mampu melaksanakan sebuah sistem politik
nasional yang dapat mengakomodasi kan ekspirasi masyarakat
yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
 Kemampuan disentri desentralisasi pemerintah yang menghujam
diwujudkan dalam agenda otonomi daerah.
 Keterbukaan dan demokratisasi yang bertumpu pada kesamaan hal
dan kewajiban warga negara.
2. Teladan Para Tokoh Persatuan
a. Tokoh-tokoh dari Tanah Papua
Daerah ujung timur indonesia adalah provinsi papua. provinsi
tersebut memiliki kekayaan sumber daya alam, koma seperti tambang
emas terbesar di dunia.Papua sejatinya merupakan wilayah dari NKRI,
tetapi dalam kekuasaan Belanda. Tahun 1962, akhirnya Indonesia
memilih jalur militer untuk merebut Papua. Guna menjadikan papua
sebagai wilayah NKRI, muncul tokoh-tokoh seperti Frans Kaisiepo,
Silas Papare, dan Marthen Indey.

13
1) Frans Kaisiepo ( 1921-1979 )
Frans Kaisiepo merupakan tokoh nasional yang berasal dari
Papua. Beliaulah yang mempopuler kan lagu Indonesia Raya saat
menjelang pembacaan proklamasi kemerdekaan. Selain itu beliau juga
mendirikan Partai Indonesia Merdeka ( PIM ) pada tanggal 10 mei
1946. Dalam Konferensi Malino di Sulawesi Selatan, Frans Kaisiepo
mengganti nama Papua dari kata Nederlands Nieuw Guenia menjadi
kata Irian ( berasal dari bahasa biak yang berarti daerah panas ).
Pada tahun 1948, ikut berperan dalam merancang
pemberontakan terhadap Belanda. Dirinya juga menolak delegasi
Nederlands nieuw Guenia di Den Haag, Belanda. Pada tahun 1961, ia
mendirikan partai politik di papua dengan nama Irian Sebagian
Indonesia (ISI). Partai inilah yang berperan besar menyukseskan
Perpera atau pembebasan Irian Barat.
2) Silas Papare ( 1918 - 1978 )
Silas Papare merupakan tokoh nasional yang mendirikan Komite
Indonesia Merdeka (KIM) .Komite tersebut didirikan sebulan Setelah
bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.Tujuan
pembentukannya nya adalah untuk menghimpun kekuatan dan
mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan
mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945. Desember 1945, Silas
papare bersama marthen indey dianggap mempengaruhi Batalyon
Papua bentukan sekutu untuk memberontak terhadap Belanda.
Akibatnya, mereka berdua ditangkap Belanda dan dipenjara di Holandia
( Jayapura ).
Setelah keluar dari penjara Silas papare mendirikan partai
kemerdekaan Irian. ia kemudian ditangkap dan kembali di penjara, kali
ini di Biak. partai ini kemudian diundang Pemerintah RI Yogyakarta.
Silas Papare sudah bebas pergi ke sana bersama dengan teman-
temannya membentuk badan perjuangan Irian Yogyakarta. Sepanjang
tahun 1950 an dia berusaha keras agar papua menjadi bagian Republik
Indonesia tahun 1962 ia mewakili irian barat duduk sebagai anggota
delegasi RI dalam perundingan New York antara indonesia-belanda
dalam upaya penyelesaian masalah papua. Berdasarkan "New York
Agreement" ini Belanda akhirnya setuju untuk mengembangkan papua
ke indonesia.
3) Marthen Indey (1920-1986)
Sebelum jepang datang ke indonesia, Marthen indey bekerja
sebagai seorang anggota polisi Hindia Belanda.Dirinya pernah
dipenjara bersama-sama tokoh politik yang pro kemerdekaan.
Akibatnya ,sikap nasionalisme tumbuh besar dalam pikirannya. pada
tahun 1145-1947, Marthin Indey menjabat sebagai kepala Distrik.
Walaupun demikian bersama-sama dengan kaum nasionalis di papua
berencana akan melakukan pemberontakan kepada pemerintah kolonial
belanda. Tetapi usaha tersebut dapat digagalkan.
Sejak tahun 1946 marthenn indey menjadi ketua Partai
Indonesia Merdeka (PIM). Iya lalu memimpin sebuah aksi protes yang
didukung delegasi 12 kepala suku terhadap keinginan belanda yang

14
ingin memisahkan papua dari indonesia.Indey juga mulai terang-
terangan menghimbau anggota militer yang bukan orang Belanda agar
melancarkan perlawanan terhadap Belanda. Akibat aktivitas politiknya
yang kian berani ini pemerintah belanda menangkap dan
memenjarakankan nya.
Pada tahun 1962, Marthen indey tak lagi di penjara, iya
menyusun kekuatan gerilya sambil menunggu kedatangan tentara
indonesia yang akan di terjun kan ke Papua dalam rangka operasi
Trikora. Saat perang usai, ia berangkat New York untuk
memperjuangkan masuk Papua ke wilayah Indonesia.
b. Para raja yang berkorban untuk bangsa
1) Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Saat belanda datang kembali ke indonesia merdeka memberikan
jaminan kepada raja-raja Nusantara atas daerah kekuasaan mereka.
Pemerintah Belanda berupaya mengadu domba Pemerintah Republik
Indonesia dengan para raja pribumi. Walaupun demikian, ada beberapa
raja Nusantara yang tidak mau menurut keinginan Belanda tersebut.
Salah satu raja yang berani melawan keinginan Belanda adalah Sultan
Hamengkubuwono IX.
Pada tahun 1940, setelah pelantikan nya saja Kasultanan
Yogyakarta beliau langsung menunjukkan rasa nasionalisme terhadap
Indonesia. Bahkan setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia Sultan Hamengkubuwono IX langsung menyatakan bahwa
Yogyakarta merupakan bagian dari Republik Indonesia. Tingginya
nasionalisme Sultan Hamengkubuwono IX dibalas oleh pemerintahan
Republik Indonesia dengan mempercayakan pemindahan ibu kota
Indonesia ke Yogyakarta, pada tahun 1946.
Sultan Hamengkubuwono IX juga berperan dalam persiapan
Serangan Umum 1 Maret. Beliau memberikan logistik perang dan
memata-matai gerakan Belanda di Yogyakarta. Dengan demikian
serangan dapat dilakukan dengan sukses. Bahkan ada beberapa sumber
sejarah yang menyatakan bahwa inisiatif Serangan Umum 1 Maret
adalah Sultan Hamengkubuwono IX.
Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah menolak tawaran
Belanda yang akan menjadikannya raja seluruh Jawa setelah agresi
militer Belanda ll berlangsung. Belanda rupanya ingin memisahkan
Sultan yang memiliki pengaruh besar itu dengan Republik. Belanda
bahkan juga sampai mengancam Sultan. Namum Sultan
Hamengkubuwono IX malam menghadapi ancaman tersebut buat
dengan berani.
2) Sultan Syarif Kasim ll
Sultan Syarif Kasim ll merupakan sultan dari kerajaan Siak
Indrapura di Riau. Saat beliau diangkat menjadi Sultan tahun (1915 )
saat itu beliau baru berumur 21 tahun,beliau sikap keras terhadap
Belanda. Sultan meminta kepada Belanda agar kedudukan Kesultanan
Siak sejajar dengan Belanda. Bahkan saat beliau berkuasa, semua
kebijakannya selalu bertentangan dengan keinginan Belanda. Sikap
tersebut yang melahirkan rasa nasionalisme tinggi dalam diri Sultan.

15
Saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Sultan
Syarif Kasim ll langsung menyatakan setia kepada RI. Beliau
memberikan harta kerajaan sebesar 13 juta Gul den (sekarang di rupiah
call mencapai 2 triliun) untuk perjuangan bangsa Indonesia. Sultan juga
membantu Komite Nasional Indonesia TKR (Tentara Keamanan
Rakyat), dan Barisan Pemuda Republik di wilayah kekuasaannya. Sang
Sultan juga berani mengibarkan bendera Merah Putih di kerajaannya
beliau meminta kepada raja-raja di Sumatera Timur untuk mendukung
RI. Saat van mook membentuk " negara boneka ", dan menunjuk Sultan
Syarif Kasim ll menjadi ketuanya, beliau menolaknya dengan tegas.
Atas berbagai perjuangan tersebut Sultan Syarif Kasim ll dianugerahi
sebagai Pahlawan Nasional.
3. Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra
Integrasi merupakan suatu keadaan bersatu padu. Sukses integrasi di
indonesia diwujudkan melalui seni dan sastra. Tokoh yang mewujudkan
integrasi melalui seni dan sastra adalah Ismail Marzuki.
Ismail Marzuki lahir di Kwitang, senin, batavia, 11 mei 1914. Ismail
Marzuki yang lebih dikenal dengan panggilan Maing.Ia merupakan anak dari
keluarga keturunan Betawi. Ismail Marzuki dikenal memiliki bakat seni yang
sulit dicari bidangnya sosoknya Mengagumkan ia merupakan anak dari
pasangan Marzuki dan sholechah.
Pada periode 1936- 1937, Ismail Marzuki mulai mempelajari berbagai
jenis lagu tradisional dan lagu Barat. Hal ini terlibat pada beberapa ciptaannya
dalam periode tersebut, "My Hula-Hula Girl". Kemudian lagu ciptaannya
"Bunga Mawar dan Mayangnya" dan "Duduk Termenung" dijadikan tema lagu
untuk film "Terang Bulan".
Awal mula perang dunia ll (1945) mulai mempengaruhi kehidupan
Hindia Belanda (Indonesia). Radio NIROM mulai membatasi acara siaran
musiknya. dengan demikian beberapa orang Indonesia di betawi mulai
membuat radio sendiri dengan nama Vereneging Oosterche Radio Omroep
(VORO) berlokasi di karamat raya. Antena pemancar mereka buat sendiri dari
batang bambu.
Kepala bagian propaganda Jepang, sumitsu, mencurigai lagu-lagu
tersebut lalu melaporkannya ke pihak kenpetai (polisi militer Jepang), sehingga
Ismail Marzuki sempat di ancam oleh Kenpetai. Namun Putra Betawi ini tak
gentar. Perjuangan Ismail Marzuki selanjutnya pada 1945 menciptakan lagu
"Selamat Jalan Pahlawan Muda". Setelah perang dunia ll, ciptaan lagu Ismail
Marzuki terus mengalir, antara lain "Jauh di Mata di Hati Jangan" 1947 dan
"Halo-Halo Bandung" 1948 ketika itu Ismail Marzuki dan istrinya pindah ke
Bandung karena rumah mereka di Jakarta kena dihantam peluru mortir.
4. Perempuan Pejuang
Salah satu pejuang wanita yang berasal dari Sulawesi Selatan adalah
Opu Daeng Risadju. Yang memiliki nama kecil Famajjah . Opu Daeng Risadju
itu sendiri merupakan gelar kebangsawanan kerajaan Luwu yang disematkan
pada Famajjah memang merupakan anggota keluarga bangsawan luwu. Opu
Daeng risadju merupakan anak dari Opu Daeng mawellu dengan Muhammad
Abdullah bareng seng yang lahir di Palopo pada 1880.

16
Tidak seperti bangsawan pada umumnya, meskipun berasal dari
keluarga bangsawan, Opu Daeng risadju tidak pernah mengecap pendidikan
Barat. pendidikan yang didapat oleh Opu Daeng risaju lebih ditekankan pada
persoalan yang menyangkut ajaran dan nilai-nilai moral Al baik yang
berlandaskan budaya maupun agama.
Di selain mempelajari moral yang berlandaskan adat bangsawan,Opu
Daeng risadju juga mempelajari kepribadian dan Aqidah dalam agama Islam.
Dalam tradisi Luwu itu sendiri, agama dan budaya merupakan satu kesatuan.
Karenanya, sejak kecil Opu Daeng risaju terbiasa membaca Alquran hingga
tamat dan mempelajari ilmu-ilmu keagamaan seperti Nahwu, sharaf dan
Balaghah.
Opu Daeng risadju juga mempelajari fiqih dari buku karangan Khatib
Sulaiman Datuk patimang , salah seorang tokoh penyebar agama islam di
Sulawesi Selatan. Opu Daeng risaju tidak sendiri dalam sehari islam,
melainkan dibangun juga oleh seorang ulama.
Suami Opu Daeng risaju ,H. Muhammad Daud, merupakan seorang
ulama yang pernah bermukim di Mekah. suami Opu Daeng risaju ini
merupakan anak dari rekan dengan ayahnya. H. Muhammad Daud kemudian
diangkat menjadi imam masjid istana kerajaan Luwu karena menikah dengan
keluarga bangsawan memiliki pengetahuan yang luas tentang agama.
Oppo Daeng Risaju juga merupakan wanita yang aktif dalam Partai
Sarekat Islam (PSII) Opu Daeng Risaju kemudian mendirikan cabang PSII
Palopo yang diresmikan pada 14 januari 1930.Opu Daeng Risaju terpilih
sebagai ketua PSII Palopo dalam rapat akbar yang dihadiri aparat pemerintah
kerajaan luwu, pengurus pssi pusat pemuka masyarakat masyarakat umumnya
hingga pengurus PSll pusat yaitu Kartosuwiryo. Akan tetapi pada masa
pendudukan jepang tidak banyak kegiatan yang Opu Daeng Risaju lakukan di
PSll. ini disebabkan karena pemerintahan Jepang melarang adanya kegiatan
politik Organisasi Pergerakan Kebangsaan, termasuk PSll.

17
BAB 2
SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA
MASA DEMOKRASI PARLEMENTER (1950-1959)

A. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal


1. Sistem Pemerintahan
Sistem politik pada masa Demokrasi Liberal telah mendorong untuk lahirnya
partai-partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multipartai.
Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer
gaya barat dengan sistem multipartal yang dianut. Dengan demikian partai-partai
inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam
parlemen dalam tahun 1950-1959.
a. Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini juga merupakan kabinet koalisi di
mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena
tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun sesungguhnya merupakan
kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh-tokoh terkenal duduk di dalamnya,
seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Asaat, Ir. DJuanda, dan Prof Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah sebagai berikut.
1) Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman.
2) Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3) Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
4) Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5) Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Berikut keberthasilan yang pernah dicapai oleh Kabinet Natsir.
1) Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke
ekonomi nasional.
2) Indonesia masuk PBB.
3) Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama Irian Barat.
Sementara kendala/masalah yang dihadapi selama kabinet Natsir adalah sebagai
berikut.
1) Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan
buntu (kegagalan).
2) Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi
bantuan itu diselewengkan penggunanya sehingga tidak mencapai sasaran.
3) Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah indonesia, seperti Gerakan DI/TI, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya
mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No: 39 th
1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut
disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan memperoleh
kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus mengembalikan
mandatnya kepada presiden.
b. Kabinet Sukiman (27 April – 3 April 1952)

18
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden
menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur. Hampir satu bulan beliau
berusaha membentuk kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Namun usahanya
itu mengalami kegagalan,sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden
setelah bertugas seiama 28 hari (28 Maret-18 April 1951). Presiden Soekarno
kemudian menunjukkan Sidik Djojosukatro (PNI) dan Soekiman Wijosandjojo
(Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari
Masyurni dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman
(Masyumi)- Soewirjo (PNI) yang dipimpin oleh Soekiman. Program pokok
Kabinet Sukiman adalah sebagai berikut.
1) Menjamin keamanan dan ketenteraman.
2) Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbarui hukum agraria agar
sesuai dengan kepentingan petani.
3) Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4) Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian
Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5) Di bidang hukum, menyiapkan undang-undang tentang pengakuan serikat
buruh, perjanjian kerja sarna, penetapan upah minimum, dan penyelesaian
pertikaian buruh.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Soekiman yaitu tidak terlalu
berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir hanya saja terjadi
perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya
diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketenteraman. Kendala/masalah
yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
1) Adanya pertukaran nota keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada
indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA), Di mana dalam MSA
terdapat pembatasan kebebasan polibik luar negeri RI karena Ri diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang
telah molanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih
condong ke blok barat behkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam biok
barat.
2) Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi
pada setiap iembaga pemerintahan den kegemaran akan barang-barang mewah.
3). Masalah Irian barat belum juga teratasi
4). Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang
tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan. Berakhimya kekuasaan kabinet disebabkan oleh
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka
menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman
dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. Kabinet wilopo (3 April-3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukkan Sidik Djojosukarto
PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( Masyumi ) menjadi formatur, namun gagal.
Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama
dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari

19
Wilopo, sehingga bernama kabinet Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari
PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah sebagai berikut.
1) Program dalam negeri
(a) Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, C. dan DPRD).
(b) Meningkatkan kemakmuran rakyat.
(c) Meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2) Program luar negeri
(a) Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda.
(b) Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia.
(c) Menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Kabinet ini tidak mempunyai prestasi yang bagus, justru sebaliknya banyak
kendala yang muncul antara lain sebagai berikut.
1) Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-
barang ekspor Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
2) Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih seteíah terjadi penurunana hasil panen, sehingga membutuhkan biaya
besar untuk mengimpor beras.
3) Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam
keutuhan bangsa. Semua itu, disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi
dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
4) Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah
untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya.
Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD
kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen, sehingga
menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik makin diperparah dengan
adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya pariemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar
pariemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Kemudian muncullah mosi
tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang
dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah
perwira angkatan darat guna menekan Soekarno agar membubarkan kabinet.
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatra Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah
perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama
masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatra Utara dan
dianggap miliknya. Dengan demikian pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi
kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah
mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah
dihasut oleh PKI. Akibatnya, terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani
terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan

20
antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatra Timur (Deli).
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Dengan demikian, Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal2 Juni 1953.
d. Kabinet Ali Sastramijoyo
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamijoyo, yang terbentuk pada tanggal
31 Juli 1953. Betapa pun kabinet ini tanpa dukungan Masyumi, namun kabinet Ali
ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang
diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan
wakil perdana menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).
Program pokok Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah sebagai berikut.
1) Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
pemilu.
2) Pembebasan Irian Barat secepatnya,
3) Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4) Penyelesaian Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo l yaitu
sebagai berikut.
1) Persiapan pemilihan umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
2) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
3) Konferensi Asia-Afrika I ini disenggarakan di Bandung pada tanggal 18-24
April 1955. Konferensi dihadiri oleh 29 negara-negara Asia-Afrika, terdiri lima
negara pengundang dan 24 negara yang diundang. KAA I itu ternyata memiliki
pengaruh dan arti penting bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa-
bangsa Asia-Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti berikut.
a) Berkurangnya ketegangan dunia.
b) Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di
negaranya.
c) Belanda mulai repot menghadapi blok Afro- Asia di PBB, karena Belanda
masih bertahan di Irian Barat. Konferensi Asia-Afrika I merupakan prestasi
tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Kendala/masalah dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
1) Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan,
seperti DI/ TIl di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
2) Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya
kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI-AD yang merupakan kelanjutan dari
Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD
mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya
menteri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD
menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak
menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD, Bahkan ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorang pun panglima tinggi
yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD pun menolak
melakukan serah terima dengan KSAD baru.
3) Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi
yang menunjukkan gejala membahayakan

21
4) Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
5)Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkan, NU memutuskan
untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang dikuti
oleh partai lainnya,
e. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap.
Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi, sedangkan PNI membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap sebagai berikut.
1) Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2) Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru.
3) Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
4) Perjuangan pengembalian Irian Barat.
5) Politik kerja sama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahap yaitu
sebagai berikut.
1) Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat
70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Hal
tersebut menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak,
yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
2) Perjuangan Diplomasi menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia- Belanda.
3) Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan
oleh polisi militer.
4) Terbinanya hubungan antara angkatan darat dengan Kabinet Burhanuddin.
5) Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955, yang mana menjadi penyebab
kegagalan dari kabinet Ali dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf
Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam
lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai.
Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga
kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada
parlemen yang baru pula.
f. Kabinet Ali Sastroamijoyo
Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada
tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI,
Masyumi, dan NU. Program pokok Kabinet Ali Sastroamijoyo Il sebagai berikut.
1) Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut.
a) Perjuangan pengembalian Irian Barat.
b) Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
c) Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d) Menyehatkan perimbangan keuangan negara.

22
e)Mewujudkan perubahan akonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
2) Pembatalan KMB
3) Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, dan
menjalankan politik luar negeri bebas aktif
4) Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Alt Sastroamijoyo l
adalah kabinet ini mendapat dukungan penuh dani presiden dan dianggap sebagai
tilik tolak dari periode planning and investment, dan hasilnya adalah pembatalan
seluruh penjanjian KMB.
Kendala/masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
1) Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
2) Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatra Utara, Dewan Garuda di
Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara.
3) Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4) Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia, Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah
yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha
nasional.
5) Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Adapun Masyumi
menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan
daerah. Adapun PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti
meninggalkan asas demokrasi dan parlementer. Mundurnya sejumlah menteri dari
Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya
pada presiden.
g. Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya
perebutan kekuasaan antara partai politik. Dipimpin oleh Ir. Djuanda.
Program pokok dari Kabinet DJuanda disebut Panca Karya sehingga sering juga
disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu sebagai berikut.
1) Membentuk Dewan Nasional.
2) Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
3) Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB.
4) Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
5) Mempergiat/mempercepat proses pembangunan,
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi daerah,
perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta
keuangan yang sangat buruk.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu sebagai
berikut.
1) Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui

23
deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana
lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat
2) Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden
sebagal ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi
terpimpin
3) Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di
berbagal doerah Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan
daerah pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
4) Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis
dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
1) Kegagalan menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah
semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi
terhambat. Adapun muncuinya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2) Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk, sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3) Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta
sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.
Peristiwa ini menyebabkan
keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara. Kabinet
Djuanda berakhir saat presiden Soekarno mengeluarkan dekret Presiden 5 Juli
1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu demokrasi terpimpin.
2. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian di Indonesia mengalami perubahan sesuai dengan pergantian
tipe sistem politik. Tipikal sistem kepartaian apa yang berlaku di suatu negara,
secara sederhana dapat diukur melalui fenomena pemilihan umum. Dari sisi
jumlah misalnya, suatu negara dapat disebut sebagal bersistem satu partai, dua
partai, atau multipartai, dilihat saja dari berapa banyak partai yang ikut serta
dalam pemilu berikut peroleh suara mereka.
Sistem politik pada masa ini banyak melahirkan partai-partal baru, seperti NU,
PIR (Partai Indonesia Raya). Dengan demikian sistem kepartaian yang dianut
pada masa Demokrasi Liberal adalah multipartai. Partai-partai tersebut berlomba
agar mendapat kursi di parlemen, namun ada dua partai kuat dalam parlemen yang
silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet, yaitu PNI dan
Masyumi. Hal ini dapat dilihat dalam kabinet-kabinet mulai dari kabinet Natsir
(Masyumi), kabinet Soekirman (PNI), kabinet Wilopo (PNI).
Demokrasi liberal Pertama di Indonesia ditandai dengan keluarnya Maklumat
No.X Oktober 1945. Maklumat yang ditandatangani oleh Drs. Moh. Hatta (wakil
presiden RI saat itu) mempersilakan publik Indonesia untuk mendirikan partai-
partai politik. Mulai saat itu, berdirilah beragam partai politik yang sebagian besar
berbasiskan ideologi dan massa pemilih di Indonesia.
Pemilu 1955 menandai resminya era sistem politik demokrasi iberal di indonesia.
Aneka partai politik diberi kebebasan untuk memperkual organisasi, metuaskan
basis massa, dan sejentsnya. Saat itu, sistem kepartaian yang berlaku di Indonesia
adalah pluralisme terpotarisasi Cukup banyak partai politik yang ikut serta di
dalam pemilu pertama datam sejarah kemerdekaan Indonesia int. Namun, partai-

24
partai yang memperoleh suara besar (4 partal) memiliki garis idealogi yang cukup
berseberangan antara satu sama lain.
Komposisi hasil perolehan suara partai-partai politik pada pemilu tahun 1955
menunjukkan PNI (Partai Nasional Indonesia) meraih 22,32% suara dan
merigantungi 57 kursi di parlemen. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)
meraih 20.92% suara dan mengantungi 57% suara di parlemen. NU (Nahdlatul
Ulama) meraih 18.41% suara dan 45% suara di partemen. PKI (Partai Komunis
indonesia) meraih 16,36% suara dan meraih 39 kursi di parlemen PSII (Partai
Sarekat Islam Indonesia) mengantungi 2,9% suara dan meraih 8 kursi di
parlemen. Parkindo (Partai Kristen Indonesia) mengantungi 2,6% suara dan
meraih 8 kursi di parlemen. Partai Katolik mengantungi 2,0% suara dan meraih 6
kursi di parlemen. PSI (Partai Sosialis Indonesia) mengantungi 2.0% suara dan
meraih 5 kursi di parlemen. Sementara itu, total partai-partai lainnya yang
masing-masing meraih suara kurang dari 2,0%.
3. Pemilihan Umum 1955
Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi guna
mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan bernegara, belum dapat dilaksanakan di
tahun-tahun pertama kemerdekaan sekali pun ide tentang itu sudah muncul.
a. Latar Belakang Pemilihan Umum 1955
Pemilu merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan demokrasi guna
mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan bernegara. Hal ini belum dapat
dilaksanakan di tahun-tahun pertama kemerdekaan sekali pun ide tentang itu
sudah muncul.
Selama masa Presiden Soekarno (1945-1965), yang melewati beberapa era seperti
Revolusi fisik, Demokrasi Parlementer, dan Demokrasi Terpimpin, hanya sekali
terjadi Pemilu, yaitu Pemilu 1955. Pemilu ini terjadi pada masa Pemerintahan
Perdana Menteri Buhanuddin Harahap dari Masyumi (29 Juli 1955-2Maret 1956).
Akan tetapi peraturan yang dijadikan landasan dalam pemilihan umum 1955
adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 yang telah disusun pada masa
pemerintahan Perdana Menteri Wilopo dari PNI (30 Maret 1952-2 Juli 1953).
Adapun latar belakangnya diselenggarakannya Pemilu 1955 antara lain sebagai
berikut.
1) Revolusi fisik/perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk
memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
2) Pertikaian internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup
menguras energi dan perhatian.
3) Belum adanya UU pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu (UU
pemilu baru disahkan pada tanggal 4 April 1953 yang dirancang dan disahkan
oleh Kabinet Wilopo).
b. Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955
Pendaftaran pemilih dalam pemilu 1955 mulai dilaksanakan sejak bulan Mei 1954
dan baru selesai pada November. Tercatat ada 43.104.464 warga yang memenuhi
syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang
menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Selain pemilihan DPR dan Konstituante,
juga diadakan pemilihan DPRD. Pemilu DPRD dilaksanakan dalam dua tahap,
Juni 1957 pemilu untuk Indonesia wilayah Barat, dan Juli 1957 untuk pemilu
Indonesia wilayah Timur. Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan pemilu
DPR, Konstituante, dan DPRD, pemilu menjadi fokus.

25
c. Hasil Pemilihan Umum
Berikut ini hasil pemilihan umum 1955.
1) Hasil pemilu tahap I
Pada tanggal 29 September 1955 lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan
suaranya dikotak-kotak suara. Hasil pemilihan umum I yang diikuti 172 kontestan
Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga di antaranya perseorangan) yang berhasil
memperoleh kursi. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi:
Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%). Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul
Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%).
Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa
diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat presiden. Selain
itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili Tionghoa dan 6 lagi mewakili
Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272
orang.
2) Hasil pemilu tahap II
Jumlah kursi anggota konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang
memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514,
Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan
PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi
pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibandingkan suara yang
diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.
B. Mencari Sistem Ekonomi Nasional
1. Pemikiran Ekonomi Nasional
Kondisi ekonomi pada masa awal kemerdekaan cukup memprihatinkan. Buruknya
perekonomian Indonesia pada masa awal kemerdekaan tersebut disebabkan
beberapa hal, sebagai berikut.
a. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum
memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
b. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung
banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di
wilayah Indonesia.
c. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran
pemerintah untuk operasi- operasi keamanan semakin meningkat.
d. Kabinet terlalu sering berganti menyebabkan program-program kabinet yang
telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai
dirancang. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar, Setelah pengakuan
kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia
menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam
KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 triliun rupiah dan
utang dalam negeri sejumlah 2,8 triliun rupiah.
g. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1
miliar.
h. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor darl sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
i. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak dibuat di Indonesia melainkan
dirancang oleh Belanda.

26
j. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah
sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Masalah jangka
pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah sebagai berikut. k. Mengurangi
jumlah uang yang beredar.
l. Mengatasi Kenaikan biaya hidup. Sementara masalah jangka panjang yang
harus dihadapi adalah pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk
yang rendah.
2. Sistem Ekonomi Liberal
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik dan sistem ekonominya
menggunakan prinsip- prinsip liberal. Padahal, pengusaha pribuni masih lemah
dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha
Cina. Pada akhirnya, sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian
Indonesia yang baru merdeka, Di masa ini, muncullah upava-upaya untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain sebagai berikut.
a. Kebijakan benteng
Sejak masa kerajaan hingga perang kemerdekaan fondasi ekonomi lebih banyak
ditopang oleh golongan priyayi (tuan tanah) dan golongan Tionghoa. Soemitro
berpandangan bahwa pembangunan ekonomi nasional baru dapat diwujudkan
dengan memperdayakan kelas ekonomi menengah. Oleh sebab itu, bangsa
Indonesia harus secepat mungkin menumbuhkan kelas pengusaha pribumi.
Biasanya pengusaha pribumi bermodal kecil.
Pemerintah harus melakukan tindakan konkret untuk menumbuhkan ekonomi
baru, yaitu dengan cara memberikan kredit murah kepada pengusaha menengah
pribumi. Selain itu, pemerintah harus memberikan bimbingan usaha kepada para
pengusaha baru. Jika usaha ini berhasil maka secara bertahap pengusaha pribumi
akan dapat berkembang maju.
Gagasan Soemitro tersebut diterima oleh Kabinet Natsir, yang kemudian dituang
kan dalam Rencana Urgensi Perekonomian (RUP), atau sering dikenal Plan
Soemitro. Tindakan konkret RUP diwujudkan dalam Program Benteng. Tujuan
lain dari Program Benteng adalah memperkuat pengusaha pribumi agar mampu
bersaing dengan pengusaha Tionghoa dan pengusaha asing lainnya. Pemerintah
memberikan peluang usaha sebesar-besarnya kepada pengusaha pribumi dengan
bantuan kredit. Adanya upaya tersebut diharapkan pengusaha pribumi dapat
meningkatkan produktivitas barang dan modal domestik.
Penyelewengan dalam pelaksanaan politik benteng adalah dengan cara
mendaftarkan perusahaan yang sesungguhnya merupakan milik keturunan
Tionghoa dengan menggunakan nama orang Indonesia pribumi. Orang Indonesia
hanya digunakan untuk memperoleh lisensi, pada kenyataannya yang menjalankan
lisensi tersebut adalah perusahaan keturunan Tionghoa. Perusahaan yang lahir dari
kerja sama tersebut dikenal sebagai perusahaan "Ali-Baba".
b. Gunting Sjafruddin
Defisit negara yang dihadapi oleh Kabinet Natsir membuat pembangunan nasional
tidak dapat diwujudkan. Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara
mengeluarkan kebijakan mengurangi peredaran mata uang yang beredar. Pada
tanggal 20 Maret 1950, Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara memutuskan
memotong nilai mata uang menjadi setengahnya untuk nominal 2,50,00 Gulden.
Uang-uang Belanda yang sudah beredar di Indonesia dipotong menjadi setengah
bagian, dan kemudian ditukarkan dengan uang rupiah (keluaran de Javasche

27
Bank). Tujuannya, untuk mengurangi defisit anggaran negara. Kebijakan itu
dikenal dengan sebutan Gunting Sjafruddin.
c. Gerakan Asaat
Gerakan Asaat memberikan perlindungan khusus bagi warga negara Indonesia asli
dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian dari persaingan dengan
pengusaha asing pada umumnya dan warga keturuan Tionghoa pada khususnya.
Dukungan dari pemerintah terhadap gerakan ini terlihat dari pernyataan yang
dikeluarkan pemerintah pada Oktober 1956. Pernyataan tersebut menyatakan
bahwa pemerintah akan memberikan lisensi khusus pada pengusaha pribumi,
Ternyata kebijakan pemerintah ini memunculkan reaksi negatif, yaitu muncul
golongan yang membenci kalangan Tionghoa.
d. Program Pembangunan Lima Tahun
Program Pembangunan Rencan Lima Tahun, yang dikoordinasikan oleh Biro
Perancang Nasional (BPN). Program Rencana Lima Tahun lebih bersifat teknis
dan lebih terinci dibandingan dengan RUP. Tujuannya, mendorong munculnya
industri besar, dan mendorong munculnya industri- industri pelayanan publik dan
jasa yang diharapkan akan menarik penanaman modal swasta.
Dalam perkembangannya, RPLT ini tidak dapat dijalankan karena adanya depresi
ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 1958 yang mengakibatkan
ekspor turun. Penyebab lainnya, yaitu upaya nasionalisasi perusahaan Belanda
dalam rangka pembebasan Irian Barat
menimbulkan gejolak ekonomi. Selain itu, karena adanya ketegangan antara pusat
dan daerah yang menyebabkan daerah melaksanakan kegiatan ekonomi sendiri-
sendiri.
e. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa Kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sermentara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah
Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk
mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan
yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan
tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena alasan sebagai berikut.
1) Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
2) Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
3) Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
4) Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia.
5) Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah
Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
f. Kebijakan Finek
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda. Misi ini dipimpin oieh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari
1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi sebagai berikut.
1) Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
2) Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
3) Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat
oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.

28
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956, Kabinet
Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara
sepihak. Tujuannya untuk meiepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan
Belanda. Dengan demikian, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarmo
menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya: Banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi
belum mampu mengambil alih penusahaan Belanda tersebut.
3. Perkembangan Kehidupan Sosial Budaya pada Masa Demokrasi Liberal
Dalam kehidupan sosial dan budaya bangsa Indonesia pada masa demokrasi
liberal terbagi menjadi empat yaitu dalam bidang pendidikan, bahasa, seni dan
media komunikasi, Berikut adalah penjabarannya
a.Pendidikan
Selelah diadakan pengalihan pendidikan dari pemerintah Belanda kepada
pemerintah RIS tahun 1960, oleh mentri pendidikan Dr. Abu Hannifah, disusun
sebuah konsep pendidikan yang menitik beratkan pada spesialisasi. Garis bersar
konsep tersebut mencakup berbagai hal diantaranya adalah pendidikan umum dan
pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3:1. Bagi setiap sekolah
umum mulai dari bawah ke atas diadakan 1 sekolah teknik. Sebagai lanjutannya
adalah sekciah teknik menengah dan sekplah teknik atas yang masing-masing
ditempuh dalam 3 tahun.
Selain itu, karena Indonesia adalah negara kepulauan, maka dibeberapa kota
didakan akademik pelayaran. Akademik Oseonografi dan Akademik Reserch Laut
yang didirikan di kota Surabaya, Makasar, Ambon, Manado, Padang dan
Palembang. Untuk tenaga pengajar didatangkan dari luar negeri seperti Inggris,
Amerika dan Prancis. Selanjutnya juga didirikan sekolah tinggi pertanian.
Direncanakan diSumatra Barat dekat Payakumbuh diadakan filial dari Sekolah
Tinggi Pertanian Bogor. Namun, konsepsi tersebut hilang saat kabiner Hatta
berhenti. Oleh Menteri Abu Hafiah juga dirancangkan kota universiter untuk kota
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bukittinggi. Direncanakan pula
untuk mendirikan akademik voor wetenschappen.
Sistem pendidikan diadakan dengan titik berat desentralisasi, yaitu dari sekolah
dasar hingga sekolah menengah pertama menjadi urutan daerah dan supervisi
pusat. Sekolah menengah atas menjadi tanggung jawab pemerintah pusat baik
mengenai masalah keuangan maupun mata pelajaran. Dalam rangka konsolidasi
universitas-universitas negara, dikeluarkan Undang-Undang Darurat No. 7 tahun
1950 yang mewajibkan Mentri Pendidikn Pengajaran dan Kebudayaan Republik
Indonesia Serikat, jika perlu mengambil tindakan dari peraturan yang berlaku dan
lain lain.
b. Bahasa
Untuk menyempurnakan ejaan bahasa dibentuk panitia Panitia Pembahas ejaan
Bahasa Indonesia dengan surat keputusan Mentri PP dan K No. 448/S 19 Juli
1956.Pada tanggal 4-7 Desember 1959 di Jakarta diadakan sidang bersama antara
Panitia Pelsanaan Kerja sama Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia yang diketuai
oleh Prof. Dr. Slametmuljana dan Kuasa Bahasa Resmi Baharu Persekutuan
Tanah Melayu dipimpin Syeh Nasir bin ismail. Sidang ini menghasilkan
pengumuman bersama Ejaan Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia yang pada tahun
1961 diterbitkan oleh Departemen PP dan K Republik Indonesia.

29
c. Seni
Setelah pengakuan kedaulatan, di Yogyakarta berdiri organisasi Pelukis
Indonesai atau PI yang awalnya dipimpin oleh Sumutro kemudian diganti oleh
Solihin dan Kusnadi. Perkumpulan para pelukis muda adalah PIM atau Pelikis
Indonesia Muda yang terbentuk tahun 1954 dengan Widaya senagai ketuanya.
Paling awal di Yogyakarta berdiri PTPI atau Pusat Tenaga Pelukis Indonesia
dengan Djajenggasmoro sebagai ketuanya. Oleh pemerintah didirikan Akademi
Seni Rupa Indonesai (ASRI) yang dibagi menjadi lima bagian yaitu seni lukis,
patung, ukir, reklame dan pendidikan guru gambar.
Seni tari pada periode tahun 1945-1955 pembaharuannya baru terbatas pada
teknik penyajian. Pada waktu itu pengaruh komunis sangat terasa, tarian klasik
yang dianggap berbau keraton dikesampingkan dan muncuk tarian yang bertema
kerakyatan dan kehidupan sehari-hari, seperti tari tani, tari tenun, tari nelayan dan
tari koperasi. Perkembangan semacam ini berkembang diseluruh tanah air.
d. Media Masa
Ciri umum dari pers pada masa demokrasi liberal adalah ditandai dengan prinsip-
prinsip liberal dalam penulisan berita, tajuk rencana da pojok. Pada umumnya
memiliki segi komersial yang kurang meskipun telah diasuh secara liberal. Suatu
ciri khusus pada masa liberal adalah surat kabar bekas milik Dinas Penerangan
Belanda yang kemudian diambil alih oleh tenaga bangsa Indonesia. Ternyata
dalam pengurusannya jauh lebih baik dibandingkan pers yang diusahakan oleh
modal swasta nasional.

BAB 4
SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)

Permasalahan bangsa yang menumpuk dan tidak dapat diselesaikan oleh kabinet
Yang berkuasa memaksa presiden Soekarno berpikir keras untuk menyelesaikan
berbagai masalah tersebut. Beliau beliau mencoba mengusulkan pandangan dan
gagasannya kemudian dituangkan dalam konsepsi presiden 1957. konsepsi ini
merupakan gagasan pembaharuan kehidupan politik yang terpimpin sebagai upaya
penyelesaian permasalahan bangsa Indonesia. presiden beranggapan bahwa
jawaban untuk menyelesaikan caruk makhluk-nya keadaan masa demokrasi
parlemen adalah dengan demokrasi terpimpin. akan tetapi, konsepsi tersebut
belum dapat terlaksana. keluarnya dekrit presiden 1959 menjadi titik awal
lahirnya demokrasi terpimpin

A. DINAMIKA POLITIK MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


Demokrasi terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Soekarno.
Berikut kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya bangsa Indonesia pada
masa demokrasi terpimpin.
1. Menuju demokrasi terpimpin
Pada tanggal 28 Oktober 1956 dalam pidatonya, presiden Soekarno meminta agar
partai-partai politik dibubarkan. Dua hari kemudian, presiden Soekarno
mengeluarkan gagasannya tentang pikiran suatu konsepsi tentang sistem baru,

30
yaitu demokrasi terpimpin. Pada tanggal 21 Februari 1957, presiden Soekarno
membongkar rahasia konsepsi demokrasi terpimpin. Beliau mengusulkan bahwa
demokrasi terpimpin-nya yang baku merupakan suatu bentuk pemerintahan yang
lebih cocok dengan kepribadian nasional. Pemerintahan itu didasarkan pada
"Kabinet Gotong Royong" , yang terdiri dari partai-partai besar, seperti PNI,
Masyumi, NU, dan PKI.
Pokok-pokok pemikiran yang terkandung dalam konsepsi tersebut yaitu:
a. Dalam pembaharuan struktur politik harus diberlakukan sistem demokrasi
terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi
masyarakat secara seimbang.
b. Pembentukan kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan
masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan golongan
politik baru yang diberi nama oleh Presiden Soekarno golongan fungsional atau
golongan karya.
Kabinet Gotong Royong akan diawasi dan wajib meminta nasehat kepada Dewan
Nasional, yang anggotanya terdiri dari golongan fungsionalis (pemuda, kaum
buruh, kaum tani, kelompok agama, kelompok daerah, dan lain sebagainya).
Orang yang masuk kedalam golongan fungsionalis harus berada di luar partai
politik. Dewan Nasional dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tanggal 6 Mei
1957. Ir. Soekarno menjadi ketuanya, sedangkan urusan-urusan dewan secara
langsung berada di tangan wakil ketuanya, Roelan Abdulgani
Pada tanggal 23 April 1959, presiden Soekarno menyampaikan amanat di depan
sidang konstituante yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Amanat
presiden itu diperdebatkan dalam konstituante dan akhirnya diputuskan untuk
melakukan
pemungutan suara sesuai dengan pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara pun
dilaksanakan Sampai Tiga Kali namun gagal. Hal itulah situasi yang
melatarbelakangi dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959. Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit yang diumumkan secara resmi di Istana Merdeka pada
tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB. Adapun isi dekrit presiden 5 Juli 1959
adalah :
-pembubaran konstituante
-pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUD 1950
-pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
Pada tanggal 9 Juli 1959, kabinet Djuanda secara resmi dibubarkan dan digantikan
dengan Kabinet Karya. Di dalam kabinet Karya Soekarno menjadi perdana
menterinya, Djuanda menjadi menteri pertama dengan kedua orang wakil, yaitu
dr.Leimena dan dr. Subandrio. Sebagai penopang gagasan Demokrasi Terpimpin,
maka presiden Soekarno mengeluarkan penetapan presiden no. 2 tahun 1959
tentang pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang
anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh presiden sendiri.
Presiden Soekarno juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang
diketuai oleh presiden sendiri. Pembentukan DPA tersebut diatur dalam Penpres
no. 3 tahun 1959. DP mempunyai tugas untuk memberikan jawaban yang akan
diminta oleh presiden, dan berhak untuk memberikan usulan kepada presiden.
Anggota DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959.
Pada tahun 1960, MPR hasil pemilu 1955 menolak Anggaran Belanja Negara. Hal
itu menyebabkan presiden langsung membubarkan DPR, dan membentuk DPR

31
yang baru. Melalui penetapan Presiden no. 3 tahun 1960, Presiden menyatakan
bahwa DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan. Pada tanggal 24 Juni 1959, Presiden
Soekarno berhasil menyusun format anggota DPR baru, yang kemudian diberi
nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Pada tanggal 17
Agustus 1959, saat upacara bendera Hari Kemerdekaan, Presiden Soekarno
berpidato dengan judul Penemuan Revolusi Kita. Pidato tersebut merupakan
penjelasan dan pertanggungjawaban atas dekrit presiden 5 Juli 1959, serta garis
besar kebijaksanaan presiden dalam mencanangkan sistem Demokrasi Terpimpin.
Pada bulan September 1959, semua anggota DPR secara bulat mengusulkan
kepada pemerintah agar pidato presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 dijadikan
sebagai Garis Besar Haluan Negara. GBHN tersebut kemudian dinamakan
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Usulan tersebut diterima oleh
Presiden Soekarno. MPRS menetapkan usulan tersebut dalam Tap MPRS no
1/MPRS/1960. Adapun pedoman-pedoman untuk menjalankan Manipol
tercantum dalam pidato presiden pada tanggal 17 Agustus 1960 dengan judul
"Jalannya Revolusi Kita" , dan pidato presiden tanggal 30 September di muka
PBB dengan judul To Bulid The World a News.
Selanjutnya, presiden Soekarno membentuk lembaga tinggi negara lainnya, yakni
Front Nasional. Front nasional dibentuk melalui Penetapan presiden no. 13 tahun
1959. Lembaga ini merupakan organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
Proklamasi dan cita-cita terkandung dalam UUD 1945. Adanya Front Nasional,
maka tingkatan lembaga tertinggi negara, antara lain MPRS, DPR-GR, Depernas,
dan Front Nasional
2. Peta Kekuatan Politik Nasional
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959- hingga Jatuhnya
kekuasaan Soekarno. Disebut Demokrasi Terpimpin Karena demokrasi di
Indonesia saat itu mengandalkan pada saat Pemerintahan Soekarno adalah
kepemimpinan pada satu tangan saja, yaitu presiden.
Berikut Tugas Demokrasi Terpimpin:
a. Demokrasi terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak
stabil sebagai warisan masa demokrasi parlementer/liberal menjadi lebih
mantap/stabil
b. Demokrasi terpimpin merupakan reaksi terhadap demokrasi parlementer/liberal
Hal ini karena pada masa demokrasi parlementer, kekuasaan Presiden hanya
terbatas sebagai kepala negara. sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan
oleh partai. dampaknya adalah penataan kehidupan politik menyimpang dari
tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis)
menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan ditangan presiden).
Berikut pelaksanaan masa demokrasi terpimpin:
a. Kebebasan pakai dibatasi
b. Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan
c. Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945
d. Dibentuk lembaga-lembaga negara, antara lain MPRS, DPAS, DPRGR, dan
Front Nasional
3. Pembebasan Irian Barat
Salah satu keputusan dalam KMB (27 September 1949) Belanda mengikuti
kedaulatan Indonesia sepenuhnya kecuali wilayah Irian Barat yang rencananya

32
akan dikembalikan setahun kemudian. Namun setelah pengakuan kedaulatan
Belanda tidak juga menyerahkan irian Barat kepada Indonesia dalam
perkembangannya Belanda tidak mau menyerahkan irian Barat menanggapi hal
tersebut timbullah usaha-usaha pembebasan irian Barat dari tahun 1950 sampai
1969 usaha-usaha itu meliputi usaha diplomasi dan konfrontasi bersenjata.
a. Usaha Diplomasi
Sebagai negara yang cinta damai, Indonesia ingin agar penyerahan Irian Barat
dapat dilakukan secara damai melalui perundingan atau diplomasi. Sejak tahun
1950, Indonesia mengajak Belanda untuk mulai merundingkan masalah Irian
Barat. pada bulan Maret 1950, Indonesia dan Belanda membentuk komite
bersama untuk masalah Irian Barat. Namun, komite tersebut tidak berhasil
mencapai kata sepakat. Pemerintah Belanda dengan persetujuan parlemennya
kemudian memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda pada
bulan Agustus 1952. Tindakan Belanda ini memunculkan protes keras dari
berbagai kalangan di Indonesia. Indonesia menyatakan pembatalan terhadap misi
militer Belanda pada bulan april 1953.
Pemerintah Indonesia juga terus berusaha mencari dukungan internasional agar
dapat menekan Belanda. Salah satunya melalui Konferensi Asia-Afrika. Dalam
KAA di Bandung tanggal 18-24 April 1955, pihak Indonesia mendapat dukungan
negara-negara peserta KAA. dalam salah satu pernyataannya, KAA yang
disponsori oleh negara Indonesia, Burma, Pakistan dan Sri Lanka menolak segala
bentuk penjajahan. Negara-negara tersebut menganggap bahwa penjajahan adalah
suatu tindakan kejahatan.
Usaha untuk menekan Belanda juga dilakukan melalui organisasi PBB. Indonesia
yang didukung negara-negara sahabat senantiasa membawa persoalan Irian barat
dalam sidang-sidang PBB. Namun, usaha tersebut tetap saja tidak berhasil
memaksa Belanda meninggalkan Irian Barat. Belanda selalu berusaha meyakinkan
anggota PBB bahwa masalah Irian Barat adalah masalah bilateral antara Indonesia
dan Belanda, yakni dalam lingkup Uni Indonesia-Belanda. Hal ini mendapat
dukungan dari negara-negara lain, terutama negara anggota Nato di mana Belanda
juga menjadi salah satu anggotanya. Akibatnya, rsolusi tentang Irian Barat pun
gagal memperoleh suara mayoritas.
Indonesia pun secara sepihak membatalkan persetujuan KMB termasuk
membatalkan Uni Indonesia-Belanda yang dikukuhkan melalui UU No. 13 tahun
1956. dengan pembatalan tersebut, Indonesia tidak lagi terjalin dalam ikatan
khusus dengan Belanda, termasuk dalam masalah Irian Barat. Indonesia
membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibu kota di Soasiu (Halmahera).
Gubernur pertama provinsi Irian Barat ini adalah Zainal Abidin Syah adalah
Sultan Tidore.
b. Usaha Ekonomi
Pada tanggal 15 Februari 1956 Indonesia sepihak melakukan tindakan tegas
berupa pemutusan sepihak hubungan Uni indonesia-Belanda yang dituangkan
dalam undang-undang No. 13 Tahun 1956. Undang-Undang tersebut diberlakukan
mulai tanggal 3 Mei 1956. Pemutusan hubungan Uni indonesia-belanda disusul
dengan pembatalan secara pihak keseluruhan persetujuan KMB pada tanggal 2
Maret 1956 undang-undang tersebut menandakan bahwa Indonesia sudah tidak
mau lagi menggunakan jalur diplomasi dalam masalah irian Barat dengan Belanda

33
Guna mempertegas kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Soekarno, maka
mulai tanggal 27 Desember 1958, Soekarno mengeluarkan UU No. 86 tahun 1958
tentang nasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-
perusahaan yang diambil alih oleh Indonesia, antara lain: Perusahaan Perkebunan,
Netherlansche Handels Mattscapijj, Perusahaan Listrik, Perusahaan Perminyakan,
dan Rumah Sakit (CBZ) menjadi RSCM.
c. Usaha militer
Pada bulan April 1961, Belanda membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang
Umum PBB September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua.
Pada tanggal 17 Agustus 1956. Provinsi Irian Barat terbentuk dan beribu kota di
Soa Siu dengan wilayahnya meliputi Tidore, Oba, weda, Patani, dan Wasile di
Maluku Utara. Pada bulan September 1956 Sultan Tidore, Zainal Abidin Syah
dilantik menjadi Gubernur Irian Barat yang pertama. Alasan Sultan Tidore
menjadi Gubernur Irian Barat karena wilayah Irian Barat dalam sejarah yang
tercatat sampai dengan akhir Abad ke-19 merupakan bagian dari wilayah
Kasultanan Tidore.
Pemmintaan Indonesia untuk membeli senjata dari Amerika Serikat temyata
ditolak mentah-mentah. Amerika Serikat berdalil bahwa Belanda merupakan
salah satu anggota dari NATO sehingga akan mempengaruhi kedudukan mereka
di NATO. Penolakan dari Amerika Serikat ternyata tidak membuat Jenderal A.H.
Nasution patah arang. Pada bulan Desember 1960, dirinya terbang ke Uni Soviet
(Moskow) untuk membeli peralatan perang dari negara tersebut, dan temyata hal
tersebut disetujui.
Pemimpin Uni Soviet, Nikita Kruschev yang berkunjung ke Indonesia pada bulan
Februari 1960 menyatakan bahwa pemerintahannya memberikan bantuan jika
pemerintah Indonesia membutuhkannya kapan saja. Pada tanggal 19 Desember
1961, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah yang dikenal dengan nama
Trikomando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta Demi waktu dan tempat
penyampaian Trikora adalah Muh. Yamin dengan pertimbangan tanggal 19
Desember 1948 merupakan tanggal Agresi Militer Belanda Il atas Yogyakarta.
Selain itu, Yogyakarta dipilih karena untuk mengenang usaha pengusiran Belanda
dari Batavia (Jakarta) oleh Sultan Agung (Raja Mataram) pada tahun 1628 dan
1629. Isi Trikomando Rakyat (Trikora), yaitu sebagai
berikut.
1) Gagalkan pembentukan Negara Papua bentukan Belanda.
2)Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3) Mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air
dan bangsa.
Pada tanggal 2 Januari 1962, Indonesia membentuk Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat yang merupakan tidak lanjut dari kebijakan Trikora.
Komando Mandala ini bermarkas di Makassar. Presiden Soekamo menunjuk
Mayjen Soeharto sebagai panglima. Adapun tugas Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat sebagai berikut.
1) Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk
mengembalikan Irian Barat ke dalam kekuasaan negara RI.
2) situasi melengkapi militer di Irian Barat sesuai dengan taraf perjuangan
diplomasi.

34
Pada tanggal 15 Januari 1962, sebelum Komando Mandala menyelesaikan
konsolidasinya, telah terjadi pertempuran di Laut Arafuru. Pertempuran yang
tidak seimbang itu terjadi antara tiga perahu Motor Torpedo Boat (MTB) yang
tergabung dalam kesatuan patroli cepat, yakni RI Macan Tutul, RI Macan
Kumbang, dan RI Harimau yang sedang patroli rutin di Laut Arafuru. Motor
Torpedo Boat (MTB) ALRI melawan kapal perusak (fregat) Belanda. MTB
Macan Tutul terbakar dan tenggelam sehingga menyebabkan gugurnya Komodor
Yos Sudarso dan Kapten Laut Wiratno. Guna mengenang peristiwa tersebut,
setiap tanggal 15 Januari diperingati sebagai Hari Samudra. Selanjutnya,
Komando Mandala merencanakan tiga tahap operasi militer untuk merebut Irian
Barat, sebagai berikut.
1) Tahap infiltrasi
Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai akhir tahun 1962, dengan
memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah
bebas de facto di Irian Barat. Nama operasi yang dilaksanakan, antara lain
Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana; Operasi Serigala di Sorong dan
Teminabuan; Operasi Naga di Merauke; Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana, dan
Merauke.
2) Tahap eksploitasi
Tahap ini dimulai awal tahun 1963. Tujuannya untuk mengadakan serangan
terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos pertahanan
musuh yang penting.
3) Tahap konsolidasi
Dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1964 dengan menegakkan kekuasaan RI
secara mullak di seluruh Irian Barat. Atas kegiatan konfrontasi militer Indonesia
menyebabkan kekhawatiran Belanda di Irian Barat dan di Den Haag, Akibatnya,
Pemerintah Belanda melalui menten dan wakil tetapnya di PBB mengadukan
Indonesia dengan tuduhan melakukan agresi yang dapat mengancam perdamaian
dunia.
Pada tanggal 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda berunding di Markas Besar
PBB di New York, Amerika Serikat. Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri
Indonesia Subandrio dengan van Royen dan Schuurman dari Belanda, dan
disaksikan oleh Sekjen PBE U Thant dan Ellsworth Bunker. Kedua belah pihak
menyepakati perjanjian damai yang disebut Perjanjian New York (New York
Agreenment). Isi pokok Persetujuan New York sebagai berikut.
a. Serah terima pemerintahan Irian Barat dari Belanda kepada UNTEA akan
dilaksanakan paling lambat tanggal 1 Oktober 1962. Sejak saat itu bendera
Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera PBB.
b. Pemerintah sementara PBB akan memakai tenaga-tenaga dari Indonesia,
sebagian putra Irian Barat dan tenaga Belanda yang tersisa.
c. Pasukan-pasukan Indonesia yang sudah ada di Irian Barat tetap tinggal di sana,
namun berstatus di bawah kekuasaan pemerintahan sementara PBB.
D. Angkatan perang Belanda secara-angsur dipulangkan ke negerinya dan yang
mmm pulang ditempatkan di bawah pengawasan PBB serta tidak boleh dipakai
untuk operasi-operasi militer.
e. Pada tanggal 31 Desember 1962, bendera Indonesia mulai berkibar di sisi
bendera PBB.

35
F. Selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963 Pemerintah Republik Indonesia
secara resmi menerima pemerintahan di Irian Barat dari pemerintah sementara
PBB.
G. Pemerintah Indonesia wajib menjalankan perintah rakyat paling lambat akhir
tahun 1969.
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di wilayah Irian Barat, dibentuk pasukan
PBB yang dimulai dari Pasukan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNSF)
di bawah pimpinan Brigjen Said Uddin Khan Pakistan. Pekerjaan bagi
Pemerintah RI belum selesai. Pemerintah Indonesia harus melaksanakan
pendapat rakyat sebagai bagian dari pelaksanaan Pasal 17 Persetujuan New York
sebelum akhir tahun 1969.
d. menentukan rakyat
Pepera merupakan salah satu pendapat mengenai hal itu di atas Irian Barat oleh
Belanda kepada Indonesia. Pepera diselenggarakan melalui tiga tahap, antara lain
sebagai berikut.
1) Tahap pertama, dimulai pada tanggal 24 Maret 1969, yaitu mengadakan
konsultasi dengan Dewan Kabupaten di Jayapura mengenai tata cara
penyelenggaraan Pepera.
2) Tahap kedua, berupa pemilihan anggota dewan musyawarah Pepera yang
berakhir pada bulan Juni 1969.
3) Tahap ketiga, adalah pelaksanaan Pepera pada tanggal 4 Juli 1969 berakhir
pada tanggal Agustus 1969
Pelaksanaan pepera disaksikan oleh utusan Sekretaris Jenderal Duta Besar Ortis
Zans dan melalui Pepera ternyata rakyat Irian Barat secara bulat tetap menyatakan
bagian dari Negara RI . Hasil Pepera dibawa oleh Duta Besar Ori Zans untuk
dilaporkan Umum PBB. Guna mengenang perjuangan merebut pria Barat pada
tanggal 21 Desember 1995 Presiden Soeharto meresmikan Monumen Mandala di
Makassar.
4. Konfrontasi Terhadap Malaysia
Pada tahun 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan,
sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Malaysia. Di utaranya adalah
Kerajaan Brunei dan dua Inggris: Sarawak dan Borneo Utara, kemudian
dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikan dari koloninya di Asia
Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan
Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno
berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris. Selain itu, konsolidasi
Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga
mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah,
dengan alasan daerah memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui
Kesultanan Sulu.
Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8
Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan
menyandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia
menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember,
Komando Timur Jauh Inggris (British Far Easten Command) mengklaim bahwa
seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi. Kemudian pada 17 April 1963,
pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.

36
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi
Malaysia apabila mayoritas di daerah yang ingin dilakukan dekolonial
memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada
16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat
pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut
campur orang luar. Namun pemimpin indonesia melihat hal ini sebagai
Persetujuan Manila yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan
imperialisme Inggris.
Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran
menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang
negara Garuda Pancasila ke hadapan Tengku Abdul Rahman Perdana Menteri
Malaysia saat itu dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno
terhadap Malaysia pun meledak. Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur
yang berlangsung pada tanggal 17 September 1963, berlaku ketika para
demonstran yang sedang memuncak marah terhadap Presiden Soekarno yang
menghadapi konfrontasi terhadap Malaysia. Ini beriringan pengumuman Menteri
Luar Negeri Indonesia Soebandrio bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan
terhadap Malaysia pada 20 Januari 1963. Selain itu, pencerobohan sukarelawan
Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan
Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase
pada 12 April berikutnya. Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk
demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang Negara Indonesia dan
ingin melakukan balas dendam dengan gerakan yang terkenal dengan nama
Ganyang Malaysia. Soekarno memproklamasikan gerakan Ganyang Malaysia.
Konfrontasi berarti kondisi bermusuhan antara dua negara atau lebih karena tidak
terakomodasinya perbedaan kepentingan antara negara-negara tersebut. Sebagai
tujuan, konfrontasi merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan masing-
masing negara. Sikap konfrontatif Indonesia menandakan buruknya hubungan
Indonesia-Malaysia dalam masalah pembentukan Negara Federasi Malaysia.
Konfrontasi tidak selalu berupa kontak senjata. Kontak senjata dalam konfrontasi
merupakan tahap lanjutan dari politik konfrontasi yang ekstrim. Tahap lanjutan
tersebut dapat dilihat dari sentimen anti Federasi-Malaysia yang mengarah pada
kontak senjata dan ditandai dengan slogan "Ganyang Malaysia".
Flotes dilancarkan Indonesia, pada tanggal 22 Juli 1962 Presiden Filipina
Macapagal menyatakan alasan atas rencana Federasi Malaysia dan menuntut hak
hanya Sabah. Tunfulan tersebut didasarkan pada Kesultanan Sulu pimpinan
Mohammad Jamalul Alam yang berasal dan Filipina menyewakan Sabah kepada
Baron Von Overbeck dan Alfred Dent (atas nama Britis Nort Bomeo Company)
dengan sewa 5.000 dolar Malaya per tahun pada 22 Januari 1878. Namun
demikian, tersebur memiliki kelemahan, karena pada tahun 1885, Spanyol
meruntuhkan Kesulatanan Sulu. Kemudian. klaim atas Sabah pada Protokol
Madrid 1885. Malaysia mengecam Filipina atas tuntutan tersebut.
Beberapa kali negosiasi antara Malaya, Indonesia, dan Filipina dilakukan untuk
dianggap keadaan. Pada akhirnya, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Manila
menghasilkan kesepakatan untuk menentukan memiliki Sabah dan Serawak
melalui jajak pendapat di bawah naungan PBB. Atas tekanan AS, Inggris
menerima rencana jajak pendapat tersebut dan atas tekanan AS juga Inggris
dengan "setengah hati" sejak berkompromi dengan Indonesia dan Filipina, Pada

37
pertengahan Agustus dikirimlah misi untuk melakukan jajak pendapat yang
disebut "Misi Michelmore" tiba di Kalimantan dan bekerja 26 Agustus 1963.
Nama Michelmore diambil dari ketua misi, yaitu Michelmore, seorang diplomat
AS.
Pada tanggal 14 September 1963, Sekjen PBB mengumumkan hasil jajak
pendapat tersebut. Hasilnya, Sabah dan Serawak menginginkan bergabung
bersama Federasi Malaya, kemudian U-Thant menambahkan perlunya
merumuskan kembali kapan pengumuman kemerdekaan Federasi Malaysia.
Sebelum rumusan tersebut dihasilkan, telah berlangsung pertemuan antara wakil-
wakil Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan Inggris (tanpa Brunei) di London
tanggal 9 Juli 1963 dan memutuskan bahwa kemerdekaan Malaya akan
dideklarasikan pada 31 Agustus 1963. Pertemuan dan pengumuman
penyelenggara kesepakatan hari kemerdekaan Malaysia tersebut membuat
Soekarno marah karena menganggap Malaya melanggar kesepakatan yang telah
dicapai di Manila. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di
Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat
(Dwikora) yang isinya sebagai berikut.
1) Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia. 2) Bantu perjuangan revolusioner
rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia.
Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Soekarno menarik
Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk
Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo)
sebagai alternatif. Sebagai tandingan Olimpiade, Soekamo bahkan
menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang
diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga
ini dikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika
Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.
Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan
setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia
menurunkan 3 Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air
Service. Terdapat sekitar empat belas ribu pasukan inggris dan Persemakmuran di
Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat
mengikuti penyerang melalu perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air
Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (dikenal sebagai
Operasi Claret).
Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia
setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan
Indonesia untuk mempersiapkan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan
peperangan pun mereda.
Pada 28 Mei 1966 di Konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan Pemerintah
Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni,
dan perjanjian perjanjian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari
kemudian.
5. Kehidupan Sosial Budaya Masa Demokrasi Terpimpin
a. Bidang Pendidikan
Siswa-siswa sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas pada tahun 1950an
jumlahnya melimpah dan berharap menjadi mahasiswa. Mereka ini adalah produk
pertama dari sistem pendidikan setelah kemerdekaan. Universitas baru didirikan

38
di ibukota provinsi dan jumiah ditambah meskipun kekurangan tenaga pengajar.
Perguruan tinggi swasta semakin banyak terutama tahun 1960. Eksplosi
pendidikan tinggi ini disebabkan meluasnya aspirasi untuk menjadi mahasiswa.
Untuk memenuhi keinginan golongan islam didirikan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN). Sedangkan umat Kristen dan katolik didirikan sekolah Tinggi
Theologia serta seminari-seminari. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah
dan biaya kuliah menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa besar-besaran.
Penambahan mahasiswa seratus ribu dengan perguruan tinggi 181 kampus pada
tahun 1961.
Sejak tahun 1959 dibawah menteri P dan KProf. Dr. Prijono disusun suatu
rencana pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama, yang meliputi.
1) Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K,
2) peningkatan seni dan olahraga
3) Mengharuskan usaha
4) Mengharuskan penabungan
5) Mewajibkan usaha-usaha koperasi
6) Mengadakan kelas masyarakat
7) Membentuk regu kerja di kalangan SLTP/SLTA dan Universitas
Sejak tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan dalam
kurikulum baru di tambahkan mata pelajaran ilmu administrasi dan kesejahteraan
masyarakat. Sistem pendidikan SMA di melakukan penjurusan mulai kelas Il
jurusan di bagi menjadi kelas budaya, sosial, ilmu pasti dan alam, Melihat
pembagian di SMA seperti itu menunjukkan mereka dipersiapkan untuk
memasuki peguruan tinggi.
Tentang penyelenggaraan seni dan olah raga ditentukan kewajiban untuk
mempelajari dan menyanyikan 6 lagu nasional selain lagu kebangsaan Indonesia
Raya. Olah raga sepak bola dan bola voli banyak dikembangkan.
Yang dimaksud dengan Usaha halaman adalah usaha yang dapat dilakukan di
halaman sekolah maupun rumah, yang hasilnya dapat dibuat sebagai penambah
pangan. Usaha halaman sekolah berlaku untuk semua tingkat sekolah negeri
maupun swasta.
Gerakan menabung bagi setiap murid dilakukan pada bank tabungan pos, kantor
pos, kantor pos pembantu. Cara penabungan di atur oleh departemen P dan K
bersama dengan Direksi Bank Tabungan Pos, usaha ini untuk mendidik anak
berhemat selain untuk pengumpulan dana masyarakat. Gerakan koperasi sekolah
juga digiatkan. Siswa aktif dalam penyelenggaraan koperasi. Kepala sekolah dan
guru sebagai pengawas dan penasehat koperasi.
Suatu kelas masyarakat yang waktunya pendidikan dua tahun dibentuk untuk
menampung lulusan sekolah yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan
sekolah, Mereka dididik dalam kelas masyarakat ini untuk mendapat
keterampilan.
Sekitar tahun 1960-an dikalangan pendidikan muncul masalah yakni usaha PKI
untuk menguasal organisasi profesi guru "Persatuan Guru Republik Indonesia"
(PGRI). Hal ini menimbulkan perpecahan dikalangan guru dan PGRI.
Perpecahan PGRI bertepatan dengan dilancarkannya sistem pendidikan baru oleh
menteri PP dan K. Sistem baru itu adalah Pancasila dan Pancawardhana. Adapun
sistem Pancawardhana atau lima pokok penjabarannya :

39
1) Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional
/internasional/keagamaan.
2) Perkembangan intelegensi.
3) Perkembangan nasional-artistik atau rasa merupakan suatu keharusan dan
keindahan lahir dan batin.
4) Perkembangan kerajinan tangan.
5) Perkembangan jasmani.
b. Bidang Komunikasi Masa
Surat kabar dan majalah yang tidak seirama dengan Demokrasi Terpimpin, harus
menyingkir dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat ljin Terbit dan
Surat ljin Cetak (SIT) diperketat. Sejak tahun 1960, semua penerbit wajib
mengajukan permohonan SIT dengan mencantumkan 19 pasal yang memuat
pertanggungjawaban surat kabar/majalah tersebut.
Pedoman resmi untuk penerbitan surat kabar dan majalah di seluruh Indonesia,
dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1960 yang ditanda tangani oleh Ir. Juanda
sebagai Pejabat Presiden. Pedoman yang berisi 19 pasal tersebut mudah
digunakan penguasa untuk menindak surat kabar yang tidak disenangi. Maka satu
demi satu penerbit yang mendominasi dominasi PKI di cabut Surat ljin Terbitnya.
Yaitu, Harian Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, Star Weekly dil
ebagainya, Surat kabar Abadi, yaitu memilih publikasi atas permintaan
persyaratan 19 pasal itu. Dengan sedikitnya pers Pancasila yang masih hidup,
dapat digambarkan betapa merajalelanya Surat Kabar PKI seperti Harian Rakyat,
Bintang Timur, dan Warta Bhakti.
c. Bidang Budaya
Realisme sosialis sebagai doktrin doktrin dibidang seni dan sastra diusahakan
untuk menjadi doktrin di Indonesia juga, Akan tetapi pelaksanaan doktrin tersebut
lebih represif dari pada persuasif seperti adanya larangan bagi pemusik-pemusik
pop untuk memainkan lagu-lagu ala Imperialis barat. Peristiwa yang paling
diingat oleh masyarakat pada bidang budaya adalah heboh mengenai Manifes
Kebudayaan dan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI).
Para sastrawan yang sudah menyiapkan KKPI memiliki perencanaan yang
matang. Mereka sudah melakukan pengamanan baik berupa konsepsi maupun
dukungan dari pejabat- pejabat dan kekuatan-kekuatan Pancasilais.
B. Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin
Salah satu program utama Kabinet Karya adalah pembangunan ekonomi. Pada
tahun 1958, dikeluarkan undang-undang tentang pembentukan Dewan Perancang
Nasional. Adapun tugasnya menurut pasal 2 undang-undang tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang
berencana.
2. Menilai penyelenggaraan program pembangunan ekonomi.
Dewan Perancang Nasional (Depernas) secara resmi dibentuk pada tanggal 15
Agustus 1959, yang diketuai oleh Muh. Yamin dan anggotanya sebanyak 80
orang wakil golongan masyarakat dan daerah. Pada tanggal 26 Juli 1961,
Depernas berhasil membuat Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan
Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961 - 1969. Rancangan tersebut
disetujui oleh MPRS dan diundangkan sebagai Tap MPRS No 2/MPRS/1960.
Pada tahun 1963, Deparnas dibubarkan dan diganti dengan Badan Perancang

40
Pembangunan Nasional (Bappenas). Badan ini diketuai oleh Presiden Soekarno,
dan mempunyai tugas sebagai berikut.
1. Menyusun rencana jangka panjang dan tahunan.
2. Mengawasi dan menilai pelaksanaan dan pembangunan.
3. Menyiapkan dan mengawasi mandataris untuk MPRS.
Kabinet Karya juga berusaha untuk membendung inflasi yang semakin melaju.
caranya, pemerintah mengeluarkan kebijakan Perpu No 2 tahun 1959 tentang
pemangkasan nilai mata uang Rp.500,- menjadi Rp Rp50,- dan Rp1.000,- menjadi
Rp1.00,- Tujuan pemangkasan adalah mengurangi peredaran mata uang di
masyarakat dan memperbaiki keadaan keuangan. Perpu tersebut berlaku pada
tanggal 25 Agustus 1959, mulai pukul 06.00 WIB. Selain itu, pemerintah juga
mengeluarkan Perpu no. 3 tahun 1959 tentang pembekuan sebagian simpanan
dalam bank terutama simpanan bank pada tahun 1957-1958.
Pemerintah juga mengeluarkan Perpu No. 6 tahun 1959 tentang penggantian uang
kertas baru yang nominalnya Rp500 (yang sudah diganti Rp50) dan Rp 1.000
(yang sudah diganti Rp100), dan diberi waktu hingga tanggal 1 Januari 1960.
Guna mengatasi masalah yang timbul akibat Perpu tersebut, maka pada bulan
Agustus 1959 dibentuk badan Panitia Penampungan Operasi Keuangan (PPOK).
Tugas pokok dari panitia ini adalah menyelenggarakan tindak lanjut dari tindakan
moneter tanpa mengurangi tanggung jawab menteri departemen, serta jawatan
yang bersangkutan.
Kebijakan-kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh pemerintah ternyata tidak
mampu membendung inflasi. Setiap tahun peredaran mata uang di masyarakat
makin meningkat titik bahkan pada tahun 1966, uang yang beredar di masyarakat
sebanyak Rp22.208 miliar atau 635 kali lipat dari tahun 1959. Penyebab utama
bertambahnya penyebaran mata uang rupiah adalah keluarnya No. 27 tahun 1965.
PP tersebut berisikan tentang penetapan nilai mata uang baru sebesar 100 kali
lipat dari nilai mata uang rupiah lama. Selain itu, ambisi pemerintah pada saat itu
ingin mengadakan event Ganefo dan Canefo, sehingga harus mengeluarkan uang
yang banyak.
Kondisi semacam ini tentu saja membuat rakyat makin terjepit. Inflasi
membumbung tinggi, harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi titik
kenaikan harga paling tinggi terjadi pada tahun 1965, yakni naik 200%-300%
dibanding tahun 1964. Kenaikan barang juga dipengaruhi oleh ekspor yang
merosot dan pembatasan impor barang.
Pemerintah juga berusaha membentuk Bank tunggal negara. Melalui peraturan
pemerintah No. 7 tahun 1965 pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang
pendirian Bank Tunggal Milik Negara. Bang itu merupakan peleburan dari Bank
Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan Negara,
Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia (sesudah itu Bank Negara
Indonesia dibagi menjadi beberapa unit). Bank tunggal Negara yang dibentuk oleh
pemerintah kemudian dibubarkan dengan Undang-Undang No. 13 tahun 1968,
dan perannya dikembalikan kepada Bank Indonesia.
Pada awal tahun 1964, Presiden mengeluarkan instruksi Presiden No. 18 tahun
1984, dan keputusan Presiden No. 360 tahun 1964 tentang ketentuan mengenai
penghimpunan dan penggunaan "dana dana revolusi". Dana Revolusi didapat
melalui pungutan uang call SPP dan dari pungutan yang dikenakan dari pungutan
yang dikenakan izin impor dengan deferent payment. Cara seperti itu sebenarnya

41
berbahaya bagi tingkat inflasi, hal tersebut sempat disampaikan oleh Menteri
Urusan Bank Sentral (Jusuf Muda Dalam). Akan tetapi, Presiden tetap pada
pendiriannya. Deferent payment adalah suatu macam impor yang dibayar dengan
kredit (kredit berjangka 1 - 2 tahun) karena tidak cukup sebagai devisa.
Akibat kebijakan tersebut utang negara semakin menumpuk, sedangkan ekspor
makin menurun. Utang dibayar dengan cara kredit baru atau pembayaran yang
ditangguhkan. Oeh sebab itu, banyak negara-negara yang tidak mau mengekspor
barang ke Indonesia, karena takut utang Indonesia tidak akan dibayar.

42
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Mempelajari sejarah bukan hanya bertujuan untuk mengetahui kejadian atau
peristiwa penting di masa lalu namun juga mengajarkan berbagai bentuk
pengalaman yang terjadi sepanjang sejarah manusia baik keberhasilan maupun
kegagalan. Sehingga mempelajari sejarah sangatlah penting bagi kita agar dapat
mengetahui dan mengenal akar sejarah diri kita, karena mau tidak mau, kita
adalah hasil dan pencapaian dari peristiwa sejarah tersebut. Bangsa Indonesia
dapat menjadi bangsa yang besar dan merdeka seperti saat ini tidak lepas dari jasa
dan pengorbanan para pendahulu kita yang berjuang matimatian untuk
melepaskan diri dari cengkraman penjajah. Dengan mengetahui akar sejarah kita
sebagai bangsa Indonesia dapat membuat kita menjadi bukan hanya sekedar
manusia biasa yang sekedar hidup di bumi, melainkan sebuah pencapaian dari
peradaban serta perjuangan para pahlawan.

Saran
Penulis dalam hal ini menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak
sekali kesalahan, maka dari itu saya meminta kritik dari guru mata pelajaran
Sejarah Indonesia ini,
Penulis juga menyarankan supaya semua guru dapat meningkatkan kemampuan
dalam menjalankan profesinya sebagai guru, supaya lahir anak didik yang cerdas
dan berguna bagi bangsa dan negara.

43
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Taufuk.ed.2012. Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional


Bagian 1: rekonstruksi dalam perdebatan. Jakarta : Yayasan Obor.
Adaris,Cindy. 2000. Bung Karno penyambung lidah rakyat Indonesia. Terj. Abdul
Bar Salim. Jakarta: Ketut Meragung Corp.
Gonggong, Anhar dan Musa Asy’arie. 2005. Sketsa Perjalanan Bangsa
Berdemokrasi. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.
Sunarti, Linda dan Abdurakman. 2015. Sejarah Indonesia Kelas XII. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Svasta, Putu. 2013. Menegakkan Demokrasi Perubahan. Jakarta: Lestari
Kiranatana.
Kementrian Luar Negeri. 2004. Sejarah Diplomasi RI dari Masa ke Masa. Jakarta:
Kemenlu.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Materi Pelatihan Guru
Implementasi Kurikulum 2013 SMA dan SMK/MAK Sejarah Indonesia. Jakarta:
BPSDM-PMK.
Prawiro,Radius. 2004. Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi, Pragmatisme
dalam Aksi ( edisi revisi). Jakarta: Primamedia Pustaka.
Ricklefs, MC. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.
Sriyono, A.A. 2004. Politik Luar Negeri Indonesia dalam Zaman yang Berubah.
Dalam A. A. Sriyono, Hubungan Internasional: Percikan Pemikiran Diplomat
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

44

Anda mungkin juga menyukai