Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PANCASILA

PEMBERONTAKAN-PEMBERONTAKAN SEJAK PANCASILA LAHIR


SAMPAI HARI KESAKTIAN PANCASILA

Dosen Pengampu: Dhoni Fajar Fauzi, S.H M.H

Disusun Oleh Kelompok 3:

Agny Amelia Khasanah (215211007)

Suci Habibur Rohman (215211011)

Ella Haryani (215211012)

Kharizma Inzia Mauntina (215211022)

Adilla Frahmawati (215211036)

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas limpahan nikmat yang telah Allah
SWT berikan, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Pemberontakan-Pemberontakan Sejak Pancasila Lahir Sampai Hari Kesaktian
Pancasila” untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila. Doa, sholawat serta
salam tidak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa kita menuju agama yang benar ini.

Mempelajari sejarah merupakan suatu hal penting, yang dimana kita akan
mendapatkan pengetahuan mengenai seluk-beluk peristiwa-peristiwa masa
lampau. Dengan mempelajari sejarah kita bisa mempersiapkan kehidupan yang
lebih baik di masa sekarang.

Terima kasih pada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam


pembuatan makalah ini. Kami sebagai makhluk Tuhan yang tidak luput dari
kesalahan, memohon maaf apabila ada kekeliruan dalam penulisan maupun materi
yang kami sampaikan, dan semoga makalah ini dapat memenuhi fungsinya dan
bermanfaat bagi khalayak umum.

Suarakarta, 06 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................2

C. TUJUAN.......................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Pemberontakan PKI Madiun.........................................................................3

B. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia..................................4

C. Pemberontakan Andi Aziz............................................................................8

D. Pemberontakan Republik Maluku Selatan 25 April 1950............................9

E. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)


Sumatra, 15 Februari 1958.................................................................................10

F. Pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) Manado, 17


Februari 1958.....................................................................................................11

G. Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Bandung, 23 Januari 195012

H. Gerakan 30 September 1965.......................................................................13

BAB III..................................................................................................................16

KESIMPULAN......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hari Lahir Pancasila menjadi peringatan akan momen kelahiran Pancasila. Di
mana Soekarno menyampaikan pidato rumusan dasar negara dalam sidang
BUPKI 1 Juni 1945. Rumusan dasar tersebut terdiri dari lima butir, yakni
kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat atau
demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan yang Maha Esa Pidato dari
Soekarno akhirnya diterima secara aklamasi oleh anggota BPUPKI. Pada sidang
PPKI 18 Agustus 1945, Pancasila pun disahkan sebagai dasar negara Indonesia.
Dikutip dari situs Badan Kepegawaian Negara, pemerintah menetapkan Hari
Lahir Pancasila sebagai Hari Libur Nasional sejak 2017. Hal ini dilakukan agar
seluruh warga negara memperingati Pancasila sebagai ideologi bangsa Kesaktian
PancasilaBerbeda dengan Hari Lahir Pancasila, Hari Kesaktian Pancasila justru
berkaitan dengan peristiwa G30S/PKI. Peristiwa tersebut merupakan sejarah
kelam Tanah Air yang identik dengan penculikan perwira tinggi militer Hari
Kesaktian Pancasila lekat dengan tragedi pemberontakan G30S/PKI yang
terjadipada 1965.Secara garis besar, Hari Lahir Pancasila menjadi peringatan akan
momen kelahiran Pancasila. Di mana Soekarno menyampaikan pidato rumusan
dasar negara dalam sidang BUPKI 1 Juni 1945.Rumusan dasar tersebut terdiri dari
lima butir, yakni kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan,
mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan yang Maha
Esa.Pidato dari Soekarno akhirnya diterima secara aklamasi oleh anggota
BPUPKI. Pada sidang PPKI 18 Agustus 1945, Pancasila pun disahkan sebagai
dasar negara Indonesia. Tragedi yang terjadi pada 30 September-1 Oktober 1965
ini merupakan upaya dari PKI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno dan
menggeser ideologi Pancasila menjadi komunis,Pemberontakan ini akhirnya
berhasil ditumpas oleh Soeharto dan pasukannya.Kendati demikian, tujuh perwira

1
militer gugur di tangan pasukan PKI.Setelah tragedi itu berakhir, tanggal 1
Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila Penetapan itu bertujuan
sebagai hari perkabungan dari peristiwa G30S/PKI. Selain perkabungan, Hari
Kesaktian Pancasila juga menjadi peringatan atas kemenangan Pancasila dari
ancaman ideologi komunis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pemberontakan-pemberontakan yang terjadi sejak Pancasila lahir
sampai Hari Kesaktian Pancasila?
2. Siapa saja tokoh dibalik pemberontakan tersebut?
3. Apa yang melatarbelakangi pemberontakan tersebut?

C. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pancasila yang diberikan dosen. Selain itu guna menambah wawasan
mengenai sejarah pemberontakan-pemberontakan yang terjadi sejak Pancasila
lahir hingga Hari Kesaktian Pancasila, yaitu mengenai siapa saja tokoh dibalik
gerakan pemberontakan dan apa yang melatarbelakangi gerakan pemberontakan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemberontakan PKI Madiun


Terjadinya pemberontakan PKI Madiun berawal dari upaya yang dilakukan
oleh Amir Syarifuddin untuk menjatuhkan Kabinet Hatta. Untuk hal tersebut,
Amir Syarifuddin tanggal 26 Februari 1948 membentuk Front Demokrasi Rakyat
(FDR) di Surakarta. FDR terdiri dari Partai Sosialis Indonesia, PKI, Pesindo, PBI,
dan Sarbupri. Adapun strategi yang diterapkan FDR adalah sebagai berikut:

1) FDR berusaha menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat terhadap


pemerintah dengan cara melakukan pemogokan umum dan berbagai
bentuk pengacauan.
2) FDR menarik pasukan pro-FDR dari medan tempur untuk memperkuat
daerah yang telah dibina.
3) FDR menjadikan Madiun sebagai basis pemerintahan dan Surakarta
sebagai daerah kacau (untuk mengalihkan perhatian dan menghadang
TNI).
4) Di dalam parlemen, FDR mengusahakan terbentuknya Front Nasional
yang mempersatukan berbagai kekuatan sosial-politik untuk
menggulingkan Kabinet Hatta.

Kegiatan FDR dikendalikan oleh PKI sejak Muso kembali Uni Soviet. Atas
anjuran dari Muso, partai yang tergabung dalam FDR meleburkan diri dalam PKI.
Selanjutnya, PKI menyusun politbiro (dewan politik) dengan ketuanya Muso dan
sekretaris pertahanan Amir Syarifuddin. Dalam rangka untuk menjatuhkan
wibawa pemerintah, Muso dan Amir Syarifuddin berkeliling ke sejumlah kota di
Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mempropagandakan PKI beserta
programnya. Sambil menjelek-jelekkan pemerintah, PKI mempertajam persaingan
antara pasukan TNI yang pro-PKI dan propemerintah. Adanya persaingan tersebut
memicu terjadinya pemberontakan PKI di Madiun (Madiun Affair).

3
Di Surakarta pada tanggal 11 September 1948 terjadi bentrokan antara
pasukan propemerintah RI (Divisi Siliwangi) dan pro-PKI (Divisi IV). Untuk
mengatasi hal tersebut pemerintah menunjuk Kolonel Gatot Subroto sebagai
gubernur militer (meliputi daerah Surakarta, Pati, Semarang, dan Madiun).
Akhirnya pada tanggal 17 September 1948 pasukan pro-PKI mundur dari
Surakarta. Ternyata kejadian di Surakarta tersebut hanya untuk mengalihkan
perhatian. Pada waktu kekuatan TNI terjun ke Surakarta, Sumarsono dari Pesindo
dan Letnal Kolonel Dahlan dari Brigade 29 yang pro-PKI melakukan perebutan
kekuasaan di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Tindakan PKI tersebut
disertai dengan penangkapan dan pembunuhan pejabat sipil, militer, dan pemuka
masyarakat, kemudian mereka mendirikan pemerintahan Soviet Republik
Indonesia di Madiun.

Pada waktu kudeta berlangsung di Madiun, Muso dan Amir Syarifuddin


sedang berada di Purwodadi, kemudian mereka ke Madiun mendukung kudeta
dan mengambil alih pimpinan. Secara resmi diproklamasikan berdirinya Soviet
Republik Indonesia. Semua yang dilakukan oleh Muso dan Amir Syarifuddin
tersebut memperjelas bahwa pemberontakan di Madiun didalangi oleh PKI.

Untuk mengatasi pemberontakan tersebut, pemerintah bersikap tegas.


Presiden Soekarno memberikan pilihan kepada rakyat ikut Muso dengan PKI-nya
atau ikut Soekarno-Hatta. Tawaran Presiden Soekarno tersebut disambut dengan
sikap mendukung pemerintah RI. Selanjutnya, pemerintah menginstruksikan
kepada Kolonel Sadikin dari Divisi Siliwangi untuk merebut kota Madiun. Kota
Madiun diserang dari dua arah. Dari barat diserang oleh pasukan Siliwangi dan
dari timur diserang oleh pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Sungkono.

Dengan bantuan rakyat, pada tanggal 30 September 1948 kota Madiun


beerhasil dikuasai TNI. Muso tertembak dalam pengejaran di Ponorogo dan Amir
Syarifuddin tertangkap di Purwodadi, kemudian dilakukan operasi pembersihan di
daerah-daerah dan pada bulan Desember 1948 operasi dinyatakan selesai.

B. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia


1) Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

4
Pelopor gerakan DI/TII adalah Sekarmaji Marjian Kartosuwiryo. Dengan
ditandatanganinya Perjanjian Renville pada tanggal 8 September 1947 membuat
pasukan TNI harus hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Namun, kepindahan
tersebut tidak diikuti oleh pasukan Hizbullah dari Sabilillah yang dipimpin oleh
S.M. Kartosuwiryo. Menurut S.M. Kartosuwiryo, tidak seharusnya Republik
Indonesia melepaskan Jawa Barat kepada Belanda setelah berjuang bersama
dalam mencapai kemerdekaan. S.M. Kartosuwiryo kecewa dan tidak mengakui
lagi keberadaan Republik Indonesia dan kemudian memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong,
Tasikmalaya, Jawa Barat. S.M. Kartosuwiryo membentuk Tentara Islam
Indonesia (TII) dengan markasnya di Gunung Geber. TII terdiri dari laskar
Hisbullah dan Sabilillah.

Kembalinya pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menimbulkan bentrokan


dengan TII. Untuk menumpas gerakan tersebut, pemerintah mulai tanggal 27
Agustus 1959 melakukan operasi militer di bawah pimpinan Ibrahim Adjie,
Pangdam Siliwangi. Operasi tersebut bernama Operasi Pagar Betis dan berhasil
menangkap S.M. Kartosuwiryo di Gunung Geber, Majalengka, Jawa Barat pada
tangal 4 Juni 1962. S.M. Kartosuwiryo diadili dan dijatuhi hukuman mati.

2) Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Darul Islam dengan cepat menyeberang ke Jawa Tengah. Darul Islam di


Jawa Tengah terbagi menjadi tiga kelompok berbeda, yaitu:

 Pertama, di perbatasan Jawa Tengah meliputi Pekalongan, Brebes, dan


Tegal yang menjadi basis utama Darul Islam Jawa Tengah dipimpin oleh Amir
Fattah. Ia memanfaatkan Majelis Islam untuk menyebarkan cita-cita negara Islam
yang diproklamasikan Kartosoewirjo. Sejak pertengahan 1949, gerakan DI Jawa
Tengah mulai menyerang TNI dan meneror rakyat.
 Kedua, oleh pergerakan organisasi Islam yang pernah berperang semasa
revolusi kemerdekaan, yakni Angkatan Imat Islam (AUI) di Kebumen, yang
dimotori oleh Kiai Mahfudz Abdurachman (Kiai Sumolangu). Tujuan pertama
didirikannya AUI adalah untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan
negara Indonesia yang telah diproklamasikan, menurut jalan yang diperintahkan

5
Allah dan ditunjukkan Rasul. Tujuan kedua adalah menyempurnakan jalannya
ajaran agama Islam, tidak ada paksaan dalam menganut dan memeluk Islam.
Sesudah Konferensi Meja Bundar timbul pertentangan antara AUI dengan RI
karena syarat-syarat yang disepakati dalam KMB ditolak AUI. Ketidakpatuhan
pihak AUI terhadap perintah dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh alat-
alat negara menimbulkan ketegangan-ketegangan antara pihak AUI dengan RI.
Ketidaksediaan AUI menerima keputusan politik pemerintah pusat berupa
penggabungan laskar-laskar AUI ke dalam APPRIS (Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat) sebagai realisasi hasil-hasil KMB menimbulkan pertentangan.
Usaha perdamaian dan ultimatum Pemerintah tidak dihiraukan AUI sehingga
terjadi pertempuran antara AUI dengan Tentara Republik pada tanggal 30 Juli
1950. Untuk menumpas gerakan tersebut pemerintah membentuk pasukan
Banteng Raiders dan melanjarkan Operasi Gerakan Banteng Negara dan berhasil
menumpas pada tahun 1954.
 Ketiga, yang muncul dari pembelotan sebagian tentara dari kesatuan Divisi
Diponegoro Jawa Tengah. Kemunculan kelompok yang terlibat Darul Islam dari
Divisi Diponegoro Jawa Tengah berasal dari Batalion 423 dan Batalion 426.
Menurut Van Dijk, gerakan eks Batalion 426 merupakan bagian dari penegakan
cita-cita negara Islam Darul Islam Kartoesoewirjo. Pemberontakan Darul Islam
eks Batalion 426 relatif singkat yang dimulai bulan Desember 1951 – April 1952.
Pemberontakan eks Batalion 426 disebabkan simpati mereka terhadap gerakan
Darul Islam dan ketidakpuasan anggota batalion atas perlakuan pihak Divisi.
Penanaman cita-cita Darul Islam ke dalam Batalion 426 dipengaruhi oleh
pemimpin terkemuka mereka yakni Kapten Sofyan yang menjadikan batalion 426
sebagai bagian dari Tentara Islam Indonesia. Mereka menggunakan sentimen
Islam dan menanamkan semangat berperang melawan TNI yang dianggap kafir.
3) Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Pemberontakan DI/TII yang terjadi di Kalimantan Selatan dipimpin oleh


Ibnu Hajar (mantan letnan dua TNI). Ibnu Hajar menggalang gerakan yang
bernama Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT) dan menyatakan gerakan
KRYT sebagai bagian dari DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo. KRYT sejak

6
pertengahan bulan Oktober 1950 menyerang pos-pos TNI dan mengacaukan
sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan.

Awalnya pemerintah memberi kesempatan kepada pemberontak untuk


menyerahkan diri. Hal itu dimanfaatkan Ibnu Hajar untuk mengelabui pemerintah
agar memperoleh senjata. Setelah terpenuhi keinginannya, Ibnu Hajar kembali
memberontak. Untuk mengatasi pemberontakan tersebut, pemerintah bertindak
tegas dengan melaksanakan operasi militer. Akhirnya Ibnu Hajar dapat ditangkap
pada bulan Juli 1963. Dua tahun kemudian diadili oleh Mahkamah Militer dan
dijatuhi hukuman mati.

4) Pemberontakan DI/TII di Aceh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh. Daud


Beureueh adalah gubernur militer di wilayah Aceh semasa perang kemerdekaan.
Namun setelah perang kemerdekaan usai dan Indonesia kembali ke dalam bentuk
negara kesatuan pada tahun 1950, Aceh yang sebelumnya menjadi daerah
keistimewaan diturunkan statusnya menjadi keresidenan di bawah Provinsi
Sumatra Utara. Kebijakan tersebut ditentang oleh Daud Beureueh. Pada tanggal
20 September 1950 Daud Beureueh mengeluarkan maklumat tentang penyatuan
Aceh ke dalam Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosuwiryo.

Untuk memberantas gerakan tersebut, pemerintah mengadakan dua


pendekatan (pendekatan persuasif dan operasi militer). Pendekatan persuasif
dilakukan dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah,
sedangkan operasi militer dilakukan untuk menghancurkan kekuatan bersenjata
DI/TII.
Dengan dua pemdekatan tersebut, pemerintah berhasil memulihkan
kepercayaan rakyat dan berhasil menciptakan keamanan rakyat Aceh. Pada
tanggal 17-21 September 1962 diadakan musyawarah kerukunan rakyat Aceh.
Adanya musyawarh tersebut merupakan gagasan dari Pangdam I/Iskandar Muda,
Kolonel M. Yasin, yang didukung oleh tokoh pemerintah daerah dan masyarakat
Aceh. Hasil musyawarah tersebut pemerintah menawarkan amnesti kepada Daud
Beureueh asalkan Daud Beureueh bersedia kembali ke tengah masyarakat.

7
Dengan kembalinya Daud Beureueh ke tengah masyarakat menandai berakhirnya
pemberontakan DI/TII.

C. Pemberontakan Andi Aziz


Pemberontakan Andi Aziz terjadi di Makassar (Ujung Pandang, Sulawesi
Selatan) di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz, seorang mantan perwira KNIL
yang baru saja diterima masuk APRIS. Tujuan pemberontakan ini adalah untuk
mempertahankan keutuhan Negara Indonesia Timur (NIT), sedangkan latar
belakang pemberontakan ini karena gerombolan Andi Aziz menolak masuknya
pasukan-pasukan APRIS dari TNI.

Pada tanggal 5 April 1950, geromnolan Andi Aziz mengadakan


penyerangan dan menduduki tempat-tempat vital dan menawan Panglima
Teritorial Indonesia Timur, Letnal Kolonel A.J. Mokoginta. Selain itu, pasukan
Andi Aziz mengeluarkan tuntutan yang berisi hal-hal berikut:

1) Negara Indonesia Timur harus tetap berdiri


2) Menentang pasukan APRIS dan TNI yang didatangkan dari Jawa
3) Hanya pasukan APRIS dari bekas KNIL yang menjaga keamanan
Indonesia Timur

Untuk menanggulangi pemberontakan Andi Aziz tersebut, pemerintah


mengeluarkan ultimatum pada tanggal 8 April 1950. Isi ultimatum tersebut
memerintahkan kepada Andi Aziz agar melaporkan diri dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya ke Jakarta dalam tempo 4 x 24 jam.
Andi Aziz juga diperintahkan menarik pasukan, menyerahkan senjata, dan
membebaskan tawanan.

Setelah batas waktu ultimatum tidak dipenuhi oleh Andi Aziz, pemerintah
mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah kepemimpinan Kolonel Alex
Kawilarang. Pada tanggal 26 April 1950 seluruh pasukan mendarat di Makassar
dan terjadilah pertempuran. Pada tanggal 5 Agustus 1950 tiba-tiba Markas Staff
Brigade 10/Garuda Matram di Makassar dikepung oleh pengikut Andi Aziz, tetapi

8
berhasil dipukul mundur pihak TNI. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa 5
Agustus 1950.

Setelah terjadi pertempuran selama dua hari, pasukan yang mendukung


gerakan Andi Aziz, yaitu KNIL/KL minta berunding. Pada tanggal 8 Agustus
1950 terjadi kesepakatan antara Kolonel Kawilarang (TNI) dan Mayor Jendral
Scheffelaar (KNIL/KL). Isi kesepakatan yaitu penghentian tembak-menembak,
KNIL/KL harus meninggalkan Makassar dan menanggalkan semua senjatanya.
Akhirnya Andi Aziz dapat ditangkap dan diadili di Pengadilan Militer Yogyakarta
pada tahun 1953 serta dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

D. Pemberontakan Republik Maluku Selatan 25 April 1950


Republic Maluku Selatan didirikan oleh mantan Jaksa Agung Negara
Indonesia Timur, Mr. Dr. Ch. R.S. Soumokil pada tanggal 25 April 1950. Tujuan
dari Pemberontakan RMS ini adalah ingin membentuk negara sendiri yang
terpisahdari NKRI. Saumokil tidak menyetujui terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia atau NKRI dan penggabungan daerah-daerah negara
Indonesia Timur kedalam wilayah kekuasaan republik Indonesia berusaha
melepaskan wilayah Maluku tengah dan NIT dari RIS.
Berita mengenai berdirinya RMS tersebut merupakan ancaman bagi
keutuhan negara RIS untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah RIS
menempuh beberapa langkah sebagai langkah awal, pemerintah RIS menempuh
cara damai dengan mengirim Dr. J Leimena bahkan minta bantuan perhatian serta
pengakuan dari negara lain terutama dari Belanda, Amerika Serikat, dan komisi
PBB untuk Indonesia. Namun Soumokil menolaknya. Pemerintah akhirnya
menempuh jalan militer dengan mengadakan operasi militer di bawah pimpinan
Kolonel A.E. Kawilarang untuk menumpas pemberontakan Republik Maluku
Selatan.
Pendaratan pasukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) ke Maluku dilakukan pada tanggal 3 September 1950 yang
terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
 Kelompok I dipimpin oleh Mayor Achmad Wiranatakusumah
 Kelompok II dipimpin olehLetnan Kolonel Slamet Riyadi

9
 Kelompok III dipimpin oleh Mayor Suryo Subandro

Berselang sebulan kemudian, 3 November 1950, pemberontakan RMS


dapat ditumpas. Ambon dapat dikuasai dan Benteng Nieuw Victoria dapat
direbut. Namun dalam merebut Benteng Nieuw Victoria, pemimpin
kelompok II APRIS, Letnan Kolonen Slamet Riyadi gugur selaku bunga
bangsa. Pada tanggal 2 Desember 1950 Mr.Dr.Ch.R.S. Soumokil
tertangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati.

E. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)


Sumatra, 15 Februari 1958
Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
meletus di Sumatra. Salah satu kesulitan yang dihadapi pada masa Kabinet Ali
Sastromijoyo II adalah adanya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan
oleh PRRI dan Permesta. Latar belakang pemberontakan itu karena sebagai
berikut :
 Adanya hubungan yang tidak harmonis antara pusat dan daerah
perihal otonomi daerah serta ketidak adilan masalah perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah.
 Pemerintah pusat mengalamil abilitas yang disebabkan oleh beberapa
hal berikut :
 Merajalelanya korupsi
 Konstituante hasil pemilu tahun 1955 belum berhasil
menyelesaikan tugas-tuganya
 Dalam masyarakat timbul pertentangan mengenai konsepsi
presiden
Sebelumnya, telah dibentuk dewan-dewan di daerah yang
menuntut perimbangan keuangan yang adil antara pusat dan daerah.
Dewan-dewan tersebut adalah :
 Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Achmad Husein, berkedudukan di Padang.
 Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dimpin oleh Kolonel
Mauluddin Simbolon, berkedudukan di Medan.

10
 Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Barlian, berkedudukan di Palembang.

Pada tanggal 10 Februari 1958 Letnan Kolonel Achmad Husein menuntut


agar Kabinet Juanda dibubarkan dalam waktu 5 x 24 jam. Karena tidak
mendapat tanggapan, pada tanggal 15 Februari 1958 Letnan Kolonel
Achmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia dengan Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai
Perdana Menteri .Dua hari setelah PRRI diproklamasikan di Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah menyatakan mendukung PRRI.

Untuk memadamkan pemberontakan tersebut pemerintah segera


melancarkan beberapa operasi militer, yaitu :

 Operasi 17 Agustus dengan pimpinan Kolonel Ahmad Yani,


dengan tugas menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Barat.
 Operasi Sapta Marga dengan pimpinan Brigadir Jenderal
Jatikusumo, dengan tugas menumpas pemberontakan PRRI di
Sumatra Utara.
 Operasi Sadar dengan pimpinan Letnan Kolonel Ibnu Sutowo
dengan tugas menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra Selatan.
 Operasi Tegas dengan pimpinan Letnan Kolonel Kaharudin
Nasution dengan tugas menumpas pemberontakan PRRI di Riau.

Pemberontakan PRRI segera dapat dipadamkan. Pada tanggal 4 Mei 1958


pusat gerakan PRRI di Bukit Tinggi berhasil direbut TNI. Letnan Kolonel
Achmad Husein menyerahkan diri pada tanggal 19 Mei 1961 yang diikuti
oleh tokoh-tokoh PRRI lainnya.

F. Pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) Manado, 17


Februari 1958
Hanya berselang 2 hari setelah Letnan Kolonel Achmad Husein
memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI) Letnan Kolonel VenceSumual mempimpin sebuah gerakan yang

11
dinamakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Permesta secara terang-
terangan mendukung PRRI.
Pemerintah segera bertindak mengahadapi pemberontakan yang berkobar di
Sulawesi Utara tersebut melalui jalur perundingan dengan mengirimkan misi
damai dengan dipimpin Mengkom. Jalur perdamaian ini tidak membuahkan hasil.
Karena itu pemerintah lantas melakukan operasi militer yang dinamakan Operasi
Merdeka yang terdiri dari OperasiSaptaMarga I-IV dan Operasi Mena I-II yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Pada bulan April 1958
Operasi Merdeka segera dilancarkan ke Sulawesi Utara. Ternyata dalam
petualangannya, Permesta mendapat bantuan dari pihak asing. Hal ini terbukti saat
ditembak jatuhnya sebuah pesawat pada tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon.
Ternyata pesawat itu dikemudikan A.L. Pope seorang warga negara Amerika
Serikat. Hanya berselang 6 bulan kemudian, Agustus 1958, pemberontakan
Permesta dapat ditumpas.

G. Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Bandung, 23 Januari


1950
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dipimpin oleh Kapten
Raymond Westerling (TentaraBelanda) dan didalangi oleh kolonialis Belanda
yang ingin mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia. Tujuan gerakan
ini adalah untuk mempertahankan berdirinya negara Pasundan berikut keberadaan
Tentara Pasundan, demi menjaga kepentingan Belanda di Indonesia melalui
negara-negara boneka yang telah dibuat oleh Belanda.
Pada bulan Januari 1950, APRA mengajukan ultimatum kepada pemerintah
republic Indonesia dan negara Pasundan yang isinya tuntutan agar APRA diakui
sebagai tentara Pasundan dan keberadaan negara Pasundan tetap dipertahankan.
APRA menuntut agar pemerintah Indonesia memenuhi tuntutan mereka.
Pada tanggal 23 Januari 1950, pasukan APRA menyerbu kota Bandung dan
berhasil menduduki Markas Divisi Siliwangi. Akibatnya 79 orang anggota APRIS
gugur, termasuk Letnan Kolonel Lembong. APRA juga berencana ingin
membunuh Menteri Pertahanan yaitu Sultan Hamengkubuwono IX dan Kepala
Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat atau APRIS yaitu Kolonel T.B

12
Simatupang. Pemerintah RIS menempuh 2 cara untuk menumpas pemberontakan
APRA di Bandung, yaitu melakukan tekanan terhadap pimpinan tentara Belanda
dan melakukan operasi militer. Perdana RIS Moh. Hatta, mengutus pasukan ke
Bandung dan mengadakan perundingan dengan komisaris tinggi Belanda di
Jakarta. Hasil dari perundingan tersebut, Westerling didesak untuk meninggalkan
kota Bandung. Gerakan APRA semakin terdesak dan terus dikejar oleh pasukan
APRIS bersama rakyat dan akhirnya gerakan APRA dapat dilumpuhkan. Akhir
dari pemberontakan yaitu pasukan APRA berhasil dilumpuhkan, namun
Westerling melarikan diri.

H. Gerakan 30 September 1965


Ada berbagai pendapat dan kesaksian tentang G30S 1965, yang kemudian
memunculkan berbagai versi G30S 1965. Setiap versi biasanya ada aktor utama
yang memainkan peran sentral dalam gerakan 30 September 1965.
 Versi resmi Orde Baru
Versi resmi Orde Baru menganggap bahwa PKI sebagai dalang dan pelaku
utama G30S 1965 adalah bertujuan untuk mengubah haluan negara Indonesia.
Orde Baru memandang bahwa PKI bertujuan mengubah negara Indonesia yang
berhaluan Pancasila, menjadi negara yang berhaluan komunis (SETNEG R.I,
1994: 167). PKI selain ingin mengubah haluan negara Indonesia juga dipandang
akan selalu melaksanakan tujuan internasionalnya yaitu mengkomuniskan bangsa
Indonesia (SETNEG R.I, 1994: 168).
 Versi Ben Anderson & Ruth T. McVey
Analisis Anderson dan Mc Vey berfokus pada salah satu divisi dalam Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia, yaitu Divisi Diponegoro. Fokus analisis Anderson
dan Mc Vey terhadap Divisi Diponegoro yang berada di Jawa Tengah adalah
sesuai dengan pandangan mereka bahwa G30S 1965 merupakan sebuah
pemberontakan para perwira muda yang berasal dari Divisi Diponegoro dan
daerah Jawa Tengah. Menurut Anderson dan Mc Vey alasan pemberontakan para
perwira muda tersebut adalah, pertama, karena ketidakpuasan mereka terhadap
Staf Umum dan pimpinan militer di Jakarta, yang mereka anggap bergelimang
kemewahan dan korup. Kedua, perang dingin antara Soekarno dengan SUAD

13
(Staf Umum Angkatan Darat) yang dianggap kerap berkontak dengan CIA
(Central Intelligence Agency/Agen rahasia Amerika Serikat), membuat para
perwira muda ini meragukan patriotisme para Jenderal SUAD dan Jenderal-
Jenderal pimpinan militer di Jakarta lainnya.
 Versi Peter Dale Scott atau Geoffrey Robinson
Menurut teori ini, dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen
Amerika Serikat (CIA). AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan komunis.
Pada masa itu PKI memang tengah kuat-kuatnya menanamkan pengaruh di
Indonesia. Oleh karena itu, CIA kemudian bekerja sama dengan suatu kelompok
dalam tubuh Angkatan Darat untuk memprovokasi PKI agar melakukan gerakan
kudeta. Setelah itu, PKI yang dihancurkan. Adapun tujuan akhir skenario CIA ini
adalah menjatuhkan kekuasaan Soekarno.
 Versi John D. Legge
Menurut teori ini, tidak ada dalang tunggal dan tidak ada skenario besar
dalam G-30-S. Kejadian tersebut hanya merupakan hasil dari perpaduan antara,
seperti yang disebut Soekarno: "unsur-unsur nekolim (negara Barat), pimpinan
PKI yang keblinger, serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar". Semuanya
pecah dalam improvisasi di lapangan.
 Versi Brian May
Soeharto sebagai dalang Gerakan 30 September. Pendapat ini antara lain
dikemukakan oleh Brian May dalam bukunya yang berjudul Indonesia Tragedy.
Menurut Brian May, terdapat kedekatan hubungan antara Letkol Untung sebagai
pimpinan Gerakan 30 September 1965 dan Mayjen Soeharto yang saat itu
menjabat Panglima Kostrad.
 Versi Anthony Dake dan John Hughes
Soekarno adalah dalang Gerakan 30 September. Teori ini dikemukakan
antara lain oleh Anthony Dake dan John Hughes. Teori ini beranjak dari asumsi
bahwa Soekarno berkeinginan melenyapkan kekuatan oposisi terhadap dirinya,
yang berasal dari sebagian perwira tinggi Angkatan Darat. Adapun dasar teori ini
antara lain berasal dari kesaksian Shri Biju Patnaik (seorang pilot asal India yang
menjadi sahabat banyak pejabat di Indonesia sejak masa revolusi). la mengatakan
bahwa pada 30 September 1965 tengah malam Soekarno memintanya untuk

14
meninggalkan Jakarta sebelum subuh. Menurut Shri Biju Patnaik, Soekarno
berkata "sesudah itu saya akan menutup lapangan terbang". Di sini seakan
Soekarno tahu bahwa akan ada peristiwa besar esok harinya. Teori ini dilemahkan
antara lain dengan tindakan Soekarno yang ternyata kemudian menolak
mendukung G-30-S, bahkan pada tanggal 6 Oktober 1965 dalam sidang Kabinet
Dwikora di Bogor, Soekarno mengutuk G-30-S ini.

15
BAB III

KESIMPULAN

Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi sejak lahirnya Pancasila yakni


1 Juni 1945 sampai dengan KesaktianPancasila yang jatuh pada tanggal 1 Oktober
1965 antara lain pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia, pemberontakan Andi Aziz, pemberontakan
Republik Maluku Selatan yang terjadi pada tanggal 25 April 1950,
pemberontakan PRRI Sumatra tanggal 15 Februari 1958, pemberontakan
Permesta Manado tanggal 17 Februari 1958, gerakan APRA Bandung 23 Januari
1950, dangerakan 30 September 1965. Antara pemberontakan PRRI dan
Permestasaling berhubungan. Salah satu pemberontakan yang terjadi hingga
keempat daerah yakni pemberontakan DI/TII. Berlangsung di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Kalimantan Selatan, dan Aceh. Kedelapan pemberontakan tersebut
mampu ditumpas oleh para pemimpin dari masing-masing pemberontakan.
Namun di samping itu pemberontakan yang terjadi tak luput dari gugurnya sang
pahlawan atau pemimpin.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sumber :Ensiklopedia Pelajardan Umum oleh Gamal Komandoko, ISBN :


9789796103713, 9796103710, Penerbit Pustaka Widyatama, 2010

Sumber :ilmu Pengetahuan Sosial 3 oleh untuk smp/mts kelas ix, ISBN:
9789794628829, 9794628824, Penerbit Grasindo

Sumber: Buku Saku Sejarah UTBK SBMPTN 2021 oleh Syahri Ramadhan, ISBN:
9786236521557, 6236521557, Penerbit Garudhawaca

Sumber: Sejarah Indonesia oleh Berta Rahardian, Candra Kirana, Catur Wahyu
Nugroho, CintaSetya, dkk, Penerbit Viva Pakarindo

https://www.google.com/url?q=https://eprints.uny.ac.id/21369/3/3.%2520BAB
%2520I.pdf&usg=AOvVaw1NzzQU-61_whgIkLFJwFbs&hl=in_ID

Departemen Penerangan, Republik Indonesia: Propinsi Jawa Tengah, Jakarta:


Disjarah TNI AD, 1972, hlm. 63.

Dinas Sejarah Militer TNI, Penumpasan Pemberontakan DI/TII S. M.


Kartosuwiryo di Jawa Barat, Bandung: Dinas Sejarah TNI AD, 1985, hlm. 161.

Dinas Sejarah Militer Kodam VII/ Diponegoro, Sejarah Rumpun Diponegoro


dan Pengabdiannya, Semarang: Borobudur Megah, 1977, hlm. 471.

Cornelis van Dijk. Darul Islam, Sebuah Pemberontakan, Jakarta: Grafiti Pers.
1983, hlm. 137.

Permata, Harsa. GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965 DALAM PERSPEKTIF


FILSAFAT SEJARAH MARXISME. Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 2, Agustus 2015

Nugroho, Agung. Darul Islam Di Surakarta: Studi Kasus Pemberontakan DI/TII


Eks-Batalion 426 Dan Pengaruhnya Tahun 1951-1952. Vol. 1 No. 01 December
2020

17
18

Anda mungkin juga menyukai