Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI


INDONESIA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959 – 1965)

OLEH KELOMPOK 1 :
1 ANINDA KEISHA AWA
2 FARIDA
3 SANDI BAHTIAR
4 WAHYU
5 VIKI

KELAS :

SMA NEGERI 1 PASARWAJO


TAHUN PELAJARAN
2022 - 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehinggah
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Faktor Pendidkan Kepramukaan dan
Lingkungan Pendidikan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen pada
matakuliah pendidikan kepramukaan selain itu, makalah ini juga bertjuan untuk menambah
wawasan rtentang implikasih perkembangan pesesrta didik terhadap pendidikan bagi para
pembaca dan juga pendengar.
Kami mengucapkan kepada Ibu/Bapak Guru yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami. Kami juga mengucapkan terimaksih kepada
semua pihak yang sudah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini mash jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik, saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pasarwajo, 13 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................


KATA PENGNTAR .................................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH ..............................................................................................
C. TUJUAN .......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEMOKRASI TERPIMPIN .............................
B. PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN .................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .............................................................................................................
B. SARAN .........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante danrentetan
peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959,
akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul
suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut,
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka,
mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali
UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin.
Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan
sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan
kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari
sambutan yang hangat dari sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan
yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan
KSAD.1 Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada
tanggal 9 Juli 1959, diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno
bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri pertama.
PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa
PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam)
dankomunisme yang dinamakan NASAKOM.
Antara tahun 1959 dan tahun1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar
dalam bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di
"Suara Pemuda Indonesia": Sebelum akhirtahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43
batalyon angkatanbersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di
antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telahdilatih di AS,
dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan
Internasional di Amerika pernah sekalimengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja,
bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-
perwira angkatanbersenjata dan orang sipil yang
mau membentuk kesatuan militer untukmembuat Indonesia sebuah "Negara bebas".
Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia
mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI,
mereka juga mendukungpenekanan terhadap perlawanan penduduk adat.
Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI
dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-
pergerakanindependen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-
masalahpolitis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun,
cadangandevisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadiwabah.
Kata “Demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos
atau cratein yang berarti pemerintahan. Demokrasi adalah suatu bentuk atau mekanisme sistem
penerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Menurut UUD’45 demokrasi terpimpin adalah suatu system demokrasi yang di pimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Artinya Negara didasarkan
oleh pancasila.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia ?
2. Bagaimana perkembangan politik, dan ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin?
C. Tujuan
1. Agar siswa mengetahui pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia
2. Agar siswa mengetahui perkembangan politik, dan ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Lahirnya Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Sukarno. Latar
belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno :
a. Dari segi keamanan:
Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menyebabkan
ketidakstabilan di bidang keamanan.
b. Dari segi perekonomian:
Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan
program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh,
sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
c. Dari segi politik:
Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950
(Undang - Undang Dasar Sementara 1950).
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh
anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah
UUD'45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante.
Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota
konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra
akan usulan Presiden Soekarno tersebut.

Hasil voting menunjukan bahwa :


1. 269 orang setuju untuk kembali ke UUD'45 (Undang – Undang Dasar 1945).
2. 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD'45 (Undang – Undang Dasar 1945).
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat direalisasikan.
Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak
mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari
hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden
5 Juli 1959 :
(1) Tidak berlaku kembali UUDS 1950.
(2) Berlakunya kembali UUD 1945.
(3) Dibubarkannya konstituante.
(4) Pembentukan MPRS dan DPA
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal
9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Program Kabinet meliputi keamanan dalam negeri,
pembebasan Irian Jaya, dan sandang pangan. Dengan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959,
dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya
ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
(1) Setuju kembali kepada UUD 1945.
(2) Setia kepada perjuangan RI, dan
(3) Setuju dengan Manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah dan wakil-wakil golongan. Tugas MPRS adalah menetapkan garis-garis besar
haluan negara sesuai pasal 2 UUD 1945.
Presiden juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh
Presiden sendiri, mempunyai kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak
mengajukan usul kepada Pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 1945). DPA dilantik pada tanggal
15 Agustus 1959. DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955 tetap menjalankan tugasnya dengan
landasan UUD 1945 dan dengan menyetujui segala perombakan yang dilakukan oleh
pemerintah, sampai tersusun DPR baru. Semula nampaknya anggota DPR lama akan mengikuti
saja kebijaksanaan Presiden Sukarno, akan tetapi ternyata kemudian mereka menolak
Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah. Penolakan Anggaran
Belanja Negara tersebut menyebabkan dikeluarkannya Penetapan Presiden No.3 tahun 1960,
yang menyatakan pembubaran DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955. Tindakan itu disusul
dengan usaha pembentukan DPR baru. Dan pada tanggal 24 Juni 1960 Presiden Sukarno telah
selesai menyusun komposisi DPR baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR yang baru itu dilantik pada tanggal 25 Juni 1960.
Komposisi DPR-GR terdiri dari anggota golongan Nasionalis, Islam, dan Komunis dengan
perbandingan 44:43:30. Peraturan-peraturan dan tata-tertibnya juga ditetapkan oleh Presiden.
Tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat,
dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1961 Presiden Sukarno
menjelaskan lagi kedudukan DPR-GR yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu
Presiden/Mandataris MPRS dan memberi sumbangan tenaga kepada Presiden untuk
melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh MPRS.
Presiden Sukarno pada upacara bendera Hari Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1959
mengucapkan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Dalam sidangnya pada
bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada pemerintah agar pidato
Presiden tanggal 17 Agustus tersebut dijadikan garis-garis besar haluan negara, dan dinamakan
Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Usul DPA itu diterima baik oleh Presiden
Sukarno. Dan pada sidangnya pada tahun 1960, MPRS menetapkan Manifesto Politik itu
menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam Ketetapan itu diputuskan pula,
bahwa pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 dengan judul: “Jalannya Revolusi Kita” dan
Pidato Presiden tanggal 30 September di muka Sidang Umum PBB yang berjudul To build the
world anew (Membangun dunia kembali) merupakan pedoman-pedoman pelaksanaan
Manifesto Politik. Terhadap perkembangan politik itu pernah ada reaksi dari kalangan partai-
partai, antara lain dari beberapa pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) dan dari PNI. Reaksi juga
datang dari Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) dan Sutomo (Bung Tomo) dari Partai Rakyat
Indonesia. Sutomo mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Agung dengan suratnya tanggal
22 Juni 1960. Sutomo menuduh kabinet bertindak sewenang-wenang dan mengemukakan
beberapa fakta sebagai berikut:
1.Paksaan untuk menerima Manipol dan Usdek, tanpa diberi tempo terlebih dahulu untuk
mempelajarinya;
2. Paksaan supaya diadakan kerja sama antara golongan Nasionalis, Agama, dan Komunis;
3. Paksaan pembongkaran Tugu Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Memang di kalangan partai-partai terdapat variasi sikap dan pendapat. Pelbagai tokoh
partai menggabungkan diri dalam Liga Demokrasi yang menentang pembentukan DPR-GR.
Liga Demokrasi diketuai oleh Imron Rosyadi dari NU, tergabung beberapa tokoh NU,
Parkindo, Partai Katholik, Liga Muslim, PSII, IPKI, dan Masyumi. Pada akhir bulan Maret
1960 Liga tersebut mengeluarkan satu pernyataan yang antara lain menyebutkan: supaya
dibentuk DPR yang demokratis dan konstitusional. Oleh sebab itu, hendaknya rencana
pemerintah untuk membentuk DPR-GR yang telah diumumkan tersebut, ditangguhkan.
Adapun sebagai alasan dikemukakan antara lain:
 Perubahan perimbangan perwakilan golongan-golongan dalam DPR-GR, memperkuat
pengaruh dan kedudukan suatu golongan tertentu.
 DPR yang demikian pada hakekatnya adalah DPR yang hanya akan meng-ia-kan saja,
sehingga tidak dapat menjadi soko guru negara hukum dan demokrasi yang sehat.
 Pembaharuan dengan cara pengangkatan sebagaimana yang dipersiapkan itu adalah
bertentangan dengan azas-azas demokrasi yang dijamin oleh undang-undang.
Kegiatan Liga Demokrasi tersebut hanya nampak pada waktu Presiden Sukarno berada
di luar negeri. Setibanya Presiden di tanah air, beliau segera melarang Liga Demokrasi.
Tindakan Presiden Sukarno selanjutnya adalah mendirikan Front Nasional, yaitu suatu
organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan cita-cita yang terkandung
dalam UUD 1945. Front Nasional itu diketuai oleh Presiden Sukarno sendiri. Presiden juga
membentuk Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR). MPPR beserta stafnya
merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR), dalam mengambil
kebijaksanaan khusus dan darurat untuk menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR terdiri
dari sejumlah menteri yang mewakili MPRS dan DPR-GR, departemen-departemen, angkatan-
angkatan dan wakil dari organisasi Nasakom. Badan ini langsung berada di bawah Presiden.
Masa berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959 - 1965)
Periode 1959 – 1965 sering juga disebut dengan Orde Lama, yaitu masa dimana negara
Indonesia menggunakan dasar UUD 1945 dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Menurut UUD
1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR.
Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan
“terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”.Dengan demikian
pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden
menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang
puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI)
yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
Tugas Demokrasi terpimpin ialah sebagai berikut :
 Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil
sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap dan stabil.
 Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer atau Liberal. Hal
ini disebabkan karena: Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya
terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.

Dampaknya terhadap situasi Politik


Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di
tangan presiden). Era "Demokrasi Terpimpin" diwarnai kolaborasi antara kepemimpinan PKI
dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen
kaum buruh danpetani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-masalah
politis dan ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu.Pendapatan ekspor
Indonesia menurun,cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik
dan korupsi kaum birokrat dan militer menjadi wabah sehingga situasi politik Indonesia
menjadi sangat labil dan memicu banyaknyademonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari
kalangan buruh, petani, dan mahasiswa.
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :

1. Pada masa Demokrasi Terpimpin kebebasan partai dibatasi.


2. Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan.
3. Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
4. Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front
Nasional.
B. Perkembangan Politik Dan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin
a. Perkembangan Politik Pada Masa Demokrasi Terpempin
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha
menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi
Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya.
Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat
menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalam
konstelasi politik Indonesia. Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat, PKI semakin
meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling
manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia. Selama masa Demokrasi Terpimpin,
PKI terus melaksanakan program-programnya secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai
konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang
sah pada tanggal 30 September 1965.
Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang
bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Menurut Soekarno, penerapan sistim
Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk
membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap sistem liberal ini pada akhirnya
berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di Indonesia. Partai politik dianggap sebagai
sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah
yang menyebabkan tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai
yang ada pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk
dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah partai untuk
berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan keseimbangan kekuatan
yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat dimanfaatkan oleh Soekarno untuk
dijadikan sebagai penyeimbang.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang
nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu
ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu
tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya.
Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun
awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya
dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang
telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan
temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan
untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap
gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam
suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi
Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk
melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak
dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia
dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih
mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat hasil
pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai pemenang pemilihan
umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang
tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun
1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat
dikendalikan, dibubarkan pula.
b. Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pada dasarnya tujuan pemerintah Indonesia menjalankan prinsip ekonomi terpimpin
ialah mewujudkan masyarakat sosialis Indonesia. Dalam pelaksanaannya kebijakan ekonomi
terpimpin berubah menjadi sistem yang bernama “Sistem Lisensi”. Dalam sistem ini orang-
orang yang dapat melaksanakan kegiatan perekonomian, terutama impor hanyalah orang-orang
yang mendapat Lisensi atau ijin khusus dari pemerintah.
Untuk mengatasi “Sistem Lisensi “ tersebut presiden mengeluarkan Deklarasi Ekonomi
(DEKON) pada tanggal 23 Maret 1963. Dari deklarasi ini dikeluarkannya peraturan tentang
ekspor-impor dan masalah penetapan harga. Namun, pada akhirnya DEKON juga tidak
berdaya mengatasi kesulitan ekonomi Indonesia.
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi
terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara
daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk
menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.
Pada masa Kabinet Djuanda pada tahun 1958, pemerintah membuat sebuah undang-
undang perencanaan untuk membentuk badan perekonomian untuk meningkatkan taraf
ekonomi bangsa. Badan ini dinamakan Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS) yang
dipimpin oleh Mohammad Yamin sebagai wakil kepala menteri . Adapun tugas dari Dewan
Perancang Nasional tersebut adalah :
``1. Mempersiapkan rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional Indonesia yang
``berencana dan bertahap.
`2. Mengawasi dan menilai penyelenggaraan proses pembangunan tersebut.
Tugas dan bidang kerja badan ini secara tegas ditetapkan dalam Undang-Undang No.
80/1958, 19 Januari 1958, serta Peraturan Pemerintah No.2/1958.
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depernas berhasil menyusun Rancangan
Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969
yang disetujui oleh MPRS melalui TAP No. 2/MPRS/1960. Mengenai masalah pembangunan
terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan
prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional
(Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang
dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Pada tahun 1959 Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sangat tinggi.Latar Belakang
meningkatnya laju inflasi :
a. Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
b. Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan
c. Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar
d. Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
e. Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil
f. Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan
tak memberikan banyak pengaruh
g. Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat
dan pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
a. Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan
pengeluaran.
b. Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the
New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conferenceof the New Emerging Forces) yang
memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
 Inflasi semakin bertambah tinggi
 Harga-harga semakin bertambah tinggi
 Kehidupan masyarakat semakin terjepit
 Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca
pembayaran dari cadangan emas dan devisa
 Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.1965, cadangan
emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta sebagai
dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.

KebijakanPemerintah :
 Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan
pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang
senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1.

Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :


 Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang
rupiah baru.
 Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan
meningkatnya angka inflasi.

Pemerintah secara sigap bereaksi dengan mengeluarkan kebijakan perekonomian


dengan cara devaluasi. Tujuan dilakukan devaluasi yaitu:
a. Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
b. Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
c. Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya
mengenai penuruan nilai uang (devaluasi) yaitu:
1. Mengurangi jumlah peredaran uang dalam negeri. Kebijakan itu mengarah pada praktik
devaluasi dari Rp. 1000 menjadi Rp. 100.
2. Pembekuan sebagian dari seluruh simpanan uang di bank-bank di seluruh Indonesia
yang melebihi Rp. 25.000. Peraturan ini bertujuan untuk mengurangi banyaknya jumlah
uang yang beredar di masyarakat.
3. Uang kertas Rp. 1000 dan Rp.500 yang telah diubah menjadi Rp.100 dan Rp. 50 harus
dengan uang kertas yang baru sebelum 1 Januari 1959.
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi
yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di
seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah
tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini
disebabkan karena :
1) Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah
yang menyebabkan ekspor menurun.
2) Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja
manajemen yang cakap dan berpengalaman.
3) Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang
mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
Kemunduran perekonomian Republik Indnesia tampak dari meningginya kembali
nilai peredaran uang rupiah adanya proyek mercusuar Gabefo (Games of the New Emerging
Forces) pada tahun 1962 juga menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan moneter
Indonesia.
Pada tahun 1963, Dewan Perancang Nasional berubah wujud menjadi Badan
Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan dipimpin langsung oleh Presiden
Soekarno, badan ini mempunyai tugas untuk menysun rencana perekonomian dan moneter
jangka panjang tahunan baik dalam taraf nasional maupun daerah, serta mempersiapkan dan
menilai mandataris untuk MPRS.
Selain membentuk Bappenas, pemerintah juga menangani krisis moneter dengan
mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan perekonomian, yang antara lain sebagai berikut:
1. Pendirian Bank Tunggal Milik Negara. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menyediakan
wadah bagi arus perputaran sirkulasi antarbank, baik bank sentral maupun bank umum.
2. Pengeluaran uang baru yang nilainya 1000 kali dari uang rupiah lama. Kebijakan ini
mengakibatkan kemunduran ekonomi dan moneter Indonesia karena nilai rupiah baru dan lama
memiliki perbandingan 10:1 jumlah pengeluaran pemerintah pun turut meningkat dari Rp. 3
miliar menjadi Rp. 30 milar.
Untuk mengatasi krisis ekonomi, pada masa demokrasi terpimpin diadakan berbagai
pembaharuan seperti:
(1) Membentuk Dekon (Deklarasi Ekonomi)
Tujuan membentuk Dekon adalah menciptakan iklim ekonomi yang mendukung
kesejahteraan masyarakat dengan mencanangkan Program Politik Berdikari. Cara ini dilakukan
karena tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman dari luar negeri akibat Indonesia dikucilkan
dari pergaulan internasional.
(2) Membentuk Kotoe (Komando Tertinggi Operasi Ekonomi)
Tujuannya untuk mengatur perekonomian negara semakin sentralistik.
(3) Membentuk Kesop (Kesatuan Ekonomi)
Tujuannya adalah untuk meningkatkan sektor perdagangan.
(4) Membentuk Bank Sentral
Pada masa demokrasi terpimpin, kondisi Indonesia semakin beruk, terutama sektor
ekonomi. Hal itu disebabkan karena beberapa hal yaitu:
(1) Terjadinya penyelewengan ekonomi karena miskinnya pengetahuan ekonomi.
(2) Semua permasalahan ekonomi diselesaikan dengan kebijakan politis.
(3) Organisasi pemerintahan yang buruk sehingga menimbulkan koordinasi yang tidak baik
antarlembaga negara. Akibatnya, kebijakan yang dibuat banyak berhenti di tengah jalan dan
tidak selesai.
Kebijakan-kebijakan perekonomian yang dikeluarkan oleh pemerintah pada masa
demokrasi terpimpin memiliki pertentangan dengan kebijakan dan peraturan-peraturan lain
yang dikeluarkan presiden. Hal ini disebabkan oleh adanya kewenangan presiden dalam
membuat peraturan lain yang setingkat dengan undang-undang. Kondisi perekonomian
Indonesia semakin menunjukkan kemunduran hingga tahun 1966.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstituante yang diharapkan mampu menghasilkan UUD ternyata gagal,sehingga
tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan
Konstituante, menyatakan kembali ke UUD 1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS.
Keluarnya Dekrit Presiden menjadi tonggak lahirnya Demokrasi Terpimpin. Demokrasi
Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan
masa Demokrasi Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Namun pada pelaksanaannya masa Demokrasi Terpimpin mengalami berbagai macam
bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik
pada Presiden Soekarno. Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa penyimpangan
terhadap Pancasila, dan UUD 1945 termasuk kebijakan politik luar negeri. Pembubaran DPR
hasil pemilu, pengangkatan presiden seumur hidup, terbentuknya poros Jakarta-Peking,
konfrontasi dengan Malaysia, sampai keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB merupakan
sejumlah contoh dari penyimpangan tersebut.
Demokrasi terpimpin di Indonesia diakhiri sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas
Maret pada tanggal 11 maret 1966. Demokrasi terpimpin di Indonesia dimaksudkan oleh
Sukarno sebagai demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yang berbeda dengan
system demokrasi liberal yang merupakan produk dari barat, tetapi pada pelaksanaannya,
Demokrasi Terpimpin mengalami bentuk macam penyimpangan. Penyimpangan-
penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik pada Presiden Soekarmo.
Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika keijakan-kebijakan
Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia.
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-
undang mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah
mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana, menilai
penyelenggara pembangunan itu. Pada massa demokrasi terpimpin Indonesia melakukan kredit
luar negeri dan melakukan kerja sama perdangan dengan Cina yang memberikan keuntungan
materi dan politik.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang
nyata. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-
tahun awal Demokrasi Terpimpin
B. Saran

Dalam makalah ini, penulis berharap supaya kita sebagai bangsa Indonesia dapat
mengetahui tentang Demokrasi Terpmpin yang pernah ada dan berlaku di Indonesia dan system
Pelaksanaannya.
Penulis juga menyadari bahwasanya dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan baik dari segi penulisan materi, sehingga penulis mengharapkan saran dan
kritikan yang sifatnya membangun dari rekan-rekan pembaca untuk kesempurnaan makalah
yang selanjutnya.
.
DAFTAR PUSTAKA

- Yahya A. Muhaimin.2005."cetakan ketiga; Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia


1945-1966". Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
- Prof.Miriam Budiarjo.2008."Edisi Revisi; Dasar-dasar Ilmu Politik". Pt Gramedia Pustaka
Utama:Jakarta
- Karim, Rusli. 1993. Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-Surut.
Jakarta: Rajawali Pers.
- Maarif, Ahmad Syafii. 1996. Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin
(1959—1965). Jakarta: Gema Insani Press.
- Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993 Sejarah Nasional Indonesia jilid VI, Jakarta:
Depdikbud-Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai