Anda di halaman 1dari 3

Guru pembimbing: mata pelajaran:IPS

MAKALAH TENTANG
MASA DEMOKRASI TERPEMIMPIN

DI SUSUN OLEH
M.Aqil Rifqi
Sarah Amelia Rahmadani
Ramadan
Nazwa Aulia Putri
Fajri wardana

Tahun ajaran
2023/2024
Demokrasi Terpimpin (1959–1965)
Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama (1959–1965) adalah masa ketika Presiden
Indonesia Soekarno berkuasa di bawah naungan Undang-Undang Dasar 1945 yang asli. Demokrasi
terpimpin sendiri adalah sebuah sistem demokrasi yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat
pada pemimpin negara.[1]
Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam
pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.[2] Demokrasi Terpimpin menurut
ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong
royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan
pada Nasakom.[3]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]


Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno: [butuh rujukan]

1. Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi liberal,
menyebabkan ketidakstabilan negara.
2. Dari segi perekonomian: Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal
menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara
utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik: Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS
1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran Soekarno
agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun
usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut
usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota Konstituante.
Pemungutan suara ini dilakukan pada 30 Mei, 1 Juni, dan 2 Juni 1959 dalam rangka mengatasi
konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.[butuh rujukan]
Hasil pemungutan suara hari pertama menunjukan bahwa: 269 orang setuju untuk kembali ke UUD
1945 dan 119 orang menolak untuk kembali ke UUD 1945. Meskipun suara terbanyak menyetujui
opsi kembali ke UUD 1945, suara tersebut belum mencapai 2/3 dari jumlah suara, yaitu 312 suara
sehingga pemungutuan suara harus diulangi.[4] Pemilihan hari kedua menunjukan bahwa: 264 setuju
dan 204 menolak. Adapun pemilihan hari ketiga menunjukan bahwa: 263 setuju dan 203 menolak. [5]
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3
bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut Dekret
Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959:[6]

1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950


2. Berlakunya kembali UUD 1945
3. Dibubarkannya konstituante
4. Pembentukan MPRS dan DPAS
Setelah diberlakukannya Dekrit Presiden diberlakukan, keterlibatan militer dalam politik dan
lembaga politik kian meluas. Pada 10 Juli 1959, Sukarno mengumumkan Kabinet Kerja,
sepertiganya menteri berasal dari militer.[7]

Peranan PKI[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Partai Komunis Indonesia
Partai Komunis Indonesia (PKI) menyambut "Demokrasi Terpimpin" Soekarno dengan hangat dan
anggapan bahwa Soekarno mempunyai mandat untuk mengakomodasi persekutuan konsepsi yang
sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu antara ideologi nasionalisme (sekuler), agama (Islam)
dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.[8]
Pada 19 Desember 1961, Soekarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat. Soekarno kemudian
membentuk Komando Mandala Pembebasan irian Barat yang dipimpin Soeharto.[9] Menurut Aco
Manafe, PKI menjadi pendukung utama Trikora untuk meraih simpati Soekarno. [10] PKI juga
mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat yang tidak menghendaki integrasi
dengan Indonesia.[11]
Presiden Sukarno kemudian menunjuk DN Aidit dan Nyoto dari PKI sebagai anggota Front Nasional
untuk memperjuangkan Irian Barat.[12]

Keterlibatan Amerika Serikat[sunting | sunting sumber]


Di era Demokrasi Terpimpin, antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64
juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jenderal-jenderal militer Indonesia. Menurut laporan
di media cetak "Suara Pemuda Indonesia": Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah
melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata Indonesia. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira
militer sayap kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah
dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk
Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja
bukan untuk mendukung Soekarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira
angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat
Indonesia sebuah "negara bebas".[13]

Dampak ke situasi politik[sunting | sunting sumber]


Era "Demokrasi Terpimpin" diwarnai kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan
kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen
kaum buruh dan petani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-masalah politis
dan ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu. Pendapatan ekspor Indonesia menurun,
cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi kaum birokrat dan militer menjadi
wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi sangat labil dan memicu
banyaknya demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan buruh, petani, dan mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai