Anda di halaman 1dari 17

Sistem dan Struktur Politik Ekonomi Pada

Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia

Disusun Oleh
Nama: Dita Rahma Yuda
Kelas: XII IPA 5

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI BENGKULU


SMA NEGERI 2 REJANG LEBONG
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat- Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem dan
Struktur Politik Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia.”
Dalam penyusunan makalah ini saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan saya. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan
dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Dan harapan penulis
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah yang
selanjutnya.
Demikian, semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Wassalamualaikum Wr.Wb

Curup, 8 November 2022

Penulis
Daftar Isi
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana
Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni
Demokrasi Terpimpin. Dekret yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal
5 Juli 1959 mendapatkan sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada
waktu itu sangat menantikan kehidupan negara yang stabil.
Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari
sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh
unsur-unsur penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD. Dengan
dikeluarkannya dekret Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli
1959, diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno
bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri
pertama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Demokrasi Terpimpin?


2. Bagaimana Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia?
3. Bagaimana Perkembangan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin?
4. Bagaimana Perkembangan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Demokrasi Terpimpin


2. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin di Indonesia
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin
4. Untuk Mengetahui Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Bab II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Terpimpin


Demokrasi terpimpin menurut Ketetapan MPRS adalah demokrasi kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berisi
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional
yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasionalisme, agama, dan
komunisme (nasakom). Masa Demokrasi Terpimpin berlangsung dari tahun 1959-
1965 yang diawali dengan berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan ditandai dengan
mundurnya Ir. Juanda sebagai perdana menteri. Ciri-ciri dari sistem demokrasi
terpimpin antara lain dominasi pemimpin negara, terbatasnya peran partai politik,
meluasnya peran militer sebagai unsur politik, dan berkembangnya pengaruh Partai
Komunis Indonesia.

B. Perkembangan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin


1. Dekret Presiden 5 Juli 1959

Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk


menetapkan UUD baru untuk pengganti UUDS 1950. Dalam menanggapi hal itu,
Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada
22 April 1959 yang intinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945.

Pada tanggal 3 Juni 1959, konstituante mengadakan reses (masa istirahat) yang
ternyata untuk selama-lamanya. Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Letnan Jenderal A.H. Nasution,
atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan
Nomor Prt/Peperpu/040/1959 yang isinya larangan melakukan kegiatan-kegiatan
politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI, Suwiryo, mengirimkan surat
kepada Presiden Soekarno agar mendekretkan berlakunya kembali UUD 1945 dan
membubarkan konstituante.

Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang
diumumkan dalam upacara formal di Istana Merdeka.
Isi dari dekret tersebut antara lain :
1.Pembubaran Konstituante
2.Pemberlakuan Kembali UUD 1945 dan tidak berlanjutnya UUDS 1950
3.Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Berikut sisi positif berlakunya Dekret Presiden 5 Juli 1959 :


1.Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang berkepanjangan.
2.Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 dari kelangsungan hidup negara.
3.Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi
negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda pembentukannya.

Adapun sisi negatif berlakunya Dekret Presiden 5 Juli 1959 yaitu sebagai berikut.
1.Memberi kekuasaan besar kepada presiden, MPR, dan lembaga tinggi negara.
2.Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.

2. Kondisi Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin

Penataan kehidupan politik yang menyimpang dari tujuan awal yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan
kekuasaan di tangan presiden). Di era ini, situasi politik Indonesia menjadi sangat
labil dan memicu banyaknya demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari
kalangan buruh, petani, dan mahasiswa.

Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang


bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Menurut Soekarno,
penerapan sistem Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan
kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap
sistem liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di
Indonesia. Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada
perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya
satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai- partai yang ada pada waktu itu
berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk dibubarkan. Namun
demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah partai untuk
berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan keseimbangan
kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat dimanfaatkan
oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang.

Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi
Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh
untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang
hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-
nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata
dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktik pemerintahan yang otoriter.
Pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden
No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang
terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal11
partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama
presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk
membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu
Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebut
adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam
pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada
tanggal 17 Agustus 1960.

3. Penyimpangan – Penyimpangan Pada Masa Demokrasi Terpimpin


Pada masa demokrasi terpimpin, kekuasaan presiden sangat besar dan
mutlak sehingga penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan
awalnya. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi yaitu sebagai berikut.
a) Pembentukan MPRS dan DPAS
 MPRS
Presiden membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun
1959. Keanggotaan MPRS terdiri dari 261 orang anggota DPR, 94 orang
anggota Utusan Daerah, dan 200 orang anggota Wakil Golongan.

Pada tanggal 10 November-7 Desember 1960, MPRS mengadakan sidang


umum pertama di Bandung. Sidang umum MPRS tersebut menghasilkan
dua ketetapan sebagai berikut.
1) Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto
Politik Republik Indonesia sebagai GBHN.
2) Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama (1961-1969).

Anggota MPRS langsung ditunjuk oleh presiden, ini merupakan salah satu
bukti penyimpangan terhadap UUD 1945 yang menyatakan bahwa anggota
MPRS dipilih oleh rakyat melalui pemilu.

 DPAS
Berdasarkan UUD 1945 yang sudah di amandemen, lembaga ini kemudian
dihapuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 135/M/2003 pada tanggal
31 Juli 2003. Pertimbangan dihapusnya DPAS antara lain fungsi DPAS
tidak efektif dan sering sekali nasihat-nasihat dari DPAS tidak
didengarkan oleh presiden. Padahal secara kelembagaan, antara DPAS dan
Presiden merupakan sama-sama lembaga tertinggi negara. Dalam UUD
1945 disebutkan bahwa “Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan
yang bertugas memberikan nasehat kepada presiden yang selanjutnya
diatur oleh undang-undang”.

b) Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR GR


Tepat pada 5 Maret 1960 Presiden Sukarno membubarkan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan menggantinya dengan DPR-GR. Bukan tanpa alasan, terdapat
sejumlah sebab yang membuat Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil
Pemilihan Umum (Pemilu) saat itu.

Pembubaran itu lantaran lembaga dianggap gagal menghasilkan konstitusi baru


untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) dengan Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 1960, tepat pada 5 Maret 1960, Bung Karno
membubarkan DPR dengan alasan DPR Hanya menyetujui 36 miliar rupiah
APBN dari sebesar 44 miliar anggaran yang diajukan.

Kemudian, setelah membubarkan DPR, tokoh proklamator itu mengeluarkan


Perpres Nomor 4 Tahun 1960 Tentang Susunan DPR-Gotong Royong (DPR-
GR).DPR-GR memiliki anggota sebanyak 238 orang. Seluruhnya diangkat oleh
presiden dengan Keppres Nomor 156 Tahun 1960. Dalam menjalankan tugasnya,
DPR-GR memiliki kewajiban untuk memberikan laporan kepada presiden pada
waktu-waktu tertentu.

c) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara


Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan
Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959. Lembaga tinggi negara ini diketuai
oleh presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri dari satu orang wakil ketua
(Ruslan Abdulgani), 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24
orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan
presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelantikan DPAS dilakukan di
Istana Negara pada tanggal 15 Agustus 1959.

Seperti MPRS dan DPR GR, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah.
Alasannya adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan
Kembali Revolusi Kita yang dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik
Indonesia ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan
Ketetapan MPRS Nomor 1/MPRS/1960. Inti manipol adalah USDEK (Undang-
Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi
terpimpin, dan kepribadian Indonesia) sehingga lebih dikenal dengan manipol
USDEK.

d) Pembentukan Front Nasional


Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan
cita-cita proklamasi dan UUD 1945 yang dibentuk berdasarkan Penetapan
Presiden Nomor 13 Tahun 1959. Tujuan organisasi ini adalah menyatukan segala
bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan.
Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno beserta seorang menteri/sekretaris
jenderal.
Adapun tugas front nasional yaitu :
1. Menyelesaikan masalah revolusi nasional Indonesia
2. Melaksanakan pembangunan semesta
3. Mengembalikan Irian Barat
e) Pembentukan Kabinet Kerja
Kabinet Kerja adalah kabinet yang dibentuk pada masa Demokrasi Terpimpin
yang merupakan pengganti dari Kabinet Djuanda pada masa Demokrasi Liberal.
Pada kabinet ini Soekarno bertindak selaku presiden dan juga perdana menteri.
Keanggotaan Kabinet Kerja terdiri dari 9 menteri dan 24 menteri muda. Kabinet
Kerja dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 dan tugasnya meliputi penyelenggaraan
keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat, dan melengkapi sandang pangan
rakyat.

4. Arah Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin

1) Peran Aktif Indonesia Pada Awal Masa Demokrasi Terpimpin


a. Pengiriman Pasukan Garuda II ke Kongo untuk bergabung dengan
pasukan perdamaian PBB, UNOC (United Nations Operation for
Congo).
b. Presiden Soekarno berpidato dalam sidang umum PBB pada tanggal 30
September 1960. Judul pidato tersebut To Built the World a New yang
menguraikan tentang Pancasila, masalah Irian Barat, kolonialisme,
peredaan Perang Dingin, dan perbaikan organisasi PBB.
c. Ikut memprakarsai berdirinya GBN.
d. Pada tanggal 24 Agustus–4 September 1962, Indonesia berhasil
menyelenggarakan Asian Games IV di Jakarta.

Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri


Indonesia bersifat high profile, flamboyan dan heroik, yang diwarnai
sikap antiimperialisme dan kolonialisme serta bersifat konfrontatif.
Politik luar negeri Indonesia pada era ini, diabadikan pada tujuan
nasional Indonesia. Pada saat itu kepentingan nasional Indonesia
adalah pengakuan kedaulatan politik dan pembentukan identitas
bangsa.Kepentingan nasional itu diterjemahkan dalam suatu kebijakan
luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan pengakuan
terhadap kedaulatan Indonesia, dan untuk menunjukkan karakter yang
dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional.

Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.
Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk
mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan
revolusi nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama dan komunis)
dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk
mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme).

Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri
Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestik
maupun internasional. Hal inilah yang merupakan sebab dari
penyimpangan yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin.

Tindakan pemerintah yang mengarah ke politik mercusuar (mengejar


kemegahan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa) adalah membagi
kekuatan politik dunia menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1) Old Established Force (Oldefo) adalah kubu bangsa-bangsa tertindas
yang progresif revolusioner menentang imperialisme dan
neokolonialisme.
2) New Emerging Force (Nefo) adalah kelompok negara-negara
berkembang yang anti- imperialis/kolonialis dan sosialis serta
komunis. Indonesia termasuk dalam kelompok Nefo.

2) Konfrontasi dengan Malaysia


Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan,
sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah
Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara,
kemudian dinamakan Sabah. Sebagai ronde dari penarikannya dari koloninya
di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan
dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi
Malaysia. Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden
Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan
konsolidasi Malaysia hanya hendak menambah kontrol Inggris di kawasan ini,
sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membikin klaim
atas Sabah, dengan alasan kawasan itu mempunyai hubungan sejarah dengan
Filipina melewati Kesultanan Sulu.
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan
Federasi Malaysia apabila mayoritas di kawasan yang berhasrat dilakukan
dekolonial menentukannya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh
PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan.
Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri,
tanpa tempat untuk ikut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat
hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar dan sebagai bukti
kolonialisme dan imperialisme Inggris.
Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran
menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa simbol
negara Garuda Pancasila ke depan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri
Malaysia masa itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda sehingga
amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan demonstrasi anti-
Indonesian yang menginjak-injak simbol negara Indonesia dan mau
memainkan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan
nama Ganyang Malaysia.

3) Indonesia Keluar dari Keanggotaan PBB


Pada tanggal 7 Januari 1965 dalam sebuah rapat umum antipangkalan
militer asing, Presiden Soekarno menyatakan bahwa Indonesia keluar dari
PBB. Penyebab keluarnya Indonesia dari PBB adalah karena tidak menyetujui
Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Alasan lainnya Indonesia keluar dari PBB:
a. PBB dianggap Tidak Netral
Seperti yang diketahui bahwa sedang terjadi perang dingin antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Namun para pengurus PBB menempatkan markas dari
organisasi tersebut di salah satu dari negara konflik tersebut. Ir. Soekarno
menilai, bahwa seharusnya PBB harus bersikap netral dan meletakkan markas
PBB diluar Blok Amerika Soviet.

b. PBB didominasi oleh Asing


Selain itu, anggota PBB pada bagian kesekretariatan selalu didominasi oleh
orang-orang Amerika Serikat. Hal tersebut membuat presiden saat itu menilai
bahwa kebijakan yang keluar akan menguntungkan bagi negara barat saja.

c. PBB Lamban Dalam Bertindak


Alasan lainnya adalah penilaian Ir. Soekarno terhadap sikap PBB dalam
menyikapi dan menindaklanjuti konflik negara yang lamban. PBB dianggap
tidak memiliki solusi dalam menyelesaikan masalah, dan hanya membawa
masalah tersebut ke dalam ruang perdebatan.

d. Indonesia Tidak Puas dengan Kinerja PBB


Dari alasan itu menunjukkan bahwa Indonesia merasa tidak puas dengan
kinerja PBB. Beberapa usulan yang diajukan pun tidak mendapat sambutan
baik oleh pihak PBB, dan Indonesia memilih untuk meninggalkan organisasi
besar tersebut.

C. Pembebasan Irian Barat


1. Latar Belakang
Salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag,
Belanda pada tanggal 23 Agustus-2 September 1949 adalah masalah Irian Barat (sekarang
Papua) akan diselesaikan dalam waktu satu tahun sesudah pengakuan kedaulatan. Dengan
keputusan tersebut, ternyata ada perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
Bangsa Indonesia menafsirkan bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada
Indonesia, tetapi ternyata Belanda menafsirkan hanya akan merundingkan masalah Irian
Barat dan bukan diserahkan ke Republik Indonesia.

2. Perjuangan Membebaskan Irian Barat


Upaya yang dilakukan sesuai dengan piagam penyerahan kedaulatan adalah melalui
konferensi uni yang dilakukan secara bergilir di Jakarta dan di Belanda. Namun upaya
penyelesaian secara bilateral ini telah mengalami kegagalan dan pemerintah kita mengajukan
permasalahan ini ke Sidang Majelis Umum PBB. Namun upaya-upaya diplomasi yang
dilakukan di forum PBB terus mengalami kegagalan. Indonesia pun kemudian mengambil
jalan diplomasi aktif dan efektif yang puncaknya dilakukannya Konferensi Asia Afrika.
Langkah ini cukup efektif dalam menggalang kekuatan untuk menyokong perjuangan
diplomasi Indonesia di tingkat internasional yang memaksa Belanda melunakkan sikapnya
dan mau berunding bilateral untuk menyelesaikan permasalahan Irian. Karena jalan damai
yang telah ditempuh selama satu dasa warsa tidak berhasil mengembalikan Irian Barat,
pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh jalan lain. Upaya ini telah dilakukan
Indonesia sejak tahun 1957, jalan lain yang dilakukan adalah melancarkan aksi-aksi
pembebasan Irian Barat, dimulai pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di
Indonesia oleh kaum buruh. Untuk mencegah anarki, KSAD, Nasution, mengambil alih
semua perusahaan milik Belanda dan menyerahkannya kepada pemerintah. Hubungan
Indonesia-Belanda semakin memuncak ketegangan pada 17 Agustus 1960, ketika Indonesia
akhirnya memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Kerajaan Belanda.
Konfrontasi ekonomi tersebut yaitu sebagai berikut.
1) Pada tahun 1956, secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB dan diumumkan
pembatalan utang-utang Republik Indonesia kepada Belanda.
2) Selama tahun 1956 dilakukan pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda,
melarang terbitan film berbahasa Belanda, dan memboikot kepentingan-kepentingan
Belanda di Indonesia
3) Selama tahun 1958-1959 dilakukan nasionalisasi terhadap 700 perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia serta mengalihkan pusat pemasaran komoditas Republik Indonesia
dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman.

Adapun konfrontasi politik dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut


1) Kabinet Sukiman pada tahun 1951 menyatakan bahwa hubungan Indonesia dengan
Belanda merupakan hubungan bilateral biasa, bukan hubungan Unie-Statuut.
2) Pada tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo Il diumumkan pembatalan
hasil KMB.
3) Pada tanggal 17 Agustus 1956, dibentuk Provinsi Irian Barat dengan ibu kotanya di Soasiu
(Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai gubernurnya. Provinsi Irian Barat
meliputi Irian, Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile.
4) Tanggal 18 November 1957 di Jakarta diadakan rapat umum pembebasan Irian Barat.
5) Pada tahun 1958, pemerintah menghentikan kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di
Indonesia. Pelantikan Zaenal Abidin Syah sebagai gubemur Irian Barat
6) Pada tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
7) Pada tanggal 17 Agustus 1960, diumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan
Belanda.

Tujuan pembentukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat yaitu sebagai berikut.
1) Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia.
2) Melaksanakan pembangunan semesta nasional.
3) Mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.

Setelah upaya merebut kembali Irian Barat dengan diplomasi dan konfrontasi politik dan
ekonomi tidak berhasil, maka pemerintah RI menempuh cara lainnya melalui jalur
konfrontasi militer. Dalam rangka persiapan kekuatan militer untuk merebut kembali Irian
Barat, pemerintah RI mencari bantuan senjata ke luar negeri. Pada awalnya usaha ini
dilakukan kepada negara-negara Blok Barat, khususnya Amerika Serikat, namun tidak
membawa hasil yang memuaskan. Kemudian upaya negara Blok Timur (komunis), terutama
ke Uni Soviet. ini dialihkan ke negara- Belanda mulai menyadari bahwa jika Irian Barat tidak
diserahkan ke Indonesia secara damai, maka Indonesia akan menempuh dengan kekuatan
militer. Melihat perkembangan persiapan militer Indonesia, Belanda mengajukan nota protes
kepada PBB bahwa Indonesia akan melakukan agresi. Belanda kemudian memperkuat
kedudukannya di Irian Barat dengan mendatangkan bantuan dengan mengerahkan kapal
perangnya ke perairan Irian, di antaranya adalah kapal induk Karel Doorman.

Perebutan kembali Irian Barat merupakan suatu tuntutan konstitusi, sesuai dengan cita-cita
kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, segala upaya telah dilakukan dan
didukung oleh semua kalangan baik kalangan politisi maupun militer. Oleh karena itu, dalam
rangka perjuangan pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember
1961, di depan rapat raksasa di Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk
berkonfrontasi secara militer dengan Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat
(Trikora). Isi dari Trikora tersebut adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda
2.. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air dan bangsa.

Dengan dideklarasikannya Trikora mulailah konfrontasi total terhadap Belanda di Papua.


Langkah pertama yang dilakukan oleh Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden
No. 1 tahun 1962 tertanggal 2 Januari 1962 tentang pembentukan Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat di bawah Komando Mayor Jenderal Soeharto. Sebelum Komando
Mandala menjalankan fungsinya, unsur militer Indonesia dari kesatuan Motor Torpedo Boat
(MTB), telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun upaya ini diketahui oleh Belanda
sehingga terjadi pertempuran yang tidak seimbang di Laut Aru antara kapal-kapal boat
Indonesia dengan kapal-kapal Belanda. Naas Kapal MTB Macan Tutul, berhasil ditembak
Belanda sehingga kapal terbakar dan tenggelam.

Peristiwa ini memakan korban Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan Kapten Wiratno
yang gugur bersamaan dengan tenggelamnya MTB Macan Tutul. Pemerintah Belanda pada
mulanya menganggap enteng kekuatan militer Macan Tutul dan di bawah Komando
Mandala. Belanda menganggap bahwa lokasi pertempuran Laut Aru Peristiwa ini memakan
korban Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan Kapten Wiratno yang gugur bersamaan
2011 pasukan Indonesia tidak akan mampu melakukan infiltrasi ke wilayah Irian. Namun
ketika operasi infiltrasi Indonesia berhasil merebut dan menduduki kota Teminabuan,
Belanda terpaksa bersedia kembali untuk duduk berunding guna menyelesaikan sengketa
Irian. Tindakan Indonesia membuat para pendukung Belanda di PBB menyadari bahwa
tuntutan pimpinan Indonesia bukan suatu yang main-main.

Akhimya, perjuangan-perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia berhasil memaksa


Belanda melepaskan Irian Barat kembali ke Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus
1962 berhasil ditandatangani Persetujuan New York antara pihak Republik Indonesia dan
Belanda yang disaksikan oleh sekjen PBB. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar
Negeri Dr. Subandrio, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Royen dan
Schuurman.

Isi pokok Perjanjian New York yaitu sebagai berikut.


a. Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada penguasa pelaksana sementara PBB
UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober 1962.
b. Pada tanggal 1 Oktober 1962, bendera PBB akan berkibar di Irian Barat berdampingan
dengan bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember 1962
untuk digantikan dengan bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
c. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mel 1963. Pemerintahan selanjutnya
diserahkan kepada pihak Indonesia dan bendera PBB diturunkan.
d. Selama masa UNTEA, sebanyak-banyaknya tenaga (pegawal) Indonesia akan
dipergunakan, sedangkan tenaga dan tentara Belanda akan dipulangkan selambat-lambatnya
tanggal 1 Mel 1963.
e. Pada tahun 1969, Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya tetap
dalam Republik Indonesia atau memisahkan diri dari Republik Indonesia.

Sesuai dengan Perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 secara resmi dilakukan
penyerahan kekuasaan Pemerintah Irian Barat dari UNTEA kepada Pemerintah Republik
Indonesia di Kota Baru/Holandia/Jayapura. Kembalinya Irian ke pangkuan RI berakhirlah
perjuangan memperebutkan Irian Barat.
Sebagai tindak lanjut dari Perjanjian New York, Pemerintah Indonesia melaksanakan tugas
untuk melaksanakan Act Free Choice/Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Pemerintah
Indonesia menjalankan dalam tiga tahap. Tiga tahapan ini sukses dijalankan oleh pemerintah
Indonesia dan hasil dari Pepera kemudian dibawa oleh Duta Besar Ortis Sanz ke New York
untuk dilaporkan ke Sidang Umum Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 19 November
1969, Sidang Umum PBB ke-24 menerima hasil Pepera yang telah dilakukan Indonesia
karena sudah sesuai dengan isi Perjanjian New York. Sejak saat itulah Indonesia secara de
jure dan de facto memperoleh kembali Irian Barat sebagai bagian dari NKRI.

D. Perkembangan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin

Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang sangat terpuruk
pada masa demokrasi terpimpin yaitu:
1. Pembentukan Bappenas
Depernas pada tahun 1963 diganti dengan Badan Perancangan Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno sendiri.
Tugas Bappenas adalah menyusun rancangan pembangunan jangka panjang
dan jangka pendek, baik nasional maupun daerah, serta mengawasi laporan
pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan dan menilai Mandataris untuk
MPRS. Kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25
Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Peraturan ini bertujuan mengurangi
banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan perbaikan keuangan dan
perekonomian negara.

2. Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)


Untuk mencapai tujuan itu uang kertas pecahan Rp 500 dan Rp 1000 yang ada
dalam peredaran pada saat berlakunya peraturan itu diturunkan nilainya
menjadi Rp50 dan Rp100. Kebijakan ini diikuti dengan kebijakan pembekuan
sebagian simpanan pada bank-bank yang nilainya di atas Rp25.000 dengan
tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan keuangan
kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran
Rp 1000 dan Rp 500 yang masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas
bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.

3. Deklarasi Ekonomi (Dekon)


Deklarasi Ekonomi (Dekon) adalah Deklarasi yang disampaikan oleh Presiden
Soekarno pada tanggal 28 Maret 1963 di Jakarta, untuk menciptakan ekonomi
nasional yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialism dan system
ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) sebagai pelaksanaan Dekon,
pada 26 Mei 1963 dikeluarkan serangkaian peraturan di bidang ekspor dan
impor, harga. Tujuannya untuk untuk menyelesaikan tahap nasional dan
demokratis ini, maka sudah tibalah waktunya untuk mengerahkan segenap
potensi, baik potensi pemerintah maupun koperasi dan swasta (nasional dan
demokratis) dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan untuk meningkatkan
produksi dan menambah penghasilan negara.Dengan demikian tujuan
dikeluarkannya Deklarasi Ekonomi adalah menciptakan ekonomi yang bersifat
nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme dan mencapai
tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.

4. Kebijakan Lain Pemerintah


Dalam usaha perdagangan, pemerintah mengeluarkan peraturan tanggal 17
April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (Kotoe)
dan Kesatuan Operasi (Kesop). Kotoe bergerak secara sentralistik untuk
mengatur perekonomian negara, sedangkan tujuan dibentuk Kesop adalah
meningkatkan sektor perdagangan.
Deklarasi Ekonomi (Dekon) adalah Deklarasi yang disampaikan oleh Presiden
Soekarno pada tanggal 28 Maret 1963 di Jakarta, untuk menciptakan ekonomi
nasional yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialism dan system
ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) sebagai pelaksanaan Dekon,
pada 26 Mei 1963 dikeluarkan serangkaian peraturan di bidang ekspor dan
impor, harga. Tujuannya untuk untuk menyelesaikan tahap nasional dan
demokratis ini, maka sudah tibalah waktunya untuk mengerahkan segenap
potensi, baik potensi pemerintah maupun koperasi dan swasta (nasional dan
demokratis) dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan untuk meningkatkan
produksi dan menambah penghasilan negara.Dengan demikian tujuan
dikeluarkannya Deklarasi Ekonomi adalah menciptakan ekonomi yang bersifat
nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme dan mencapai
tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin
Untuk mencapai tujuan itu uang kertas pecahan Rp 500 dan Rp 1000 yang ada
dalam peredaran pada saat berlakunya peraturan itu diturunkan nilainya
menjadi Rp50 dan Rp100. Kebijakan ini diikuti dengan kebijakan pembekuan
sebagian simpanan pada bank-bank yang nilainya di atas Rp25.000 dengan
tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan keuangan
kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran
Rp 1000 dan Rp 500 yang masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas
bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Konstituante yang diharapkan mampu menghasilkan UUD ternyata gagal sehingga


tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang
membubarkan konstituante, menyatakan kembali ke UUD 1945, dan pembentukan
MPRS dan DPAS. Keluarnya Dekrit Presiden menjadi tonggak lahirnya Demokrasi
Terpimpin. Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang
tidak stabil sebagai warisan masa Demokrasi Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Namun pada pelaksanaannya masa Demokrasi Terpimpin mengalami berbagai macam
bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan
politik pada Presiden Soekarno. Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila, dan UUD 1945 termasuk kebijakan politik luar
negeri. Pembubaran DPR hasil pemilu, pengangkatan presiden seumur hidup,
terbentuknya poros Jakarta-Peking, konfrontasi dengan Malaysia, sampai keluarnya
Indonesia dari keanggotaan PBB merupakan sejumlah contoh dari penyimpangan
tersebut. Demokrasi terpimpin di Indonesia diakhiri sejak dikeluarkannya Surat
Perintah Sebelas Maret pada tanggal 11 Maret 1966. Demokrasi terpimpin di
Indonesia dimaksudkan oleh Sukarno sebagai demokrasi yang sesuai dengan
kepribadian bangsa, yang berbeda dengan sistem demokrasi liberal yang merupakan
produk dari barat, tetapi pada pelaksanaannya, Demokrasi Terpimpin mengalami
bentuk macam penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut diakibatkan
oleh terpusatnya kekuatan politik pada Presiden Soekarno. Era tahun 1959 sampai
dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika kebijakan-kebijakan Presiden
Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia. Kebijakan ekonomi yang
dilakukan pada masa ini antara lain berupa pembentukan Dewan Perancang Nasional
dan Deklarasi Ekonomi, serta dilakukan Devaluasi Mata Uang.

B. Saran
Petingnya pemahaman tentang politik dan ekonomi masa demokrasi terpimpin bagi
kesadaran bangsa Indonesia supaya bisa mengetahui sejarah-sejarah yang telah dilalui
hingga masa sekarang ini. Pemahaman dan pengalaman kita akan kehidupan
berdemokrasi diharapkan menjadi landasan untuk menjalani kehidupan yang lebih
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurakhman, dkk.2014.Sejarah Indonesia.Jakarta:-


Prischa P, Alif, dkk.-.LKS Sejarah Indonesia. Jawa Tengah:Viva Pakarindo

https://www.materiedukasi.com/2017/09/pelaksanaan-serta-penyimpangan-politik-luar-
negeri-bebas-aktif-indonesia-pada-masa-demokrasi-terpimpin.html?m=1
https://www.academia.edu/14848310/Kehidupan_Politik_Pada_Masa_Demokrasi_Terpimpin
https://p2k.unkris.ac.id/id1/3065-2962/Dekrit-Presiden-5-Juli-1959_27730_p2k-unkris.html
https://id.scribd.com/document/428008412/Makalah-Sistem-Dan-Struktur-Politik-Ekonomi-
Indonesia-1959-1965

Anda mungkin juga menyukai