Disusun Oleh
Nama: Dita Rahma Yuda
Kelas: XII IPA 5
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat- Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem dan
Struktur Politik Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia.”
Dalam penyusunan makalah ini saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan saya. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan
dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Dan harapan penulis
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah yang
selanjutnya.
Demikian, semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
Daftar Isi
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana
Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni
Demokrasi Terpimpin. Dekret yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal
5 Juli 1959 mendapatkan sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada
waktu itu sangat menantikan kehidupan negara yang stabil.
Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari
sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh
unsur-unsur penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD. Dengan
dikeluarkannya dekret Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli
1959, diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno
bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri
pertama.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
Pada tanggal 3 Juni 1959, konstituante mengadakan reses (masa istirahat) yang
ternyata untuk selama-lamanya. Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Letnan Jenderal A.H. Nasution,
atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan
Nomor Prt/Peperpu/040/1959 yang isinya larangan melakukan kegiatan-kegiatan
politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI, Suwiryo, mengirimkan surat
kepada Presiden Soekarno agar mendekretkan berlakunya kembali UUD 1945 dan
membubarkan konstituante.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang
diumumkan dalam upacara formal di Istana Merdeka.
Isi dari dekret tersebut antara lain :
1.Pembubaran Konstituante
2.Pemberlakuan Kembali UUD 1945 dan tidak berlanjutnya UUDS 1950
3.Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Adapun sisi negatif berlakunya Dekret Presiden 5 Juli 1959 yaitu sebagai berikut.
1.Memberi kekuasaan besar kepada presiden, MPR, dan lembaga tinggi negara.
2.Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Penataan kehidupan politik yang menyimpang dari tujuan awal yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan
kekuasaan di tangan presiden). Di era ini, situasi politik Indonesia menjadi sangat
labil dan memicu banyaknya demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari
kalangan buruh, petani, dan mahasiswa.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi
Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh
untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang
hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-
nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata
dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktik pemerintahan yang otoriter.
Pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden
No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang
terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal11
partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama
presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk
membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu
Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebut
adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam
pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada
tanggal 17 Agustus 1960.
Anggota MPRS langsung ditunjuk oleh presiden, ini merupakan salah satu
bukti penyimpangan terhadap UUD 1945 yang menyatakan bahwa anggota
MPRS dipilih oleh rakyat melalui pemilu.
DPAS
Berdasarkan UUD 1945 yang sudah di amandemen, lembaga ini kemudian
dihapuskan dengan Keputusan Presiden Nomor 135/M/2003 pada tanggal
31 Juli 2003. Pertimbangan dihapusnya DPAS antara lain fungsi DPAS
tidak efektif dan sering sekali nasihat-nasihat dari DPAS tidak
didengarkan oleh presiden. Padahal secara kelembagaan, antara DPAS dan
Presiden merupakan sama-sama lembaga tertinggi negara. Dalam UUD
1945 disebutkan bahwa “Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan
yang bertugas memberikan nasehat kepada presiden yang selanjutnya
diatur oleh undang-undang”.
Seperti MPRS dan DPR GR, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah.
Alasannya adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan
Kembali Revolusi Kita yang dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik
Indonesia ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan
Ketetapan MPRS Nomor 1/MPRS/1960. Inti manipol adalah USDEK (Undang-
Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi
terpimpin, dan kepribadian Indonesia) sehingga lebih dikenal dengan manipol
USDEK.
Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.
Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk
mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan
revolusi nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama dan komunis)
dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk
mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme).
Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri
Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestik
maupun internasional. Hal inilah yang merupakan sebab dari
penyimpangan yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin.
Tujuan pembentukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat yaitu sebagai berikut.
1) Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia.
2) Melaksanakan pembangunan semesta nasional.
3) Mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Setelah upaya merebut kembali Irian Barat dengan diplomasi dan konfrontasi politik dan
ekonomi tidak berhasil, maka pemerintah RI menempuh cara lainnya melalui jalur
konfrontasi militer. Dalam rangka persiapan kekuatan militer untuk merebut kembali Irian
Barat, pemerintah RI mencari bantuan senjata ke luar negeri. Pada awalnya usaha ini
dilakukan kepada negara-negara Blok Barat, khususnya Amerika Serikat, namun tidak
membawa hasil yang memuaskan. Kemudian upaya negara Blok Timur (komunis), terutama
ke Uni Soviet. ini dialihkan ke negara- Belanda mulai menyadari bahwa jika Irian Barat tidak
diserahkan ke Indonesia secara damai, maka Indonesia akan menempuh dengan kekuatan
militer. Melihat perkembangan persiapan militer Indonesia, Belanda mengajukan nota protes
kepada PBB bahwa Indonesia akan melakukan agresi. Belanda kemudian memperkuat
kedudukannya di Irian Barat dengan mendatangkan bantuan dengan mengerahkan kapal
perangnya ke perairan Irian, di antaranya adalah kapal induk Karel Doorman.
Perebutan kembali Irian Barat merupakan suatu tuntutan konstitusi, sesuai dengan cita-cita
kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, segala upaya telah dilakukan dan
didukung oleh semua kalangan baik kalangan politisi maupun militer. Oleh karena itu, dalam
rangka perjuangan pembebasan Irian Barat, Presiden Soekarno, pada tanggal 19 Desember
1961, di depan rapat raksasa di Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk
berkonfrontasi secara militer dengan Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat
(Trikora). Isi dari Trikora tersebut adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda
2.. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air dan bangsa.
Peristiwa ini memakan korban Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan Kapten Wiratno
yang gugur bersamaan dengan tenggelamnya MTB Macan Tutul. Pemerintah Belanda pada
mulanya menganggap enteng kekuatan militer Macan Tutul dan di bawah Komando
Mandala. Belanda menganggap bahwa lokasi pertempuran Laut Aru Peristiwa ini memakan
korban Komodor Yos Sudarso, Deputy KSAL dan Kapten Wiratno yang gugur bersamaan
2011 pasukan Indonesia tidak akan mampu melakukan infiltrasi ke wilayah Irian. Namun
ketika operasi infiltrasi Indonesia berhasil merebut dan menduduki kota Teminabuan,
Belanda terpaksa bersedia kembali untuk duduk berunding guna menyelesaikan sengketa
Irian. Tindakan Indonesia membuat para pendukung Belanda di PBB menyadari bahwa
tuntutan pimpinan Indonesia bukan suatu yang main-main.
Sesuai dengan Perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 secara resmi dilakukan
penyerahan kekuasaan Pemerintah Irian Barat dari UNTEA kepada Pemerintah Republik
Indonesia di Kota Baru/Holandia/Jayapura. Kembalinya Irian ke pangkuan RI berakhirlah
perjuangan memperebutkan Irian Barat.
Sebagai tindak lanjut dari Perjanjian New York, Pemerintah Indonesia melaksanakan tugas
untuk melaksanakan Act Free Choice/Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Pemerintah
Indonesia menjalankan dalam tiga tahap. Tiga tahapan ini sukses dijalankan oleh pemerintah
Indonesia dan hasil dari Pepera kemudian dibawa oleh Duta Besar Ortis Sanz ke New York
untuk dilaporkan ke Sidang Umum Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 19 November
1969, Sidang Umum PBB ke-24 menerima hasil Pepera yang telah dilakukan Indonesia
karena sudah sesuai dengan isi Perjanjian New York. Sejak saat itulah Indonesia secara de
jure dan de facto memperoleh kembali Irian Barat sebagai bagian dari NKRI.
Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang sangat terpuruk
pada masa demokrasi terpimpin yaitu:
1. Pembentukan Bappenas
Depernas pada tahun 1963 diganti dengan Badan Perancangan Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno sendiri.
Tugas Bappenas adalah menyusun rancangan pembangunan jangka panjang
dan jangka pendek, baik nasional maupun daerah, serta mengawasi laporan
pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan dan menilai Mandataris untuk
MPRS. Kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25
Agustus 1959 pukul 06.00 pagi. Peraturan ini bertujuan mengurangi
banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan perbaikan keuangan dan
perekonomian negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Petingnya pemahaman tentang politik dan ekonomi masa demokrasi terpimpin bagi
kesadaran bangsa Indonesia supaya bisa mengetahui sejarah-sejarah yang telah dilalui
hingga masa sekarang ini. Pemahaman dan pengalaman kita akan kehidupan
berdemokrasi diharapkan menjadi landasan untuk menjalani kehidupan yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.materiedukasi.com/2017/09/pelaksanaan-serta-penyimpangan-politik-luar-
negeri-bebas-aktif-indonesia-pada-masa-demokrasi-terpimpin.html?m=1
https://www.academia.edu/14848310/Kehidupan_Politik_Pada_Masa_Demokrasi_Terpimpin
https://p2k.unkris.ac.id/id1/3065-2962/Dekrit-Presiden-5-Juli-1959_27730_p2k-unkris.html
https://id.scribd.com/document/428008412/Makalah-Sistem-Dan-Struktur-Politik-Ekonomi-
Indonesia-1959-1965