Anda di halaman 1dari 17

Dinamika Kebijakan Terhadap

Sistem Pers di Indonesia

Bella Sapira Rosadi 2101010161


Fazrin Voila Putri 2101010023
Isyfa Ruhana 2101010185
Siti Mutiah 2101010090
Pers
Pers adalah badan yang membuat penerbitan media
massa secara berkala. Secara etimologis, kata Pers
(Belanda), atau Press (Inggris), atau Pressare dari kata
premere, yang berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi
terminologisnya adalah “media massa cetak” atau
“media cetak”
Menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers

"Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa


yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran
yang tersedia.”
Dinamika Kebijakan terhadap Pers di Indonesia

Sistem pers senantiasa beriringan


dengan sistem politik dimana ia berada,
maka perkembangan sistem pers di
Indonesia dapat dilihat dari masa
perjuangan hingga era reformasi saat ini.
Pada era
perjuangan, Pers
dipergunakan oleh Surat kabar pertama di Indonesia
para pendiri bangsa adalah Bata-viase Nouvelles (Agustus
sebagai alat 1744-Juni 1746). Pada tahun 1855
perjuangan untuk di Sura-karta terbit surat kabar
memperoleh
pertama dalam bahasa Jawa, bernama
kemerdekaan. Sejak
pertengahan abad Bromartani. Surat kabar berbahasa
ke 18, orang-orang Melayu yang pertama adalah Soerat
Belanda mulai Kabar Bahasa Melajoe, terbit di
memperkenalkan Surabaya pada tahun 1956.
penerbitan surat
kabar di Indonesia.
Dalam proses selanjutnya, terrjadi
pembauran antara pengasuh pers Terhitung sejak didirikannya
dan masyarakat yang mulai Budi Utomo pada bulan mei
terorganisasi dalam klub-klub 1908, pers dijadikan sebagai
studi, lembaga-lembaga sosial, sarana komunikasi yang
badan-badan kebudayaan, serta utama untuk menumbuhkan
gerakan-gerakan politik. kesadaran nasional dan
Wartawan menjadi tokoh meluaskan kebangkitan
pergerakan, atau sebaliknya tokoh bangsa Indonesia.
pergerakan menerbitkan pers.
Sejak awal kemerdekaan hingga menjelang Orde Baru tahun
1966, kehidupan politik terutama dunia kepartaian, sangat
berpengaruh terhadap perkembangan pers nasional. Pola
pertentangan antara kelompok pemerintah dan kelompok oposisi
dalam dunia kepartaian juga ditumbuhkan dalam dunia pers,
karena itu muncullah pihak pers pendukung pemerintah
(tepatnya prokabinet) dan phak pers oposisi .
Selanjutnya pada masa order baru, pers mengadakan
perlawanan terbuka terhadap ofensif golongan PKI
melalui jalur Manipolisasi dan Nasakomisasi.

Pada masa ini juga perundangan pertama tentang pers


dimunculkan, yaitu UU no 11 tahun 1966. Serta
pengadaan Lembaga Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP) yang mencerminkan usaha nyata ke arah
pelaksanaan kebebasan pers yang dikendalikan oleh
pemerintah atau kebebasan pers yang bertanggung
jawab pada pemerintah.
Pada era Soeharto, pers dinyatakan sebagai salah satu media
pendukung keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu,
bentuk dan isi pers Indonesia perlu mencerminkan bentuk dan
isi pembangunan nasional. Hingga timbul istilah : pers
pembangunan. Dari kenyataan ini terlihat bahwa pers
Indonesia tidak mempunyai kebebasan karena pers harus
mendukung program pemerintah Orde Baru. Pers sangat
tidak diharapkan memuat pemberitaan yang dapat ditafsirkan
bertentangan dengan program pemerintah Orde baru.
Tanggung jawab pers bukan pada masyarakat melainkan pada
penguasa Orde Baru.
Dengan tidak adanya kebebasan
berpendapat dan kebebesan pers,
membuat media di Indonesia pada
Selama Orde Baru disamping rezim Orde Baru tidak pernah
media pemerintah, TVRI dan berhasil mengangkat dirinya sebagai
RRI. Semua media yang ada pilar keempat demokrasi.
diupayakan agar tidak hanya Pemerintah Orde Baru menganggap
menjadi ‘patner’ pemerintah pers yang bebas akan dapat
dalam pembangunan, tetapi mengganggu stabilitas negara,
juga sebagai instrumen keamanan dan kepentingan umum,
hegemoni. sehingga laju kebebasannya harus
dikontrol dengan ketat.
Kemudian keadaan pers Indonesia dimasa era
reformasi adalah gambaran dari a liberal-
pluralis or marked model, dimana isu-isu
yang diliput oleh pers semakin beragam.
Banyak bermunculan penerbitan baru baik
dalam bentuk tabloid, majalah, dan lainnya.
Topik yang diangkat mulai dari politik,
ekonomi hingga pornografi. Kualitas
penerbitannyapun beragam, dari yang
bermutu hingga yang kurang berkualitas.
Saat itu, media di Indonesia tampaknya terbius
dengan eforia kebebasan dan lebih memilih
kepentingan komersial yang cenderung
mengutamakan keuntungan, dimana aspek
kriminalitas, gosip, dan seks lebih mengandung nilai
pasar dibandingkan menjalankan tanggung jawab
sosial dalam penyampaian informasi dan pencerahan
publik sebagai konsekuensi hubungan media dengan
masyarakat.
Karena hal ini, didalam artikel Beyond The
Four Theories Of The Press:A New Model
For The Asian & The World Press (2008),
bahwa sistem pers di Indonesia pada era
reformasi termasuk sistem pers bebas dan
tidak bertanggung jawab, yaitu bahwa
sistem pers di Indonesia benar-benar telah
begitu bebas, sehingga gagal untuk
mengedepankan prinsip-prinsip dasar
jurnalistik, dan tidak punya peran positif
dalam masyarakat.
Dan di sekarang ini, kebebasan pers di Indonesia mengalami
pembatasan. Pembatasan-pembatasan tersebut beraneka
ragam dari penyensoran dan pelarangan penerbitan hingga
kriminalisasi dan ancaman kekerasan.
Hingga tahun 2021, Indonesia menempati urutan ke-113 pada
Indeks Kebebasan Pers versi Reporters Sans Frontieres.
Menurut kami, Sistem pers Indonesia telah mengalami dinamika
seiring dengan pergerakan kehidupan politik bangsa. Dinamika
kebijakan terhadap pers di Indonesia mengalami revolusi yang naik
turun. Mulai dari sangat "dikekang", terjun bebas dalam
"kelonggaran" dan kembali lagi mengalami "pembatasan".
Mengutip dari McQuail, 2005, Pers yang baik
harus berperan positif dan memiliki kewajiban
terhadap masyarakat untuk memberikan suatu
informasi yang berkualitas dan sekaligus
bertanggung jawab atas akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh informasi yang
dipublikasikannya. Dengan kata lain, pers
dapat digugat dan dituntut apabila tidak
menyajikan infomasi yang benar dan akurat.
Akuntabilitas adalah bagian dari
pertanggungjawaban pers terhadap
Apapun yang terjadi dalam pers di
Indonesia, semoga saja insan pers tetap
bekerja terus menyampaikan informasi yang
mencerahkan dan mencerdaskan,
meningkatkan literasi, membangun
optimisme, serta membangun harapan,
sehingga masyarakat semakin percaya
bahwa pers bisa dijadikan sebagai jembatan
komunikasi antara pemerintah dan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai