Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu

membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara

sederhana, komunikasi diartikan sebagai sebuah proses penyampaian

pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media

massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

ditujukan kepada massa (khalayak) yang tidak teridentifikasi

jumlahnya namun terjadi secara serentak dan bersifat banyak.

Keberadaan media massa dewasa ini dipengaruhi oleh

perkembangan arus teknologi informasi dan komunikasi. Seperti yang

diungkapkan oleh ‘Mc Luhan’ bahwa kehadiran media massa

menjadikan dunia seperti halnya sebuah desa (global village). Dunia

digambarkan sebagai sebuah wilayah yang seluas desa di mana

informasi yang ada cepat berkembang dan diterima oleh khalayak

dalam waktu hampir bersamaan. Media massa menjadi sebuah

kekuatan besar di mana bisa menyebarkan informasi yang ada di salah

satu belahan dunia ke seluruh dunia dalam waktu yang hampir

bersamaan.

Berbicara mengenai sejarah jurnalistik Indonesia, semua itu tidak

bisa lepas dari pengaruh sejarah jurnalistik yang ada di berbagai

negara, khususnya negara-negara yang ada di kawasan Eropa.

1
Pengaruh-pengaruh tersebut menyebar tentu saja melalui beberapa

cara. Salah satunya yang memungkinkan masuknya istilah jurnalistik

ke Indonesia adalah melalui penjajahan yang dilakukan oleh negara-

negara yang ada di Eropa seperti Belanda.

Sejarah jurnalistik di Indonesia sendiri sudah diperoleh saat

Indonesia masih belum merdeka. Sejarah perkembangan Jurnalistik di

Indonesia menjadi tonggak berkembangnya dunia pers Indonesia

hingga sekarang ini masih terus mendunia. Perkembangan jurnalistik

di Indonesia mulai tumbuh pesart sejak Indonesia meraih

kemerdekaan. Sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia

digolongkan menjadi beberapa fase. Fase pertama adalah jurnalistik

atau pers sebagai alat perjuangan. Pada masa kemerdekaan (1945-

1950), pers menjadi alat perjuangan pemberi informasi. Selain itu, pers

pun menjadi alat provokasi untuk mengajak rakyat agar berjuang

bersama-sama melawan penjajahan.

Fase kedua sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia terjadi

pada era 1950-1960.Pada era ini, pergolakan politik di Indonesia mulai

terjadi. Pada masa ini, pers indonesia mulai terjebak menjadi media

politik. Pers, khususnya surat kabar menjadi media propaganda partai

politik. Hal ini menjadi periode dramatis untuk sejarah perkembangan

jurnalistik di Indonesia karena pers menjadi alat untuk menjatuhkan

citra partai politik lain. Fase ketiga dari sejarah perkembangan

jurnalistik di Indonesia merupakan fase pembredelan pers pada masa

Orde Baru.

2
Pada masa itu, pers dibatasi kegiatannya karena sebelumnya

sering mengkritik pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Masa itu, setiap pers atau unsur jurnalistik yang menentang atau

mengkritik pemerintahan akan mengalami pembredelan.

Fase keempat dari sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia

terjadi setelah rezim Orde baru runtuh. Setelah rezim Soeharto turun,

pers mendapatkan kebebasan dalam melakukan tugas jurnalistik.

Bahkan, sejarah perkembangan jurnalistik di Indonesia mulai bangkit

dengan adanya kebebasan pers yang bertanggung jawab. Dalam

periode ini, pers menjadi alat pengawas pemerintahan.

Pada era setelah reformasi, sejarah perkembangan jurnalistik di

Indonesia menjadi lebih berkembang. Tak hanya menjadi alat

pengawas kinerja pemerintahan, sejarah perkembangan jurnalistik di

Indonesia pun berkembang menjadi industri jurnalistik yang

menyuguhkan informasi selain politik, seperti musik, gaya hidup,

hiburan, kuliner, dan topik jurnalistik lainnya. Hal itulah yang

menjadikan jurnalistik berkembang dari negara eropa ke Indonesia

hingga sekarang ini.

Salah satu tonggak penting dalam perjalanan sejarah bangsa

Indonesia ialah terjadinya reformasi sejak 1998 dengan turunnya

Soeharto sebagai presiden RI. Runtuhnya Orde Baru membuka era

demokrasi dan kebebasan pers yang sebelumnya tidak pernah mampu

dinikmati bangsa Indonesia.

3
Kebebasan di Indonesia dalam era reformasi ditandai dengan

lahirnya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dengan adanya UU Pers

tersebut, setiap orang boleh menerbitkan media massa tanpa harus

meminta ijin kepada pemerintah seperti sebelumnya. Pers dalam era

reformasi tidak perlu takut kehilangan ijin penerbitan jika mengkritik

pejabat, baik sipil maupun militer. Dengan UU Pers diharapkan media

massa di Indonesia dapat menjadi salah satu dari empat pilar

demokrasi.

Perusahaan-perusahaan dalam industri media kemudian

bermunculan. Mulai dari media televisi, radio, media cetak dan media

on line, mudah ditemukan di Indonesia. Arus informasi kemudian

menjadi tidak terbendung pada tahap ini.

Peranan pers dalam masyarakat demokrasi, adalah salah satu

sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat

serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang

bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam

masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara

dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Miriam Budiardjo,

bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang

bebas dan bertanggung jawab.

Sedangkan, Inti dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi

aspirasi dan suara rakyat (individu) dalam mempengaruhi sebuah

keputusan.

4
Dalam Demokrasi juga diperlukan partisipasi rakyat, yang

muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan andil dalam

sistem pemerintahan. Pada berbagai aspek kehidupan di negara ini,

sejatinya masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan

langkah kebijakan suatu Negara. pers merupakan pilar demokrasi

keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pers sebagai kontrol

atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and

balance. untuk dapat melakukan peranannya perlu dijunjung

kebebasan pers dalam menyampaikan informasi publik secara jujur

dan berimbang. disamping itu pula untuk menegakkan pilar keempat

ini, pers juga harus bebas dari kapitalisme dan politik. Pers yang tidak

sekedar mendukung kepentingan pemilik modal dan melanggengkan

kekuasaan politik tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat

yang lebih besar. Kemungkinan kebebasan lembaga pers yang terjebak

oleh kepentingan kapitalisme dan politik tersebut, mendorong

semangat lahirnya citizen journalism. Istilah citizen journalism untuk

menjelaskan kegiatan pemrosesan dan penyajian berita oleh warga

masyarakat bukan jurnalis profesional.

Aktivitas jurnalisme yang dilakukan oleh warga sebagai wujud

aspirasi dan penyampaian pendapat rakyat. Inilah yang menjadi latar

belakang bahwa citizen journalism sebagai bagian dari pers merupakan

sarana untuk mencapai suatu demokrasi.

5
Wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama,

demokrasi sebagai realitas kehidupan sehari-hari. Kedua, demokrasi

sebagaimana yang dicitrakan oleh media informasi, disatu sisi ada

citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat mungkin terjadi

pembauran, atau malah keterputusan hubungan. Ironisnya yang terjadi

sekarang justru terputusnya hubungan antara citra dan realitas

demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat digunakan adalah demokrasi

semu, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal sebagai citra

ia telah mengalami penurunan bahkan terputus dari realitas yang

sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui citraan-citraan

sistematis oleh media massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang

sebenarnya, ia adalah kuasa dari pemilik informasi dan penguasa opini

publik. Proses demokratisasi di sebuah negara tidak hanya

mengandalkan parlemen, tapi juga ada media massa, yang mana

merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan rakyat, maupun

rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam

kategori cetak maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacam-

macam, baik dalam hal isu, daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.

Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas

demokrasi, dimana adanya tranformasi secara menyeluruh dan terbuka

yang mutlak bagi negara yang menganut paham demokrasi, namun,

pada pelaksanaannya, banyak faktor yang menghambat proses

komunikasi ini, terutama disebabkan oleh keterbatasan media massa

dalam menjangkau lokasi-lokasi pedalaman.

6
Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi menjadi pemicu

lahirnya media-media lokal di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini

kemudian diikuti dengan arah media nasional yang kemudian

mengirimkan reporter atau wartawan ke berbagai daerah. Seperti yang

akan dibahas dalam penelitian ini, Kota Salatiga menjadi salah satu

kota kecil di Jawa Tengah di mana di kota tersebut bernaung puluhan

media massa baik lokal maupun nasional. Bagian Hubungan

Masyarakat Pemkot Salatiga mencatat sejumlah media tersebut antara

lain media televisi yang terdiri dari TVRI, MNC, SCTV, TA TV,

Cakra TV, TV KU ; media cetak yang terdiri dari Koran Sindo, Suara

Merdeka, Rakyat Jateng, Kedaulatan Rakyat, Jateng Pos, Wawasan

dan Radar Semarang ; media on line JurnalWarga.com dan

Harian7.com, serta media radio Zenith, Suara Salatiga dan Elshinta.

Dari sejumlah media tersebut, 15 diantaranya membentuk

sebuah forum resmi yang diberi nama Forum Jurnalis Salatiga. Forum

tersebut dibentuk oleh para anggotanya guna menjalin komunikasi

antar awak media terkait dengan penugasan mereka di wilayah

Salatiga. Terbentuknya forum tersebut didasari dengan kepentingan

bersama untuk saling berdiskusi dan bertukar informasi mengenai hal-

hal yang berkaitan dengan kondisi dan situasi Kota Salatiga.

Uniknya, dengan kebijakan media masing-masing, sejumlah

awak media dari berbagai lembaga pers yang berbeda berkumpul

menjadi satu dalam sebuah wadah komunikasi.

7
Penelitian ini nantinya akan membahas mengenai Pola

Komunikasi Organisasi Forum Jurnalis Salatiga (FJS) yang hendak

mengetahui mengenai bagaimana organisasi tersebut dijalankan

melalui sudut pandang ilmu komunikasi.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Pola Komunikasi Antara Forum Jurnalis Salatiga

dengan Pemerintah Kota Salatiga?

1.3. Tujuan Penelitian

Menggambarkan Pola Komunikasi dalam Organisasi Forum

Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis : Untuk menambah wawasan mahasiswa

mengenai pola komunikasi awak media yang bertugas di

daerah, dalam hal ini di Salatiga.

2. Manfaat Teoritis : Untuk menambah kajian pola

komunikasi organisasi dalam perkuliahan Ilmu

Komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai