Anda di halaman 1dari 4

Nama : Febrina Rahmadianty

NIM : 21SB2140

Kelas : IK21C

PERKEMBANGAN HUKUM

MEDIA MASSA DI INDONESIA

I. Latar Belakang
Berbicara tentang pers tidak dapat terlepas dari media massa yang merupakan salah satu
komponennya. Pers merupakan salah satu lembaga dalam masyarakat yang menjembatani
informasi antara masyarakat dan pemerintah melalui media massa. Menurut Undang-Undang
Pers No. 40 Tahun 1999, pers adalah lembaga sosial dan media massa yang melakukan
kegiatan jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, melestarikan, mengolah, dan
menyampaikan informasi tertulis, audio visual, suara, dan gambar serta data lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik dan semua saluran yang tersedia.
Menurut Ashadi Siregar, peran media dalam menyampaikan informasi kepada publik
sangat dipengaruhi oleh hubungan antara media itu sendiri dengan negara. Ashadi Siregar
menjelaskan bahwa penyelenggaraan pemerintah tertentu memiliki pengaruh yang besar
terhadap kualitas informasi yang disampaikan kepada masyarakat oleh media, karena hal ini
berkaitan erat dengan inisiatif media untuk mempublikasikan informasi dan kebebasan pers.
Dalam hubungan antara media dan negara, Jamhur Poti juga menyatakan bahwa media
merupakan pilar keempat dalam sistem negara demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Media berperan sebagai pengawal yang dapat dipercaya untuk mengungkap
kebenaran, kebohongan, dan kecurangan penyelenggara negara atau penguasa. Media massa
juga merupakan saluran informasi yang benar dan terpercaya, agar masyarakat mendapatkan
informasi dan mengetahui perkembangan terkini. Selain itu, sebagai jembatan informasi bagi
masyarakat pemerintah, pers juga memiliki fungsi hiburan, pendidikan, perubahan budaya
dan kontrol sosial. Masyarakat dapat memantau kegiatan pemerintah di semua kegiatan
Presiden dan pejabat pemerintah lainnya.
Tanpa media, masyarakat mungkin tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang
perkembangan kepolisian. Tercatat bahwa media berhasil mengungkap berbagai peristiwa
hukum melalui investigasinya, namun tanpa keterlibatan media beberapa kasus hukum
mungkin tidak akan terungkap ke publik. Bahkan peran media terkait penanganan tindak
pidana korupsi dalam mengontrol pengungkapan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat
penegak hukum, mulai dari penyidikan, penuntutan, persidangan, dan penangkapan. Media
memainkan tiga peran penting dalam memberantas korupsi, yaitu: mengungkap kasus korupsi
melalui pelaporan; melakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi dan mengawasi
perkara tindak pidana korupsi. Sehingga pada puncaknya peran media cenderung
menciptakan budaya malu bagi pelaku korupsi.
Di Indonesia, Citizen Journalism saat ini berkembang cukup baik. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya kegiatan informasi penduduk Indonesia. Sehingga hal ini menunjukkan
bahwa Citizen Journalism menjadi fenomena yang populer sehingga terus berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Perkembangan media online juga memperkuat perkembangan Citizen
Journalism, karena media online saat ini menjadi pilihan utama masyarakat untuk
mendapatkan informasi. Namun, Citizen Journalism dapat dikatakan tidak memiliki
perlindungan hukum. Citizen Journalism dipandang berbeda dari jurnalis profesional. Dalam
praktiknya, Citizen Journalism memiliki posisi yang dapat menimbulkan permasalahan
hukum. Hal ini tentu saja berbeda dengan jurnalis, meskipun dalam praktiknya dapat
dikatakan sebagai jurnalis, jurnalis mendapatkan perlindungan hukum tertentu dan jurnalis
warga tidak dapat digolongkan sebagai jurnalis. Padahal tujuan dari perlindungan hukum
adalah untuk menghindari perselisihan. Adanya kondisi di mana tidak memiliki Undang-
Undang yang mengatur jurnalisme warga, sehingga jurnalisme warga tidak memiliki badan
perlindungan hukum khusus. Oleh karena itu, perlu dikaji perlindungan hukum jurnalisme
warga, baik dalam bentuk undang-undang maupun kelembagaan. Seiring dengan
ketidakpastian hukum tersebut, membuat perkembangan usaha menjadi sulit jurnalistik di
berbagai media teknologi komunikasi di Indonesia.

II. Contoh Kasus


1. Kasus Malari Pada Masa Orde Baru

Era Orde Baru adalah periode masa pembungkaman media terbesar dalam sejarah
Indonesia. Masalah muncul di awal tahun 1970 an. Tanggal 15 Januari merupakan hari dimana
terjadinya peristiwa Malari, yang merupakan singkatan Malapetaka 15 Januari 1974. Peristiwa
ini bermula dari demonstrasi para mahasiswa yang berkembang menjadi kerusuhan besar. Hal
itu dimulai dari kedatangan Perdana Menteri Jepang saat itu Tanaka Kakuei. Saat itu di tahun
1974 pada tangga 14 Januari, mahasiswa mendemo kedatangan PM Jepang Tanaka Kakuei.
Para mahasiswa mendatangi Bandara Halim Perdanakusuma, namun gagal karena pengamanan
yang sedemikian rupa. Kemudian mahasiswa melakukan aksi demo ke jalanan karena adanya
ketidaksetaraan penanaman modal asing. Hal tersebut dinilai hanya menguntungkan beberapa
kelompok dan menyebabkan kerugian ke kelompok lainnya. Aksi demo tersebut pun menjadi
ricuh, diduga karena adanya provokator.

2. Kasus Watergate

Pada masa pemerintahan Richard Nixon di Amerika Serikat pada tahun 1972 yang
dikenal dengan kasus Watergate, dimana kasus ini telah mengubah banyak praktik politik dan
jurnalisme di Amerika Serikat, kasus ini juga telah membuat mundurnya Presiden Richard
Nixon, satu-satunya presiden Amerika Serikat yang mengundurkan diri dalam masa
jabatannya. Terungkapnya skandal Watergate yang melibatkan orang nomor satu di Amerika
Serikat pada masa tersebut tidak lepas dari peran dua wartawan The Washington Post Bob
Woodward dan Carl Bernstein yang secara rutin melakukan wawancara dengan sumber
misterius Deep Throat yang diduga adalah wakil kepala FBI, Mark Felt, tetapi ada juga media
yang menuliskan bahwa Deep Throat itu adalah presiden Nixon itu sendiri, dari tulisan hasil
wawancara wartawan tersebut, melaporkan adanya fakta-fakta keterlibatan Presiden Nixon
dalam kasus Watergate. Kasus tersebut memperlihatkan bahwa betapa pers memiliki kekuatan
dalam membongkar kecurangan yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa tertentu, dan
dapat memiliki kekuatan dalam mengontrol kecuangan-kecurangan yang ada di masyarakat
atau hal-hal yang merugikan masyarakat.

3. Kasus Pencemaran Nama Baik

Pimpinan Redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo, Bambang Harymurti dijatuhkan


hukuman 1 tahun penjara dalam kasus pencemaran nama baik Tomy Winata, seorang Pimpinan
Redaksi Rakyat Merdeka. Bambang Harymurti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindakan pidana, menyiarkan berita bohong dengan sengaja dan membuat keonaran di kalangan
masyarakat secara bersama-sama dan juga tindakan pemfitnahan secara bersama-sama.
Bambang Harymurti dinilai melanggar UU No 1/1946 KUHP pasal 310-311 tentang
menyiarkan berita bohong. Hal-hal yang meringankan, terdakwa sopan selama persidangan,
belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga.Yang memberatkan,
perbuatannya menyiarkan berita bohong membuat keonaran di tengah masyarakat. Dalam
vonisnya, tidak ada perintah untuk langsung menahan Harymurti. Harymurti juga menyatakan
banding atas putusan itu.
DAFTAR PUSTAKA

Arnus, Hadijah, Sri. “Jejak Perkembangan Sistem Pers Indonesia”. Al-Munzir Vol.8,
No.1, Hal. 103-113.

Bakri, Zainal. “Pengaruh Media Terhadap Pemerintah dan Politik Masa Orde Baru
dan Pasca Reformasi”. At-Tabayyun Vol.1, No.1, Hal. 99-114.

Syam, Kurniati, Nia. “Sistem Media Massa Indonesia di Era Reformasi”. Mediator
Vol.7, No.1, Hal.71-76.

Pradana Wirasatya Gede Cokorda, I Nyoman Putu Budiartha, I Wayan Arthanaya.


“Kedudukan Hukum Citizen Journalism Dalam Penyampaian Berita Kepada Masyarakat”.
Jurnal Preferensi Hukum Vol.3, No.2, Hal. 229-234.

Gautama Mahendra Agung Gede Dewa I dan I Wayan Novy Purwanto. “Pengaturan
Pembatasan Kebebasan Pers Dalam Penyebaran Informasi Di Indonesia”. Jurnal Kertha
Semaya Vol.8, No.10, Hal. 1618-1628.

Siregar Ashadi. “Media Pers dan Negara: Keluar dari Hegemoni”. Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Vol.4, No.2, Hal. 175-191.

Poti Jamhur. “Demokrasi Media Massa Dalam Prinsip Kebebasan”. Jurnal Ilmu Politik
dan Ilmu Pemerintahan Vol.1, No.1, Hal.26.

Budiyono. “Pemanfaatan Media Massa oleh Penegak Hukum Dalam Penanggulangan


Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Perspektif Vol.18, No.1, Hal. 3-6.

Anda mungkin juga menyukai