NIM : 21SB2140
Kelas : IK21C
ESSAY
Pertanyaan :
Jawaban :
Latar Belakang
Contoh Kasus:
Kebebasan Pers mulai sirna ketika terjadi peristiwa Malari ( Malapetaka 15 Januari
1974 ). Dalam peristiwa ini terjadi demonstrasi besar-besaran Jakarta. Demonstrasi ini
dipicu oleh kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka. Aksi tersebut berakar dari
ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah di bidang sosial dan
ekonomi. Sejak peristiwa Malari, pemerintah mulai memperhatikan dan menekan Pers.
Tekanan terhadap pers semakin terasa ketika pemerintah Orde Baru mengeluarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers. Undang-Undang
tersebut merupakan perubahan dari Undang-Undang No. 11 Tahun 1966.
Contoh Kasus:
Pada masa Orde Baru tepatnya pada periode 1980 an, pembredelan diakibatkan karena
kesewenangan Departemen Penerangan dalam mengatur pers. Melalui SIUPP Menteri
Penerangan berhak mencabut surat izin usaha penerbitan pers. Pers yang dianggap
mengganggu kestabilan politik, ekonomi dan sosial negara dapat langsung dibredel.
Tidak lain tujuannya untuk menjaga stabilitas nasional, keamanan, ketertiban dan
kepentingan umum. Hal ini terjadi pada surat kabar harian Tempo akibat pemberitaan
kampanye Partai Golkar yang rusuh. Pembredelan hingga mengakibatkan penutupan
perusahaan pers untuk selama-lamanya yang terjadi pada periode 1980 an.
Contoh Kasus:
Mantan Pimpinan Redaksi Banjarhits, Diananta Putera Sumedi, divonis bersalah oleh
majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dia dianggap
melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menayangkan
berita berjudul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel”. Akibat
pemberitaan dugaan penyerobotan lahan itu, Diananta diganjar hukuman penjara 3
bulan 15 hari. Majelis Hakim menilai karya jurnalistik Diananta bermuatan SARA dan
melanggar kode etik. Selain itu, laman Banjarhits dianggap tidak memiliki badan
hukum. Vonis hukuman disampaikan oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Meir
Elisabeth saat sidang di PN Kotabaru, Senin (10/8/2020).
Majelis Hakim menilai Diananta terbukti bersalah karena sengaja dan tanpa hak
menyebarkan infromasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan kelompeoek masyarakat tertentu berdasarkan atau suku,
agama, ras dan atar golongan. Ini sesuai pasal 28 UU ITE. Menanggapi vonis Majelis
Hakim, Diananta merasa kecewa. Sebab dia merasa kasusnya sudah berakhir di Dewan
Pers. Diananta masih mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil setelah
vonis. Apakah akan menempuh banding di Pengadilan Tinggi Kalsel atau menerima
putusan hakim. Majelis Hakim memberi waktu tujuh hari.
DAFTAR PUSTAKA
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/49551/uu-no-4-tahun-1967
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/49812/uu-no-11-tahun-1966
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/12083-25332-1-SM.pdf
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/47032/uu-no-21-tahun-1982
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45370/uu-no-40-tahun-1999
https://regional.kompas.com/read/2020/08/11/16142691/seorang-wartawan-di-kalsel-
divonis-3-bulan-penjara-karena-berita?page=all