Anda di halaman 1dari 12

PASANG SURUT KEBEBASAN PERS DI INDONESIA

Satrio Saptohadi
Fakultas Hukum UniversitasJenderal Soedirman Purwokerto
E-mail: satrio.saptohadi@unsoed.ac.id

Abstract

In the New Order of the press regulated by Law No. 11 Year 1966, Law No. 4 Year 1967 and Law no.
21 Year 1982 which is a product of the repressive Soeharto regime, whereas in the era of reform
after the resignation of Suharto's life enacted press Law No. 40 Year 1999 about the Press is full of
euphoria. During the New Order's authoritarian press system produces under the guide of Pancasila
press system that is free press and responsible, to the effect of press freedom in a way that is very
restrained by bridle and thrown into prison their anti-government . In the Reform era of the press
leading up to the liberal press system that is with the euphoria of freedom that went too far
because there is no regulation of the repressive provisions.

Key words : New order, the reform era and freedom of the press.

Abstrak

Di masa Orde Baru pers diatur dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1966, Undang-undang No. 4
Tahun 1967 dan Undang-undang No. 21 Tahun 1982 yang merupakan produk rezim Soeharto yang
represif, sedangkan di era Reformasi setelah lengsernya Soeharto kehidupan pers diberlakukan
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang penuh dengan euforia. Selama masa Orde Baru
menghasilkan sistem pers yang otoriter dengan kedok sistem pers Pancasila yaitu pers yang bebas
dan bertanggung jawab, sehingga akibatnya kebebasan pers sangat dikekang yaitu dengan cara
breidel dan menjebloskan ke penjara yang anti pemerintah. Di era Reformasi sistem pers menuju ke
sistem pers liberal yaitu dengan adanya euforia kebebasan yang kebablasan karena tidak ada lagi
ketentuan regulasi yang represif.

Kata kunci : Orde baru, era reformasi dan kebebasan pers.

Pendahuluan melainkan juga memainkan peran sosial politik


Jatuhnya Presiden Soekarno dari tampuk dan terlibat dalam pengambilan keputusan-ke-
kepemimpinan nasional, membuat Jenderal putusan politik; kedua, pengutamaan Golongan
Soeharto mulai memegang kendali pemerin- Karya; ketiga, magnifikasi kekuasaan di tangan
tahan dan masa tersebut disebut sebagai masa eksekutif; keempat, diteruskannya sistem pe-
Orde Baru. Di masa ini konsentrasi penyeleng- ngangkatan dalam lembaga-lembaga pewakilan
garaan pemerintahan negara menitikberatkan rakyat; kelima, kebijakan depolitisasi khusus-
pada aspek stabilitas politik dalam rangka me- nya masyarakat pedesaan konsep masa me-
nunjang pembangunan nasional. Untuk men- ngambang (floating mass); dan keenam, kontrol
dukung terwujudnya stabilitas politik dalam Arbriter atas kehidupan pers.1
rangka pembangunan nasional, maka dilakukan- Konsep Dwi Fungsi ABRI secara implisit
lah upaya-upaya pembenahan sistem ketata- sebenarnya sudah dikemukakan oleh Kepala
negaraan dan format politik dengan menonjol- Staf Angkatan Darat, Mayjen Abdul Haris
kan pada hal-hal berupa: pertama, Konsep Dwi Nasution pada tahun 1958. Menurut Nasution
Fungsi ABRI digunakan sebagai platform politik Dwi Fungsi ABRI merupakan konsep jalan te-
Orde Baru. ABRI (militer) tidak hanya berfungsi ngah. Prinsipnya menegaskan bahwa militer
sebagai alat pertahanan negara atau mesin pe-
rang dalam rangka menjaga kedaulatan negara, 1
B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara In-
donesia, Yogyakarta: Atmajaya, hlm. 106.
128 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

atau tentara tidak terbatas pada tugas pro- tama, Tap MPR No. 11/1983 tentang GBHN,
fesional militer belaka, melainkan juga mem- mengenai Penerangan dan Media Massa. Tap
punyai tugas-tugas lain di bidang sosial politik.2 ini merupakan perintah MPR kepada Presiden
Dalam perkembangannya, Orde Baru (1966- sebagai Mandataris MPR untuk dilaksanakan;
1998) diawali dengan gagalnya pemberontakan kedua, Undang-undang No. 11/1996 Jis Undang-
G 30 S/PKI pada tahun 1965. Kemudian adanya undang No. 4 Tahun 1967 dan Undang-undang
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) No. 21 Tahun 1982 tentang Undang-undang
1966 dari Presiden Soekarno kepada Letjend Pokok Pers yang telah diperbaiki dan disem-
Soeharto. Pemerintah Orde Baru bertekad un- purnakan; ketiga, Peraturan Pemerintah se-
tuk mempertahankan dan melaksanakan Panca- bagai peraturan organiknya dari Undang-undang
sila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen Pokok Pers tersebut, seperti di antaranya PP
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa No. 19/1970 tentang Dewan Pers; keempat,
dan bernegara.3 Beberapa dari Peraturan Menteri Penerangan,
Kebijakan Orde Baru mendukung sepe- seperti di antaranya Peraturan Menpen No.
nuhnya pers Pancasila untuk berperan kembali 01/Per/Menpen/1967 tentang Wartawan, Per-
dalam masyarakat menyuarakan aspirasi rakyat aturan Menpen No.02 /Per/Menpen/1969 ten-
yang sebelumnya dibungkam oleh Soekarno tang Penerbitan Pers dan Peraturan Menpen
(Masa Orde Lama). Pada awal Orde Baru, pers No. 01/Per/Menpen/1984 tentang Surat Izin
aktif mengamankan dan membantu pemerintah Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)
dalam menertibkan gejolak serta peristiwa Presiden Soeharto meletakkan jabatan-
yang ada dalam masyarakat, baik dalam lingkup nya pada tanggal 21 Mei 1998 dan diganti oleh
politik maupun dalam lingkup kemasyarakatan Wakil Presiden BJ. Habibie. Pergantian jabatan
sebagai kelanjutan dari sisa-sisa antagonisme tersebut menurut sementara pihak merupakan
Orde Lama.4 langkah konstitusional, sebab Pasal 8 UUD 1945
Proses perkembangan dan peranan pers telah menegaskan bahwa jika Presiden mang-
nasional kemudian dibentuk suatu undang-un- kat, berhenti atau tidak dapat melakukan ke-
dang yang mengatur keberadaan dan peranan wajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti-
pers nasional. Tujuan utama dari undang-un- kan oleh Wakil Presiden sampai habis waktu-
dang tentang ketentuan pokok pers untuk nya. Dengan tumbangnya rezim Orde Baru,
memberikan jaminan hukum/kedudukan hukum maka dimulailah penataan sistem ketatane-
pers agar dapat menjalankan fungsinya sebaik- garaan menuju konsolidasi sistem demokrasi di
baiknya dan dapat melaksanakan tugas ke- Indonesia. Konsolidasi yang paling penting di
wajibannya, serta menggunakan hak-haknya sini tidak lain adalah dengan melakukan per-
untuk terwujudnya pers nasional yakni Pers ubahan dan penggantian berbagai Peraturan
Pancasila. Perundang-undangan yang dirasa tidak mem-
Peraturan perundang-undangan yang me- berikan ruang gerak bagi kehidupan demo-
ngatur tugas pemerintah dalam membina per- krasi.5
tumbuhan dan perkembangan pers adalah per- Tahun 1998 gerakan reformasi berhasil
menumbangkan rezim Orde Baru. Keberhasilan
2 gerakan ini melahirkan peraturan perundang-
Ali Moertopo, 1982, Strategi Pembangunan Nasional,
Jakarta: CSIS, hlm. 190; Lihat dan Bandingkan dengan undangan sebagai pengganti peraturan perun-
Sumali, “Urgensi TNI di Bingkai Konstitusi Dalam Pers- dang-undangan yang menyimpang dari nilai-
pektif Yuridis Politis”, Jurnal Hukum Respublica, Vol. 3
No. 1, Tahun 2003, Pekanbaru: Fakultas Hukum Univer- nilai Pancasila, yaitu Undang-undang No. 40 Ta-
sitas Lancang Kuning, hlm. 49-64. hun 1999 tentang Pers. Peraturan ini berbeda
3
Nurhasan, “Pasang Surut Penegakan HAM dan Demokrasi
di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, Vol. 6 No. 2, dengan UU No. 11 Tahun 1966 jo UU No. 4
Juni 2005, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasun-
dan, hlm. 217.
4 5
Adhi Priamarizki, 2008, Demokrasi dan Kebebasan Pers, Lihat M. Nur Hasan, “Tantangan Demokrasi di Indo-
Vol. 5 No. 1, Tahun 2008, Jakarta: Jurnal Sentris Pusat nesia”, Jurnal Aspirasi, Vol. 16 No. 1, Juli 2006, Jakar-
Pengkaji Pers, hlm. 45. ta: Magister Ilmu Hukum Trisakti, hlm. 33-40.
Pasang Surut Kebebasan Pers di Indonesia 129

Tahun 1967 jo UU No. 21 Tahun 1982 yang Pemaparan substansi UUD 1945 memberi-
memberi kewenangan kepada pemerintah un- kan implikasi atas peran pers dalam konteks
tuk mengontrol sistem pers, UU No. 40 Tahun demokrasi. Pers diartikan sebagai bagian (sub-
1999 lebih memberi kewenangan kontrol ke- sistem) dari sistem yang lebih besar, yaitu
pada masyarakat antara lain terletak pada pa- sistem komunikasi. Sistem komunikasi dapat
sal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”dalam dilihat sebagai bagian atau sub sistem dari
upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan sistem yang lebih besar (yaitu sistem masya-
meningkatkan kehidupan pers nasional, diben- rakat) yang dilayaninya. Suatu sistem komuni-
tuk Dewan Pers yang independen”. Adapun kasi sebenarnya terkandung (inherent) dalam
Pasal 17 menyatakan bahwa masyarakat dapat setiap sistem masyarakat. Corak dari sistem
melakuan kegiatan untuk mengembangkan ke- komunikasi di dalam suatu masyarakat tidak
merdekaan pers dan menjamin hak memper- dapat ditentukan oleh corak, bentuk dan ke-
oleh informasi yang diperlukan, kegiatan ter- ragaman masyarakat itu sendiri.
sebut berupa memantau dan melaporkan ana- Pada umumnya orang melihat sistem pers
lisis mengenai pelanggaran hukum, etika dan itu dikaitkan dengan bentuk sistem sosialnya,
kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan dan selalu dihubungkan dengan sistem peme-
oleh pers; dan menyampaikan usulan dan saran rintahan yang ada atau bentuk negara dimana
kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan sistem pers itu berada. F. Rachmadi berpen-
meningkatkan kualitas pers nasional. 6 dapat:
Agar penyelenggaraan pemerintah yang Sistem pers memang tidak terlepas hu-
baik dapat tercapai maka dibutuhkan peran bungannya dengan sistem sosial dan
pers yang bebas berekspresi dan berinformasi sistem politik dari suatu masyarakat atau
bangsa, karena hubungan pers itu adalah
merupakan wujud dari kemerdekaan pers yang dengan pemerintah dan masyarakat, di
merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat mana hubungannya atau interaksinya itu
dan menjadi unsur yang sangat penting untuk tidak bisa dihilangkan. Jadi sistem pers
menciptakan kehidupan bermasyarakat, ber- itu tidak akan terlepas dari pengaruh pe-
bangsa dan bernegara yang demokratis.7 mikiran atau filsafat yang mendasari sis-
tem masyarakat dan sistem pemerin-
Secara konsititusional, kemerdekaan me- tahan, dimana pers itu berada dan ber-
nyatakan pikiran dan pendapat (HAM) di Indo- operasi.8
nesia dijamin dalam UUD 1945 setelah aman-
demen, yaitu Pasal 28 yang menyatakan bahwa Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini di
kemerdekaan berserikat dan berkumpul menge- maksudkan untuk menganalisis kebebasan pers
luarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan di Indonesia pada masa Orde Baru dan Era
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Reformasi menurut ketentuan peraturan per-
Pasal 28 F yang menyatakan bahwa Setiap undang-undangan yang berlaku.
orang berhak untuk berkomunikasi dan mem-
peroleh informasi untuk mengembangkan pri- Pembahasan
badi dan lingkungan sosialnya, serta berhak un- Pengertian Pers
tuk mencari, memperoleh, memiliki, menyim- Pengertian pers dibatasi pada pengertian
pan, mengolah dan menyampaikan informasi sempit dan pengertian luas, seperti dikemuka-
dengan menggunakan segala jenis saluran yang kan oleh Oemar Seno Adji, Pers dalam arti
tersedia. sempit seperti diketahui mengandung pe-
nyiaran-penyiaran pikiran, gagasan ataupun
berita-berita dengan jalan kata tertulis. Se-
6
http://adiprakosa.blogspot.com/2008/01/sistem-pers- baliknya, pers dalam arti yang luas memasuk-
indonesia.html,hlm.7, diakses tanggal 9 Oktober 2009 kan di dalamnya semua media mass communi-
7
M. Djamil Usamy, “Kebebasan Pers dan kaitannya de-
ngan Penegakan Hak Asasi Manusia”, Jurnal Ilmu Hukum
8
Kanun, Vol. 24 No. 9, Tahun 1999, Banda Aceh: Fakultas F. Rachmadi, 1990, Perbandingan Sistem Pers, Jakarta:
Hukum Universitas Syiah Kuala, hlm. 524. Gramedia, hlm. 14.
130 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

cations yang memancarkan fikiran dan perasaan Sistem Pers dan Kebebasan Pers
seseorang baik dengan kata-kata tertulis mau Menurut W.J.S. Poerwadaminta sistem
pun dengan kata-kata lisan. Ditegaskan oleh adalah sekelompok bagian (alat dan sebagai-
Commission on The Freedom of The Press, nya) yang bekerja bersama-sama untuk melaku-
bahwa: “If will be understood that we ae using kan sesuatu maksud. Apabila salah satu bagian
the term “press” to include all means of rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya,
communicating to the public newspapers, ma- maka maksud yang hendak dicapai tidak akan
gazines, or books, by radio broadcast, by terpenuhi, atau setidak-tidaknya sistem yang
television, or by films”. 9 telah terwujud akan mendapat gangguan. 10
Pers mempunyai dua sisi kedudukan, Ciri sistem adalah berorientasi pada tuju-
yaitu pertama merupakan medium komunikasi an dengan perilakunya atau segala kegiatannya
yang tertua di dunia, dan kedua pers sebagai bertujuan. Secara umum tujuan sistem adalah
lembaga masyarakat dan juga sistem politik. menciptakan atau mencapai sesuatu yang ber-
Sebagai medium komunikasi, pers harus sang- harga, sesuatu yang mempunyai nilai (value).
gup hidup bersama-sama dan berdampingan Pada umumnya orang melihat suatu sistem
dengan lembaga-lembaga lainnya dalam suatu (pers) itu dikaitkan dengan bentuk sosialnya,
keserasian. Dalam hal ini, sifat hubungan an- dan selalu dihubungkan dengan sistem peme-
tara satu sama lainnya tidak akan luput dari rintahan yang ada atau bentuk negara dimana
landasan falsafah dan ideologi yang dianut oleh sistem pers berada dan beroperasi. Setelah
masyarakatnya dan juga struktur/sistem politik Perang Dunia II berakhir dan kemudian me-
yang berlaku. masuki perang dingin antara Barat dan Timur,
Pengertian pers menurut Undang-undang Fred S. Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur
No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-keten- Schramm tampil dengan empat macam teori
tuan Pokok Pers Pasal 1 ayat (1) adalah seba- persnya untuk menjelaskan perkembangan kon-
gai berikut: disi di dunia. Keempat teori pers yang dike-
Pers adalah lembaga kemasyarakatan alat mukakan oleh Fred S. Siebert dan kawan-
revolusi yang mempunyai karya sebagai kawan itu (The four theories of the press,
salah satu media komunikasi massa yang Empat Teori Pers), terdiri dari: 11
bersifat umum berupa penerbitan yang
teratur waktu terbitnya diperlengkapi
atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat Teori Pers Otoritarian
teknik lainya. Kehidupan pers yang pertama muncul
adalah teori otoritarian karena erat kaitannya
Adapun pengertian pers menurut Pasal 1 dengan pandangan filosofis tentang hakikat
ayat (1) Undang-undang No. 40 Tahun 1999 negara dan masyarakat. Menurut teori ini, ne-
tentang pers: gara dianggap sebagai ekspresi tertinggi dari
Pers adalah lembaga sosial dan wahana organisasi kelompok manusia, mengungguli ma-
komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, syarakat dan individu. Negara merupakan hal
memperoleh, memiliki, menyimpan, me- terpenting dalam pengembangan manusia se-
ngolah dan menyampaikan informasi baik utuhnya. Di dalam dan melalui negara manusia
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, mencapai tujuannya sehingga tanpa negara
serta data dan grafik maupun dalam manusia tetap menjadi manusia primitif. Hu-
bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik dan sega- bungan antara pers dan negara pada saat teori
la jenis saluran yang tersedia. ini lahir ada dalam kerangka yang demikian itu.

9 10
Mahdor Syatri, ”Kebebasan Pers: Demokrasi vs Regu- W.J.S. Poerwadaminta, 1976, Kamus Umum Bahasa
lasi”, Majalah Sriwijaya, Vol. 38 No. 2, Tahun 2004, Pa- Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 1955.
11
lembang: Pusat Penelitian Universitas Sriwijaya, hlm. Krisna Harahap, 2003, Pasang Surut Kemerdekaan Pers
35. di Indonesia, Bandung: PT. Grafitri, hlm. 1-7.
Pasang Surut Kebebasan Pers di Indonesia 131

Prinsip-prinsip utama teori ini adalah me- Prinsip utama teori pers tanggung jawab
dia selamanya (akhirnya) harus tunduk pada sosial dapat ditandai sebagai berikut: media
penguasa yang ada; penyensoran dapat di- mempuyai kewajiban tertentu kepada masya-
benarkan; kecaman tidak dapat diterima ter- rakat; kewajiban tersebut dipenuhi dengan
hadap penguasa atau penyimpangan dari ke- menetapkan standar yang tinggi atau profesio-
bijaksanaan resmi; dan wartawan tidak mem- nal tentang keinformasian, kebenaran, obyek-
punyai kebebasan di dalam organisasinya. tivitas, keseimbangan dan sebagainya; dalam
menerima dan menerapkan kewajiban tersebut,
Teori Pers Libertarian media seyogyanya dapat mengatur diri sendiri
Kalau pada teori pers otoriter tekanan di dalam kerangka hukum dan lembaga yang
diberikan kepada negara maka dalam teori pers ada; dan media seyogyanya menghindarkan
liberal beralih kepada individu dan masyarakat segala sesuatu yang mungkin menimbulkan ke-
yang kemudian melahirkan pemikiran-pemikir- jahatan yang mengakibatkan ketidaktertiban
an tentang demokrasi. Dalam pemikiran yang umum atau juga penghinaan terhadap minoritas
demikian itu, fungsi utama masyarakat adalah etnik atau agama.
untuk memajukan kepentingan anggotanya
sehingga faham ini membagikan posisi negara Teori Pers Komunis (Marxist, Totaliter)
sebagai ekspresi manusia yang tertinggi. Teori ini bertolak pangkal dari ajaran Karl
Ciri-ciri pers yang merdeka berdasarkan Marx tentang perubahan sosial. Menurut teori
teori libertarian dapat diperinci sebagai komunis, pers sepenuhnya merupakan alat ne-
berikut. Pertama, publikasi bebas dari setiap gara. Konsekuensinya, pers harus tunduk ke-
penyensoran pendahuluan; kedua, penerbitan pada pemerintah. Pers tidak lebih alat dari
dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang Partai Komunis yang berkuasa, media harus
tanpa memerlukan izin atau lisensi; ketiga, melakukan apa yang terbaik bagi partai dan
kecaman terhadap pemerintah, pejabat atau pemerintah. Ciri-ciri teori ini dapat dirinci se-
partai politik tidak dapat dipidana; keempat, bagai berikut: media berada di bawah pengen-
tidak ada kewajiban mempublikasikan segala dalian kelas pekerja, karena itu melayani ke-
hal; kelima, publikasi ”kesalahan” dilindungi pentingan kelas tersebut; media tidak dimiliki
sama halnya dengan publikasi kebenaran dalam secara pribadi; masyarakat berhak melakukan
hal-hal yang berkaitan dengan opini dan sensor dan tindakan hukum setelah terjadinya
keyakinan; keenam, tidak ada batasan hukum peristiwa, publikasi anti masyarakat.
terhadap upaya pengumpulan informasi untuk
kepentingan publikasi; dan ketujuh, wartawan Sistem Pers dan Kebebasan di Masa Orde Baru
punya otonomi profesional dalam organisasi Konsep kemerdekaan pers di sini adalah
mereka. sebagai terjemahan dari the freedom of the
press, yang secara sederhana dapat dianalogi-
Teori Pers Tanggungjawab Sosial kan dengan arti free from the dom, atau bebas
Teori tanggung jawab sosial berdasarkan dari penguasa. Dalam perspektif sejarah, pe-
pandangannya kepada suatu prinsip bahwa ngakuan dan perlindungan hak untuk merdeka
kemerdekaan pers mempunyai kewajiban untuk dari pengaruh atau tekanan penguasa sudah di
bertanggung jawab kepada masyarakat guna mulai sejak deklarasi Magna Charta (1215).
melaksanakan tugas-tugas pokok yang dibeban- Khusus dalam bidang pers, secara eksplisit
kan kepada komunikasi massa dalam masya- ditetapkan di dalam Pasal 12 Virginia Bill of
rakat modern dewasa ini. Di sini prinsip kemer- Right (15 Mei 1776) tentang kemerdekaan per-
dekaan itu masih dipertahankan dengan penam- suratkabaran. Piagam Virginia ini kemudian di
bahan tugas dan beban bahwa kemerdekaan masukkan ke dalam Konstitusi Amerika Serikat
yang dimiliki haruslah disertai kewajiban-ke- (1787). Pada tahun 1789, Piagam Virginia itu di
wajiban sebagai tanggung jawab. adopsi pula oleh Prancis menjadi Declaration
132 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

de droits de l’homme et du citoyen, atau Na- nya, pada pasal berikutya yaitu Pasal 20 ayat 1
skah Pernyataan Hak Asasi Manusia dan Warga- Undang-undang No. 11 Tahun 1966 dikatakan
negara. ”Untuk menerbitkan pers diperlukan Surat Izin
Di Indonesia masalah kemerdekaan/ ke- Terbit.13
bebasan pers adalah apakah sudah sesuai de- Undang-undang No. 11 Tahun 1966 ini
ngan konstitusi serta undang-undang yang ber- kemudian diganti dengan Undang-undang No.
kaitan dengan fungsi dan peranan pers dalam 21 Tahun 1982 tentang SIUPP, tetapi yang
kehidupan demokrasi. Hal ini sangat penting terjadi secara substansial tidak ada perubahan.
dirumuskan, mengingat pengalaman selama ini, Kontrol pemerintah terhadap pers melalui
hampir setiap sistem politik menyebut dirinya keharusan mendapatkan surat izin terbit makin
demokratis dan menjamin adanya kebebasan kuat. Bagi yang tidak punya izin, tidak boleh
pers, tetapi dalam praktiknya otoriter dan menerbitkan pers. Selain terjadi pembatasan-
membelenggu pers.12 Pada rezim Orde Lama, pembatasan yang dikaitkan dengan kepentingan
misalnya dengan kembalinya Indonesia mema- pemerintah juga cenderung melahirkan praktik
kai Undang-undang Dasar 1945 dan mengguna- korupsi, karena permintaan terhadap surat izin
kan sistem politik pemerintahan presidensil begitu banyak, tetapi mendapatkannya begitu
pada tahun 1959 sampai 1966 yang terjadi ke- sulit.
mudian adalah sebaliknya. Demokrasi yang Demikianlah realitas pers Indonesia di
seharusnya tanpa embel-embel, diubah men- masa Orde Baru. Kemerdekaan pers secara sis-
jadi terpimpin atau dipimpin oleh seseorang, tematis dikebiri melalui Undang-undang Pokok
sedangkan kemerdekaan pers yang seharusnya Pers Nomor 11 Tahun 1966 kemudian diganti
dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945, justru dengan Undang-undang Pokok Pers Nomor 21
dikebiri. Tahun 1980. Pengebirian itu dilakukan dalam
Begitu juga halnya dengan Orde Baru, pa- bentuk pemberlakuan SIUPP; pembredelan pers
da mulanya memang mengiming-iming ter- melalui pencabutan SIUPP; pembatasan fungsi
jaminnya kemerdekaan pers dengan dikeluar- pers melalui pemanggilan-pemanggilan warta-
kannya Undang-undang Pokok Pers Nomor 11 wan dan pemimpin redaksi oleh penguasa; dan
Tahun 1966. Undang-undang ini sebetulnya han- melalui teror telepon bahkan ancaman fisik dan
ya semacam cek kosong yang kalau dipraktikkan pembunuhan. 14
tidak sesuai dengan yang tertulis. Dalam kon- Jelas sekali bahwa kemerdekaan pers ti-
sideran undang-undang ini disebutkan bahwa dak hanya dipasung melalui pembatasan-pem-
pers harus mencerminkan kehidupan demokra- batasan melalui kegiatan jurnalistiknya seperti
si, karena itu, berbagai ketentuan yang ber- pembredelan, budaya telepon, ancaman, bah-
kaitan dengan ketentuan pers, misalnya, Pen- kan pembunuhan terhadap wartawan yang di-
pres Nomor 6 Tahun 1963 tentang pembinaan nilai menganggui kepentingan orang yang dekat
pers dicabut. dengan kekuasaan.15 Pada acara-acara briefing
Sepintas, Undang-undang No. 11 Tahun terhadap para pemimpin redaksi, tak jarang
1966 ini memberikan kemerdekaan pers, tetapi pula dipesankan agar tidak memuat berita ke-
jika ditelusuri lagi pasal-pasalnya, ternyata di giatan mahasiswa di halaman depan. Gejala ini
balik itu terdapat berbagai belenggu bagi ke- terus berlangsung hingga menjelang kejatuhan
hidupan pers di Indonesia. Coba lihat, misalnya
13
dalam Pasal 4 Undang-undang No. 11 Tahun Istilah Surat Izin Terbit diganti melalui Undang-undang
Pokok Pers Nomor 21 Tahun 1982 tentang Surat Izin
1966, disebutkan ”Terhadap pers nasional tidak Usaha Penerbitan Pers. Ketentuan ini sebetulnya, sama
dikenakan sensor dan pembredelan”. Celaka- dengan produk hukum represif dalam Peperti Nomor 10
Tahun 1960 di era Demokrasi Terpimpin.
14
Krisna Harahap, op.cit., hlm. 53.
15
Sebagai contoh adalah kasus Fuad Muhammad Syafrudin
12
Johanes Usfunan, ”Jaminan dan perlindungan kebebas- atau biasa dipanggil Udin, wartawan harian Bernas,
an Pers di Indonesia”, Majalah ilmiah Kertha Wicaksa- Yogyakarta, adalah salah seorang korban pembunuhan
na, Vol. 5 No. 9, Tahun 1999, Denpasar: Fakultas Hu- di era Orde Baru. Hingga kini kasus Udin hilang bagai
kum Universitas Warmadewa, hlm. 6 ditelan bumi tak tahu ujung pangkalnya lagi.
Pasang Surut Kebebasan Pers di Indonesia 133

Orde Baru. Bersamaan dengan penekanan ter- dolar Amerika Serikat, banyaknya utang luar
hadap kemerdekaan pers, hal yang sama juga negeri yang dipakai untuk proyek fiktif, tinggi-
dilakukan terhadap para mahasiswa, misalnya nya inflasi, dan munculnya pemutusan hubung-
dengan dilakukannya penculikan dan penem- an kerja, serta pengangguran besar-besaran.
bakan mahasiswa Universitas Trisakti di Jakar- Hal ini mengakibatkan kian tingginya tingkat
ta, pada aksi menuntut Soeharto mundur dari penolakan rakyat terhadap rezim Orde Baru di
jabatan Presiden (Mei 1998). Bahkan, dalam bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto.16
kurun waktu yang hampir bersamaan, beberapa Kehidupan pers seperti di atas kemudian
penerbit anti pemerintah, seperti Tabloid De- berdampak terhadap corak isi penerbitan di In-
lik, Majalah Berita Tempo, dan Editor dicabut donesia yang cenderung menjadi instrumen
SIUPP nya oleh pemerintah pada tahun 1996. bisnis para pemilik modal dengan melupakan
Majalah SINAR, yang waktu itu penulis pimpin fungsi kontrol sosialnya. Di satu sisi, terkesan
sebagai pemimpin redaksi, mendapat peringat- terjadi perubahan yang signifikan dalam per-
an keras terakhir dari Deppen, karena memuat kembangan pers di Indonesia, dengan ditandai
berita penyerangan kantor DPP PDIP di Jalan banyaknya jumlah surat kabar, majalah dan
Diponegoro Jakarta, serta memuat foto uskup televisi swasta. Akan tetapi, di sisi lain, gejala
Belo di sampul depan setelah ia mendapat ha- ini diiringi pula dengan menguatnya rezim oto-
diah Nobel Perdamaian. Pencabutan SIUPP Ma- riter yang tak terjamah oleh kritik dan kontrol
jalah Tempo, berkaitan dengan pembongkaran pers. Berdasarkan fenomena pers yang demiki-
kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan an, mana mungkin pers dapat melakukan fungsi
Wakil Presiden BJ Habibie yang diduga melaku- kontrol karena hak hidupnya sangat tergantung
kan manipulasi pembelian kapal perang bekas pada SIUPP yang dikuasai pemerintah.
Jerman Timur, sedangkan Tabloid Delik dan Selain itu, sistem politik Orde Baru yang
Majalah Editor dinilai tidak loyal terhadap pe- otoriter dan korup itu, ternyata tak sekuat yang
merintah, dan selalu memberitakan kegiatan tampak di permukaan. Hal ini, antara lain, di
mahasiswa dengan porsi yang besar. Oleh ka- sebabkan kekuasaan yang dimilikinya tidak se-
rena itu, SIUPP ketiga penerbitan itu dicabut penuhnya didukung oleh entitas demokrasi, an-
oleh Deppen tanpa melalui proses pembuktian tara lain oleh pers yang bebas menyampaikan
dan hukum yang adil dan benar. Pencabutan kritik dan kontrol.17 Seperti dikatakan, kehadir-
itu, pasti menggunakan dasar hukum Permen- an kemerdekaan pers sebenarnya dapat mem-
pen Nomor 1 Tahun 1984 setelah mendengar perkokoh masyarakat dan penguasa sehingga
Dewan Pers. Dengan kata lain, selain Menteri terhindar dari kebobrokan yang pada gilirannya
Penerangan, Dewan Pers ikut bertanggung menyebabkan kejatuhannya. Faktanya, faktor
jawab terhadap pembredelan tanpa melalui utama yang menyebabkan tumbangnya Orde
proses peradilan. Baru adalah terlalu banyaknya kebobrokan pe-
Melalui uraian di atas terlihat dengan je- merintah, seperti banyaknya hutang luar negeri
las keterkaitan antara pemasungan, sensor dan Indonesia, tingginya tingkat korupsi, macetnya
pembredelan pers dengan konfigurasi politik peran lembaga demokrasi, seperti legislatif,
yang otoriter, serta semakin maraknya praktik termasuk dibelenggunya kemerdekaan pers.
buruk birokrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Tesis yang mengatakan bahwa gerakan
Rezim otoriter dan korup itu berjalan tanpa mahasiswa berkaitan erat dengan pemberitaan
kontrol sama sekali dan menyebabkan lahirnya mass media, tidak sepenuhnya benar. Hal ini
rezim yang tampak kokoh dari luar, akan tetapi disebabkan, setelah pemerintah mengeluarkan
di dalamnya rapuh. berbagai produk hukum represif yang mem-
Realitas demikian pada akhirnya mem-
16
B. Hestu Cipto Handoyo, op.cit., hlm. 240.
buat ekonomi bangsa Indonesia bertambah ter- 17
D.N Susilastuti, “Kebebasan Pers Pasca Orde Baru”,
puruk. Lebih-lebih akibat krisis moneter yang Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (JSP), Vol. 4 No. 2,
Tahun 2000, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
diawali dengan depresiasi nilai rupiah terhadap
Politik Universitas Gadjah Mada, hlm. 228.
134 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

belenggu kemerdekaan pers, terbukti tidak 1998. Begitu pula halnya dalam bidang politik
mampu membendung aksi-aksi mahasiswa me- hukum termasuk dalam bidang kemerdekaan
lawan Orde Baru, yang pada akhirnya meng- pers.
akibatkan kekuasaan Soeharto tumbang (21 Mei DPR yang menyetujui pencabutan UU No-
1998). Kejatuhan konfigurasi politik Orde Baru mor 21 tahu 1982 melalui UU Nomor 40 Tahun
kemudian melahirkan suatu rezim baru yang 1999 merupakan produk hukum yang dibuat le-
dikenal dengan konfigurasi politik reformasi. gislatif hasil pemilu yang dinilai sangat demo-
Pengukuhan teori otoriter dilakukan me- kratis. 19 Dalam konteks UU Nomor 40 Tahun
lalui peraturan perundang-undangan oleh pe- 1999, hukum merupakan variabel berpengaruh,
merintah, pembredelan dan sebagainya. Oleh kemudian konfigurasi politik sebagai variabel
karena keberadaan pers sepenuhya dimaksud- terpengaruh.
kan untuk menunjang pemerintah yang bersifat Produk hukum pada era reformasi ten-
otoriter itu, maka pemerintah langsung me- tang pers ini dapat dikatakan sebagai sapu ja-
nguasai dan mengawasi kegiatan media massa. gatnya kemerdekaan pers Indonesia, setelah
Akibatnya, sistem pers yang berlaku sepenuh- sekitar dua puluh delapan tahun didera pem-
nya dikendalikan oleh pemerintah. Di sini pers belengguan oleh rezim Orde Baru. Dikatakan
berfungsi dari atas ke bawah (top down). sebagai sapu jagat karena undang-undang ini
Penguasalah yang menentukan apa yang akan menghapus semua ketentuan represif yang
diterbitkan, sebab kebenaran merupakan mo- pernah berlaku pada era Orde Baru, seperti:
nopoli mereka yang berkuasa. Dalam keadaan Pasal 9 ayat 2 UU No. 40 Tahun 1999 meniada-
yang demikian fungsi pers sekedar menyampai- kan keharusan mengajukan SIUPP untuk mener-
kan apa yang diinginkan oleh penguasa untuk bitkan pers; Pasal 4 ayat 2 UU Nomor 40 tahun
diketahui oleh rakyat. Kalaupun ada kebebasan 1999 menghilangkan ketentuan sensor dan
yang dapat dinikmati oleh pers, maka hal pembredelan pers; dan Pasal 4 ayat 2 juncto
tersebut tergantung kepada kemurahan hati Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999: me-
penguasa yang memiliki kekuasaan mutlak. lindungi praktisi pers dengan mengancam hu-
Prinsip-prinsip utama teori ini adalah kum pidana dua tahun penjara atau denda Rp.
media selamanya (akhirnya) harus tunduk pada 500.000 juta bagi yang menghambat kemer-
penguasa yang ada; penyensoran dapat di- dekaan pers.
benarkan; kecaman tidak dapat diterima ter- Selain menghapus berbagai kendala ke-
hadap penguasa atau penyimpangan dari kebi- merdekaan pers tersebut di atas, UU Nomor 40
jaksanaan resmi; dan wartawan tidak mem- Tahun 1999 juga memuat isi pokok sebagai be-
punyai kebebasan di dalam organisasinya. 18 rikut. Pertama, Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun
Dengan demikian, sistem pers dan kebebasan 1999: kemerdekaan pers adalah perwujudan
pers pada masa Orde Baru sangat condong dari kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-
otoriter, sesuai dengan Teori Pers Otoritarian prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi
dari Fred S. Siebert. hukum; dan kedua, Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 40
Tahun 1999: Kemerdekaan pers adalah hak
Sistem Pers dan Kebebasan di Era Reformasi asasi warga negara yang hakiki dan dalam
Berakhirnya pemerintahan Presiden Soe- rangka menegakkan keadilan dan kebenaran,
harto pada tanggal 21 Mei 1998 telah membawa serta memajukan dan mencerdaskan bangsa.
bangsa Indonesia kepada pusaran tuntutan pe-
rubahan yang fundamental dalam segenap bi-
dang kehidupan berbangsa dan bernegara. 19
Pemilu 1999 dinilai demokratis karena setiap pemilih
Tuntutan reformasi hukum merupakan salah sa- dapat melaksanakan asas pemilu bebas, umum dan
rahasia, serta dipantau oleh banyak Lembaga Swadaya
tu yang berembus demikian kuat sejak Mei Masyarakat lokal dan internasional yang independen,
termasuk juga dipantau oleh Presiden AS, Jimmy Cater,
Pemilu 1999, juga dilakukan transparan oleh lembaga
18
Krisna Harahap, op.cit., hal. 3. independen yang dipilih melalui proses demoratis.
Pasang Surut Kebebasan Pers di Indonesia 135

Pembebasan kegiatan pers dari belenggu bitan, kemudian pada tahun 1999 jumlah pe-
rezim Orde Baru di era reformasi, ada tali te- nerbitan melonjak drastis menjadi 1687.
malinya dengan realitas produk hukum represif Menteri Komunikasi dan Informasi, Syam-
dan konfigurasi politik otoriter yang dirasakan sul Muarif sering mengatakan bahwa pada era
sangat pahit selama tiga puluh dua tahun Orde reformasi ini kemerdekaan pers dan kedudukan
Baru. Berbagai penyempurnaan, penghapusan pers sangat kuat. Hal itu digambarkan, betapa
dan pembuatan nilai-nilai baru yang relevan de- pemerintah sangat berhati-hati dalam menang-
ngan nilai-nilai demokrasi dan hukum responsif gapi berita dan kritik tentang pers dalam hal
merupakan antitetis dari keadaan sebelumnya Daerah Operasi Militer di Ambon. Begitu kuat-
yang membelenggu pers Indonesia. nya pengaruh dan kedudukan pers di era Re-
Gejala ini mirip dengan kejadian awal formasi, sehingga kedudukan pers Indonesia
kejatuhan Orde Lama yang diikuti lahirnya pro- bukan lagi sebagai pilar keempat demokrasi,
duk hukum responsif pada pasca Orde Lama tetapi menjadi pilar pertama demokrasi. Jadi
dalam bidang pers, misalnya melalui Tap MPRS gejala pers di Indonesia, bukan lagi sebagai
Nomor XXXII/1966 dan UU Nomor 11 Tahun pilar keempat demokrasi seperti yang dijuluki
1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dalam teori the four estate of democracy life.
TAP MPRS Nomor XXXII/1966 itu menegaskan, Gejala kemerdekaan pers di Indonesia, ter-
kemerdekaan berdasarkan amanah Pasal 28 Un- cermin pula melalui hasil survey organisasi
dang-undang Dasar 1945 mutlak segera di Reporter Without Border, di Paris tahun 2002,
wujudkan. bahwa kemerdekaan pers di Indonesia terbaik
Demikian pula halnya gejala pada awal di Asia Tenggara.
Reformasi, Pasal 28 UUD 1945 yang sudah di Kebebasan ini bukanlah tanpa kekhawa-
injak-injak oleh rezim sebelumnya, kembali tiran, terutama tampak dengan adanya kritik-
masuk dalam perumusan produk hukum res- an-kritikan dari pihak pemerintah dan kelom-
ponsif dalam bidang pers, yaitu UU Nomor 40 pok masyarakat tertentu.20 Kritikan itu sangat
Tahun 1999. UU Nomor 40 tahun 1999, telah variatif, ada yang menyoroti kelemahan-ke-
menghidupkan kembali isi Pasal 28 UUD 1945 lemahan dalam proses pemberitaan yang di
tentang pentingya kemerdekaan pers yang anggap kurang balance antara kepentingan
terkubur melalui Tap MPR Nomor IV/1978 dan masyarakat dan kepentingan (tingkat oplah)
UU Nomor 21 tahun 1982 pada era Orde Baru. pers. Pihak pers dinilai cenderung mengutama-
Pencabutan yuridis yang membelenggu kan konsep berita yang kurang objektif,
kemerdekaan pers Orde Baru itu ternyata me- sensasional dan sangat partisipan; kemudian
nimbulkan euforia atau pesta pora kemer- pada level etis kemanusiaan kebebasan pers itu
dekaan pers. Hal itu terjadi karena setiap orang dinilai telah mengangkangi nilai dan norma
bebas mendirikan penerbitan, tanpa keharusan moral kemasyarakatan dan telah meruntuhkan
memiliki SIUPP, serta dijamin tidak ada sensor kaidah jurnalistik itu sendiri. Kenyataannya,
dan pembredelan. Dampaknya, penerbitan pers dalam rapat dengar pendapat yang dihadiri
tumbuh bagai jamur di musim hujan. Hal ini oleh perwakilan kalangan pers, antara lain :
memungkinkan bagi setiap warga masyarakat Aliansi Jurnalis Independen (AJI), PWI dan MPPI
profesional maupun amatir dapat mendirikan dengan anggota Panitia Ad Hoc I BP MPR masih
penerbitan pers. menunjukkan keragu-raguan dan kecemasan
Berdasarkan data yang dihimpun Serikat terhadap kebebasan pers. Mereka mengkhawa-
Penerbit Surat Kabar (SPS), pada era Reformasi tirkan kebebasan pers akan menjadi sebebas-
terjadi kenaikan jumlah penerbitan yang sangat
20
signifikan setelah keran kemerdekaan pers Lihat dan bandingkan dengan Joko Tutuko dan Abdul
Latif, ”Reformasi Dan Kebebasan Pers: Respon Insan
dibuka tahun 1999. Pada tahun 1997, jumlah Pers Terhadap UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers”,
me-ia cetak di Indonesia memiliki 289 pener- Jurnal Publica, Vol. 4 No. 1, Tahun 2008, Malang: Fa-
kultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muham-
madiyah, hlm. 27-31.
136 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

bebasnya, sehingga mereka menyatakan bahwa Selatan untuk membayar uang sebesar 1 juta
kebebasan pers itu perlu diatur. Reaksi ini me- dollar, karena sebuah tulisan di koran Tempo
rupakan rejuvenansi konsep pengekangan pers edisi 6 Februari berjudul ”Guberur Ali Mazi
oleh pemerintah pra transisi. Kekhawatiran Bantah Tomy Winata Buka Usaha Judi”. Tulisan
tersebut senada dengan kecurigaan pemerintah ini dinilai menciptakan opini bahwa Tomy
bahwa kebebasan pers yang tanpa kontrol telah adalah musuh masyarakat.
melahirkan satu model kebebasan pers yang Setelah kebebasan pers Indonesia mulai
saat ini sudah berlebihan dan menjadi sumber menggelinding, banyak orang yang mengkhawa-
kekuasan baru. Kekhawatiran masyarakat ter- tirkan bahwa pemberitaan pers yang sensa-
hadap kebebasan pers, juga muncul dalam ben- sional akan berakibat bagi pemunduran bang-
tuk aksi perlawanan dari masyarakat dalam sa. Proses pembodohan akan terkristalisasi me-
bentuk kekerasan pers. Hal ini antara lain di lalui dunia pers. Berawal dari sinilah muncul
tandai dengan penyerangan terhadap harian berbagai ancaman terhadap pers, seperti isu
Jawa Post di Surabaya oleh Banser (Barisan Ser- SARA, tekanan massa, bahkan legal resent-
ba Guna) Anshor yang merupakan pendukung ment (ancaman gugatan), business interest (ke-
Presiden Abdurrahman Wahid. pentingan bisnis), suap dan sebagainya. Satu
Catatan AJI dalam laporan tahunan perio- hal yang kini menonjol sebagai ancaman adalah
de 2004 menyebutkan, terdapat 32 kasus gugat- kekecewaan terhadap pers bebas, yang jika
an terhadap media dan jurnalis, yang meliputi: dicermati bisa menjadi satu opini publik luas di
pertama, kasus Redaktur Harian Rakyat Mere- masyarakat, yang disebut pers kebablasan. Na-
ka, Supratman yang mempublikasikan isi berita mun, lebih baik pers kebablasan daripada tidak
berupa penghinaan terhadap Presiden. Ia di bebas sama sekali. Tesis ini mencoba menelisik
nyatakan bersalah dan divonis dengan 6 bulan pergeseran paradigma ”mekanistik” ke paradig-
penjara dengan masa percobaan 12 bulan. Ia di ma ”holistik” tentang kebebasan pers. Feno-
nyatakan terbukti melakukan penghinaan de- mena kebebasan pers ini harus dilihat dalam
ngan sengaja terhadap presiden yang diatur keseluruhannya, dalam arti kebebasan pers
dalam pasal 134 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. dilihat dalam kaitannya dengan nilai-nilai kul-
Kemudian majalah Tempo dua tahun terakhir tur, sosial, politik dan ekonomi semua persoal-
ini harus bolak-balik ke pengadilan guna me- an dalam negara yang kita alami sekarang
layani kasus yang dibawa ke meja hijau oleh adalah suatu harapan yang berlebihan.
pengusaha Tomy Winata. Ada sejumlah kasus Suatu studi komparatif di beberapa ne-
yang diajukan Tomy Winata baik ke Pengadilan gara demokrasi menunjukkan adanya persesuai-
Negeri Jakarta Pusat maupun dan Pengadilan an antara demokrasi dan kebebasan. Demokrasi
Negeri Jakarta Selatan. Salah satu dari bebe- mengimplikasikan adanya kebeba-san sipil dan
rapa kasus tersebut diputuskan oleh Pengadil- politik, yaitu kebebasan untuk berbicara, me-
an Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan nerbitkan, berkumpul dan berorganisasi. Garis
Tempo bersalah dalam kasus pencemaran nama persinggungan antara demokrasi dan kebebasan
baik, akibat pemberitaan di majalah Tempo pers merupakan rantai kehidupan manusia da-
edisi 3-9 Maret 2003 yang berjudul ”Ada Tomy lam dimensi politisnya yang saling interdepen-
di Tenabang”. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dentif antara nilai-nilai dan kepentingan.21
meminta Tempo untuk meminta maaf setengah Pada praksisnya, kebebasan pers berputar
halaman di Koran Tempo, Media Indonesia dan pada perdebatan dan kontroversi antara pola
Warta Kota, dan setengah halaman di majalah kepentingan dua arah; kepentingan pemerintah
Tempo selama tiga kali berturut, untuk me-
mulihkan nama baik Tomy Winata. Sementara
21
Lihat dan Bandingkan dengan Abdul Muis, ”Perlindung-
dalam kasus yang lainnya lagi antara Koran an Hukum Terhadap Kebebasan Pers Pada Masa Orde
Tempo vs Tomy Winata, Koran Tempo divonis Baru Dan Era Awal Reformasi”, Jurnal Ilmu Hukum
Kanun, Vol. 10 No. 26, Tahun 2000, Banda Aceh: Fakul-
oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
tas Hukum Universitas Syiah Kuala, hlm. 774-788.
Pasang Surut Kebebasan Pers di Indonesia 137

untuk menjaga rahasia politik, keutuhan dan Kini kebebasan pers sedang mengalami
kedaulatan negara, dokumen rahasia dan pola kemajuan. Kalau pada era Orde Baru terdapat
kebijakan terhadap publik, dengan kepentingan ketentuan tentang pembredelan yang jelas-
masyarakat yang menutut partisipasi aktif da- jelas diatur dalam UU yang lama, yang menye-
lam menyalurkan aspirasi politik mereka, dan babkan pemerintah dapat menghentikan pro-
untuk memperoleh informasi tanpa melanggar duksi media yang berseberangan dengan peme-
keutuhan hak kebebasan pribadi setiap indivi- rintah, namun ketentuan itu tidak ada lagi da-
du. Sejatinya, kebebasan pers dalam menye- lam UU No. 40 Tahun 1999. Meskipun demi-
barluaskan informasi kepada masyarakat tanpa kian, UU yang baru ini tidak menjamin adanya
adanya pembatasan baik dalam bentuk regulasi perubahan di tingkat pelaksanaan. Masih saja
maupun dengan tindakan kekerasan. Pers nasio- terjadi kriminalisasi terhadap pers.
nal bebas mempunyai hak untuk mencari, mem- Adanya pergantian aktor dalam memusuhi
peroleh dan menyebarluaskan tanpa gangguan pers yang tadinya negara, kemudian diganti
maupun swasensor baik dari pemilik media itu oleh kroni-kroni negara yang berusaha mem-
sendiri maupun dari pihak pemerintah dalam batasi, mulai dari pengusaha, pejabat negara,
bentuk regulasi. kemudian tokoh-tokoh masyarakat yang bisa
Regulasi dalam bentuk UU tentang pers membayar advokat dengan harga tinggi.
yang membatasi ruang gerak pers memang Menurut teori pers liberal, pers bukan
tidak ada, namun yang dirisaukan oleh insan instrumen pemerintah, akan tetapi sarana hati
pers adalah terjadinya kriminalisasi yang men- masyarakat untuk mengawasi pemerintah dan
jadi ancaman terhadap kebebasan pers, pada- menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya.
hal seharusnya kalaupun terdapat pemberitaan Karena itu, pers seharusnya bebas dari peng-
yang keliru, dapat mengikuti mekaisme yang awasan dan pengaruh pemerintah. Itulah se-
diatur dalam UU Pers, seperti hak jawab dan babnya di dalam masyarakat liberal, kemer-
hak koreksi; bukan dengan cara memenjarakan dekaan pers dipandang sebagai suatu hal yang
wartawan, itu yang menjadi suatu kekeliruan sangat pokok karena dari kemerdekaan pers
Kasus kriminalisasi terhadap pers dapat dilihat yang tumbuh di suatu negara merupakan baro-
pada Kasus Tempo, Rakyat Merdeka, Radar Yog- meter dari kemerdekaan yang dimiliki oleh ma-
ya, kemudian kasus Suara Indonesia Baru (SIB) syarakat. Karena itu sensor dipandang sebagai
Medan, yang menurunkan serial investigasi ten- restriksi yang inkonstitusional terhadap kemer-
tang judi illegal yang dibekingi oleh pejabat dekaan pers. Hal tersebut dipandang sebagai
Sumatera Utara. Kemudian sekelompok anak suatu pelanggaran terhadap prinsip atau
muda yang dipolitisir masuk dan mengobrak- gagasan ”pers merdeka”.
abrik SIB. Kasus-kasus kriminalisasi terhadap Ciri-ciri pers yang merdeka berdasarkan
pers merupakan masalah yang sangat dirisaukan teori libertarian dapat diperinci sebagai
oleh kalangan jurnalis dan media. berikut: publikasi bebas dari setiap penyensor-
Pers sebagai salah satu pilar demokrasi an pendahuluan; penerbitan dan pendistribusi-
mempunyai fungsi kontrol dan melakukan pe- an terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan
ngawasan terhadap hal-hal yang berkaitan de- izin atau lisensi; kecaman terhadap pemerin-
ngan kepentingan publik. Dalam UU pers di tah, pejabat atau partai politik tidak dapat di
jelaskan bahwa media mempunyai peranan pidana; tidak ada kewajiban mempublikasikan
untuk melakukan kontrol sosial, pengawasan segala hal; publikasi ”kesalahan” dilindungi sa-
untuk mencegah terjadinya penyelewengan dan ma halnya dengan publikasi kebenaran dalam
penyalahgunaan.22 hal-hal yang berkaitan dengan opini dan ke-
yakinan; tidak ada batasan hukum terhadap
upaya pengumpulan informasi untuk kepenting-
22
Daud Aidir Amin, ”Membangun Optimalisasi Kebebasan
Pers di Tengah Konservatisme Penegakan Hukum”, Jur- jakan, Vol. 2 No. 2, Tahun 2008, Jakarta: Departemen
nal Ilmiah Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebi- Hukum dan Hak Asasi Manusia, hlm. 19.
138 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 11 No. 1 Januari 2011

an publikasi; dan wartawan punya otonomi pro- Harahap, Krisna. 2003. Pasang Surut Kemer-
fesional dalam organisasi mereka. 23 Berdasar- dekaan Pers di Indonesia. Bandung: PT.
kan hal tersebut di atas maka sistem pers dan Grafitri;
kebebasan pers di era reformasi dikategorikan Hasan, M. Nur. “Tantangan Demokrasi di Indo-
nesia”, Jurnal Aspirasi. Vol. 16 No. 1. Ju-
pers liberal dari Fred S Siebert.
li 2006. Magister Ilmu Hukum Trisakti;
Moertopo, Ali. 1982. Strategi Pembangunan Na-
Penutup
sional. Jakarta: CSIS;
Pada masa Orde Baru (1966-1998) peme-
Muis, Abdul. ”Perlindungan Hukum Terhadap
rintah menitik beratkan pada aspek stabilitas Kebebasan Pers Pada Masa Orde Baru Dan
politik dalam rangka menunjang pembangunan Era Awal Reformasi”. Jurnal Ilmu Hukum
nasional. Regulasi mengenai pers diatur dengan Kanun. Vol. 10 No. 26. Tahun 2000. Ban-
Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ke- da Aceh: FH Universitas Syiah Kuala;
tentuan-ketentuan Pokok Pers jo Undang-un- Nurhasan. “Pasang Surut Penegakan HAM dan
dang No. 4 Tahun 1967 jo Undang-undang No. Demokrasi di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hu-
kum Litigasi. Vol. 6 No. 2. Juni 2005.
21 Tahun 1982 dan juga Peraturan Menteri Pe-
Bandung: FH Universitas Pasundan;
nerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin
Priamarizki, Adhi. “Demokrasi dan Kebebasan
Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang meng-
Pers”, Jurnal Sentris-Pusat Pengkaji
hasilkan pers yang otoriter dengan kedok sis- Pers. Vol. 5 No. 1. Tahun 2008;
tem pers Pancasila yaitu sistem pers yang
Poerwadaminta, WJS. 1976. Kamus Umum Ba-
otoriter, maka kebebasan pers sangat dikekang hasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka;
yaitu dengan cara breidel (pembatalan SIUPP) Rachmadi, F. 1990. Perbandingan Sistem Pers.
serta menjebloskan ke penjara mereka yang Jakarta: Gramedia;
dianggap anti pemerintah. Sedangkan di era Sumali. “Urgensi TNI di Bingkai Konstitusi Da-
Reformasi (1998-sekarang), tuntutan reformasi lam Perspektif Yuridis Politis”, Jurnal
hukum merupakan salah satu yang berembus Hukum Respublica. Vol. 3 No. 1. Tahun
demikian kuat sejak Mei 1998. Begitu pula hal- 2003. FH Universitas Lancang Kuning;
nya dalam bidang politik hukum termasuk ke- Susilastuti, DN. “Kebebasan Pers Pasca Orde
bebasan pers. Dalam keadaan ini lahirlah Baru”, Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
(JSP). Vol. 4 No. 2. Tahun 2000.
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
yang dibuat oleh legislatif hasil pemilu yang Politik Universitas Gadjah Mada;
dinilai sangat demokratis. Berdasarkan Undang-
Syatri, Mahdor. ”Kebebasan Pers: Demokrasi vs
undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers men- Regulasi”, Majalah Sriwijaya. Vol. 38 No.
jurus ke sistem pers liberal yaitu dengan ada- 2. Tahun 2004. Palembang: Pusat Peneli-
nya euforia kebebasan yang kebablasan karena tian Universitas Sriwijaya;
tidak ada lagi ketentuan regulasi yang represif. Tutuko, Joko dan Abdul Latif. ”Reformasi Dan
Kebebasan Pers: Respon Insan Pers
Daftar Pustaka Terhadap UU No. 40 Tahun 1999 Tentang
Pers”. Jurnal Publica. Vol. 4 No. 1. Ta-
Amin, Daud Aidir. ”Membangun Optimalisasi hun 2008. FISIP Universitas Muhammadi-
Kebebasan Pers di Tengah Konservatisme yah Malang;
Penegakan Hukum”. Jurnal Ilmiah Pusat Usamy, M. Djamil. “Kebebasan Pers dan kai-
Pengkajian dan Pengembangan Kebijak- tannya dengan Penegakan Hak Asasi Ma-
an. Vol. 2 No. 2. Tahun 2008. Jakarta: nusia”, Jurnal Ilmu Hukum Kanun. Vol.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manu- 24 No. 9. Tahun 1999. Banda Aceh: Fa-
sia; kultas Hukum Universitas Syiah Kuala;
Handoyo, B Hestu Cipto. 2009. Hukum Tata Ne- Usfunan, Johanes. ”Jaminan dan perlindungan
gara Indonesia. Yogyakarta: Atmajaya; kebebasan Pers di Indonesia”. Majalah il-
miah Kertha Wicaksana. Vol. 5 No. 9. Ta-
hun 1999. Denpasar: Fakultas Hukum Uni-
23
Krisna Harahap, Op.Cit., hlm. 5.
versitas Warmadewa.

Anda mungkin juga menyukai