net/publication/277743157
CITATION READS
1 8,409
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Now, my project is Crowdfunding in Muslim countries and/or Islamic Crowdfunding View project
All content following this page was uploaded by Sentot Imam Wahjono on 31 January 2016.
Abstract
Suksesi dalam perusahaan keluarga menempati posisi strategis khususnya
dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Tidak banyak perusahaan
keluarga yang mampu bertahan sampai generasi ke-tiga dan seterusnya. Untuk itu
diperlukan perencanaan suksesi yang matang. Terdapat hubungan antara
keberhasilan suksesi dengan kinerja dalam perusahaan keluarga. Meskipun juga
dipengaruhi oleh variabel etnik (Jawa, Madura, dan Cina) dan variabel antar
generasi (generasi 1, 2, dan 3 dan seterusnya) terdapat hubungan positif.
Keywords: perusahaan keluarga, etnik Jawa, Madura, Cina, suksesi antar generasi.
Pendahuluan
Banyak bisnis keluarga yang sulit melewati 3 generasi (Widyasmoro,
2008). Kebanyakan perusahaan keluarga terlibat dalam konflik yang
berkepanjangan untuk memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan. Banyak
permasalahan yang melingkupi bisnis keluarga sehubungan dengan suksesi. Pada
umumnya pemegang pucuk kekuasaan perusahaan keluarga menyadari bahwa
dengan perencanaan yang baik akan didapatkan pemimpin perusahaan yang baru
dengan kualitas dan kapabilitas serta penerimaan yang baik dari sebagian besar
komponen pendukung perusahaan keluarga.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Institute untuk
the Family Business Review (Hall, 2008), diketahui bahwa hanya 30% dari
keseluruhan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga bisa bertahan pada masa
transisi antar generasi pada generasi ke-dua, sementara itu hanya 12% mampu
bertahan pada generasi ke-tiga dan hanya 3% saja yang mampu berkembang
sampai pada generasi ke-empat dan seterusnya. Hal ini yang membuat bertumbuh
suburnya idiom dalam perusahaan keluarga bahwa: “generasi pertama yang
mendirikan, generasi ke-dua yang membangun, dan generasi ke-tiga yang
merusak”.
Suksesi generasi pertama, dimana pendiri perusahaan keluarga sudah
merasa tidak kuat lagi memegang kendali perusahaan, biasanya karena factor usia,
1
2
merasa bahwa para pelanjutnya kurang siap, seperti dalam kasus perusahaan
keluarga Lombardi (Lansberg, 1999). Sementara itu bagi perusahaan generasi ke-2
terdapat permasalahan lain sehubungan dengan suksesi, yaitu pada umumnya
pemegang puncak kendali perusahaan merasa sulit memutuskan dalam memilih
pengganti. Pertimbangan loyalitas dan kedekatan emosional antara suksesor
menjadi masalah pelik yang sulit dipecahkan (Baer, 2007). Dan bila perusahaan
keluarga telah mencapai generasi ke-tiga terdapat pergeseran permasalahan yaitu
apakah memilih suksesor dari dalam anggota keluarga (Kellerman, et al, 2008)
ataukah dari luar dengan pertimbangan profesionalisme (Hall, 2008) tingkat
pendidikan (Royer, 2008), kecakapan pengelolaan usaha, dan gender (Harveston,
1997). Lebih jauh, ketika terjadi permasalahan suksesi di perusahaan keluarga
generasi ke-empat, kebanyakan permasalahan suksesi disebabkan oleh factor-
faktor tata-nilai dari karyawan sehubungan dengan budaya perusahaan (Zulfikar,
2004).
Adalah menarik untuk meneliti suksesi dalam perusahaan keluarga karena
ternyata banyak perusahaan besar tingkat dunia yang sampai sekarang masih
bertahan (sustain), bermula dari perusahaan keluarga yang berhasil melaksanakan
suksesi kepemimpinan dalam perusahaannya. Beberapa perusahaan kelas dunia
seperti Motorola, Nordstrom, Bakrie, Gudang Garam, sampai sekarang tetap
sebagai perusahaan keluarga meskipun mereka telah menjadi perusahaan yang
telah terdaftar sebagai perusahaan publik dalam bursa pasar modal.
Miller dan Miller (2005) menyatakan bahwa, meskipun telah menjadi
perusahaan publik, Nordstrom, Inc. tetap sebagai perusahaan dengan karakteristik
perusahaan keluarga. Nordstrom, Inc. adalah perusahaan perdagangan retail khusus
di bidang pakaian, sepatu, kosmetik, asesoris dan produk-produk fashion. Sebagai
perusahaan yang berbasis di seattle, Washington, Amerika Serikat, perusahaan
keluarga ini mempunyai 166 toko yang berlokasi di 28 negara bagian. Perusahaan
keluarga ini didirikan di tahun 1901. Saat ini keluarga Norstrom mempunyai 3
direktur dari 11 anggota dewan direktur dalam perusahaan termasuk Presiden
Direktur yaitu Blake W. Nordstrom, 48 tahun. Keluarga Nordstrom juga masih
memegang kendali dalam keputusan-keputusan strategis perusahaan dan
mempunyai 27,9% kepemilikan saham (source: http://www.nordstrom.com/ ).
Tidak jauh berbeda dengan Nordstrom, Inc., Grup Gudang Garam juga
masih mempertahankan karakteristiknya sebagai perusahaan keluarga. Menurut
Basri dan Eng (2004), PT Gudang Garam sebagai satu dari empat perusahaan
terbesar di Indonesia adalah pabrikan rokok sigaret terbesar di Indonesia, dan
perusahaan publik terbesar ke-dua di lantai Bursa Efek Indonesia. PT Gudang
Garam didirikan di Kediri Jawa Timur di tahun 1958 oleh almarhum Surya
Wonowidjojo dan kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Rachman
Halim (meninggal dunia tahun 2008). Kepemilikan saham oleh keluarga
Wonowidjojo mengalami penurunan, di tahun 1985 tercatat 94% saham
perusahaan dimiliki oleh keluarga, menurun menjadi 80% di tahun 1996 dan terus
menurun menjadi 76% di tahun 2000. Meskipun terus mengalami penurunan porsi
kepemilikan saham, PT Gudang Garam sebagai entitas bisnis tetap mempunyai
kinerja yang baik. Sampai dengan tahun 2004, PT Gudang Garam masih
merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang paling menguntungkan,
terutama bila dilihat dari indicator imbal hasil atas asset (ROA) dan imbal hasil
atas ekuitas (ROE) yang masing-masing menunjuk angka lebih dari 20% sampai
3
30%. Kinerja usaha ini juga diperlihatkan saat terjadi krisis ekonomi dan periode
setelahnya.
Ilustrasi dua perusahaan di atas menunjukkan keistimewaan perusahaan
keluarga dalam perekonomian suatu Negara. Sebagai perusahaan keluarga yang
telah menjalani suksesi masih tetap dan bahkan bisa meningkatkan kinerja
perusahaan. Bahkan beberapa perusahaan keluarga berhasil menunjukkan kinerja
terbaiknya saat periode krisis melanda suatu Negara. Hal ini merupakan
pendidikan ekonomi yang baik bagi masyarakat dunia usaha.
KAJIAN PUSTAKA
A. Peran Perusahaan Keluarga
Beberapa penelitian tentang perusahaan keluarga telah mencatatkan peran
yang sangat signifikan dari perusahaan keluarga atas pertumbuhan ekonomi suatu
Negara. Perusahaan keluarga telah member kontribusi yang sangat besar bagi
kegiatan ekonomi. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan bukan keluarga yang
mengalami pasang surut pertumbuhan, perusahaan keluarga justru menunjukkan
kinerja yang stabil dan cenderung meningkat. Sebagai dampak dari itu, perusahaan
keluarga mampu member sumbangan antara 45% sampai 70% dari Produk
Domestik Kotor (GDP) dan banyak menyerap tenaga kerja di banyak Negara
(Glassop dan Waddell, 2005).
Meskipun terdapat perbedaan antar Negara, persentase sumbangan
perusahaan keluarga di suatu Negara secara rata-rata adalah di atas 60%. Jadi,
secara umum perusahaan keluarga menempati posisi utama khususnya di Negara-
negara yang menganut system ekonomi pasar. Dengan kata lain, di Negara-negara
dengan system pasar, keberadaan perusahaan keluarga sangat menonjol dan
mempunyai derajat keberlanjutan (sustainability) yang tinggi.
Berdasarkan data dari International Family Enterprise Research Academy
(2003), perusahaan keluarga menempati posisi penting dalam perekonomian suatu
Negara-negara di dunia. Sebagai contoh, di Amreika Serikat, dimana diperkirakan
96 persen dari keseluruhan perusahaan adalah perusahaan keluarga. Sedangkan di
Italy jumlah itu sedikit lebih kecil yaitu 93%. Sementara itu di Chili, 75% dari
keseluruhan perusahaan dapat digolongkan sebagai perusahaan keluarga, di Belgia
sebanyak 70%, di Spanyol sebanyak 75%, sedangkan di Australia bagian
perusahaan keluarga adalah 75% dari keseluruhan unit bisnisnya.
Selain itu, perusahaan keluarga memberikan sumbangan yang besar
terhadap pembentukan Produk Nasional Kotor (GNP). Di Amerika Serikat 40%
dari GNPnya disumbangkan oleh perusahaan keluarga. Perusahaan keluarga di
Brazil dan Portugal menyumbangkan 65% GNP, sedangkan perusahaan keluarga
di Australia menyumbangkan 50% GNP. Di Indonesia, sumbangan perusahaan
keluarga terhadap pembentukan GNP adalah sebesar 80% (Casillas, Jose C.,
Fransisco J. Acedo and Ana M. Moreno, 2007: 22-24).
Berdasar data BPS (2007) yang telah menyelenggarakan Survey Ekonomi
Nasional (Susenas) di tahun 2006, di Indonesia terdapat 48.929.636 perusahaan.
Dari sejumlah itu, sebanyak 90,95% dapat dikategorikan sebagai perusahaan
keluarga. Data susenas tersebut juga menyebutkan bahwa perusahaan keluarga
menyumbang 53,28% dari GDP dan menyerap 85.416.493 orang sebagai tenaga
kerja atau 96,18% dari seluruh angkatan kerja.
4
John Davis dan Morris Taguiri (Hoover, 2000: 61) menyatakan bahwa terdapat
tiga (3) elemen pengaruh dalam bisnis keluarga, seperti terlihat dalam gambar 1,
yaitu :
7
GAMBAR 1
Tiga Elemen Bisnis Keluarga Taguiri
BISNIS
KELUARGA
KEPEMILIKAN
Tabel 2.
Matrix Aturan Hubungan Bisnis Keluarga Taguiri
terjadi tumpang tindih peran, dan adanya kemungkinan “gangguan” dari anggota
keluarga Putri yang lain, maka sang Ibu memberikan “mainan lain” kepada anak-
anak yang tak kebagian tongkat suksesi. Ada yang mengelola spa, untuk
perawatan kecantikan tubuh, juga ada yang mengelola kontruksi yang sesuai
dengan bakat dan pendidikan anak. Sedang anak yang lain yang tidak kebagian
jabatan eksekutif tetap dilibatkan dalam menjaga bendera perusahaan dengan
menempatkannya dalam jabatan komisaris.
Bagi pendiri perusahaan keluarga, keberhasilan suksesi adalah ujian akhir
kejayaannya (Tracey, 2001: 115-116). Adalah sulit untuk memahami mengapa
suksesi seringkali merupakan isu yang sensitive, khususnya bagi perusahaan
keluarga generasi pertama. Orang yang mendirikan dan membesarkan, merasa
sedih untuk mati, dan kegagalan membuat renacana suksesi merupakan hal yang
egois dan tolol. Adalah hal yang tak bisa diacuhkan apabila karena penanganan
suksesi yang buruk tersebut membuat pesaing mendapat keuntungan yang
signifikan. Menurut Alan Carsrud, konsultan perusahaan keluarga dari Amerika
dalam Brännback M., Carsrud, A. L., Hudd, I., Nordberg, L. & Renko, M. (2006)
menyarankan beberapa hal untuk rencana suksesi yang berhasil (golden rules for
succession-planning) yaitu:
1. Susun harapan tentang tugas dan peran secara jernih.
2. Gaji berbasis kinerja actual, bukan berdasar kebutuhan personal.
3. Atur untuk supervisi, pemantauan, dan saran bagi mentor yang bukan
keluarga.
4. Sediakan tanggung jawab yang sesungguhnya atas kinerja yang
sesungguhnya.
5. Putar penugasan untuk periode yang bermakna.
6. Sediakan prosedur tertulis bagi anggota keluarga yang ingin
meninggalkan perusahaan keluarga.
Ketika pengelola dan pemilik awal pension, terdapat dua isu terpisah, yaitu:
1. Pension dari menjalankan bisnis atau
2. Pension sebagai pemilik dan pengendali utama.
Yang kedua seringkali seakan-akan berjalan dengan baik setelah kejadian yang
pertama terjadi. Beberapa hal yang terjadi seperti permohonan saran dari generasi
yang lebih muda adalah hal yang menyenangkan. Hal ini menyadarkan generasi
tua bahwa roda bisnis sekarang telah beralih ke tangan generasi yang lebih muda.
Meskipun demikian, selama kepemilikan masih berada di tangan generasi yang
lebih tua, perasaan gundah dari generasi tua bisa diminimalisir. Perasaan inilah
yang membuat banyak orang merasa nyaman untuk mencoba menjalankan bisnis
meskipun mereka tidak memiliki kendali mutlak. Merujuk pada permasalahan
kepemilikan dan pengendalian, Connolly, Graham and Christopher Jay, (1996:
177) merekomendasikan sejumlah 30% dari kepemilikan yang dipindahkan kepada
generasi yang lebih muda agar generasi yang lebih muda bersemangat dalam
mengelola dan memajukan perusahaan keluarga namun bagai generasi yang lebih
tua merasa aman dan tanpa rasa khawatir atas kelajutan bisnisnya di perusahaan
keluarga.
Dalam hubungannya dengan suksesi, Craight (2003) dalam studinya
menemukan beberapa hal, yaitu:
(a) Generasi pendiri mempunyai derajat individualitas dan kepercayaan
(self-belief) yang lebih tinggi disbanding generasi kedua atau ketiga dari
perusahaan keluarga.
(b) Generasi pendiri berbeda secara signifikan dengan generasi ketiga (tapi
tidak dengan generasi kedua) pada masalah-masalah pelaksanaan
(direction) dan perencanaan.
Ketika proses suksesi sedang berjalan, hal terpenting untuk diingat adalah
seharusnya terdapat uji pendahuluan untuk mengukur ketepatan suksesor dalam hal
peraturan terdahulu dengan kebiasaan yang berjalan. Terdapat beberapa uji,
(Lansberg, 2007) seperti: uji kualifikasi (qualifying test), uji ketabahan (self-
imposed test), uji loyalitas (circumference test), dan uji politis (political test).
Oleh karenya, diperlukan model suksesi yang sesuai dengan dengan kondisi
perusahaan keluarga di Indonesia, khususnya untuk kelas ekonomi kecil dan
menengah. Model suksesi juga diharapkan dapat menjawab beberapa pertanyaan
seperti:
1. Kapan waktu yang paling tepat dalam melakukan suksesi,
2. Bagaimana proses dan tahapan suksesi berlangsung,
3. Apa yang perlu disiapkan,
4. Siapa yang harus berpartisipasi saat perencanaan suksesi berlangsung
dan diimplementasikan,
5. Bagaimana komposisi saham diantara anggota keluarga.
DAFTAR RUJUKAN
Baer, Greg. 2007. Real Love in the Workplace: Eight Principles for Consistently
Effective Leadership in Business. GA: Blue Ridge Press, Rome.
Basri, M. Chatib and Pierre van der Eng. 2004. Business in Indonesia: New
Challenges, Old Problems. Singapore: ISEAS.
Bernard, B. 1975. The development of organization structure in the family firm.
Journal of General Management. Autumn, 42-60.
Biro Pusat Statistik. 2007. National Economic Census (Susenas) in 2006. Jakarta:
BPS. Electronic resources download: Sunday, January 11st, 2009. At
www.depkop.go.id
Brännback M., Carsrud, A. L., Hudd, I., Nordberg, L. & Renko, M. 2006.
Perceived Success Factors In Start Up And Growth Strategies: A
Comparative Study Of Entrepreneurs, Managers, And Students. Journal of
Applied Psychology.
Cale, Priscilla. 2008. Family Business Succession – A Process … Not an Event.
Connecticut: University of Connecticut Family Business Program.
Electronic resources download: Thursday, March 5th, 2009. At:
http://www.business.uconn.edu/ FamilyBusiness/E-
newsletter/July2008/SuccessionProcess.asp.
Carsrud, Alan. L. 1994 Meanderings of a Resurrected Psychologist or, Lessons
Learned in Creating a Family Business Program. Entrepreneurship: Theory
and Practice, Vol. 19, p: 40.
Casillas, Jose C., Fransisco J. Acedo and Ana M. Moreno. 2007. International
Entrepreneurship in Family Business, Northampton: Edward Elgar
Publishing, Inc.
Chua, Jess H., James J. Chrisman and Pramodita Sharma. 1999. Defining the
Family Business by Behavior. Entrepreneurship: Theory and Practice.
Summer 1999 v23 i4 p19. Baylor University. Electronic resources
download: on Sunday, March 2nd, 2009. At:
http://faculty.utep.edu/LinkClick.aspx?fileticket&26055.
Churchill, N.C., & Hatten, K.J. 1987. Non-market based transfers of wealth and
power: A research framework for family businesses. American Journal of
Small Business. 11(3), 51-64.
Connolly, Graham and Christopher Jay. 1996. The Private World of Family
Business. Melbourne: FT Pitman Publishing.
Craig, Justin B.L. 2003. An Investigation and Behavioural Explanation of Family
Businesser Functioning. A Dissertation submitted to the School of Health
Sciences for the Degree of Doctor of Philosophy. Gold Coast: Bond
University.
Davis, P and D. Stern, 1988, Adaptation, survival and growth of the family
business: an integrated systems perspective, Family Business Review.
1(1): 69-85.
Donckels, R. and Frohlich, E., 1991, Are family businesses really different?
European experiences from STRATOS, Family Business Review. 4(2):
149-160.
Drucman, Daniel. 2005. Doing Research: Methods of Inquiry for Conflict Analysis.
California: Sage Publication Inc.
14
Glassop, Linda and Dianne Waddel. 2005. Managing the Family Business.
Heidelberg: Heidelberg Press.
Hall, Anika, Mattias Nordqvist. 2008. Professional Management in Family
Businesses: Toward an Extended Understanding. Family Business Review.
vol. XXI, no. 1, March, pp. 51-68.
Handler, W. C. 1989. Methodological issues and considerations in studying family
businesses. Family Business Review, 2(3), 257-276.
Harianto, F., 1997, Business Linkages and Chinese Entreprenuers in Southeast
Asia, in T. Brook and H.V. Luong (eds) Culture and Economy: The
Shaping of Capitalism in Eastern Asia, The University of Michigan Press,
Ann Arbor:.
Harveston, Paula D., Peter S. Davis and Julie A. Lyden. 1997. Succesion Planning
in family Business: The Impact of Owner Gender. Family Business Review.
Dec v10 i4 p373, Family Firm Institute, Inc.
Hoover, Edwin A., Colette Lombard Hoover, 2000, Getting Along in Family
Business The Relationship Intelligence Handbook, edisi bahasa Indonesia,
PT Raja Gravindo Persada, Jakarta.
Johnson, R. Burke, Anthony J. Onwuegbuzie. 2004. Mixed Methods Research: A
Research Paradigm Whose Time Has Come. Educational Researcher. Vol.
33 No. 7, October, pp. 14-26.
Kellermans, Frans W., Kimberly A. Eddleston, Tim Barnett, Allison Pearson.
2008. An Exploratory Study of Family Member Characteristics and
Involvement: Effects on Entrepreneurial Behavior in the Family Firm.
Family Business Review. vol. XXI, no. 1, March, pp. 1-14.
Kontan tabloit bisnis, edisi 42/XI, 16 Juli 2007.
King, Sandra W., George T. Solomon, and Lloyd W. Fernald, Jr. 2001. Issues in
Growing a Family Business: A Strategic Human Resource Model. Journal
of Small Business Management, 39(1) pp.3-13.
Lansberg, Ivan. 1999. Succeeding Generations: Realizing the Dream of Families in
Business. Boston, Massachusetts: Harvard Business School Press.
Lansberg, Ivan. 2007. The Test of Prince. Harvard Business Review. September.
Lantu, Donald, et al. 2006. Servant Leadership, The Ultimate Calling to Fulfill
Your Life’s Greatness. Jakarta: Gradien Books Press.
Lindsay, Noel J., and Justin B. L. Craig. 2000. Stars under the Southern Cross, the
untold stories of queensland’s Family Businesses. Australian Centre for
Family Business. Gold Coast: School of Business Bond University.
Miller, Danny and Isabelle Le Breton-Miller. 2005. Managing for the long run:
lessons in competitive advantage from great family businesses. Boston:
Harvard Business School Press.
Miller, E. J., & Rice, A. K. 1967. Systems of organizations. London: Tavistock.
Moores, Ken and Mary Barrett. 2002. Learning Family Business, Paradoxes and
Pathways. Aldeshot, Hampshire: Ashgate Publishing Limited.
Neubauer, Fred and Alden G. Lank. 1998. The Family Business, Its Governance
for Sustainability, London: MacMillan Press, Ltd.
Perry, Martin. 2000. Small Firm and Networks Economices, edisi bahasa
Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Pribadi B., P. Cahanar. 2000. Seri Kekayaan yang Tersembunyi Sukses Merambah
Dunia, Jakarta: Kompas Media Nusantara.
15
Royer, Susanne, Roland Simons, Britta Boyd, and Alannah Farrerty. 2008.
Promoting Family: A Contingency Model of Family Business Succession.
Family Business Review. vol. XXI, no. 1, March, pp. 15-30.
Soedibyo, Moorjati. 2007. Kajian terhadap Suksesi Kepemimpinan Puncak (CEO)
Perusahaan Keluarga Indonesia - menurut Perspektif Penerus. Jakarta:
Disertasi, Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia.
Susanto, AB, et al, 2008, A Strategic Management Approach Corporate Culture &
Organization Culture, Divisi Penerbitan The Jakarta Consulting Group,
Jakarta.
Tracey, Denis. 2001. Family Business – Stories from Australian family business
and the people who operate them, the volatile mix of love, power and
money, Melbourne: Information Australia.
Tugiman, 1995, Peranan Usaha kecil dan Koperasi dalam Memanfaatkan Sisa
Laba BUMN, Penerbit Eresco, Bandung.