Anda di halaman 1dari 2

ANALISIS UNDANG-UNDANG PERS

MENGAPA karena kekangan akhirnya disahkan uu pers terbaru

ONTOLOGI

HAKIKAT

EPISTEMOLOGI (metode - asal usul – Risalah – NA – Sejarah hukum) Law as a tool of social engineering

AKSIOLOGI

PERS pertama kali diatur dalam UU No. 11 tahun 1966 tentang ketentuan pokok pers kemudian diubah
dengan UU No. 4 Tahun 1967 tentang penambahan UU sebelumnya , karena pada Pasal 21 Bab X
Penutup Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers perlu
ditambah dengan satu ayat untuk lebih menegaskan pelaksanaan diktum pertama dari Undang
undang tersebut. Masih tidak puas akan perubahan tersebut. Kemudian lahirlah UU No. 21
Tahun 1982 yang merubah istilah maupun menambahkan kosakata sebagai berikut :

"alat revolusi" diubah menjadi "alat Perjuangan Nasional".


- "alat penggerak massa" diubah menjadi "alat penggerak pembangunan
bangsa".
- "pengawal revolusi" diubah menjadi "pengawal ideologi Pancasila".
Rumusan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 yang berbunyi
"Pemerintah bersama-sama Dewan Pers" diubah menjadi Pemerintah setelah
mendengan pertimbangan Dewan Pers". Mengutip dari lingkar.co “Kendati Indonesia
menyatakan negara demokrasi, kenyataannya selama rezim Orde Baru, kebebasan pers
sebagai salah satu ciri demokrasi justru mengalami kekangan.” Karena ada suatu
peraturan tentang Media yang melanggar peraturan dan mengeritik penguasa bisa
mengalami pembredelan. Mekanisme penerbitan media massa di kontrol melalui ”rezim
SIUPP” (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).

Sebagai upaya untuk memerdekakan kebebasan pers dalam menjalankan


tugasnya, Presiden RI Bacharuddin Jusuf Habibie pada tahun 1999, resmi
mengesahkan Undang-undang Pers sebagai jawabannya.

Akan tetapi, hasil perubahan yang paling terakhir yakni dalam UU No 40 tahun
1999 ini sangat memberikan perlindungan dan kebebasan terhadap Pers, sampai-
sampai dikutip dari website resmi kominfo, staf ahli Menteri kominfo yang
Bernama Bapak Agung Heryadi mengatakan bahwa UU ITE tidak membelenggu
kebebasan pers justru melindungi
Menurut Agung, berdasarkan Ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE adalah memberikan
perlindungan bagi wartawan karena adanya unsur, "dengan sengaja dan tanpa hak,".
Dengan adanya unsur "tanpa hak" wartawan dan pimpinan lembaga pers yang
melaksanakan tugas jurnalistik berdasarkan UU Pers tidak dapat dijerat dengan UU ITE
jika telah menerapkan kode etik jurnalistik.

"Artinya wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistiknya sesuai dengan UU


No.40/1999 tentang Pers dilindungi Haknya, jika dalam tugas jurnalistiknya tersebut
ada complain dari masyarakat terkait penghinaan dan atau pencemaran nama baik,"

Sementara dalam uu pers yg diatur adalah

Pasal 4

(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.


(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan
atau pelarangan penyiaran.

(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak

mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan


mempunyai Hak Tolak.

Kemudian pasal 8

Pasal 8

Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

Rancangan Undang-Undangnya

Pada awalnya dalam Naskah Akademik subjek yang akan dimasukkan itu ada 3
“penyiaran, perfilman. Dan pers” akan tetapi hal tersebut dinilai tidak efektif jika
digabungkan jadi diajukan kepada dpr secara terpisah.

Anda mungkin juga menyukai