Anda di halaman 1dari 21

MATA PELAJARAN

SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA DARI MASA PRESIDEN


SOEKARNO HINGGA JOKO WIDODO

LOGO SEKOLAH

NAMA
NIM.

NAMA SEKOLAH
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Bealakang

Proses globalisasi semakin pesat saat ini, yang ditandai oleh kemajuan

teknologi komunikasi. Media massa pun mengalami perkembangan seiring

dengan arus globalisasi tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

pers adalah sarana untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi atau

berita. Peran pers sangat penting dalam sistem politik dan pemerintahan di

Indonesia. Selain itu, pers juga berperan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam

hak mereka untuk memperoleh informasi. Menurut Undang-Undang No. 40

Tahun 1999, pers adalah lembaga sosial dan media massa yang melakukan

kegiatan jurnalistik, termasuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dalam berbagai bentuk seperti

tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, data, grafik, dan bentuk lainnya

dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran

yang ada.

Peraturan dan kebijakan yang mengatur kebebasan pers dijelaskan

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Undang-Undang

ini dengan jelas menentukan hak dan kewajiban pers nasional. Kebebasan pers

sangat dihormati setelah undang-undang ini diberlakukan. Kebebasan pers

berarti segala hak yang dimiliki oleh pers atau individu yang bertindak sebagai

penyiar berita untuk mendapatkan dan menyebarkan berita yang akurat

berdasarkan fakta yang ada dan sesuai dengan etika jurnalistik. Ini juga dapat

diartikan sebagai jaminan keamanan bagi pers dalam menjalankan tugasnya,


tanpa campur tangan yang signifikan dari pemerintah. Hal ini juga didukung

oleh sistem politik demokratis Indonesia di mana pers bertindak sebagai

perwujudan kedaulatan rakyat dalam menyampaikan pikiran sesuai hati nurani

dan dalam hak memperoleh informasi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan mendidik bangsa, sebagaimana tercantum dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945.1

Sebagaimana yang telah diketahui, Indonesia menganut sistem politik

demokrasi, di mana secara garis besar dapat dijelaskan bahwa demokrasi

adalah bentuk pemerintahan di mana kebijakan yang diambil ditentukan oleh

suara terbanyak dari warga masyarakat yang memiliki hak pilih, melalui

proses yang bebas dan tanpa tekanan. Pendekatan yang dikemukakan oleh

Joseph Schumpeter menggambarkan bahwa demokrasi merupakan ekspresi

dari keinginan rakyat dan kebaikan bersama. 2 Dalam konteks ini, demokrasi

mewakili ide bahwa keputusan-keputusan pemerintahan dan pengambilan

kebijakan seharusnya berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan untuk

kepentingan rakyat. Demokrasi, oleh karena itu, berarti memberikan

kekuasaan tertinggi kepada rakyat atau masyarakat. Dalam praktik sistem

politik demokrasi, warga Indonesia memiliki hak untuk mencari informasi dan

mengemukakan pendapat mereka di ruang publik, sesuai dengan ketentuan

yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 09 Tahun 1998 tentang

kebebasan berpendapat.

Penting untuk membicarakan hak-hak dalam konteks ini bukan hanya

sebatas hak-hak yang telah diuraikan di atas, tetapi juga mengenai hak

1
Undang Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 1999 tentang Pers, hal. 1.
2
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society, Graha Ilmu, 2012, hlm 33-34
kesetaraan, terutama sehubungan dengan partisipasi perempuan dalam

kehidupan politik. Sebagai contoh, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa wanita memiliki hak untuk

memilih, dipilih, serta menjabat dalam berbagai posisi pekerjaan dan jabatan

sesuai dengan persyaratan dan regulasi yang berlaku3. Hak kesetaraan yang

dimiliki oleh wanita Indonesia juga mencakup hak untuk berpartisipasi dalam

kehidupan politik. Meskipun partisipasi perempuan dalam politik saat ini

dapat dikatakan cukup baik, kita harus mempertanyakan apakah kondisi ini

selalu sama di bawah kepemimpinan presiden-presiden Indonesia yang

sebelumnya. Perbedaan dalam hak dan peran pers di Indonesia serta partisipasi

perempuan dalam dunia politik di berbagai periode kepemimpinan merupakan

hal yang menarik untuk dianalisis lebih lanjut dalam konteks perbandingan

praktek demokrasi di bawah kepemimpinan yang berbeda. 4 Oleh karena itu,

pembahasan mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia, khususnya

terkait dengan kebebasan pers dan peran perempuan dalam politik, menjadi

topik utama dalam makalah ini. Makalah ini akan menguraikan perkembangan

tersebut dalam berbagai periode dan mencoba untuk menyimpulkan

bagaimana perkembangan demokrasi berkaitan dengan sistem politik di

Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan, dapat diketahui rumusan masalah

sebagai berikut :

3
Pasal 49 ayat 1, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia.
4
Gurniwan Kamil Pasya, Peran Wanita Dalam Kepemimpinan dan Politik, hlm 3.
1. Perbandingan kebebasan pers dan partisipasi perempuan dalam dunia

politik di Indonesia era Soekarno hingga Jokowi.

2. Pengaruh masa kepemimpinan terhadap praktek demokrasi di Indonesia.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami praktek demokrasi di Indonesia pada era kepemimpinan yang

berbeda

2. Memahami keterkaitan antara system politik suatu negara dengan

perkembangan demokrasinya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pelaksanaan Demokrasi era Presiden Soekarno

Perjuangan Soekarno dimulai ketika ia mendirikan Partai Nasional

Indonesia pada tahun 1927 dengan tujuan mewujudkan kemerdekaan bagi

Indonesia. Kemudian, pada tahun 1942, kedatangan Jepang mengubah

dinamika di Indonesia, memungkinkan Soekarno dan tokoh-tokoh lain untuk

mengusir Belanda dengan dukungan Jepang, meskipun kemudian Indonesia

menjadi dijajah oleh Jepang. Soekarno mengambil pendekatan kolaboratif

dengan Jepang dalam pembentukan organisasi seperti Pusat Tenaga Kerja

(PUTERA), Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

(BPUPKI), dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang

memainkan peran kunci dalam perjuangan menuju kemerdekaan.5

Setelah Indonesia merdeka, Soekarno dan Mohammad Hatta secara

resmi terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik

Indonesia melalui musyawarah untuk mufakat sesuai dengan UUD yang

disahkan. Soekarno memiliki peran konstitusional sebagai Presiden dan

menjalankan sistem politik yang menggabungkan demokrasi konstitusional

dan terpimpin, yang menekankan peran parlemen dan partai. Pada era

Soekarno, media massa, termasuk surat kabar, radio, dan televisi, memainkan

peran penting dalam menyampaikan pandangan dan sikap terhadap

perkembangan politik dan sosial di Indonesia. Selama periode ini, persaingan

5
Jurnal Soekarno dan Perjuangan dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI, Oleh: Robby Chairil. Di
akses 10 April 2017.
antara kekuatan politik seperti nasionalis, agama, komunis, dan tentara

tercermin dalam surat kabar yang masing-masing milik kelompok politik ini.6

Namun, peristiwa G30S/PKI mengubah lanskap media massa. Setelah

peristiwa tersebut, pers sepenuhnya berada di bawah kendali TNI-AD, dan

wartawan yang dianggap mendukung G30S/PKI ditindas. Media massa yang

dikelola TNI-AD, seperti Berita Yudha dan Angkatan Bersendjata, digunakan

untuk mengkritik PKI dan Soekarno. Media massa memainkan peran penting

dalam mempengaruhi opini publik selama periode ini. Di bawah Orde Lama,

gerakan perempuan, termasuk organisasi seperti Wanita Marhaen, Gerwani,

Kowani, dan Perwari, berperan aktif dalam perjuangan politik dan sosial,

termasuk dalam lembaga legislatif dan eksekutif. Hal ini mencerminkan peran

yang semakin meningkat bagi perempuan dalam mengambil keputusan di

Indonesia.7

2.2 Pelaksanaan Demokrasi era Presiden H.M Soeharto

Pada pertengahan tahun 1960-an, setelah berlangsungnya demokrasi

terpimpin selama enam tahun, terjadi mobilisasi massa dan polarisasi antara

sayap kanan dan kiri yang menyebabkan konflik ideologi yang sengit di

Indonesia. Hal ini muncul karena adanya persaingan antara PKI dan pihak

militer sayap kanan, yang ingin mengambil alih kekuasaan dengan melakukan

kudeta terhadap Presiden Soekarno pada tanggal 30 September 1965. Upaya

kudeta yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto ini berujung pada tewasnya enam

jendral, tetapi usahanya untuk merebut kekuasaan tersebut gagal. Kemudian,

6
Prof. Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik, edisi revisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 2013.
7
Sukarno Sejarah Singkat Dari Awal Hingga Jatuhnya Sang Pemimpin Besar Revolusi, Oleh:
Alfath Bagus Panuntun El Nur. Di akes 10 April 2017.
pihak Soeharto menggunakan dalih lain, yaitu mengklaim bahwa PKI

merupakan pengkhianat dan perusak moral bangsa, serta menyebarkan

kebencian terhadap partai PKI.8

Soekarno, sementara itu, berusaha untuk memperoleh dukungan dan

menekan koalisi "Orde Baru," tetapi justru ia semakin terdesak oleh tindakan

kudeta yang dilakukan oleh Soeharto. Akhirnya, pada tanggal 11 Maret 1967,

Soeharto menerbitkan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret), yang

menandai dimulainya peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru.

Untuk mendapatkan legitimasi kepemimpinan, Soeharto meminta persetujuan

dari Badan Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) beberapa bulan

kemudian dan secara resmi menjadi Presiden Indonesia.9

Pada masa Orde Baru, kebebasan pers, peran wanita, dan partisipasi

politik dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah. Soeharto mengambil

tindakan untuk mengendalikan pers dan menghilangkan elemen-elemen yang

kritis, serta membuat pekerja pers dan manajemennya bertanggung jawab

kepada pemerintah. Langkah-langkah ini mencerminkan otoritarianisme yang

diterapkan oleh Soeharto. Meskipun demikian, pemerintah tetap mendukung

perkembangan pers dan peran pers nasional melalui undang-undang dan

regulasi, seperti Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).10

Pada tahun 1969, terjadi pembredelan besar-besaran pers oleh

pemerintah dengan tujuan mengurangi jumlah surat kabar dan majalah,

sehingga pemerintah memiliki kendali penuh atas pers. Kondisi ini juga

8
Eklöf, S. (2003). Power and political culture in Suharto’s Indonesia : the Indonesian Democratic
Party (PDI) and decline of the new order (1986–98). Denmark. NIAS Press hal 44
9
Hill, T.D. (2011). Pers di Masa Orde Baru. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal 7
10
Wasti, R. M. (2016). Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum Pada Masa
Pemerintahan Soeharto Di Indonesia. Jurnal Hukum & Pembangunan, 45(1), 76-105.
berlaku untuk pemilu, yang mencerminkan tingkat partisipasi politik. Pemilu

selama Orde Baru berlangsung beberapa kali dan sering kali hanya

menghasilkan kemenangan bagi partai Golkar yang didukung oleh

pemerintah. Hal ini dicapai melalui kebijakan yang memaksa pegawai negeri

sipil untuk memberikan suaranya kepada Golkar. Partisipasi pemilih

berfluktuasi selama beberapa pemilu, tetapi hasil pemilu sering kali

menguntungkan Golkar.11

Peran wanita dalam politik juga menjadi penting, dan wanita telah

terlibat dalam berbagai aspek pemerintahan dan partai politik. Gerakan wanita

telah muncul sejak sebelum masa Orde Baru dan melanjutkan perjuangannya

meskipun mengalami perubahan bentuk organisasi. Dharma Wanita, PKK,

dan Dharma Pertiwi adalah organisasi yang mewadahi peran wanita dalam

pembangunan dan politik pada era Orde Baru. Ini menunjukkan bahwa peran

wanita diberikan perhatian di masa Orde Baru dan berperan dalam mendukung

pembangunan.12

2.3 Pelaksanaan Demokrasi era Presiden B.J. Habibie

Masa pemerintahan BJ Habibie dimulai setelah Soeharto lengser dari

jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada tanggal 12 Mei 1998.

Akan tetapi, masa pemerintahan Habibie hanya berlangsung selama satu tahun

karena banyak masyarakat yang tidak menyetujui kenaikan posisinya sebagai

pengganti Soeharto, dikarenakan mantan Presiden Soeharto secara sepihak

menyerahkan kekuasaannya kepada Habibie. Kabinet yang dibentuk oleh

11
Saptohadi, S. (2011). Pasang surut kebebasan pers di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 11(1),
127-138.
12
Fadli, Y. (2017). Islam, Perempuan dan Politik: Argumentasi Keterlibatan Perempuan dalam
Politik di Indonesia Pasca Reformasi. Journal of Government and Civil Society, 1(1), 41-63.
Habibie dinamai Reformasi Pembangunan. Gerakan Reformasi yang dipimpin

oleh mahasiswa berhasil menggulingkan Orde Baru, dan Era Reformasi pun

dimulai di Indonesia di bawah kepemimpinan B.J. Habibie.13

Sistem pemilihan umum tahun 1999 merupakan pemilu pertama setelah

runtuhnya Orde Baru, diselenggarakan pada tanggal 17 Juni, dengan Presiden

B.J. Habibie memimpinnya. Pemilu ini dilakukan dalam kerangka Demokrasi

Liberal, yang berarti jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi, berbeda dengan

pemilu-pemilu sebelumnya yang hanya melibatkan Golkar, PPP, dan PDI.

Terdapat 141 partai terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, dengan 48

partai yang lulus verifikasi untuk ikut Pemilu 1999. Ini mencerminkan

tingginya partisipasi masyarakat dalam pemilihan BJ Habibie karena

beragamnya partai politik yang berkompetisi.14

Pada masa pemerintahan Habibie, pers mendapat kebebasan yang

sangat luas dalam melaporkan berita. Banyak media massa baru muncul, dan

kebebasan organisasi pers ditegakkan. Pers pada masa Habibie dapat

memberitakan baik hal-hal positif maupun negatif mengenai kebijakan

pemerintah tanpa batasan yang signifikan. Kebebasan pers ini merupakan hal

yang belum pernah terjadi selama masa Orde Baru. BJ Habibi memberikan

kebebasan tersebut dengan mencabut SIUPP.15

Keberhasilan gerakan reformasi yang menjatuhkan Orde Baru

menghasilkan perubahan dalam peraturan perundang-undangan, terutama

Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers. UU ini berbeda dengan


13
Wijaya, J. H., & Permatasari, I. A. (2018). Capaian Masa Pemerintahan Presiden BJ. Habibie
dan Megawati di Indonesia. CAKRAWALA, 12(2), 196-207.
14
Asmoro, E. Y. K. (2018). Munculnya Pemenang Baru Pada Pemilu Tahun 1999 di Jawa
Tengah (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).
15
Saptohadi, S. (2011). Pasang surut kebebasan pers di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 11(1),
127-138.
peraturan sebelumnya yang memberikan pemerintah kewenangan untuk

mengendalikan sistem pers. UU No.40 tahun 1999 memberikan kebebasan

kepada masyarakat untuk mengawasi, melaporkan pelanggaran hukum dan

etika, serta kesalahan teknis dalam pemberitaan pers. Jadi, jika pemberitaan

pers dianggap melanggar hukum, masyarakat dapat melaporkannya dan

memberikan saran kepada dewan pers tentang pemberitaan yang seharusnya

diinformasikan.16

Selama pemerintahan BJ Habibie, gerakan perempuan aktif dalam

berbagai aspek kehidupan. Organisasi seperti Suara Ibu Peduli menjadi

pelopor yang turun ke jalan pada tahun 1998 untuk memprotes rezim Orde

Baru yang otoriter. Mereka tidak hanya memprotes, tetapi juga ikut serta

dalam sistem pemerintahan Reformasi. Setelah banyak perempuan mengalami

pemerkosaan pada Mei 1998, sejumlah perempuan mendatangi Presiden BJ

Habibie untuk menuntut tanggung jawab negara atas kekerasan yang terjadi.

Era Reformasi memperkuat gerakan perempuan dan menghasilkan peraturan

seperti Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

(PKDRT) pada tahun 2004, serta Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarus

Utamaan Gender Dalam Pembangunan untuk memastikan penerapan

kesetaraan gender di berbagai departemen pemerintah dan lembaga daerah.17

2.4 Pelaksanaan Demokrasi era Presiden Aabdurahman Wahid

16
Hidayat, W., & Taufikurrahman, T. (2020). Aktivisme Politik Mahasiswa Islam Membangun
Demokrasi Pasca Orde Baru. SANGKéP: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, 3(2), 129-144.
17
Printina, B. I. Merawat Memori Memupuk Kebangsaan.
Era reformasi dimulai pada tahun 1998 setelah rezim Orde Baru runtuh

dan Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Habibie kemudian

mengambil alih jabatan presiden sebagai penggantinya. Era ini ditandai

dengan kemajuan demokrasi, terutama dengan diperkenalkannya pemilihan

umum langsung dan undang-undang kebebasan pers tahun 1999. Pemilu tahun

1999 menjadi yang pertama dalam era reformasi yang berlangsung dengan

damai, tertib, jujur, dan adil, dengan tingkat partisipasi politik mencapai

sekitar 96%. Era reformasi juga menyaksikan munculnya beragam partai

politik, yang menggantikan sistem satu partai sebelumnya. Partai PDI-P

memenangkan pemilu tersebut, dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur

terpilih sebagai Presiden keempat Indonesia, dengan Megawati sebagai Wakil

Presiden.18

Dalam hal kebebasan berpartisipasi dalam politik, era reformasi

memberikan hak yang sama kepada semua lapisan masyarakat, tanpa

memandang jenis kelamin. Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang setara

untuk berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan, dan kaum perempuan

terlibat secara aktif dalam peristiwa-peristiwa penting seperti Gerakan Ibu

Peduli dan penyelesaian tragedi 12-14 Mei 1998. Pemerintahan Gus Dur juga

membentuk Komnas Perlindungan Perempuan untuk melindungi hak-hak

perempuan. Era ini menyaksikan terpilihnya Megawati sebagai Wakil

Presiden perempuan pertama di Indonesia dan penunjukan Khofifah Indar

Parawansa sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan, yang menunjukkan

18
Zulfikar, F. (2017). Demokratisasi dan Politik Transisi di Indonesia dan Mesir: Studi
Perbandingan Jatuhnya Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001) Dan Muhammad Mursi
(2012-2013) (Bachelor's thesis, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah).
pentingnya kesetaraan gender dalam demokrasi. Era reformasi juga

menciptakan forum-forum seperti Kaukus Perempuan Parlemen Republik

Indonesia (KPPRI) dan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) yang

bertujuan mengadvokasi isu-isu perempuan. Selain itu, pemerintahan Gus Dur

mengeluarkan Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Program Pengarusutamaan

Gender sebagai respons terhadap isu kesetaraan gender.19

Era pemerintahan Gus Dur juga memberikan kebebasan yang lebih

besar kepada pers, yang ditandai dengan dihapuskannya peraturan-peraturan

yang menghalangi kebebasan pers. Pada era ini, berdirinya media cetak baru,

tabloid, dan majalah menjadi lebih mudah. Data dari Serikat Penerbit Surat

Kabar (SPS) menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah penerbit

media cetak di Indonesia pada masa reformasi yang dipimpin oleh Gus Dur.

Pada tahun 1997, terdapat 289 penerbit media cetak di Indonesia, dan pada

tahun 1999, jumlahnya meningkat menjadi 1687.20

2.5 Pelaksanaan Demokrasi era Presiden Megawati Soekarno Putri

Massa kepemimpinan Megawati masih berada dalam periode reformasi,

dan dari perspektif partisipasi wanita, kepemimpinan Megawati menjadi salah

satu periode bersejarah. Megawati adalah Presiden perempuan pertama di

Indonesia, dan keberhasilannya dalam mencapai jabatan ini memiliki dampak

positif bagi perempuan di negara ini. Kepemimpinannya mengirimkan pesan

yang kuat bahwa di Indonesia, terutama dalam bidang politik, tidak ada

pembatasan gender. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan diri perempuan,


19
Zulfikar, F. (2017). Demokratisasi dan Politik Transisi di Indonesia dan Mesir: Studi
Perbandingan Jatuhnya Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001) Dan Muhammad Mursi
(2012-2013) (Bachelor's thesis, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah).
20
Marliani, W., & Nurhalimah, S. (2020). Dinamika Politik Dalam Perspektif Kepemimpinan Di
Indonesia. Jurnal Pendidikan Politik, Hukum Dan Kewarganegaraan, 10(1).
yang merasa bahwa mereka juga dapat berkontribusi dalam dunia politik.

Bahkan setelah pemecatan Gus Dur dari jabatannya sebagai Presiden,

Megawati tetap mempertahankan fokus pada pemberdayaan perempuan dan

upaya pengarusutamaan gender melalui Inpres no. 9 tahun 2000.21

Namun, perhatian Megawati terhadap peran perempuan tidak hanya

berhenti di situ. Dia juga aktif dalam mendorong partisipasi perempuan dalam

politik, terutama dalam jabatan politik yang strategis. Megawati mendukung

kuota 30% untuk perempuan dalam UU pemilu baru, sebagaimana tercantum

dalam Pasal 65. Meskipun pada kenyataannya, pada pemilu tahun 2004, hanya

sekitar 11,3% perempuan yang terpilih menjadi anggota legislatif. Penurunan

angka ini sebagian disebabkan oleh kesulitan partai politik dalam mencari

kader perempuan yang memenuhi syarat. Selain itu, pada masa ini, kebebasan

pers juga mencapai puncaknya, meskipun hal ini menimbulkan kekhawatiran.

Pers cenderung lebih memilih berita yang bersifat kurang objektif,

sensasional, dan sangat partisan. Pemerintah khawatir bahwa kebebasan pers

yang tak terkendali akan berpotensi menciptakan ketidakstabilan dan

kekuasaan yang berlebihan. 22

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat bahwa ada 32 kasus

gugatan terhadap media dan jurnalis pada tahun 2004. Salah satu kasus yang

mencolok adalah penahanan redaktur harian Rakyat Merdeka, Supratman,

selama 6 bulan karena dianggap menghina presiden. Terkait partisipasi politik,

Pemilu tahun 2004 melibatkan banyak partai politik, yang membuat sistem

21
Fadli, Y. (2017). Islam, Perempuan dan Politik: Argumentasi Keterlibatan Perempuan dalam
Politik di Indonesia Pasca Reformasi. Journal of Government and Civil Society, 1(1), 41-63.
22
Noerdin, E. (2013). Organisasi perempuan di tengah keterbukaan politik. Jurnal Afirmasi, 2(1),
11-61.
politik multi partai. Sebanyak 24 partai ikut serta dalam pemilu ini, dengan

total suara mencapai 113.462.414. Golkar berhasil meraih peringkat pertama

dengan 24.480.757 suara, sedangkan PDIP berada di peringkat kedua dengan

21.026.629 suara. Tingkat partisipasi masyarakat pada tahun 2004 mengalami

penurunan, mencapai hanya 84,1%, sementara angka golput meningkat

menjadi 15,9%. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk

kesadaran politik, kepercayaan kepada pemerintah, keragaman pelaksanaan

pemilu, dan lainnya.23

2.6 Pelaksanaan Demokrasi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Kebebasan pers merupakan suatu hak bagi media dan individu yang

berkecimpung dalam bidang jurnalisme untuk menjelajahi, mendapatkan, dan

menyebarkan informasi sesuai dengan prinsip-prinsip dan regulasi yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

dikenal sebagai periode di mana kebebasan pers berkembang, dan hal ini

ditegaskan oleh tokoh politik seperti Amir Syamsuddin. Dalam periode ini,

masyarakat memiliki banyak kesempatan untuk mengungkapkan pendapat

mereka di ruang publik. Contohnya, seniman dan dosen komunikasi visual,

Riyan Riyadi, mengeluarkan ide-idenya dalam bentuk kritik sosial di dinding-

dinding kota. Kebebasan pers juga tercermin dalam liputan hasil pemilu,

dengan berbagai stasiun televisi secara cepat dan kompetitif mengumumkan

hasil pemilu, dan survei pendapat aktif mengikuti perkembangannya. Selain

itu, media diizinkan untuk berpartisipasi dalam berbagai diskusi tentang

23
Margianto, J. H., & Syaefullah, A. (2012). Media Online: Pembaca, Laba dan Etika. Jakarta:
Aliansi Jurnalis Independen Indonesia.
pemerintahan, calon presiden, pejabat pemerintahan, dan berbagai aspek

pemerintahan lainnya.24

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, partisipasi

perempuan dalam politik juga meningkat. Banyak wanita hebat yang muncul

dan mengambil peran aktif dalam pemerintahan, seperti Angelina Patricia

Sondakh dan Sri Mulyani. Ini menggambarkan bahwa wanita memiliki peran

yang sangat penting dalam berbagai sektor, dan tidak hanya terbatas pada

peran tradisional di rumah tangga. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

memastikan bahwa beberapa kursi menteri juga ditempati oleh wanita. Ini

menunjukkan keseriusan Presiden Susilo dalam memenuhi janji-janji

politiknya yang mengizinkan wanita untuk berperan aktif dalam

pemerintahan. Wanita menduduki posisi penting seperti Menteri Keuangan,

Menteri Perdagangan, Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan,

dan Menteri Perencanaan Pembangunan. Kehadiran perempuan dalam

pemerintahan tidak menciptakan konflik atau masalah yang lebih rumit;

sebaliknya, wanita yang berperan dalam pemerintahan membantu dalam

menjalankan tugas-tugas pemerintahan dengan baik.25

2.7 Pelaksanaan Demokrasi era Presiden Joko Widodo

Dengan diterapkannya sistem politik demokrasi di Indonesia,

masyarakat Indonesia mendapatkan kebebasan berekspresi yang signifikan.

Terkadang, demokrasi di Indonesia dianggap telah melewati batas, terutama

jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia, di

24
Edyar, B. (2021). Legislasi hukum Islam pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
(2004-2014) (Doctoral dissertation, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
25
AZMY, A. S. (2011). Negara Dan Buruh Migran Perempuan Kebijakan Perlindungan Buruh
Migran Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi
Terhadap Perlindungan Buruh Migran.
mana demonstrasi jarang terjadi. Namun, dalam tiga tahun pemerintahan

Jokowi saat ini, peristiwa demonstrasi semakin sering terjadi, dan tidak dapat

dipungkiri bahwa demonstrasi dan media memiliki hubungan yang erat dan

membentuk siklus saling memengaruhi.

Media massa memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi

terkini tentang negara, pemerintahan, dan pejabatnya kepada masyarakat.

Masyarakat pun memberikan berbagai respons, baik positif maupun negatif,

terhadap informasi yang mereka terima. Kebebasan media dalam memberikan

gambaran kondisi saat ini memang merupakan kebutuhan masyarakat, namun

juga perlu diimbangi dengan tanggung jawab dalam pemberitaan.

Di masa pemerintahan Jokowi, terdapat kesamaan dengan pemerintahan

sebelumnya, yaitu media diperbolehkan meliput pemilu, menginformasikan

kinerja pejabat, serta hasil pertanggungjawaban mereka. Namun, wartawan

tetap harus mematuhi norma pers yang telah ditetapkan, seperti kode etik

jurnalistik. Profesi jurnalis dihormati dan diapresiasi, dan Hari Pers Nasional

adalah momen di mana penghargaan diberikan kepada media dan individu

yang berprestasi dalam bidang jurnalisme.26

Selain apresiasi terhadap pers, perempuan juga mendapat perhatian

positif dalam kepemimpinan Jokowi. Dalam komposisi kabinetnya, Jokowi

memberikan delapan posisi menteri kepada perempuan Indonesia yang

berkompeten. Para menteri perempuan ini memiliki peran penting dalam

berbagai sektor, mulai dari BUMN, kehutanan, hingga luar negeri. Mereka

tidak hanya berperan sebagai pejabat tanpa makna, tetapi juga mendapat

26
Adek, Muhammad. (2019). Analisis perbandingan wacana kampanye hitam dan putih tentang
Jokowi pada pilpres 2014 dan pergerakan wacananya.
pengakuan atas ketegasan dan dedikasi mereka, seperti contohnya Susi

Pudjiastuti yang terkenal karena ketegasannya dalam mengatasi masalah

perikanan di Indonesia. Keputusan ini membawa dampak positif pada nelayan

Indonesia dan keberlanjutan sumber daya laut.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebebasan pers, peran wanita dalam politik, dan partisipasi politik

memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi di Indonesia sejak tahun

1945. Seiring dengan pergantian kepemimpinan dari era Presiden Soekarno

hingga Jokowi, situasi politik dan kebebasan pers telah mengalami perubahan

yang signifikan. Kebebasan pers, sebagai indikator demokrasi, tidak selalu

stabil di bawah berbagai pemerintahan. Sebelumnya, seperti masa

pemerintahan Soekarno, pers di Indonesia menghadapi tekanan dan intervensi

dari militer (TNI-AD), yang mencoba membatasi kebebasan pers untuk

mempertahankan kekuasaan. Namun, puncak kebebasan pers dicapai selama

era reformasi dan tetap relevan hingga saat ini.

Peran wanita juga merupakan aspek penting dalam demokrasi

Indonesia. Selama berbagai pemerintahan, banyak gerakan wanita dan

organisasi seperti Gerwani, Dharma Wanita, PKK, serta penunjukan menteri

wanita yang berperan dalam politik dan pembangunan negara. Terakhir,

partisipasi politik di Indonesia sudah meningkat sejak pemilihan pertama pada

tahun 1955 hingga pemilu terbaru pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan

bahwa partisipasi politik telah menjadi elemen penting dalam konteks

demokrasi Indonesia sepanjang sejarahnya.


DAFTAR PUSTAKA

Adek, Muhammad. (2019). Analisis perbandingan wacana kampanye hitam dan


putih tentang Jokowi pada pilpres 2014 dan pergerakan wacananya.
Asmoro, E. Y. K. (2018). Munculnya Pemenang Baru Pada Pemilu Tahun 1999 di
Jawa Tengah (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro).
AZMY, A. S. (2011). Negara Dan Buruh Migran Perempuan Kebijakan
Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap Perlindungan
Buruh Migran.
Edyar, B. (2021). Legislasi hukum Islam pada masa pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono (2004-2014) (Doctoral dissertation, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Eklöf, S. (2003). Power and political culture in Suharto’s Indonesia : the
Indonesian Democratic Party (PDI) and decline of the new order (1986–98).
Denmark. NIAS Press hal 44
Fadli, Y. (2017). Islam, Perempuan dan Politik: Argumentasi Keterlibatan
Perempuan dalam Politik di Indonesia Pasca Reformasi. Journal of
Government and Civil Society, 1(1), 41-63.
Fadli, Y. (2017). Islam, Perempuan dan Politik: Argumentasi Keterlibatan
Perempuan dalam Politik di Indonesia Pasca Reformasi. Journal of
Government and Civil Society, 1(1), 41-63.
Gurniwan Kamil Pasya, Peran Wanita Dalam Kepemimpinan dan Politik, hlm 3.
Hidayat, W., & Taufikurrahman, T. (2020). Aktivisme Politik Mahasiswa Islam
Membangun Demokrasi Pasca Orde Baru. SANGKéP: Jurnal Kajian Sosial
Keagamaan, 3(2), 129-144.
Hill, T.D. (2011). Pers di Masa Orde Baru. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Hal 7
Jurnal Soekarno dan Perjuangan dalam Mewujudkan Kemerdekaan RI, Oleh:
Robby Chairil. Di akses 10 April 2017.
Margianto, J. H., & Syaefullah, A. (2012). Media Online: Pembaca, Laba dan
Etika. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen Indonesia.
Marliani, W., & Nurhalimah, S. (2020). Dinamika Politik Dalam Perspektif
Kepemimpinan Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Politik, Hukum Dan
Kewarganegaraan, 10(1).
Noerdin, E. (2013). Organisasi perempuan di tengah keterbukaan politik. Jurnal
Afirmasi, 2(1), 11-61.
Pasal 49 ayat 1, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia.
Printina, B. I. Merawat Memori Memupuk Kebangsaan.
Prof. Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik, edisi revisi, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2013.
Saptohadi, S. (2011). Pasang surut kebebasan pers di Indonesia. Jurnal Dinamika
Hukum, 11(1), 127-138.
Saptohadi, S. (2011). Pasang surut kebebasan pers di Indonesia. Jurnal Dinamika
Hukum, 11(1), 127-138.
Sukarno Sejarah Singkat Dari Awal Hingga Jatuhnya Sang Pemimpin Besar
Revolusi, Oleh: Alfath Bagus Panuntun El Nur. Di akes 10 April 2017.
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society, Graha Ilmu, 2012,
hlm 33-34
Undang Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 1999 tentang Pers, hal. 1
Wasti, R. M. (2016). Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum Pada
Masa Pemerintahan Soeharto Di Indonesia. Jurnal Hukum &
Pembangunan, 45(1), 76-105.
Wijaya, J. H., & Permatasari, I. A. (2018). Capaian Masa Pemerintahan Presiden
BJ. Habibie dan Megawati di Indonesia. CAKRAWALA, 12(2), 196-207.
Zulfikar, F. (2017). Demokratisasi dan Politik Transisi di Indonesia dan Mesir:
Studi Perbandingan Jatuhnya Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-
2001) Dan Muhammad Mursi (2012-2013) (Bachelor's thesis, Jakarta:
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah).

Anda mungkin juga menyukai