Anda di halaman 1dari 9

NAMA : SAHRUL A.

HARUN
NPM : 2420221027
PRODI : ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

JUDUL
“DEMOKRASI INDONESIA”

A. PENDAHULUAN
DEMOKRASI adalah sebuah kerja cultural, sosial dan politik ekaligus. Ia tidak
hanya soal membangun pranata politik semisal dewan pewakilan atau pemilu.
Demokrasi adalah juga perkara membangun sikap mental,spirit,yang merupakan
core values dari demokrasi itu sendiri semisal toleransi, kesamaan dan kebebasan.
Karena itu ia hadir sekaligus sebagai kebutuhan budaya, sosial, dan politik.
Sebagai sebuah kerja besar, demokrasi memerlukan komitmen seorang
intelektual guna memberi visi tentang arah, sense of direction, sekaligus
menyediakan bingkai dan perspektif bagi politik sehari hari sehingga tetap berada
dalam arah yang sudah disepakati. Ia juga memerlukan ketekunan seorang pelukis
untuk meletakan bagian demi bagian pada tempatnya. Ia juga memerlukan sikap
kritis dan ketajaman seorang ahli hukum, untuk menggugat jalanya bila
menyimpang.
Denny J.A melalui tulisanya di kompas telah mengambil ketiga peran itu.
Tulisan tulisan Denny J.A di Harian Kompas ini boleh di bilang rekam jejak yang
paling lengkap dari pergulatan panjang seorang intelektual dengan ide perubahan
dan demokrasi di negeri ini. Tulisan tulisan ini adalah rentang sebuah ikhtiar yang
panjang untuk ikut membangun demokrasi indonesia. Artikel pertama penulis yang
muncul pada 10 Maret 1986, berjudul mahasiswa, Masyarakat, dan Negara seolah
mewakili dan memberi kerangka bagi tema besar yang digeluti penulis dan
kemudian dituangkan ke dalam paling tidak 87 artikel dari tahun 1986 itu hingga
tahun 20041.
Demokrasi, seperti halnya konsep-konsep politik terapan lainya seperti
kekuasaan, negara dan birokrasi, merupakan sebuah istilah yang paling dekat

1
Deni J.A, Demokrasi Indonesia:Visi dan Praktek (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2006), hlm. xi
dengan pemahaman masyarakat umum, tetapi sebenarnya mengandung
i
keterbatasan-keterbatasan tertentu. keterbatasan pertama, karena sifat
keumumannya, demokrasi yang merupakan konsep politik Barat sudah dianggap
pasti (taken for grandated) sebagai cara terbaik dalam membangun kehidupan suatu
bangsa dewasa ini. Fenomena ini terjadi terutama karena pengaruh negara-negara
Barat, khususnya melalui program bantuan ke negara- negara non-Barat,
menunjukkan kecenderungan ke arah proses demokratisasi. Samuel P. Hunting
menyebut kurun waktu ini sebagai gelombang ketiga dalam proses demokratisasi
negara-negara di dunia 2.
Indonesia sendiri mengalami pembaruan politik mendasar sejak tahun 1998,
menandai berakhirnya dua bentuk sistem otoriter sebelumnya: Orde lama dan Orde
baru. Meskipun secara formal-konstitusional,berdasarkan Undang-undang Dasar
1945, kehidupan politik indonesia sudah sejak zaman kemerdekaan menganut asa
kedaulatan rakyat, tetapi intrupsi dua sistem otoriter tersebut, yang secara
keseluruhan berlangsung empat dekade, telah menguburkan prinsip kedaulatan
rakyat secara substantive. Berakhirnya rezim orde baru tahun 1998 dan berawalnya
apa yang disebut era reformasi telah menandai semangat baru dan tekad yang kuat
untuk mewujudkan kehidupan politik yang benar-benar demokratis serta reformasi di
bidang-bidang lain. Ini berarti, demokrasi bagi bangsa indonesia bukan lagi menjadi
konsep yang perlu di kaji secara ilmiah di lingkungan terbatas, tetapi sudah menjadi
kebutuhan praktis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kedepan.
Kecenderungan, proses demokratisasi di indonesia sampai sekarang ini masih
berkutat dengan pengaturan-pengaturan – procedural tidak menghilangkan fakta,
demokrasi sudah menjadi fenomena yang mewarnai kehidupan masyarakat sehari-
hari.
Kedua, di pihak lain, kecenderungan menerima begitu saja proses
demokratisasi di atas, yang disertai dengan slogan-slogan yang akrab ditelinga
masyarakat umum seperti reformasi, keterbukaan, dan semacamnya, mengabaikan
kita dari bersikap kritis. Pengalaman tertekan selama empat dekade dibawah
pemerintahan otoriter tampaknya mendorong bangsa indonesia untuk dengan
tangan terbuka menyambut era demokratisasi, sehingga tidak banyak pemikir atau
2
Samuel P. Huntington, “Democracy’s Third Wave”, dalam Bernard E. Brown dan Roy C. Macridis,
eds., Comparative Politics:Notes and Readings, 8th edition (Belmont : Wadsworth Publishing
Company), 1996, hal. 169.
peminat yang mencoba mengkajinya secara kritis. Khusus untuk kalangan
komunitas ilmiah, dapat diamati, mahasiswa pascasarjana ilmu politik di universitas
maniiapunyang memilih topic pemikiran politik untuk penulisan tugas akhir (tesis dan
disertasi), khususnya mengenai demokrasi, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
mahasiswa yang memilih topic-topik yang lebih praktis. Hal ini tentu disebabkan oleh
banyak faktor. Salah satunya, adalah asumsi, tujuan akhir kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah untuk mensejahterakan rakyat, yang tujuan tersebut hanya akan
tercapai bila rakyat diberi hak-hak politik untuk memilih pemimpin yang akan
menentukan kehidupan mereka.
Sebaliknya, demokrasi yang bersumber dari pemikiran politik barat ini perlu
juga direnungkan dan dikaji secara ilmiah. Khususnya bila kita ini menikmati
kegunaan praktisnya bagi kehidupan politik di indonesia. Sebab, sebagai satu
paham, demokrasi bersumber pada prinsip kebebasan individu (individualisme) yang
tumbuh dan subur di negara-negara barat sejak abad ke-173 yang lalu,
sebagaimana sudah di singgung sebelumnya, memiliki keterbatasan-keterbatasan
tertentu, antara lain sebagaimana yang dicatat Carol C. Gould. Ini berarti, demokr asi
belum tentu efektif apabila diterapkan untuk bangsa-bangsa non-barat seperti
indonesia yang pada umumnya masih berdasarkan pada prinsip kekeluargaan atau
kebersamaan. Dengan kata lain, komunitas ilmiah di indonesia perlu lebih meminati
bidang kajian pemikiran politik (political though) khususnya dengan mengkaji
kekuatan dan kelemahan serta keberlakuan konsep-konsep politik yang berasal dari
pemikiran barat dan, sebaliknya, mencar alternatifnya dari khanazah budya sendiri.
Demokrasi bukan merupakan hal baru bagi indonesia karena sejak pertama
kali negeri ini didirikan sudah menggunakan demokrasi. Demokrasi yang diterapkan
di indonesia sudah mengalami penyesuaian tidak asli mengadopsi demokrasi ala
barat. Artinya, demokrasi yang cocok untuk kita adalah demokrasi untuk semua
yang memuja kebebasan tanpa batas. Karena di dalam ideologi pancasila tidak

3
Carol C. Gould mencatat dua kelemahan individualism. Pertama individualism menempatkan
manusia sebagai makhluk yang asocial dan egoistis, yang motivasi utamanya dalam bertindak
hanyalah untuk kepentingan diri sendiri. Kedua, dengan mengutamakan penumpukan kepemeilikan
pribadi, dan di jamin oleh negara, individualisme membenarkan terjadinya ketimpangan ekonomi dan
sosial dalam masyarakat; lihat Carol C. Gould, Demokrasi Ditinjau Kembali,terj. (Yogyakarta: Penerbit
PT. Tiara Wacana), 1993, hal. 4.
menganut paham sosialis ataupun liberalis karena negara indonesia memiliki
ideologi yang merupakan jembatan dari kedua ideologi tersebut. 4
Negara indonesia merupakan negara demokrasi. Hal ini dibuktikan dengan
penyelenggaraan pemilu 1955 yang merupakan pesta demokrasi pertama di
indonesia, yang diikuti sebanyak 29 partai politik. Pemilu yang berlangsung pada
saat pemerintahankabinet Burhanudin Harahap ini memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan konstituante dan di menangkan oleh Partai Nasional
Indonesia (PNI). Hal ini menunjukkan eksistensi indoensia dalam pelaksanaan
demokrasi.
Dalam perjalanan melaksanakan demokrasi, terjadi penyimpangan. Diantaranya
terjadi ketika demokrasi indonesia berubah menjadi demokrasi terpimpi, yaitu:
1. Terjadi pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS.
2. Pembubaran konstituante hasil pemilu.
3. Pembredelan pers atas dalih menganggu revolusi.
Hal-hal di atas merupakan upaya pencideraan demokrasi yang kita bangun
dan jauh dari aspek yang diharapkan demokrasi. Sikap presiden Soekarno
dimanfaatkan oleh dua kekuatan pendukung presiden soekarno, yaitu partai
komunis indonesia (PKI) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). PKI
mengupayakan memasukan ideologi komunis dalam pemerintahan Soekarno.
Usulan jenderal ahmad Nasution yang mengusulkan Dwi Fungsi ABRI yang
melibatkan ABRI dalam pemerintahan. Kedua hal tersebut sangat bertentangan
dengan demokrasi sendiri.

B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Demokrasi
5
Negara demokrasi adalah negara yang yang dijalankan oleh pemerintah
yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam sejarahnya,
penerapan demokrasi dalam kehidupan bernegara, pertama kalinya ditemukan
dinegara kota (city satate/civitas) di kota Athena, Yunani kuno sekitar abad 6-3 SM.
Demokrasi yang dipraktikkan pada saat itu adalah demokrasi langsung ( direct
democracy), yakni bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-

4
Nadrilun, Mengenal Lebih Dekat Demokrasi di Indonesia (Jakarta Timur : PT Balai Pustaka
(Persero), 2012 hal. 1
5
Ibid, hal 6
keputusan politik dijalankan langsung oleh seluruh rakyat (warga negara) yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Saat pemerintahan hendak membuat
keputusan yang berhubungan dengan kepetingan publik, pemerintahan
mengumpulkan rakyat di suatu tempat kemudian dimintai pendapatnya dan
pemerintah membuat keputusan atas dasar dan bersesuaian dengan kehendak dan
pendapat rakyat.
Negara masa kini sudah berbeda dengan negara ahtena di Yunani kuno
dahalu, wilayah negara masa kini sangat luas, rakyatnya pun sangat banyak.
Kenyataan itu membuat sangat sukar mengumpulkan rakyat negara di suatu tempat
untuk bermusyawarah membuat keputusan publik. Kesukaran itu melahirkan
demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yaitu rakyat menyalurkan
kehendaknya melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat
yang dipilih secara periodik melalui pemilihan umum. Pada saat ini, semua negara di
dunia menerapkan demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung ( indirect
democracy). Menurut pemaham demokrasi modern, negara dan masyarakat
demokrasi selain menjamin Hak-hak politik (HAM) dalam suatu kerangka hukum,
juga menjamin kesejahteraan sosial ekonomi rakyatnya.
2. Pengertian Demokrasi
6
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di
Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,
arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak aba ke-18, berasamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi”
di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci
tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebakan karena demokrasi saat ini di
sebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan
dalam suatu negara. Pembagian kekuasaan dalam negara umumnya berdasarkan

6
Ibid, hal. 7
konsep dan prinsip Trias Politica, yakni kekuasaan negara diperolehkan dari rakyat
juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsi semacam Trias Politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternayata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintahan sering kali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa memperdulikan aspirasi rakyat, tidak akan
membawa kebaikan untuk rakyat.
3. Awal Demokrasi di Indonesia
7
Dinamika yang berkembang di inonesia mulai terjadi pada awal abad ke-20.
Anak-anak Nusantara yang berkenalan dengan pengetahuan modern mulai tertarik
dengan demokrasi. Demikian pula kebijakan pemerintahan kolonial yang mulai
mengintrodusir elemen-elemen demokrasi, walaupun dalam konteks yang terbang
pada awal ke-20.
Dalam konteks tersebut secara konseptual pemikiran demokrasi yang
berkembang di indonesia banyak dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran
demokrasi dari luar indonesia. Memang, sebagai suatu praktik kehidupan berbangsa
dan bernegara, demokrasi sudah diterapkan oleh sebagian masyarakat di Nusantara
ini jauh sebelum berinteraksi dengan bangsa barat. Proses pemilihan kepala suku
dan pemilihan kepala desa di berbagai wilayah Nusantara menunjukkan hal tersebut
melalui konsep primus inter pares (yang dulu sering disebut dengan istilah desa
demokrasi). Namun, karena pemerintahan besar, yaitu kerjaan-kerajaan di
Nusantara tidak menerapkan pemerintahan yang demokratis, sering kali kita merasa
bahwa seolah demokrasi tidak pernah ada di indonesia.
Praktik pemerintahan kerajaan-kerajaan yang tidak mendasarkan pada
prinsip-prinsip demokrasi tersebut disebabkan oleh situasi zaman dan kebudayaan
saat itu dalam melihat kekuasaan. Bagi sebagian besar masyarakat di Nusantara,
kekuasaan merupakan wewenang yang di berikan oleh Tuhan kepada orang
tertentu. orang yang mendapat kepercayaa dari tuhan merasa bahwa dirinya

7
Ibid, hal 16
sebagai “wakil tuhan” berhak menggunakan kekuasaan yang dimiliki sesuai dengan
kemauannya. Untuk itu pada masa pengaruh hindu Buddha kuat, raja sering
mengidentifikasi dirinya sebagai wakil dewa,cultus dewa raja (raja adalah wakil dari
dewa). Di masa pengaruh islam kuat, banyak raja yang menyatakan dirinya sebagai
wakil Allah, sang khalifatullah. Di masyarakat perdesan pun masih ada yang percaya
bahwa seeorang yang berhasil terpilih sebagai kepala desa karena bersangkutan
telah mendapatkan “pulung”.
Kenyataan diatas menunjukkan bahwa kekuasaan masih kenal dengan dunia
magis religlus, yaitu suatu pandangan yang beranggapan bahwa kekuasaan tidak
dapat dilepas-pisahkan dari kekuatan adi kodrati. Wewenang dan legitimasi orang
yang memerintah tidak didasarkan pada mereka yang diperintah. Pemimpin
memperoleh kekuasaan tidakndari dan atau persetujuan yang diperintah. Pemimpin
memperoleh kekuasaan dari Tuhan.
Kondisi tersebut menyebabkan batas antara wewenang yang diperoleh dari
Tuhan dengan nafsu kekuasaan dari penguasa sulit dibedakan. Namun, karena
atmosfir kebudayaan persepsi masyarakat saat itu menganggap hal tersebut
sebagai sesuatu yang wajar.
Pada masyarakat yang masih feodal, hal tersebut tidak mendapat gugatan.
Rakyat menerimanya dan mematuhi apa yang dititahkan oleh yang berkuasa.
“Dunia” masyarakat beranggapan kekuasaan hanya menjadi milik orang besar yang
mendapat dukungan kekuatan ilahi.
Raja tidak perlu bertanggung jawab kepada rakyat. Dirinya hanya merasa
bertanggung jawab pada tuhan. Sebagai “wakil Tuhan” semua kerajaan dan isinya
menjadi wewenangnya. Kerajaan adalah sang raja itu sendiri. Terjadi personifikasi
antara pemerintah kerajaan dan sang raja. Pada saat sang raja kuat, kerajaan akan
menjadi kuat. Sebaliknya, pada saat raja lemah kerjaan akan menjadih lemah. Maka
wajar kalau waktu itu batas wilayah kerajaan tidak permanen, namun tergantung
kekuatan militer dan ekonomi yang dimiliki oleh kerajaan yang bersangkutan.
Di dalam perjalanan sejarah, kemudian banyak muncul perbenturan,
termasuk benturan antara keluarga kerajaan maupun dengan kerjaan lain.sirkulasi
elit dan pergantian rezim sering diwarnai oleh pertumpahan darah. Aturan main
siapa yang berhak menduduki posisi kekuasaan tidak jelas sehingga persaingan
untuk memperebutkan kekuasaan sering diwarnai dengan penggunaan kekerasan.
Dalam sejarah kerajaan singasari pembunuhan terhadap raja ikut mewarnai suksesi
kerajaan, demikian pula pergantian pimpinan di kerajaan-kerajaan yang lain.
Hal tersebut tidak berarti bahwa rakyat tidak mempunyai pengaruh pada
proses pemerintahan. Pada batas-batas tertentu raja masih mengakui adanya ruang
bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara. Di masyarakat jawa
dikenal adaya istilah pepe, yaitu suatu konsep yang dipraktikkan oleh rakyat yang
merasa diperlakukan tidak adil. Orang yang merasa diperlakukan tidak adil duduk di
alun-alun dengan menggunakan baju putih siang dan malam untuk menarik
perhatian raja. Raja yang melihat ada orang yang duduk di alun-alun kemudian akan
memanggil dan mempertanyakan maksud dari yang bersangkutan melakukan pepe
(menjemur diri di terik matahari). Aspirasi dari rakyat kemudian akan
dipertimbangkan oleh sang raja dalam membuat dan menentukan kebijakan.
Masuknya kekuatan asing yang berhasil mengalahkan beberapa kerajaan di
nusantara tidak menghilangkan sistem feodal. Melalui sistem pemerintahan tidak
langsung (indirect rule) baik VOC maupun penggantinya, pemerintahan kolonial,
berhasil memfungsikan elit tradisional sebagai alat kekuasaannya. Elit birokrasi
kolonial justru berhasil memadukan sistem kolonial dengan feodal untuk
mengeksploitasi rakyat.
C. KESIMPULAN
1. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
2. Awal demokrasi di Indonesia, Dinamika yang berkembang di inonesia mulai
terjadi pada awal abad ke-20. Anak-anak Nusantara yang berkenalan dengan
pengetahuan modern mulai tertarik dengan demokrasi. Demikian pula kebijakan
pemerintahan kolonial yang mulai mengintrodusir elemen-elemen demokrasi,
walaupun dalam konteks yang terbang pada awal ke-20.
i

Anda mungkin juga menyukai