D
I
S
U
S
U
N
OLEH : KELOMPOK 6
NAMA : AWIN KRISTIANI ZEGA
JULKAT NIAT LAOLY
RESTU JAYA LAOLY
SUDIRMAN WARUWU
FOTUHO TAFONAO
KELAS : A
SEMESTER : 2
MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DOSEN PENGAMPU :
AMSTRONG HAREFA, S.H., M.H
UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “Demokrasi
Indonesia”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas
kepada kami. Dan kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
untuk membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami sadar bahwa dalam pembuatannya, makalah ini masih belum sempurna dan hal
ini merupakan langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Penulis
Kelompok 6
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat. Begitulah pemahaman yang paling
sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. Demokrasi pada
dasarnya adalah aturan orang, dan didalam sistem politik yang demokratis warga mempunyai
hak, kesempatan dan suara yang sama didalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Di
Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang
berwatak anti feodalisme dan anti interialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat
sosialis. Sejalan dengan perkembangan waktu, demokrasi beserta landasan yang
menyertainya mengalami perkembangan, pembaharuan dan pengujian yang terus-menerus.
Demokrasi juga mengalami pasang surut, bahkan terdapat perkembangan menarik, hampir
semua negara jajahan yang merdeka setelah Perang Dunia II bergeser dari sistem demokrasi
menuju non-demokrasi (Samuel Huntington, 1992: 80). Maka dari itu dalam makalah ini
penyusun akan memaparkan tentang konsep dasar demokrasi, landasan pengembangan
demokrasi dan perjalanan demokrasi di Indonesia. Bangsa Indonesia degan segala
keanekaragamannya merupakan suatu ciri khas yang tidak dimiliki oleh negara lain. Kita
memiliki ideologi dan dasar hukum yang sama, tujuannya sama, dan jiwa yang sama,
semuanya terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar demokrasi?
2. Apa saja landasan pengembangan demokrasi?
3. Bagaimana perjalanan demokrasi di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar demokrasi
2. Untuk mengetahui dan memahami landasan pengembangan demokrasi
3. Untuk mengetahui dan memahami perjalanan demokrasi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan
aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa Negara. Seperti diakui oleh Moh. Mahfud
MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara.
Pertama, hampir semua negara didunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang
fundamamental.; Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah
memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai
organisasi tertingginya. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar
pada warga masyarakat tentang demokrasi.
Istilah demokrasi (democracy) berasal dari penggalan kata bahasa Yunani yakni
demos dan kratos/cratein. Demos berarti rakyat dan cratein berarti pemerintahan. Jadi
demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Salah satu pendapat terkenal dikemukakan oleh
Abraham Lincoln di tahun 1863 yang mengatakan demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people and for the
people).
Berdasarkan banyak literatur yang ada, diyakini demokrasi berasal dari pengalaman
bernegara orang-orang Yunani Kuno, tepatnya di negara kota (polis) Athena pada sekitar
tahun 500 SM. Pada tahun 508 SM seorang warga Athena yaitu Kleistenes mengadakan
beberapa pembaharuan pemerintahan negara kota Athena (Magnis Suseno, 1997:100).
Kleistenes membagi para warga Yunani yang pada waktu itu berjumlah sekitar 300.000 jiwa
kedalam beberapa “suku”, masing-masing terdiri atas beberapa demes dan demes mengirim
wakilnya ke dalam Majelis 500 orang wakil. Majelis 500 mengambil keputusan mengenai
semua masalah yang menyangkut kehidupan kota Athena. Bentuk pemerintahan baru ini
disebut demokratia. Istilah demokratia sendiri dikemukakan oleh sejarawan Herodotus (490-
420 SM) untuk menyebut sistem kenegaraan hasil pembaharuan Kleistenes tersebut. Sistem
demokratia Athena akhirnya diambil alih oleh banyak polis lain di Yunani. Demokrasi di
Athena ini bertahan sampai dihancurkan oleh Iskandar Agung dari Romawi pada tahun 322
SM. Sejak saat itu demokrasi Yunani dianggap hilang dari muka bumi. Selanjutnya Eropa
memasuki abad kegelapan (Dark Age). Gagasan demokrasi mulai berkembang lagi di Eropa
terutama setelah kemunculan konsep nation state pada abad 17. Gagasan ini disemai oleh
pemikir-pemikir seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), Montesqiueu
(1689-1755), dan JJ Rousseau (1712-1778), yang mendorong berkembangnya demokrasi dan
konstitusionalisme di Eropa dan Amerika Utara (Aidul Fitriciada Azhari, 2005: 2). Pada
kurun waktu itu berkembang ide sekulerisasi dan kedaulatan rakyat.
Kebalikan dari prinsip demokrasi adalah prinsip kediktatoran yang berlaku pada sistem
politik otoriter atau toteliter. Prinsip-prinsip ini bisa disebut sebagai prinsip non demokrasi,
yaitu sebagai berikut:
Disamping adanya nilai-nilai demokrasi yang menopang sistem politik demokrasi, diperlukan
pula sejumlah kondisi agar nilai-nilai tersebut dapat ditegakkan sebagai pondasi demokrasi.
Beberapa kondisi yang diperlukan untuk mengembangkan demokrasi antara lain
pertumbuhan ekonomi yang memadai, pluralisme, dan pola hubungan negara dan masyarakat
(Askuri Ibn Chamin, 2003).
Pertama, Pertumbuhan ekonomi yang memadai. Menurut Robert Dahl (1971) faktor
ekonomi dalam bentuk GNP per kapita (dollar) merupakan salah satu faktor kondisional
penentu demokrasi dalam ukuran dollar. Menurut Dah (1971) bahwa negara dengan GNP per
kapita US $ 700 berpeluang besar membentuk sistem politik demokrasi. Walaupun demikian,
menurut Huntington (1995) kemakmuran ekonomi bukanlah satu-satunya faktor penentu
tumbuhnya demokrasi.
Kedua, Pluralisme. Masyarakat plural dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari
berbagai kelompok. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan
kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan-rintangan sistemik yang mengakibatkan
terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu. Pluralisme
mengajarkan kepada kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat untuk
meningkatkan kualitas dan daya saing masing-masing kelompok. Usaha kolektif untuk
menuju kehidupan yang lebih baik dijalankan melalui sebuah kompetisi antar kelompok
dengan aturan main yang telah disepakati. Kesadaran pluralism masyarakat ini dapat
menghindarkan pecahnya konflik antar kelompok setiap kali terjadi persaingan di dalamnya.
Ketiga, Pola hubungan negara dan masyarakat merupakan kondisi lain yang
menentukan kualitas pengembangan demokrasi. Demokrasi memerlukan sebuah negara yang
kuat, tetapi menghormati hukum, partai politik, legislatif, media massa, dan rakyat pada
umumnya. Negara seperti inilah yang dapat memberi perlindungan bagi rakyatnya dan
menjadi penopang bagi pengembangan nilai-nilai demokrasi.
a. Alinea pertama yang berbunyi Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.
b. Alinea kedua yang berbunyi Mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur.
c. Alinea ketiga yang berbunyi Atas berkat Rahmad Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas.
d. Aline keempat yang berbunyi Melindungi segenap bangsa.
2. Batang Tubuh UUD 1945
a. Pasal 1 ayat 2 yaitu tentang Kedaulatan adalah ditangan rakyat.
b. Pasal 2 yautu tentang Majelis Permusyawaratan rakyat.
c. Pasal 6 yaitu tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
d. Pasal 24 dan 25 yaitu tentang Peradilan yang merdeka.
e. Pasal 27 ayat 1 yaitu tentang Persamaan kedudukan didepan hukum.
f. Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
Para pendiri negara (The Founding Fathers) kita umumnya menyetujui bahwa negara
Indonesia yang akan didirikan hendaknya negara demokrasi. Ada kesamaan pandangan dan
konsensus politik dari para pendiri negara bahwa kenegaraan Indonesia harus berdasar
kerakyatan/ kedaulatan rakyat atau demokrasi. Jadi cita cita atau ide demokrasi itu ada pada
para the founding fathers bangsa ( Franz Magnis Suseno, 1997: 9-10). Menurut Mohammad
Hatta (1953:39-41), demokrasi telah berurat akar dalam pergaulan hidup kita. Bangsa
Indonesia sejak dahulu sesungguhnya telah mempraktekkan ide tentang demokrasi meskipun
masih sederhana dan bukan dalam tingkat kenegaraan. Dikatakan bahwa desa-desa di
Indonesia sudah menjalankan demokrasi, misalnya dengan pemilihan kepada desa dan
adanya rembug desa. Itulah yang disebut "demokrasi asli". Demokrasi asli itu memiliki 5
unsur atau anasir yaitu; rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes bersama dan
hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut. Saat itu, Mohammad Hatta lebih suka
mengganakan istilah kerakyatan, untuk membedakannya dengan demokrasi Barat yang
cenderung individualistik. Namun demikian, demokrasi desa tidak bisa dijadikan pola
demokrasi untuk Indonesia modern. Kelima unsur demokrasi desa tersebut perlu
dikembangkan dan diperbaharui menjadi konsep demokrasi Indonesia yang modern.
Demokrasi Indonesia modern, menurut Mohammad Hatta harus meliputi 3 hal yaitu;
demokrasi di bidang politik, demokrasi di bidang ekonomi, demokrasi di bidang sosial.
Saat ini, ide demokrasi tersebut terungkap dalam sila keempat Pancasila yakni
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan dan
pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yakni kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UndangUndang Dasar 1945. Oleh karena UUD 1945 merupakan derivasi dari Pancasila
sebagai dasar filsafat negara, maka secara normatif demokrasi Indonesia adalah demokrasi
yang bersumberkan nilai Pancasila khususnya sila keempat. Oleh karena itu demokrasi
Indonesia dikatakan Demokrasi Pancasila, dimana prinsip-prinsip demokrasi yang dijalankan
berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat diartikan secara luas
maupun sempit, sebagai berikut:
a. Secara luas demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila baik sebagai pedoman penyelenggaraan maupun sebagai cita-cita.
b. Secara sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila agar tegak dan berkembang dipusatkan pada 10
(sepuluh) pilar demokrasi (Achmad Sanusi, 2006: 193-205), yaitu:
a. Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Demokrasi yang Menjunjung Hak Asasi manusia
c. Demokrasi yang mengutamakan Kedaulatan Rakyat
d. Demokrasi yang didukung kecerdasan
e. Demokrasi yang menetapkan pembagian kekuasaan
f. Demokrasi yang menerapkan konsep Negara Hukum
g. Demokrasi yang menjamin otonomi daerah
h. Demokrasi yang berkeadilan sosial
i. Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat
j. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
c. Masa ketiga Republik Indonesia (1965-1998) yaitu masa demokrasi Pancasila yang
merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensiil
Afan Gaffar (1999: 10) membagi alur demokrasi Indonesia terdiri atas:
a. periode masa revolusi kemerdekaan (1945-1949)
b. periode masa demokrasi parlementer (1950-1959)
c. periode masa demokrasi terpimpin (1960-1965)
d. periode pemerintahan Orde Baru/demokrasi Pancasila (1966- 1998).
A. KESIMPULAN
Istilah demokrasi (democracy) berasal dari penggalan kata bahasa Yunani yakni
demos dan kratos/cratein. Demos berarti rakyat dan cratein berarti pemerintahan. Jadi
demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Salah satu pendapat terkenal dikemukakan oleh
Abraham Lincoln di tahun 1863 yang mengatakan demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government of the people, by the people and for the
people). Beberapa kondisi yang diperlukan untuk mengembangkan demokrasi antara lain
pertumbuhan ekonomi yang memadai, pluralisme, dan pola hubungan negara dan
masyarakat. Adapun landasan-landasan demokrasi pancasila, yaitu Pembukaan UUD 1945
dan Batang Tubuh UUD 1945. Dalam perjalanan sejarah bangsa, ada empat macam
demokrasi di bidang politik yang pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan
Indonesia, yaitu demokrasi parlementer (liberal), demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila
pada era orde baru, dan demokrasi pancasila pada era orde reformasi.
B. SARAN
Dewasa ini kekurangan dan sejarah yang kelam bagi pelaksanaan demokrasi
Indonesia dimasa lalu hendaknya menjadi pembelajaran dan tidak diulang kembali.
Kemudian hendaknya masyarakat tidak terlalu eksklusif atau ekstrim dalam memandang
perbedaan keyakinan, agama, adat istiadat, perbedaan politik, dan sebagainya. Sebab
perbedaan itu adalah bagian dari demokrasi. Dan bagi para petinggi yaitu pemerintah, agar
kiranya lebih memperhatikan kehidupan rakyatnya. Semoga makalah ini menjadi referensi
pendukung dalam memperluas wawasan tentang demokrasi terkhususnya Demokrasi
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Modul MK PKn.pdf
Diktat MK PKn.pdf
https://eprints,uad.ac.id/DEMOKRASI/dwi.pdf
https://osf.io/Demokrasi-Indonesia.pdf
id.m.wikipedia.org/wiki/Demokrasi