Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

DEMOKRASI

Oleh :
KELOMPOK 3
NAMA KELOMPOK :
1. Dina Maria Lenggu
2. Epifania Gayatridi
3. Ernawati Derisna Dimu Dedi
4. Filemon Marthinus Rajani Amalo
5. Fitri Rahmahda Yanti
6. Frencelia Yudi Kedu

TINGKAT : REGULER
1C

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PRODI DIII FARMASI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Demokrasi.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para
mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun penulis
pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa.
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan,
maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan
semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini
terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan masalah

C. Tujuan Masalah

BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi.
B. Pengertian Konsep Dasar Demokrasi.
C. Norma-norma yang mendasari Demokrasi.
D. Komponen-komponen Penegak Demokrasi.
E. Parameter tatanan kehidupan Demokrasi.
F. Demokrasi di Indonesia.
G. Demokrasi dan Korupsi.
BAB III: PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki
haksetara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi
dipraktekan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke negara lain.
DanNegara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha
untukmembangun sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan
kedaulatannya pada tahun 1945.
Demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat, artinya kekuasaan negara
itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Setiap warga negara sama
kedudukannya dalam pemerintahan, dimana mereka diberi kebebasan untuk memilih
ataupun dipilih. Di Indonesia, hal ini telah diwujudkan dalam bentuk Pemilihan Umum
yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan juga hal-hal lain yang seringkali dikaitkan
dengan Demokrasi.
Demokrasi kadang kala di sebut juga sebagai ekpresi kebebasan berpendapat dan
sangat erat kaitannya dengan kegiatan politik. Hal ini seringkali terwujud dengan adanya
aksidemonstrasi dimana rakyat turun ke jalan untuk menyampaikan beberapa aspirasinya
kepada pemerintah. Dewasa ini, sudah banyak aksi-aksi demonstrasi yang mengatas
namakan Demokrasi dan beberapa diantaranya banyak menyita perhatian umum, baik
dalam negeri maupun luar negeri.
B. Rumuasan Masalah
1. Apa yang dimaksud Demokrasi ?
2. Bagaimana konsep dasar Demokrasi ?
3. Jelaskan norma-norma yang mendasari Demokrasi ?
4. Jelaskan Komponen-komponen Penegak Demokrasi ?
5. Jelaskan Parameter tatanan kehidupan Demokrasi ?
6. Jelaskan Demokrasi di Indonesia ?
7. Jelaskan Demokrasi dan Korupsi ?
C. Tujuan Masalah
1. Mendeskripsikan pengertian Demokrasi.
2. Mendeskripsikan pengertian Konsep Dasar Demokrasi.
3. Menjelaskan norma-norma yang mendasari Demokrasi.
4. Menjelaskan Komponen-komponen Penegak Demokrasi.
5. Menjelaskan Parameter tatanan kehidupan Demokrasi.
6. Menjelaskan Demokrasi di Indonesia.
7. Menjelaskan Demokrasi dan Korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEGERTIAN DEMOKRASI

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia” yang berarti


kekuasaan rakyat. Demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos
yang memiliki arti rakyat dan Kratos yang memiliki arti kekuasaan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Demokrasi adalah gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Berikut ini adalah pengertian demokrasi menurut beberapa ahli :
1. Demokrasi menurut Montesque, kekuasaan negara harus dibagi dan
dilaksanakan oleh tiga lembaga atau institusi yang berbeda dan terpisah satu
sama lainnya, yaitu pertama, legislatif yang merupakan pemegang kekuasaaan
untuk membuat undang-undang, kedua, eksekutif yang memiliki kekuasaan
dalam melaksanakan undang-undang, dan ketiga adalah yudikatif, yang
memegang kekuasaan untuk mengadili pelaksanaan undang-undang. Dan
masing-masing institusi tersebut berdiri secara independen tanpa dipengaruhi
oleh institusi lainnya.
2. Demokrasi menurut Abraham Lincoln yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
3. Demokrasi menurut Aristoteles mengemukakan ialah suatu kebebasan atau
prinsip demokrasi ialah kebebasan, karena hanya melalui kebebasanlah setiap
warga negara bisa saling berbagi kekuasaan didalam negaranya. Aristoteles
pun mengatakan apabila seseorang hidup tanpa kebebasan dalam memilih cara
hidupnya, maka sama saja seperti budak.
4. Demokrasi menurut H. Harris Soche ialah suatu bentuk pemerintahan rakyat,
karenanya kekuasaan pemerintahan melekat pada rakyat juga merupakan
HAM bagi rakyat untuk mempertahankan, mengatur dan melindungi diri dari
setiap paksaan dalam suatu badan yang diserahkan untuk memerintah
5. Demokrasi menurut International Commission of Juris tadalah bentuk
pemerintahan dimana hak dalam membuat suatu keputusan politik harus
diselenggarakan oleh rakyat melalui para wakil yang terpilih dalam suatu proses
pemilu.

B. PENGERTIAN KONSEP DASAR DEMOKRASI

1. Konsep Dasar Demokrasi


Demokrasi sebagai konsep sesungguhnya memiliki banyak pengertian dari
berbagai sudut pandang atau perspektif. Berbagai pendapat para ahli banyak
mengupas perihal demokrasi. Contoh yang dikemukakan oleh Abraham Lincoln
di atas, hanyalah salah satu contoh pengartian demokrasi. Robert Dahl sampai
pada pernyataan bahwa “there is no democratic theory, there are only
democratic theories”. Bahkan Harold Laski mengutarakan bahwa demokrasi
tidak dapat diberi batasan, karena rentang sejarahnya yang amat panjang dan
telah berevolusi sebagai konsep yang menentukan (Hendra Nurtjahjo, 2006:
71).
Berdasar banyak literatur yang ada, diyakini demokrasi berasal dari
pengalaman bernegara orang-orang Yunani Kuno, tepatnya di negara kota
(polis) Athena pada sekitar tahun 500 SM. Yunani sendiri pada waktu itu terdiri
dari beberapa negara kota (polis) seperti Athena, Makedonia dan Sparta. Pada
tahun 508 SM seorang warga Athena yaitu Kleistenes mengadakan beberapa
pembaharuan pemerintahan negara kota Athena (Magnis Suseno, 1997:100).
Kleistenes membagi para warga Yunani yang pada waktu itu berjumlah sekitar
300.000 jiwa kedalam beberapa “suku”, masing-masing terdiri atas beberapa
demes dan demes mengirim wakilnya ke dalam Majelis 500 orang wakil.
Keanggotaan majelis 500 itu dibatas satu tahun dan seseorang dibatasi hanya
dua kali selama hidupnya untuk dapat menjadi anggota. Majelis 500
mengambil keputusan mengenai semua masalah yang menyangkut kehidupan
kota Athena. Bentuk pemerintahan baru ini disebut demokratia. Istilah
demokratia sendiri dikemukakan oleh sejarawan Herodotus (490-420 SM)
untuk menyebut sistem kenegaraan hasil pembaharuan Kleistenes tersebut.
Sistem demokratia Athena akhirnya diambil alih oleh banyak polis lain di Yunani.

Demokrasi di Athena ini bertahan sampai dihancurkan oleh Iskandar Agung


dari Romawi pada tahun 322 SM. Sejak saat itu demokrasi Yunani dianggap
hilang dari muka bumi. Selanjutnya Eropa memasuki abad kegelapan (Dark
Age).
Gagasan demokrasi mulai berkembang lagi di Eropa terutama setelah
kemunculan konsep nation state pada abad 17. Gagasan ini disemai oleh
pemikir-pemikir seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704),
Montesqiueu (1689-1755), dan JJ Rousseau (1712-1778), yang mendorong
berkembangnya demokrasi dan konstitusionalisme di Eropa dan Amerika Utara
(Aidul Fitriciada Azhari, 2005: 2). Pada kurun waktu itu berkembang ide
sekulerisasi dan kedaulatan rakyat. Berdasar sejarah singkat tersebut, kita bisa
mengetahui adanya demokrasi yang berkembang di Yunani yang disebut
demokrasi kuno dan demokrasi yang berkembang selanjutnya di Eropa Barat
yang dikenal sebagai demokrasi modern.
Berdasar berbagai pengertian yang berkembang dalam sejarah pemikiran
tentang demokrasi, kita dapat mengkategorikan ada 3 (tiga) makna demokrasi
yakni demokrasi sebagai bentuk pemerintahan, demokrasi sebagai sistem
politik dan demokrasi sebagai sikap hidup.

a. Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan


Makna demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan merupakan
pengertian awal yang dikemukakan para ahli dan tokoh sejarah, misalnya Plato
dan Aristotoles. Plato dalam tulisannya Republic menyatakan bahwa bentuk
pemerintahan yang baik itu ada tiga yakni monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
Jadi demokrasi adalah satu satu dari tiga bentuk pemerintahan. Ukuran yang
digunakan untuk membedakan adalah kuantitas dalam arti jumlah orang yang
berkuasa dan kualitas yang berarti untuk siapa kekuasaan itu dijalankan.
Menurutnya, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana
pemerintahan itu dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan
rakyat banyak. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan
rakyat banyak. Aristokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipegang
oleh sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan
rakyat banyak. Ketiganya dapat berubah menjadi bentuk pemerintahan yang
buruk yakni tirani, oligarki dan mobokrasi atau okhlokrasi.
Tirani adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang
sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan pribadi. Oligarki
adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok dan
dijalankan untuk kelompok itu sendiri. Sedangkan mobokrasi/okhlokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat, tetapi rakyat tidak
tahu apa-apa, rakyat tidak berpendidikan, dan rakyat tidak paham tentang
pemerintahan. Akhirnya, pemerintahan yang dijalankan tidak berhasil untuk
kepentingan rakyat banyak. Penyelenggaraan pemerintahan itu justru
menimbulkan keonaran, kerusuhan, kebebasan, dan kerusakan yang parah
sehingga dapat menimbulkan anarki. Mobokrasi adalah bentuk pemerintahan
yang chaos. Sementara itu, Aristoteles dalam tulisannya Politics
mengemukakan adanya tiga macam bentuk pemerintahan yang baik yang
disebutnya good constitution, meliputi: monarki, aristokrasi dan polity.
Sedangkan pemerintahan yang buruk atau bad constitution meliputi tirani,
oligarki dan demokrasi. Jadi berbeda dengan Plato, demokrasi menurut
Aristoteles merupakan bentuk dari pemerintahan yang buruk, sedang yang
baik disebutnya polity atau politeia.
Teori Aristoteles banyak dianut oleh para sarjana di masa lalu diantaranya
Pollybius. Hanya saja menurut Pollybius, bentuk pemerintahan yang ideal
bukan politeia, tetapi demokrasi yang bentuk pemerosotannya adalah
mobokrasi (pemerintahan yang chaostic). Jadi Pollybius lebih sejalan dengan
pendapat Plato. Ia terkenal dengan ajarannya yang dikenal dengan nama
Lingkaran Pollybius, bahwa bentuk pemerintahan akan mengalami perputaran
dari yang awalnya baik menjadi buruk, menjadi baik kembali dan seterusnya.
Dengan demikian teori Pollybius telah mengubah wajah demokrasi sebagai
bentuk pemerintahan yang buruk menjadi sesuatu yang ideal atau baik dan
diinginkan dalam penyelenggaraan bernegara sesuai dengan kehendak rakyat.
Sampai saat itu pemaknaan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan
masih dianut beberapa ahli. Sidney Hook mengatakan demokrasi adalah
bentuk pemerintahan di mana keputusan keputusan pemerintah yang penting
secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas
yang diberikan secara bebas kepada rakyat dewasa (Tim ICE UIN, 2003: 110).
Menurut International Commission for Jurist, demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik
diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh
mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses
pemilihan yang bebas (Mirriam Budiardjo, 2008: 116-117). Georg Sorensen
(2003: 1) menyatakan demokrasi adalah bentuk pemerintahan oleh rakyat.

b. Demokrasi sebagai Sistem Politik


Perkembangan berikutnya, demokrasi tidak sekedar dipahami sebagai
bentuk pemerintahan, tetapi lebih luas yakni sebagai sistem politik. Bentuk
pemerintahan bukan lagi demokrasi , oligarki, monarki atau yang lainnya.
Bentuk pemerintahan, dewasa ini lebih banyak menganut pendapatnya Nicollo
Machiavelli (1467-1527). Ia menyatakan bahwa Negara (Lo Stato) dalam hal ini
merupakan hal yang pokok (genus) sedang spesiesnya adalah Republik (Respublica)
dan Monarki (Principati). Monarki adalah bentuk pemerintahan
yang bersifat kerajaan. Pemimpin negara umumnya bergelar raja, ratu, kaisar,
atau sultan. Sedangkan Republik adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin
oleh seorang presiden atau perdana menteri. Pembagian dua bentuk
pemerintahan tersebut didasarkan pada cara pengangkatan atau penunjukan
pemimpin negara. Apabila penunjukan pemimpin negara berdasarkan
keturunan atau pewarisan maka bentuk pemerintahannya monarki. Sedangkan
bila penunjukan pemimpin negara berdasarkan pemilihan maka bentuk
pemerintahannya adalah republik.
Jika bentuk pemerintahan adalah republik atau monarki, maka demokrasi
berkembang sebagai suatu sistem politik dalam bernegara. Sarjana yang
mendefinisikan demokrasi sebagai sistem, misalnya Henry B Mayo (Mirriam
Budiardjo, 2008: 117) yang menyatakan sistem politik demokrasi adalah sistem
yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Samuel Huntington (1997: 6-7) menyatakan bahwa sistem politik di dunia
ini ada dua yakni sistem politik demokrasi dan sistem politik non demokrasi.
Menurutnya, suatu sistem politik disebut demokrasi apabila para pembuat
keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan
yang jurdil. Di dalam sistem itu, para calon bebas bersaing untuk memperoleh
suara dan semua penduduk berhak memberikan suara. Sedangkan sistem
politik non demokrasi meliputi sistem totaliter, otoriter, absolut, rezim militer,
sistem komunis, dan sistem partai tunggal. Demokrasi sekarang ini merupakan
lawan dari sistem politik otoriter, absolut, dan totaliter. Carter dan Herz dalam
Ramlan Surbakti (1999: 221) menggolongkan macam-macam sistem politik
didasarkan pada kriteria siapa yang memerintah dan ruang lingkup jangkauan
kewenangan pemerintah. Berdasar ini maka ada sistem politik otoriter, sistem
politik demokrasi, sistem politik totaliter dan sistem politik liberal. Apabila
pihak yang memerintah terdiri atas beberapa orang atau kelompok kecil orang
maka sistem politik ini disebut “pemerintahan dari atas” atau lebih tegas lagi
disebut oligarki, otoriter, ataupun aristokrasi. Di lain pihak, apabila pihak yang
memerintah terdiri atas banyak orang, maka sistem politik ini disebut
demokrasi. Kemudian apabila kewenangan pemerintah pada prinsipnya
mencakup segala sesuatu yang ada dalam masyarakat, maka rezim ini disebut
totaliter. Sedangkan apabila pemerintah memiliki kewenangan yang terbatas
yang membiarkan beberapa atau sebagian besar kehidupan masyarakat
mengatur dirinya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah dan apabila kehidupan
masyarakat dijamin dengan tata hukum yang disepakati bersama,
maka rezim ini disebut liberal.
Ramlan Surbakti (1999: 222-232) juga membedakan sistem politik terdiri
atas sistem politik otokrasi tradisional, sistem politik totaliter dan sistem politik
demokrasi. Selain tiga jenis tersebut dinyatakan pula adanya sistem politik
negara berkembang. Macam-macam sistem politik tersebut dibedakan dengan
lima kriteria yaitu kebaikan bersama, identitas bersama, hubungan kekuasaan,
legitimasi kewenangan dan hubungan ekonomi dan politik. Sistem politik
demokrasi, kesempatan politik yang sama bagi individu. Individu menggunakan
kesempatan politik tersebut dengan menggabungkan diri dalam organisasi-
organisasi sukarela yang dapat mempengaruhi keputusan pemerintah dan
membuat kebijakan yang menguntungkan mereka. Selain itu sistem ini
menekankan pada persamaan kesempatan ekonomi daripada pemerataan
hasil dari pemerintah. Jadi individu bebas mencari dan mendayagunakan
kekayaan sepanjang dalam batas-batas yang disepakati bersama. Sistem politik
demokrasi menekankan pemenuhan kebutuhan materiil kepada massa dan
dalam masyarakat, negara menerapkan individualisme. Hal ini menimbulkan
ketegangan antara tujuan-tujuan moril dan materiil, namun demikian
pemenuhan kebutuhan materiil yang tampaknya lebih menonjol. Pendapat lain
dikemukakan oleh Arief Budiman (1996: 38), bahwa hanya ada dua kutub
variasi sistem politik, yakni sistem politik yang otoriter dan sistem politik yang
demokratis.

c. Demokrasi sebagai Sikap Hidup


Demokrasi tidak hanya dimaknai sebagai bentuk pemerintahan dan atau
sistem politik, tetapi juga dimaknai sebagai sikap hidup. Demokrasi tidak cukup
berjalan di tingkat kenegaraan, tetapi demokrasi juga memerlukan sikap hidup
demokratis yang tumbuh dalam diri penyelenggara negara maupun warga
negara pada umumnya. Tim ICCE IUN (2003: 112) menyebut demokrasi sebagai
pandangan hidup. Bahwa demokrasi tidak datang dengan sendiri dalam
kehidupan bernegara. Ia memerlukan perangkat pendukungnya yakni budaya
yang kondusif sebagai mind set dan setting sosial dan bentuk konkrit dari
manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai pandangan hidup.
John Dewey (Zamroni, 2001: 31) menyatakan ide pokok demokrasi adalah
pandangan hidup yang dicerminkan dengan partisipasi setiap warga yang
sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan.
Nurcholish Madjid (Tim ICCE UIN, 2003: 113) menyatakan demokrasi sebagai
proses berisikan norma-norma yang menjadi pandangan hidup bersama.
Menurut Padmo Wahyono (1991:227), demokrasi adalah suatu pola kehidupan
masyarakat yang sesuai dengan pandangan hidup manusia yang berkelompok
tersebut.
Berdasar pendapat-pendapat di atas, demokrasi bukan sekedar suatu
bentuk pemerintahan ataupun sistem politik melainkan yang utama adalah
suatu bentuk kehidupan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Bentuk kehidupan yang demokratis akan kokoh bila di kalangan
masyarakat tumbuh nilai-nilai demokrasi. Mohammad Hatta (1966: 9) juga
pernah menyatakan bahwa demokrasi memerlukan syarat-syarat hidupnya
yakni rasa tanggung jawab dan toleransi pada pemimpin-pemimpin politik.
Tanggung jawab dan toleransi merupakan nilai demokrasi yang akan
mendukung sistem atau pemerintahan demokrasi.
Henry B Mayo (Mirriam Budiarjo, 2008: 118-119) mengidentifikasi adanya
8 (delapan) nilai demokrasi, yaitu: 1)penyelesaian pertikaian secara damai dan
sukarela, 2) menjamin perubahan secara damai dalam masyarakat dinamis, 3)
pergantian penguasa secara teratur, 4) penggunaan paksaan sedikit mungkin, 5)
pengakuan dan penghormatan terhadap keanekaragaman, 6) penegakan
keadilan, 7) memajukan ilmu pengetahuan, dan 8) pengakuan penghormatan
atas kebebasan.
Rusli Karim (1996) menyebutkan perlunya kepribadian yang demokratis,
yang meliputi 1) inisiatif, 2) disposisi resiprositas, 3) toleransi, 4) kecintaan
terhadap keterbukaan, 5) komitmen, 6) tanggung jawab, serta 7) kerja sama
keterhubungan. Zamroni (2001:32) menyatakan bahwa demokrasi akan
tumbuh kokoh bila di kalangan masyarakat tumbuh kultur dan nilai-nilai
demokrasi, yaitu 1) toleransi, 2) kebebasan mengemukakan dan menghormati
perbedaan pendapat, 3) memahami keanekaragaman dalam masyarakat, 4)
terbuka dalam berkomunikasi, 5) menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan,
6) percaya diri atau tidak menggantungkan diri pada orang lain, 7) saling
menghargai, 8) mampu mengekang diri, 9) kebersamaan dan 10)
keseimbangan. Nurcholish Madjid (Tim ICCE UIN, 2003: 113) menyatakan
demokrasi sebagai pandangan hidup paling tidak memiliki 7 (tujuh) norma,
yaitu: 1) pentingnya kesadaran akan pluralisme, 2) musyawarah, 3)
pertimbangan moral, 4) permufakatan yang jujur dan sehat, 5) pemenuhan
segi segi ekonomi, 6) kerja sama antar warga masyarakat dan sikap
mempercayai iktikad masing-masing, dan 7) pandangan hidup demokrasi harus
menyatu dengan sistem Pendidikan.
C. NORMA-NORMA YANG MENDASARI DEMOKRASI
Norma-Norma yang Mendasari Demokrasi

Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap
warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu
mindset (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat). Bentuk konkrit dari
manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam
seluk beluk sendi kehidupan bernegara, baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh pemerintah.
Pemerintahan demokrasi membutuhkan kultur demokrasi untuk membuatnya performed (eksis
dan tegak). Kultur demokrasi itu berada dalam masyarakat itu sendiri. Sebuah pemerintahan yang
baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat pada umumnya punya sikap positif dan proaktif
terhadap norma-norma dasar demokrasi. Karena itu harus ada keyakinan yang luas di masyarakat
bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang terbaik dibanding dengan sistem lainnya
(Saiful Mujani, 2002). Untuk itu masyarakat harus menjadikan demokrasi sebagai way of life
yang menuntun tata kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, pemerintahan, dan kenegaraan.

Nurcholish Madjid memiliki pandangan yang positif terhadap demokrasi. Menurutnya, demokrasi
bukanlah kata benda, melainkan lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai
proses yang dinamis. Karena itu, demokrasi haruslah diupayakan. Demokrasi dalam kerangka di
atas berarti sebuah proses melaksanakan nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan
bermasyarakat. Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga civil society yang menghormati
dan berupaya merealisasikan nilai- nilai demokrasi (Sukron Kamil, 2002).

Nurcholish Madjid (Cak Nur) berhasil merumuskan daftar penting norma- norma dan pandangan
hidup demokratis yang sesuai dengan ajaran Islam yang universal. Menurut Cak Nur pandangan
hidup demokratis berdasarkan pada bahan-bahan yang telah berkembang, baik secara teoritis
maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan paling tidak
mencakup tujuh norma. Ketujuh norma tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme Kemajemukan adalah sunnatullah. Kesadaran


masyarakat harus dibangun secara positif dalam memandang segala perbedaan. Seseorang akan
dapat menyesuaikan dirinya pada cara hidup demokratis jika ia mampu mendisiplinkan dirinya ke
arah jenis persatuan dan kesatuan yang diperoleh melalui penggunaan perilaku kreatif dan
dinamis serta memahami segi-segi positif kemajemukan masyarakat. Masyarakat yang teguh
berpegang pada pandangan hidup demokratis harus dengan sendirinya teguh memelihara dan
melindungi lingkup keragaman yang luas. Pandangan hidup demokratis seperti ini menuntut
moral pribadi yang tinggi. Kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat
Indonesia sebagai bangsa yang sangat beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya, agama dan potensi
alamnya.

2. Dalam peristilahan politik dikenal istilah Musyawarah.

Musyawarah telah diajarkan dalam ajaran Islam sejak dulu. Karena istilah musyawarah berasal
dari bahasa Arab, dengan makna asal sekitar "saling member isyarat". Internalisasi makna dan
semangat musyawarah menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan
untuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi atau bahkan "kalah suara". Semangat
musyawarah menuntut agar setiap orang menerima kemungkinan terjadinya "partial finctioning
of ideals", yaitu pandangan dasar bahwa belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan atau
pikiran seseorang atau kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Korelasi prinsip itu
ialah kesediaan untuk kemungkinan menerima bentuk- bentuk tertentu kompromi atau islah.
Korelasinya yang lain ialah seberapa Jauh kita bisa bersikap dewasa dalam mengemukakan
pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menerima perbedaan pendapat, dan kemungkinan
mengambil pendapat yang lebih baik. Dalam masyarakat yang belum terlatih benar untuk
berdemokrasi, sering terjadi kejenuhan antara mengkritik yang sehat dan bertanggung jawab, dan
menghina yang merusak dan tanpa tanggung jawab.

3. Buang jauh-jauh pemikiran bahwa untuk mendapatkan tujuan dapat menghalalkan segala cara.

Ungkapan "tujuan menghalalkan cara" mengisyaratkan suatu kutukan kepada orang yang
berusaha meraih tujuannya dengan cara-cara yang tidak peduli kepada pertimbangan moral.
Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan
tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan
cara yang ditempuh untuk meraihnya.

Seperti dikatakan Albert Camus, "Indeed the end justifies the means. But what justifies the end?
The means!". Maka antara keduanya tidak boleh ada pertentangan. Setiap pertentangan antara
cara dan tujuan jika telah tumbuh menggejala cukup luas, pasti akan mengundang reaksi-reaksi
yang dapat menghancurkan demokrasi. Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa akhlak yang
tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral (keluhuran akhlak) menjadi acuan dalam berbuat
dan mencapai tujuan.

4. Permufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah yang

jujur dan sehat. Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dna menjalankan seni
permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai permufakatan yang juga jujur dan sehat.
Permufakatan yang dicapai melalui "engineering", manipulasi atau taktik-taktik yang
sesungguhnya hasil

sebuah konspirasi, bukan saja merupakan permufakatan yang curang, cacat atau sakit, malah
dapat disebut sebagai pengkhianatan pada nilai dan semangat demokrasi. Karena itu, faktor
ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua merupakan
hal yang sangat pokok. Faktor ketulusan itu mengandung makna pembebasan diri dari vested
interest yang sempit. Prinsip ini pun terkait dengan paham 4. Permufakatan yang jujur dan sehat
adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat. Suasana masyarakat demokratis dituntut
untuk menguasai dna menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai
permufakatan yang juga jujur dan sehat. Permufakatan yang dicapai melalui "engineering",
manipulasi atau taktik-taktik yang sesungguhnya hasil

sebuah konspirasi, bukan saja merupakan permufakatan yang curang, cacat atau sakit, malah
dapat disebut sebagai pengkhianatan pada nilai dan semangat demokrasi. Karena itu, faktor
ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua merupakan
hal yang sangat pokok. Faktor ketulusan itu mengandung makna pembebasan diri dari vested
interest yang sempit. Prinsip ini pun terkait dengan paham musyawarah seperti telah
dikemukakan di atas. Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-
masing pribadi atau kelompok yang bersangkutan mempunyai kesediaan psikologis untuk melihat
kemungkinan orang lain benar dandiri sendiri salah, dan bahwa setiap orang pada dasarnya baik,
berkecenderungan baik dan beritikad baik.

5. Dari sekian banyak unsur kehidupan bersama ialah terpenuhinya keperluan pokok, yaitu
pangan, sandang, dan papan. Ketiga hal itu menyangkut masalah pemenuhan segi-segi ekonomi
(seperti masalah mengapa kita makan nasi, bersandangkan sarung, kopiah, kebaya, serta
berpapankan rumah "joglo", misalnya) yang dalam pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan
sosial-budaya. Warga masyarakat demokratis ditantang unuk mempu menganut hidup dengan
pemenuhan kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa rencana-rencana
itu (dalam wujud besarnya ialah GBHN) benar-benar sejalan dengan tujuan dan praktik
demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan
aspek keharmonisan dan keteraturan sosial.
6. Saling bekerjasama antarwarga masyarakat dengan paradigma saling memiliki pikiran-pikiran
yang positif (positive thinking). Kerjasama antarwarga masyarakat dan sikap saling mempercayai
itikad baik masing-masing, kemudian jalinan dukung-mendukung secara fungsional antara
berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada, merupakan segi penunjang efisiensi
untuk demokrasi. Masyarakat yang terkotak-kotak dengan masing-masing penuh curiga kepada
lainnya bukan saja mengakibatkan tidak efisiennya cara hidup demokrasi, tapi juga dapat
menjurus pada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan dengan nilai- nilai asasi demokratis.
Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom of conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi
semua (egalitarianisme) dan tingkah laku penuh percaya pada itikad baik orang dan kelompok
lain (trust attitude) mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan
optimis. Pandangan kemanusiaan yang negatif dan pesimis akan dengan sendirinya sulit
menghindari perilaku dan tidak percaya kepada sesama manusia, yang kemudian ujungnya ialah
keengganan bekerjasama.

7. Pentingnya pendidikan demokrasi sejak dini. Pelaksanaan demokrasi belum sepenuhnya sesuai
dengan kaidah-kaidah yang sesungguhnya. Di tengah-tengah pelaksanaan demokrasi yang belum
dewasa, kebutuhan pendidikan demokrasi bagi masyarakat menjadi semakin penting. Pendidikan
demokrasi yang dilakukan selama ini masih terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan
konsep-konsep secara verbalistik. Terjadinya diskrepansi (jurang pemisah) antara das sein dan
das sollen dalam konteks ini ialah akibat dari kuatnya budaya "menggurui" (secara feodalistik)
dalam masyarakat, sehingga verbalisme yang dihasilkannya juga menghasilkan kepuasan
tersendiri dan membuat yang bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam penegakan
demokrasi hanya karena telah berbicara tanpa perilaku. Pandangan hidup demokratis terlaksana
dalam abad kesadaran universal sekarang ini maka nilai-nilai dan pengertian-pengertiannya harus
dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan di Indonesia.

Henry B. Mayo dalam Mirriam Budiardjo (1990) menyebutkan adanya delapan nilai demokrasi,
yaitu:

1. Menyelesaikan pertikain-pertikain secara damai dan sukarela

2. Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam sustu masyarakat

yang selalu berubah 3. Pergantian penguasa dengan teratur

4. Penggunaan paksaan sedikit mungkin

5. Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman 6. Menegakkan keadilan

7. Memajukan ilmu pengetahuan 8. Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan

Zamroni (2001) menyebutkan adanya kultur nilai demokrasi

1. Toleransi

2. Kebebasan mengemukakan pendapat

3. Menghormati perbedaan pendapat

4. Memahami keanekaragaman dalam masyarakat

5. Terbuka dan komunikasi

6. Menjunjung nilai dan martabat kemanusian


7. Percaya diri

8. Tidak menggantungkan pada orang lain

9. Saling menghargai

10. Mampu mengekang diri

11. Kebersamaan
12. Keseimbangan

D. KOMPONEN-KOMPONEN PENEGAK DEMOKRASI.


Komponen-komponen penegak demokrasi

Komponen-komponen penegak demokrasi Tegaknya demokrasi suatu Negara sangat tergantung


pada komponen-komponen sebagai

berikut: a. Negara Hukum

Demokrasi suatu Negara dapat berdiri, kalau negarannya adalah Negara hokum, yakni sebagai
Negara yang memberikan perlindungan hukum bagi wrga negarannya melalui pelembagaan
peradilan yang bebas dan tidak memihak dan sekaligus juga terdapat jaminan terhadap
perlindungan HAM. Berdirinya suatu demokrasi sangat perlu ditopang oleh bentuk pemerintahan
yang good

b. Pemerintahan yang Good Governance

governance yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta tranfaran.

e. Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif

Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif yang dapat menopang tegaknya demokrasi suatau Negara
adalah badan pemegang kekuasaan legislative yang diisi oleh orang-orang yang memiliki civic
skill yang solid dan tinggi, sebgai contoh anggota DPR RI yang mempunyai fungsi membuat UU,
fungsi pengwasan dan fungsi anggaran. Maka, para anggotanya memang memiliki civic

skill dalam ketiga bidang tersebut.

d. Peradilan yang Bebas dan Mandiri

Peran dunia peradilan dalam kaitannya dengan demokrasi juga berada pada peran yang sentral

e. Masyarakat Madani Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakatnya yang terbuka,


masyarakat yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan Negara, masyarakat yang kritis dan
berpartisipasi aktif serta masyarakat egaliter.

f. Pers yang Bebas dan Bertanggung jawab

Berkembangnya denokrasi disuatu Negara sangat perlu dikawal oleh pers yang memegan tidak
berada dibawah tekanan penguasa atau pihak manapun dalam pemberitaannya senantiasa
dilandasi dengan rasa tanggung jawab kepada masyarakat dn bangsa dengan berdasrkan fakta-
fakta yang dipertanggung jawabkan.
g. Infrastruktur Politik

Infrastruktur politik terdiri dari partai poltik dan kelompok gerakan. Menurut Miriam Budiarjo,
partai politik mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi
politik, sebagai sarana rekrutmen kader dan sebagai sarana pengatur pengatur konflik.
A. PARAMETER TATANAN KEHIDUPAN DEMOKRASI.
Suatu pemerintahan dikatakan demokrasi bila dalam mekanisme pemerintahannya
melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi yaitu persamaan,
kebebasan, dan pluralism.

Menurut Robert A. Dahl,


terdapat tujuh prinsip yang harus ada dalam system demokrasi yaitu:

1. Kontrol atas keputusan pemerintah


2. Pemilihan umum yang sejujur
3. Hak memilih dan dipilih
4. Kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman
5. Kebebasan mengakses informasi
6. Kebebasan berserikat

Tiga aspek dapat dijadikan landasan untuk mengukur sejauh mana demokrasi itu berjalan
dalam suatu Negara. Aspek tersebut yaitu:

1. Pemilihan umum
Peulihan umum adalah proses pembentukan pemerintahan.pemilihan umum merupakan salah
satu instrument dalam proses pergantian pemerintahan.

2. Susunan kekuasaan Negara


Kekuasaan Negara dijalankan secara distributive untuk menghindari penumpukan kekuasaan
dalam satu wilayah.

3. Kontrol rakyat
Suatu relasi kuasa yang berjalan secara simetris, memili sambungan yang jelas dan adanya
mekanisme yang memungkinkan kontrol dan keseimbangan (check and balance) terhadap
kekuasaan yang di jalankan eksekutif dan legislatif.

Parameter demokrasi juga dapat diketahui melalui adanya unsur sbb:


1. Hak dan kewajiban politik dapat dinikmati dan dilaksanakan oleh warga Negara berdasarkan
prinsip-prinsip dasar HAM yang menjamin adanya kebebasan kemerdekaan dan rasa
merdeka.

2. Pengakuan hukum yang berasaskan pada prinsip supremasi hukum, kesamaan didepan
hukum dan jaminan terhadap HAM

3. Kesamaan hak dan kewajiban anggota masyarakat


4. Kebebasan pers dan pers yang bertanggung jawab

5. Pengakuan terhadap hak minoritas


6. Pembuatan kebijakan negera yang berlandaskan pada asas pelayanan, pemberdayaan, dan
pencerdasan.

7. System kerja yang kooperatif dan kolaboratif


8. Keseimbangan dan keharmonisan

9. Tentara yang professional sebsgai kekuatan pertahanan


10. Lembaga peradilan yang independen

Ada banyak tokoh yang mengemukakan mengenai parameter tatanan kehidupan demokrasi :

Menurut tokoh reformasi Amin Rais, parameter demokrasi pada suatu Negara masyarakat
adanya:
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan
2. Distribusi pendapat secara adil
3. Kesempatan memperoleh pendidik
4. Ketersediaan dan kerterbukaan informasi
5. Mengindakkan fatsoen politik
6. Kebebasan individu
7. Semangat kerjasama
8. Hak untuk proses

Menurut Sri Soemanti Negara di katakan demokrasi apabila:


1. Hukum ditetapkan dengan persetujuan wakil rakyat yang dipilih secara bebas
2. Hasil pemilu dapat mengakibatkan pergantian orang-orang pemerintahan
3. Pemerintahan harus terbuka
4. Kepentingan minoritas harus dipertimbangkan

Menurut Fraat Magnis –Sujeno Kriteria Negara demokrasi adalah:


1. Negara terikat pada hukum
2. Control efektif terhadap pemerintahan oleh rakyat
3. Pemilu yang bebas
4. Prinsip mayoritas
5. Adanya jaminan terhadap hak-hak demokrasi

Menurut W. Roos Yates ciri-ciri demokrasi yaitu:


1. Toleransi terhadap orang lain
2. Perasaan fairplay
3. Optimism terhadap hakikat manusia
4. Persamaan kesempatan
5. Orang yang terdidik
6. Jaminan hidup, kebebasan dan hak milik

A. MACAM – MACAM IDEOLOGI BESAR YANG ADA DIDUNIA

demokrasi dan korupsi terkait dengan sistem pemerintahan otokratik dan demokrasi,
tak selinear yang dibayangkan orang. Studi Treisman punya persamaan sekaligus
"perbedaan" titik tekan dengan temuan riset yang dilakukan Montinola dan Jackman
(2002).

Persamaannya adalah demokrasi punya efek terhadap upaya memberantas korupsi.


Namun, menurut Montinola dan Jackman, efek demokrasi terhadap pemberantasan
korupsi tidak bersifat linear. Di negara semi-demokrasi atau belum terkonsolidasi,
korupsi justru lebih banyak terjadi ketimbang di negara-negara otoriter. Demokrasi
baru punya efek mengurangi korupsi jika ia sudah terkonsolidasi dan terlembaga
secara baik.
Mengapa rezim demokrasi baru justru menangguk petaka korupsi lebih besar?
Pendekatan institusi dapat menjelaskan hubungan non-linear antara demokrasi dan
korupsi. Pada transisi menuju demokrasi, law enforcement tidak berjalan dengan baik.
Pejabat yang berniat korupsi merasa yakin tak akan ditangkap jika melakukan
penyalahgunaan kekuasaan. Lembaga-lembaga produk demokrasi lainnya juga belum
bekerja secara meyakinkan.

Sementara itu, hegemoni rezim otoriter mampu mengerem laju korupsi, meski dengan
represi. Korupsi tentu juga terjadi, tapi lebih bersifat predictable, dilakukan oleh
lingkaran dekat rezim dan terpusat. Persis pada masa Soeharto, korupsi terjadi secara
masif, tapi dilakukan oleh aktor-aktor yang dekat dengan penguasa.

Pada rezim semi-demokrasi, korupsi mengalami desentralisasi dan terfragmentasi.


Indonesia pasca-Reformasi menunjukkan pola korupsi yang menyebar dan bersifat
unpredictable. Desain institusi amburadul dan bekerja secara serabutan. Pada saat yang
sama, kapasitas sumber daya dan sistem pengawasan tidak memadai.

Pada saat itu juga, publik mengalami surplus percaya diri. Media massa dan civil
society mempunyai akses terhadap informasi setiap detail penyelewengan kekuasaan.
Elite tak lagi bersifat monolitik dan solid. Rezim demokrasi baru membuka
kesempatan bagi publik untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Di sinilah perbedaannya dengan rezim otoriter, di mana akses informasi terhadap


kasus korupsi ditutup rapat-rapat. Setiap inisiasi masyarakat madani untuk mengawasi
pemerintahan, direpresi secara brutal. Rezim otoriter tampak bersih dari korupsi bisa
jadi karena publik tak mendapat akses informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Sedangkan rezim demokrasi, meski belum terkonsolidasi sekalipun, membuka celah
partisipasi warga secara luas sehingga setiap titik korupsi sekecil apa pun pasti terlihat
besar di mata publik.

Yang diperlukan sekarang adalah kesabaran demokratik untuk meniti jalan Reformasi.
Jangan buru-buru mengambil kesimpulan bahwa masa lalu lebih baik daripada
sekarang. Demokrasi, di dalam dirinya, by definition, punya mekanisme mengurangi
korupsi, karena demokrasi punya dua hukum besi: pertama, partisipasi publik dan
akses informasi dibuka lebar-lebar, sehingga penyalahgunaan kekuasaan idealnya bisa
ditekan. Kedua, demokrasi punya prosedur formal melalui pemilu agar partai atau
politikus korup bisa "ditendang" ke luar lapangan.

Untuk itu, partai memainkan peran krusial dalam agenda perang melawan korupsi.
Partai adalah etalase dan instrumen penting demokrasi. Jika partai kita banyak yang
terjerat korupsi, akibatnya publik tidak percaya terhadap demokrasi. Partai yang korup
itu sama saja membunuh demokrasi secara perlahan, tapi pasti.
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN

Pembahasan tengtang demokrasi menghadapkan kita pada suatu kompleksitaspermasalahan


yang klasik, fundamental namun tetap aktual. Demokrasi adalah bentukpemerintahan yang semua
warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilankeputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negaraberpartisipasibaik secara langsung atau
melalui perwakilan dalam perumusan,pengembangan, dan pembuatan hukum, karena Demokrasi
sangat erat kaitannyadengan politik dan hukum.Sejak tahun 1998 sekarang, Indonesia
menjalankan Demokrasi Pancasila Era Reformasi.Demokrasi yang dijalankan pada
masa reformasi ini masih tetap demokrasi pancasila.Namun perbedaanya terletak pada aturan
pelaksanaan. Berdasarkan peraturanperundang-undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat
beberapa perubahanpelaksanaan demokrasi pancasila dari masa orde baru pelaksanaan demokrasi
padamasa orde reformasi sekarang ini yaitu :
1.Pemilihan umum lebih demokratis
2.Partai politik lebih mandiri
3.Lembaga demokrasi lebih berfungsi
4.Konsep trias politika (3 Pilar Kekuasaan Negara) masing-masing bersifat otonompenuh.
Adanya kehidupan yang demokratis, melalui hukum dan peraturan yang dibuatberdasarkan
kehendak rakyat, ketentraman dan ketertiban akan lebih mudahdiwujudkan. Tata cara
pelaksanaan demokrasi Pancasila dilandaskan atas mekanismekonstitusional karena
penyelenggaraan pemeritah Negara Republik Indonesiaberdasarkan konstitusi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37484204/
MAKALAH_DEMOKRASIhttps://www.d Eep Saefulloh Fatah. 1994. Demokrasi
di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kogoya, Willius . 2013. Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan Bagi


Mahasiswa. Bandung: Widina Bhakti Persada.

Georg Sorensen. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi. Terj. I Made Krisna.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Mohammad Hatta.1966. Demokrasi Kita. Jakarta: Pustaka Antara.

Anda mungkin juga menyukai