com
Pengaruh Politik
Pelaksanaan jurnalisme investigatif di Indonesia dipengaruhi antara lain oleh sistem politik
keterbukaan dan kemerdekaan pers. Di negeri ini semuanya terkait dengan sikap penguasa
dalam menerapkan kebijakan tentang kebebasan pers. Tidak mengherankan jika media massa
Indonesia memberikan gambaran fluktuatif mengenai pemberitaan investigasi. Masalah
korupsi yang sudah turun temurun terjadi sejak negara ini merdeka, dapat dilaporkan pers
dalam dua gerakan, yaitu sangat takut atau sangat berani. Hal ini terjadi akibat
bergantung pada kondisi politik yang ada. Kegiatan investigasi pers Indonesia ditakut-takuti
tindakan pembredelan penguasa. Namun ditengah-tengah tindakan represif penguasa yang
besar, masih ada bagian pers yang mengerjakan jurnalisme investigasi. Kasus megakorupsi
pertamian pada 1974-1975 dilaporkan oleh surat kabar Indonesia Raya dan majalah Tempo.
Indonesia Raya
Di Indonesia, harian Indonesia Raya merupakan salah satu media di Indonesia yang banyak
dinilai fenomenal di dalam pelaporan investigasi.Visi jurnalisme yang dibangun mengambil
konsep advocacy journalism. Sebuah aliran new journalism yang berkembang di Amerika
Serikat tahun 1960-an. Format advocacy dipakai untuk satu gaya jurnalistik yang teguh
dalam pendiriannya untuk suatu perbaikan keadaan. Selain itu, harian ini juga
bersifat muckraking paper, yaitu surat kabar yang melakukan penyidikan mengenai kasus
korupsi atau tuduhan korupsi oleh pejabat pemerintah atau pengusaha dan menyiarkannya
dengan gegap gempita.
Harian Indonesia Raya (1949-1958 dan 1968-1974) bisa dikatakan tipikal awal penerbitan
pers yang mengarahkan liputannya ke dalam bentuk investigasi. Pada periode pertama
penerbitan (1949-1958), harian ini memiliki visi investigatif untuk melawan kekuasaan yang
dianggap bertanggung jawab atas semua keburukan yang terdapat dalam masyarakat.
Sedangkan pada periode kedua (1968-1974) harian ini menyoroti kasus-kasus korupsi dan
penyalahgunaan kekauasaan dalam perspektif peristiwa kemasyarakatan.
Orde Baru
Pengaruh tiga dekade kekuasaan Orde Baru yang merepresi kehidupan pers Indonesia, telah
menjadikan pengenalan insilah investigasi tidak begitu dikenali secara utuh dalam pedoman
peliputan pers Indonesia. Pada awal 1980-an, sebuah buku pegangan jurnalistik hanya
memapakan Laporan Investigatif sebagai Sebuah Perkenalan di salah satu
subbagiannya. Investigative Report disebut sebagai teknik mencari dan melaporkan sebuah
berita dengan cara pengusutan. Sementara itu, Charnley dalam buku Reporting menyatakan
investigasi sebagai laporan mendalam dan sekedar teknik pencarian berita, serta
menegaskan tentang batasan responsibilitas jurnalis untuk objektif, tidak memihak, dan
mengabdi pada kepentingan umum.
Laporan investigasi belum menjadi suatu tradisi yang melembaga di dalam tubuh pers.
Pekerja pers Indonesia masih mengerjakan laporan jenis ini sebagai sebuah pendekatan yang
bersifat temporer. Terdapat beberapa sebab yang menghambat kegiatan peliputan investigatif
oleh insan pers.
Hambatan tersebut antara lain pers Indonesia masih menilai bahwa laporan investigatif
adalah laporan yang memakai biaya tinggi, proses liputan menghabiskan waktu yang
panjang, hasil akhir yang tidak pasti memberi halangan juga kepada gairah wartawan, serta
resiko besar yang bisa timbul. Persyaratan modal kuat, keuletan dan kesabaran yang harus
dimiliki wartawan investigatif Indonesia belum mendapat tempat di kalangan pers saat itu.
Pada akhir 1980-an, terdapat beberapa karakteristik yang menandai kehidupan pers
Indonesia, yaitu: daya kritis yang minim, daya ingat yang nyaris tumpul, keringnya inisiatif,
dan tidak berjalannya fungsi watchdog.
Setelah sekian tahun terformat ke dalam sistem pers Orde Baru yang melarang berbagai
temuan berita politik yang menyimpang dari kebijakan otoritarian elit politik, peliputan
investigasi tampaknya mulai banyak dipakai wartawan secara serius pada dekade 1990-an.
Dan ketika kemerdekaan pers diraih, sejak 1998, pelaporan investigasi banyak memberitakan
kasus-kasus korupsi dari rezim yang berkuasa.
Jurnalisme investigasi sebenarnya mempunyai jejak yang panjang dalam sejarah pers
Amerika. Beberapa tokoh tercatat sebagai pionir jurnalisme investigasi.Mereka menetapkan
pedoman jurnalisme investigasi bahkan menggariskan cirri pemberitaan pers sebagai
medium watchdog di dunia jurnalisme.
Menurut Rivers & Mathews sejarah investigasi berawal dari sebelum berdirinya Amerika.
Pada 1690, Benyamin Harris menginvestigasi berbagai kejadian di masyarakat dan
melaporkannya dalam Public Occurences, Both Foreign and Domestic. Isi laporannya dinilai
menentang kebijakan kolonial Inggris. Pada awal sejarahnya, jurnalisme investigasi amat
dekat dengan pemberitaan crusading atau jihad. Pada fase selanjutnya, spirit crusading (jihad
atau perjuangan) mendapat bentuk yang lebih formal melalui penerbitan New England
Courant pada 1721 yang diterbitkan oleh James Franklin.
Istilah investigasi sendiri baru muncul pertama kali dari Nellie Bly ketika menjadi reporter di
Pittsburg Dispatch (1890). Bly sampai harus bekerja di sebuah pabrik untuk menyelidiki
kehidupan buruh di bawah umur yang dipekerjakan dalam kondisi yang buruk. Keistimewaan
laporan jurnalistik investigasi Bly terletak pada tuntutan penyelesaian jalan keluar terhadap
problema sosial tersebut. Melalui laporan investigasi, pers diposisikan sebagai pengganti
pemerintah yang lemah dalam mengatur masyarakat.
Era Mucraking
Bisa dikatakan pada awal kemunculannya, jurnalisme investigasi memakai bentuk
perlawanan terhadap kebijakan penguasa. Baru pada awal abad 20 jurnalisme investigasi
menegaskan wujudnya di dalam liputan-liputan yang terorganisir ketika melaporkan berbagi
pelanggaran yang terjadi.
Menurut Charneley ada dua hal yang signifikan yang mendasari reportase investigasi, yaitu
jurnaisme harus membawa muatan pencerahan publik dan seringkali juga kegiatan
perlawanan. Untuk itu, jurnalisme investigas diidentikan dengan istilah
jurnalisme crusading. Crusading, dalam sejarah pers Amerika, menyangkut
periode Muckraking yang mengekspos perilaku anti-sosial dan kejahatan di dunia
pemerintahan dan bisnis. Presiden Theodore Roosevelt bahkan memberi
nama muckrakers kepada reporter yang sibuk menyoroti hal kotor dan tidak melihat sisi
positif lain dari kehidupan Amerika.
Pada 1902, jurnalisme investigasi menjadi gerakan yang berpengaruh. Hal ini dipicu dari
kebijakan berbagai media yang menyatakan sikap jurnalismenya pada reformasi social.
Masyarakat pun menyambutnya dengan antusias.
Sejak itu jurnalisme investigasi menjadi bidang usaha pers yang menguntungkan. Sirkulasi
sepuluh majalah yang memfokuskan diri pada liputan investigasi mencatat jumlah 3 juta
eksemplar pada 1903.
Menurut Ferguson & Patten, berbagai media pers yang terbit pada awal abad 20 ini saling
bekerja sama sebagai pejuang keadilan sosial ketika berbagai surat kabar tidak tertarik
memberitakan topic-topik yang idealis dan lebih terfokus pada yellow journalism.
Dari fenomena periode Muckraking, jurnalisme investigasi tampil ke tengah masyarakat yang
membutuhkan informasi yang bisa menjaga nilai dan norma kehidupan dari kemungkinan
penyelewengan yang dilakukan berbagai pihak. Wartawan investigasi diantaranya bertugas
untuk mengungkapkannya.
Pada peralihan abad 19 ke 20, berita dibuat menurut apa yang dilakukan orang bukan apa
yang terjadi pada orang. Sejalan dengan perkembangan masyarakat, kerangka perumusan
berita berkembang pula mengikuti tuntutan kebutuhan masyarakat. Konsep tradisional apa,
siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa pun mulai diubah ke penekanan tertentu.
Pelaporan mementingkan jawaban mengapa, untuk memenuhi kebutuhan pemerintah
masyarakat dan pemerintah akan penjelasan berbagai kejadian yang dilaporkan wartawan.
Wartawan dituntut untuk mengangkat permasalahan dengan kriteria nilai berita yang yang
berlatar belakang isu-isu kompleks. Mereka harus melaporkan peristiwa dengan kedalaman
dan kelengkapan isu sosial yang akan memengaruhi kehidupan masyarakat.
Depth Reporting
MV. Kamath mengumpulkan berbagai definisi mengenai depth reporting, antara lain.
Depth reporting adalah segala sesuatu yang membuat pembaca tahu mengenai seluruh aspek
aspek yang terjadi pada subjek dari kepastian informasi yang diberikan.
Depth reporting menekankan sebuah kisah berita dengan ketelitian detail dan latar belakang.
Pembaca tidak hanya diberitahu mengenai apa yang terjadi melainkan mengapa hal itu
terjadi.
Kamath menekankan bahwa depth reporting ialah mengabarkan kepada kita mengenai
keseluruhan apa yang terjadi dari kisah yang terjadi. Sedangkan tujuan depth
reporting, menurut Ferguson dan Patten aialah untuk mendapatkan kelengkapan pengisahan.
Pada satu sisi, pekerjaan depth reporting merupakan kegiatan yang menyegarkan, melepas
liputan peristiwa-peristiwa yang biasa dikerjakan. Wartawan akan merasa lebih bergairah
oleh materi liputan dan merasa tertantang untuk menelusuri kisah-kisah besar. Namun pada
sisi lain, tidak semua wartwan sanggup untuk terus-menerus berkonsentrasi dan berada di
area liputan yang sama selama beberapa waktu.
Selain memiliki proses reportase yang alot, depth reporting juga memiliki teknik penulisan
yang rumit. Keluasan data dan keterangan harus dipresentasikan kepada sebuah fokus utama.
Reporter menjadi seorang pengontrol keseluruhan kisah, pengontrol tema dan detil.
Pengisahan harus dapat memindahkan setiap bagian cerita secara logis dan koheren dari awal
sampai akhir.
Jurnalisme Investigatif
Jurnalisme investigasi memang berbeda dengan kegiatan jurnalisme pada umumnya. Kisah-
kisahnya pun memiliki perbedaan dengan pola kisah berita jenis lain. Liputan berita
investigasi bukan lagi berdasarkan agenda pemberitaan yang terjadwal di ruang redaksi.
Kerja peliputannya (harusnya) tidak lagi dibatasi tekanan-tekanqn waktu. Para wartawan
investigasi memaparkan kebenaran yang mereka temukan, melaporkan adanya kesalahan-
kesalahan, serta menyentuh dan mengafeksi masyarakat terhadap persoalan yang
dikemukakan.
Dalam kumpulan Hugo de Burgh, berbagai kasus investigasi meliputi permasalahan, antara
lain: hal-hal yang memalukan, penyalahgunaaan kekuasaan, dasar factual dari hal-hal aktual
yang tengah menjadi pembicaraan publik, keadilan yang korup, manipulasi laporan
keuangan, bagaimana houkum dilanggar, perbedaan antara profesi dan praktisi, hal-hal yang
sengaja disembunyikan, dan lain-lain.
Wartawan investigasi mencoba mendapatkan kebenaran yang tidak jelas, samar, atau tidak
pasti. Topik- topik investigasi mereka mengukur moralitas benar atau salah, dengan
pembuktian tak memihak yang didapat melalui riset. Bukan sekedar menolak kesepakatan,
tetapi menyatakan apakah sesuatu yang terjadi itu sesuai denganmoral atau tidak.
Komponen Moral
Dari tujuan tersebut, dapat dilihat bahwa ada tujuan moral. Segala yang dilakukan wartawan
investigasi dimotivasi oleh hasrat untuk mengoreksi keadilan dan menunjukkan adanya
kesalahan.
Menurut Melvin Mencher, the moral component merupakan unsur penting dalam peliputan
investigasi. Wartawan mengumpulkan segala bukti yang menguatkan fakta adalah didorong
oleh motivasi moral. The desire to correct an injuctice, to right a wrong, and persuade the
public to alter the situation. Pada akhirnya, pekerjaan jurnalisme investigasi mengajak
masyarakat untuk memerangi pelanggaran yang tengah berlangsung dan dilakukan oleh
pihak-pihak tertentu.
Dan harus diingat bahwa jurnalisme investigasi bukan hanya menyampaikan sebuah dugaan
adanya sebuah persoalan pelanggaran, melainkan juga merupakan kegiatan memproduksi
pembuktian konklusif terhadap suatu persoalan dan melaporkannya sejara jelas dan
sederhana.
Kerja investigasi wartawan kerap menemukan area liputan yang mesti dibuka dengan
sengaja. Berbagai narasumber bahkan diasumsikan mempunyai kemungkinan untuk
memanipulasi data. Oleh sebab itu, berbagai data yang didapat memerlukan analisis kritis
wartawan investigasi.
Antara Paper and People Trail
Terdapat dua bentukan umum kerja jurnalisme investigasi, yaitu terkait dengan pekerjaan
menginvestigasi dokumen-dokumen, serta penyelidikan terhadap subjek-subjek individu yang
terkait dengan permasalahan. Kedua bidang umum reportase investigasi ini diistilahkan
dengan paper trails and people trails.
Paper trails mencakup pekerjaan mencari bahan-bahan dokumentasi dari publikasi koran,
majalah, televisi dan radio, buku-buku referensi, tesis dan disertasi, database komputer dan
juga internet. Penelusuran dokumen merupakan sarana untuk mengecek kebenaran dari apa
yang dikatakan narasumber terhadap suatu peristiwa.
Sedangkan people trails terkait dengan kegiatan mendapatkan keterangan dari narasumber
yang berwenang dan kredibel untuk memperkuat pembuktian dari fakta yang hendak
dilaporkan.
Karakteristik
Andreas Harsono mengindikasikan kerja liputan investigasi yang antara lain memiliki ciri
sebagai berikut:
Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang untuk membuktikan
kebenaran atau kesalahan hipotesis.
Paper trail yang dilakukan untuk mencari kebenaran dalam mendukung hipotesis.
Pemakaian metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas. Dalam hal ini
termasuk melakukan metode penyamaran serta memakai kamera tersembunyi,
Dari keseluruhan kerja peliputan yang dilakukan jurnalisme investigasi ditemukan beberapa
unsur yang dapat dikenali menjadi karakteristik wacana reportase investigasi. Menurut Steve
Weinberg unsur-unsur tersebut antara lain: sumber investigasi, hipotesis riset, sumber
sekunder, pikiran dokumentatif, narasumber, teknik riset, mengorganisir informasi dan
menulis ulang, dan berpikir wisdom.
Reportase investigasi dapat dipahami melalui lima tujuan dan sifat pelaporannya, yaitu.
Reporter Investigatif
Dunia jurnalistik mengenal tiga tingkatan yang dilakukan reporter. Pada level pertama,
reporter melaporkan kejadian dan memaparkan apa yang terjadi. Level berikutnya, mereka
mencoba menjelaskan atau menginterpretasikan apa yang harus dilaporkan. Dan pada level
ketiga, mereka mencari bukti yang ada di balik sebuah peristiwa.
Secara keseluruhan, dunia kerja peliputan wartawan merujuk pada tiga tipe reporter,
yaitu general reporters, specialist reporters, dan reporters with an investigative turn of mind.
Reporter tipe general ialah para reporter yang mencari berita tanpa mengetahui lebih dulu
subjek pemberitaannya. Ia bekerja dalam ketergesaan deadline. Berita yang diliput juga
ditentukan editor.
Sementara itu, reporter specialist adalah reporter yang memiliki rincian keterangan mengenai
subjek liputan danmencoba menjelaskannya. Sedangkan para reporter yang bekerja dengan
pikiran investigative adalah salah satu dari kedua tipe reporter sebelumnya. Reporter tipe ini
selalu menyiapkan diri untuk mendengar berbagai hal yang dikatakn orang kebanyakan.
Reporter investigasi juga mencari pemikiran yang berbeda dari orang-orang yang berbeda.
Kerja wartawan investigasi ibarat seorang penyelidik yang tengah meneliti dan meluruskan
berbagai kebohongan yang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak tertentu. Wartawan
investigasi bisa dibedakan dengan wartawan harian. Awal perbedaannya terletak pada
inisiatif wartawan investigasi yang tidak menunggu sampai suatu masalah atau peristiwa
timbul dan diberitakan. Akan tetapi wartawan investigasi justru menampilkan permasalahan
baru atau sesuatu hal yang baru.
Wartawan investigasi membutuhkan waktu lebih lama untuk mengungkapkan satu masalah.
Mereka juga sangat selektif dan skeptis terhadap bahan berita resmi,meneliti dengan kritis
setiap pendapat, catatan dan bocoran informasi. Mereka tidak serta merta membenarkannya.
Unsur-unsur yang mendukung terciptanya good investigative reporters antara lain: selalu
ingin tahu, mampu mendapatkannya, mampu memahaminya, mampu menyampaikannya,
menimbulkan keinginan beraksi, peduli terhadap permasalahan orang, Untuk mencapai
kemampuan tersebut, wartawan investigasi memerlukan pengetahuan fakta-fakta, rasa iba
terhadap pembca, aksi public, melawan ketamakan, dan perbaikan sosial.
Penyamaran
Berkaitan dengan penyamaran ini, beberapa editor dan direktur berita tidak pernah
mendapatkan kesepakatan soal apakah hasil akhir kerja wartawan, atas nama kepentingan
publik, dapat membenarkan segala cara dalam meliput termasuk menipu jati diri.
Secara sederhana, kegiatan liputan investigasi umumnya terbagi ke dalam dua bagian proses
peliputan. Kegiatan awal investigasi ialah menelusuri berbagai permasalahan yang mesti
ditindaklanjuti. Jika didapat, maka pada bagian kedua kegiatan yang merupakan tahap
serius, investigasi dimulai.
1. Conception. Unsur awal dari kerja investigasi ini berkaitan dengan apa yang disebut
pencarian berbagai ide. Menurut Williams, ide atau gagasan bisa didapat melalui:
saran seseorang, menyimak berbagai narasumber eguler, membaca, memanfaatkan
potongan berita, mengembangkan sudut pandang lain dari peristiwa berita, dan
observasi langsung.
2. Feasibility Study. Usai mengonsep gagasan, langkah selanjutnya adalah mengukur
kemampuan dan perlengkapan yang diperlukan. Berikut adalah beberapa hal yang
perlu dipelajari watawan sebelum memulai liputan investigasi: berbagai halangan
yang harus diatasi, orang-orang yang diperlukan, kemungkinan adanya tekanan
terhadap media, serta menjaga kerahasiaan dari media lain.
3. Go-No-Go Decision. Langkah ini merupakan pengukuran terhadap hasil investigasi
yang akan dilakukan. Setiap liputan investigasi mesti memperhitungkan hasil akhir
dari proyek penyelidikan yang akan dikerjakan.
4. Basebuilding. Langkah ini berkaitan dengan upaya wartawan untuk mencari dasar
pijakan dalam menganalisis sebuah kasus.
5. Planning. Langkah perencanaan ini berkaitan dengan kerja pengumpulan,
penyusunan, dan pemilihan orang yang akan melaksanakan tugas-tugas tertentu.
6. Original Research. Kegiatan riset di sini berarti kerja pencarian data, penggalian
bahan, yang umumnya terdiri dari dua kerja penelusuran, yaitu: penelusuran paper
trails dan penelusuran people trails.
7. Re-evaluation. Setelah segala tindakan investigasi dilaksanakan dan mendapat
banyak masukan data dan informasi, diadakan kegiatan mengevaluasi kembali segala
hal yang telah dikerjakan dan didapat.
8. Filling the Gaps. Pada fase ini, kegiatan investigasi mengupayakan menutupi
beberapa bagian bahan yang belum terdata.
9. Final Evaluation. Tahap evaluasi ini adalah pekerjaan mengukur hasil investigasi
dengan kemungkinan buruk atau negatif. Yang terpenting adalah mengevaluasi
keakurasian pihak-pihak yang hendak dilaporkan di dalam standar pekerjaan
jurnalistik.
10. 10. Writing and Rewriting. Pekerjaan menulis laporan memerlukankesabaran,
ketekunan, dan kemauan untuk terus memperbaiki penulisan berita jika diperlukan.
11. Publication and Follow up Stories. Pelaporan berita investigasi biasanya tidak hanya
muncul di dalam satu kali penerbitan. Masyarakat kerap memerlukan perkembangan
dari masalah yang diungkap.
Langkah Coroner
Seperti halnya Williams, Sheila Coroner juga membuat langkah-langkah kerja dalam
jurnalisme investigasi. Corner menunjukkan bahwa tahapan kegiatan investigasi dapat
diurutkan ke dalam dua bagian kerja. Bagian pertama merupakan bagian penjajakan dan
pekerjaan dasar, sedangkan bagian kedua sudah berupa penajaman dan penyelesaian
investigasi. Pada masing-ma-sing bagiannya terbagi ke dalam tujuh bagian rinciannya. Tahap
kerja tersebut adalah:
Bagian Pertama
Petunjuk awal.
Investigasi pendahuluan.
Pembentukan hipotesis.
Pencarian dan pendalaman literatur.
Wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli.
Penjejakan dokumen-dokumen.
Wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi.
Bagian Kedua
Di dalam praktek, rincian teknis proses kerja investigasi tidaklah dilakukan dengan sama.
Kenyataan di lapangan menunjukkan redaksi harus bersiap dengan segala kemungkinan yang
tak terduga.
Berbagai Tips Investigative Reporting
David Spark menunjukkan beberapa konklusi yang bias digunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan reportase investigasi. Konklusi tersebut antara lain:
Temukanlah fakta-fakta dari sebuah isu, jangan masuk ke dalam komentar para
pembicara.
Mudahkanlah berbagai konsep yang sulit, jangan terjebak dalam penulisan yang
rumit.
Jangan dipengauhi oleh narasumber utama. Carilah sumber lain dengan sudut
pandang yang lain.
Bicaralah ke beberapa orang yang relevan yang harus ditemukan.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan secara sederhana dan mudah yang bisa membuka
subjek yang hendak diinvestigasi.
Jangan mengambil segala sesuatu dan segala orang dari nilai-nilai mereka.
Ingatlah bahwa setiap orang, setiap organisasi, dan setiap kejadian memiliki sejarah
yang memengaruhi peristiwa itu terjadi.
Selain itu, saran penting yang harus diperhatikan adalah sikap yang santun. Sikap ini
mendasari pekerjaan dalam menelusuri berbagai dokumen investigatif yang kerap
disembunyikan.
Banyak wartawan berpendapat bahwa dalam investigasi, segala cara dibenarkan, termasuk
mencuri data, mencuri pembicaraan orang, maupun mencuri informasi. Tindakan mencuri ini,
dalam berbagai sudut pandang, telah menjadi bahan diskusi yang alot di dunia jurnalisme
investigasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan masalah etika dan hukum.
Pentingnya Riset
Akar dari setiap investigasi ialah informasi. Pekerjaan dari setiap wartawan investigasi adalah
mendapatkan informasi, mengevaluasi dan menganalisisnya, serta mengkomunikasikannya
ke banyak orang. Maka itulah, muncul persoalan mengenai pencarian ketepatan informasi.
Dalam investigasi, riset mengenai informasi penting untuk dilakukan. Beberapa ahli
memasukkan kegiatan riset dalam tahapan kerja investigasi. Terdapat beberapa alasan
mengapa melakukan riset secara seksama merupakan hal yang penting di lakukan. Alasan-
alasan tersebut adalah sebagai berikut.
Teknik keilmuan ini diperlukan untuk menemukan fakta-fakta, menelusuri pemahaman yang
diperlukan ketika mengamati suatu gejala, dalam ketergesa-gesaan tuntutan waktu terbit dan
aktualitas berita.
Metodologi yang dipakai diantaranya mencakup penelitian survei, sampel acak, teknik-teknik
wawancara sesuatu yang sensitive, dan eksperimen lapangan. Metode kuantitatif seperti
perhitungan statistik mengukur opini khalayak melalui sebuah poling, cenderung kerap
digunakan.
Hipotesis Investigasi
Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang adalah sarana untuk
membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis. Hipotesis sangatlah penting untuk
membantu wartawan memfokuskan diri dalam suatu investigasi.
Survei
Metode survei, termasuk poling kerap digunakan dalam kegiatan investigasi. Hal ini dapat
dilihat pada poling yang dilakukan saat pemilihan umum. Kerja peliputan menggunakan riset
ilmu sosial yang dapat menjadi alat bagi koran-koran yang hendak menangkap sikap
masyarakat pada berbagai masalah sosial.
Namun yang harus diwaspadai, masalah bisa timbul dari sampel orang-orang yang disurvei.
Mereka bisa saja tidak merepresentasikan keseluruhan kelompok yang mewakilinya. Hal ini
dapat mengakibatkan berbagai kesalahan temuan yang hendak dijadikan standar proyeksi
dalam pelaporan pemberitaan.
Sumber-Sumber Informasi
Untuk memenuhi kebutuhan riset, dengan kelengkapan data yang diperlukan, peliputan mesti
mengenali berbagai sumber informasi yang layak, kredibel, dan sesuai dengan tuntutan
desain perencanaan riset. Peliputan jurnalisme memerlukan perencanaan riset terhadap
berbagai sumber informasi.
Strentz membedakan dua sumber berita yang bisa dilacak wartawan, yaitu sumber berita
konvensional dan sumber berita non-konvensional. Sumber berita konvensional merupakan
sumber informasi yang biasa didapat wartawan di dalam proses operasional pencarian berita.
Sedangkan, sumber berita non-konvensional adalah sumber informasi yang didapat dengan
cara khusus dan menyangkut sumber informasi yang tidak biasa menjadi rekanan wartawan
dalam meliput berita.
Kemajuan teknologi informasi menjadikan para jurnalis saat ini menggunakan berbagai
kemudahan akses untuk mendapatkan informasi, tak terkecuali dengan pengunaan teknologi
internet. Menurut sebuah survei yang disponsori agen public relation Burson-Marsteller,
diberitakan bahwa internet telah menjadi tumpuan pencarian bahan riset para jurnalis.
Lebih dari sepertiga reporter yang disurvei mengatakan bahwa internet merupakan tempat
pertama untuk mencari data, dan hanya seperempat yang mengatakan mereka akan ke
perpustakaan lebih dulu.
Selain itu, lebih dari separuh responden mengatakan bahwa internet bisa diandalkan. Para
wartawan itu juga mengatakan bahwa internet bisa diandalkan karena jaminan keamanan
serta banyaknya informasi yang disediakan. Studi ini menunjukkan para wartawan tersebut
banyak mengahbiskan waktu secara online.
Bagi kalangan wartawan, kegiatan wawancara memerlukan upaya khusus terhadap kondisi
psikis narasumber. Mereka harus membangun suasana wawancara yang menyenangkan,
dapat menempatkan empati, saling membagi perasaan, dan emosi. Berbagai gaya
pewawancara juga bisa dilihat dari cara wartawan mendekati subjek. Ada yang dengan cara
malu-malu, rendah diri, outgoing, supel, atau yang cenderung mengintimidasi lawan bicara.
Tidak setiap gaya pendekatan akan sama berhasilnya pada setiap orang yang diwawancara.
Berbagai literatur menyatakan pendekatan yang terbaik adalah pendekatan yang bersifat
natural, alami, yang paling membuat pewawancara merasa nyaman.
Kegiatan wawancara dalam jurnalisme investigatif, menekankan pada upaya gigih dari
wartawan untuk menjaring fakta. Dalam tiap penggalian fakta, seorang wartawan mesti
menyiapkan segala bahan dan data yang berkaitan dengan topik yang hendak diliputnya.
Pemadatan informasi, masalah-masalah yang diajukan reporter dan sumber berita, batas
waktu, dan gaya pengumpulan berita, menurut Strenz merupakan hal-hal peka yang
memengaruhi proses pengalian berita dalam wawancara.
Teknik Wawancara
Beberapa teknik wawancara menurut Nelson secara garis besar adalah.
Keterangan Narasumber
Beberapa jenis keterangan narasumber yang harus disepakati, sebelum bahan wawancara
ditulis antara lain.
On the record: Semua pernyataan boleh dikutip dengan menyertakan nama serta gelar orang
yang membuat pernyataan tersebut.
On Background: Semua peryataan boleh dikutip tapi tanpa menyertakan nama dan gelar
orang yang memberi peryataan tersebut.
On Deep Background: Apapun yang dikatakan boleh digunakan tapi tidak dalam
bentuk kutipan langsung dan tidak untuk sembarang jenis penyebutan.
Off the record: Informasi yang diberikan tidak boleh disebarluaskan. Dan juga tidak
boleh dialihkan kepada narasumber lain dengan harapan bahwa informasi itu
kemudian boleh dikutip.
Affidavit merupakan bahan yang dapat memperkuat berita investigatif karena
berbentuk pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah di hadapan notaris publik.
Keterangan affidavit menepis kemungkinan penyangkalan narasumber yang
menyatakan dirinya telah salah dikutip.
Ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan wartawan di dalam melaksanakan kegiatan
wawancara, yaitu upaya mempersiapkan wawancara dan mengajukan pertanyaan yang bagus
serta upaya mempersiapkan wawancara dengan pengumpulan informasi yang terkait.
Kualitas pertanyaan akan menentukan seberapa bagus berita dapat dibuat. Karena, ajuan
pertanyaan yang dilontarkan wartawan itu bisa berarti risiko, ancaman, dan tekanan. Di
dalam wawancara yang tengah berlangsung, hendaknya hindari pertanyaan yang
menggunakan kata perasaan.
Selain itu, bagi wartawan investigatf, hal yang sangat mutlak adalah persiapan membaca
berbagai peristiwa kontemporer.
Jenis-Jenis Wawancara
Interviews from the Outside In: Interviews from the Outside In merupakan jenis
wawancara melingkar yang melibatkan keseluruhan subjek-subjek wawancara dari
yang paling tidak penting sampai pada yang paling penting.
Smoking-Gun Interviews: Wawancara ini bukan dalam bentuk mengajukan
pertanyaan umum, tapi langsung menyodorkan bukti-bukti atau rekaman video
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang diwawancara, dan
melontarkan pertanyaan langsung tentang sebuah insiden yang spesifik. Banyak
wartawan investigatif mengkritik interview jenis ini karena mereka memepercayai
semua narasumber harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan pandanga-
pandangan teoritis mereka.
Double Checks and Triple Checks: Reporter yang menggarap kisah-kisah investigatif
memiliki waktu yang lebih panjang dan tidak megalami tekanan deadline, untuk itu
mereka diharuskan melakukan upaya double checks and triple checks pada segala
sesuatu yang dikatakan oleh sumber mereka.
Penulisan
Menulis laporan investigasi, tak jauh berbeda dengan kerja redaktur, khususnya dalam
kepekaan untuk mengedit naskah tulisan reporter atau copy editing siaran. Penulisan
investigatif memerlukan kecermatan dalam mengengkat berbagai fakta yang hendak
dilaporkan.
Rangkaian berbagai fakta yang ditemukan selama melakukan riset, tidak perlu dijelaskan
dengan sedemikian ekspositoris oleh penulis. Rangkaian fakta yang disampaikan merupakan
representasi dari apa-apa yang hendak dihipotesiskan wartawan investigasi.
Penulisan memerlukan upaya yang bersifat pengecekan, evaluatif, atau lontaran saran dan
pandangan dari pada narasumber yang telah menjadi informan di dalam pelaporan tersebut.
Hal ini sangat penting dilakukan bagi penulisan investigasi dengan tujuan menghindarkan
terjadinya ketidaktepatan dan kesalahpahaman yang bisa berakibat fatal.
Pelaporan investigatif juga menjadi sebuah bentuk penulisan yang tidak hanya berisi muatan
fakta-fakta tenttang pelanggaran, akan tetapi terkait juga upaya pembuatan kisah berita yang
dapat menembus emosi pembaca serta mempersuasi khalayak.
Pembuatan kerangka tulisan juga dibutuhkan dalam proses pembuatan laporan investigasi.
Upaya membuat kerangka tulisan berdasarkan kronologi data merupakan alat vital. Pekerjaan
ini dapat membantu memudahkan pembuatan susunan sub-plot, mendapatkan angle baru,
mencegah hilangnya keterangan penting di dalam pkeutuhan pengisahan investigasi.
Kegiatan jurnalisme investigasi mengenal sebuah cara pengaturan yang disebut Sistem
Memo. Sistem yang diusulkan oleh Bob Greene ini merupakan sebuah pengaturan sistem
pelaporan yang sangat mendukung kecermatan kerja investigasi.
Sistem ini menjamin panyajian hasil investigasi menjadi sepersis apa yang telah didapat oleh
wartawan di lapangan. Sistem memo ini merupakan berbagai berita harian yang dikerjakan
wartawan itu sendiri.
Melalui sistem memo, wartawan investigasi emiliki peluang yang terukur untuk membuat
sajian penulisan berita yang memikat. Hal ini dikarenakan bahan sudah lengkap, sehingga
tinggal menerjakan penulisan akhir saja. Ketika mengerjakannya, dengan memanfaatkan
memo-memo tersebut, pelaporan dengan mudah tinggal mengurutkannya saja.
Kaidah piramida terbalik digunakan sebagai sarana mengorganisir informasi dari urutan yang
paling penting ke yang kurang penting. Pelaporan investigasi juga mementingkan kebutuhan
khalayak yang ingin segera menemukan apa yang harus dipahaminya.
Carole Rich menyebut 5 Hal Penting dalam penulisan berita. Rumus ini dapat dijadikan
variasi dari kaidah priramida terbalik. Kelima hal tersebut, yaitu: news (apa yang terjadi atau
akan diperitiwakan), context (latar belakang dari kejadian), scope (apakah peristiwa lokal
menjadi bagian dari peristiwa atau gejala di tingkat nasional), edge (kemana berita hendak
diarahkan dan apa yang terjadi kemudian), dan impact (mengapa menajdi perhatian banyak
orang). Sifat dramatis juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Melalui tiga babak pengisahan, struktur kisah dilaporkan. Pada bagian awal kisah
digambarkan adanya permasalahan. Bagian tengah menyiratkan berbagai kejadian atau aksi.
Sementara itu, akhir kisah dapat memberikan resolusi.
Penulisan investigasi tetap memakai dasar pelaporan yang biasa dikerjakan kalangan jurnalis,
yaitu: awal (lead), tubuh (middle), dan penutup (ending).
Bagian awal
Jenis-jenis lead dari hard news dapat menjadi pembuka yang kerap dipakai wartawan
investigasi ketika mereka telah siap untuk membuka kisah penyelidikan yang penuh dengan
kerumitan. Untuk itu, pembuka jenis ringkasan (summary) dipergunakan.
Carole Rich memberika bentukan pembuka yang tidak langsung memaparkan permasalahan.
Rich menyebutkan jenis descriptive leads, narrative leads, dan anecdot leads, sebagai
pengawal kisah berita. Selain itu ada juga pelaporan yang dibuka dnegan lead kutipan
langsung.
Bagian tubuh
Banyak bagiannya yang menggunakan teknik penulisan yang didasari oleh kecakapan
penulisan sastra. Penjelasan yang berupa angka-angka atau statistical memerlukan
penanganan khusus agar pembaca tidak jenuh dengan uraian yang bersifat teknis.
Bagian ini membangun pengisahan menjadi rincian action dari karakter utama permasalahan
yang kompleks, serta perubahan karakter permasalahan. Salah satu teknik penarik uraian, di
bagian tengah ini, adalah pengisahan adegan. Melalui adegan, permasalahan dipertunjukkan
seluk beluk kejadiannya.
Bagian penutup
Bagian akhir dari penulisan investigasi seringkali memaparkan kedalaman pikiran dan emosi
ke dalam benak pembaca.
Teori penjulukan ini menyatakan bahwa proses penjulukan ini dapat sedemikian hebat
sehingga korban-korban misinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaruhnya. Untuk itu,
warawan harus lebih akurat ketika menggambarkan who and what we are.
Dalam sikap dan perilaku reportasenya, pekerjaan investigative reporting mengandung nilai
etik jurnalistik. Wartawan investigasi dibatasi oleh self legislation dan self enforcement di
dalam pekerjaannya.
Pada 1975, investigative reporting telah menjadi jargon populer. Selain itu, para pekerjanya
juga mendirikan perkumpulan bernama investigative Reporters and Editors Inc. (IRE) pada
akhir 1990-an. Keberadaan IRE ditujukan pada pertumbuhan profesi wartawan investigasi,
seperti kegiatan seminar mencari teknik-teknik baru investigasi, pelatihan riset yang
menunjang penginvestigasian melalui internet atau alat penginderaan jarak jauh, sampai ke
kegiatamn pemberian penghargaan kepada karya-karya investigasi yang terpilih setiap tahun.
Pada November 1998 di Amerika Serikat, diadakan pertemuan awal International Consortium
of Investigative Journalist, untuk memberi penghargaan kepada karya-karya terbaik wartawan
infestigatif di seluruh dunia.
Film Investigatif
Laporan investigasi dapat pula dikerjakan melalui film yang bersifat dokumenter. Dari materi
hingga riset, yang ada dalam ciri-ciri jurnalisme investigasi, semuanya sama. Sifat
dokumentatif memenuhi paparan audio-visual.
Salah satu pembuat film documenter investigatif independen yang terkenal adalah Robert
ritcher. Richer mendapatkan penghargaan seperti Dupont, Emmy Award, Peabody, dan juga
nominasi Academy Award atas karya-karyanya
Selama tiga dekade, dari abad ke-20, media market telah memengaruhi pelaksanaan kerja
jurnalisme investigasi. Tekanan ekonomi dan kultural mengidentifikasi perubahan yang
terjadi semenjak awal abad ke-20 pertumbuhan jurnalisme investigasi. Nilai-nilai
responsibilitas social dan peranan pelayanan public dari jurnalisme investigasi terletak pada
perkembangan demokrasi liberal.
Selain itu, ketiga, deregulasi media mengomoditaskan media berdasar consumer style. Dalam
konteks ini, kegiatan jurnalisme investigasi menjadi tergantung pada intensitas kompetisi
antara kepentingan khalayak dan kepentingan pemasang iklan. Keempat, keseimbangan
reportase investigasi menjadi terukur pada persoalan kedudukan pekerja media antara sebagai
pelapor kejadian atau penghasil kejadian. Dan terakhir, kerangka normatif journalictic skill
and ideal menjadi didominasi promosi kerja public relations.
Struktur organisasi kegiatan investigasi menjadi terkait dengan sistem yang yang dirancang
ekonomi kapitalis yang membawa tujuan bisnis kmpetitif dari kehendak para pemilik saham.
Maka, pemberitaan produk jurmalisme investigasi pun menjadi barang komoditas yang
dipotensikan sebagai margin peraih laba ekonomi.
Tema-tema liputan jurnalisme investigasi akhirnya juga harus menyesuaikan diri dengan
dengan orientasi baru dari konsumen akibat daya gerak pasar informasi yang memintanya.Hal
ini pun membuat area pemberitaan investigasi berubah. Dari pemberitaan yang semula amat
memburu pelaporan yang bersifat hard, kerja investigasi menjadi lebih banyak mengungkap
yang bersifat soft journalism.
Liputan politik, semacam korupsi kepentingan publik, tak lagi terlalu diburu. Orientasi
pemberitaan semacam itu direncanakan atau dilaporkan secara fleksibel dan adaptabel,
disesuaikan dengan perubahan yang menguat di dalam tatanan ekonomi dan politik
masyarakat.