Anda di halaman 1dari 33

Open Search

Rangkuman Buku “Jurnalisme Investigasi”


Penulis: Septiawan Santana K

1.1.Bab I: Jurnalisme Investigasi di Indonesia


Pengaruh Politik
Pelaksanaan jurnalisme investigatif di Indonesia dipengaruhi antara lain oleh sistem
politik “keterbukaan dan kemerdekaan pers”. Di negeri ini semuanya terkait dengan
sikap penguasa dalam menerapkan kebijakan tentang kebebasan pers. Tidak
mengherankan jika media massa Indonesia memberikan gambaran fluktuatif
mengenai pemberitaan investigasi. Masalah korupsi yang sudah turun temurun terjadi
sejak negara ini merdeka, dapat dilaporkan pers dalam dua gerakan, yaitu “sangat
takut” atau “sangat berani”. Hal ini terjadi akibat bergantung pada kondisi politik
yang ada. Kegiatan investigasi pers Indonesia ditakut-takuti tindakan pembredelan
penguasa. Namun ditengah-tengah tindakan represif penguasa yang besar, masih ada
bagian pers yang mengerjakan jurnalisme investigasi. Kasus megakorupsi pertamian
pada 1974-1975 dilaporkan oleh surat kabar Indonesia Raya dan majalah Tempo.
 

Indonesia Raya
Di Indonesia, harian Indonesia Raya merupakan salah satu media di Indonesia yang
banyak dinilai fenomenal di dalam pelaporan investigasi.Visi jurnalisme yang
dibangun mengambil konsep advocacy journalism. Sebuah aliran new
journalism yang berkembang di Amerika Serikat tahun 1960-an.
Format advocacy dipakai untuk satu gaya jurnalistik yang teguh dalam pendiriannya
untuk suatu “perbaikan keadaan”. Selain itu, harian ini juga bersifat muckraking
paper, yaitu surat kabar yang melakukan penyidikan mengenai kasus korupsi atau
tuduhan korupsi oleh pejabat pemerintah atau pengusaha dan menyiarkannya dengan
gegap gempita.
Harian Indonesia Raya (1949-1958 dan 1968-1974) bisa dikatakan tipikal awal
penerbitan pers yang mengarahkan liputannya ke dalam bentuk investigasi. Pada
periode pertama penerbitan (1949-1958), harian ini memiliki visi investigatif untuk
melawan kekuasaan yang dianggap bertanggung jawab atas semua keburukan yang
terdapat dalam masyarakat. Sedangkan pada periode kedua (1968-1974) harian ini
menyoroti kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekauasaan dalam perspektif
peristiwa kemasyarakatan.

Orde Baru
Pengaruh tiga dekade kekuasaan Orde Baru yang merepresi kehidupan pers Indonesia,
telah menjadikan pengenalan insilah investigasi tidak begitu dikenali secara utuh
dalam pedoman peliputan pers Indonesia. Pada awal 1980-an, sebuah buku pegangan
jurnalistik hanya memapakan “Laporan Investigatif” sebagai “Sebuah Perkenalan” di
salah satu subbagiannya. Investigative Report disebut sebagai teknik mencari dan
melaporkan sebuah berita dengan cara pengusutan. Sementara itu, Charnley dalam
buku Reporting menyatakan investigasi sebagai “laporan mendalam” dan sekedar
teknik pencarian berita, serta menegaskan tentang batasan responsibilitas jurnalis
untuk objektif, tidak memihak, dan mengabdi pada kepentingan umum.
Laporan investigasi belum menjadi suatu tradisi yang melembaga di dalam tubuh pers.
Pekerja pers Indonesia masih mengerjakan laporan jenis ini sebagai sebuah
pendekatan yang bersifat temporer. Terdapat beberapa sebab yang menghambat
kegiatan peliputan investigatif oleh insan pers.

Hambatan tersebut antara lain pers Indonesia masih menilai bahwa laporan
investigatif adalah laporan yang memakai biaya tinggi, proses liputan menghabiskan
waktu yang panjang, hasil akhir yang tidak pasti memberi halangan juga kepada
gairah wartawan, serta resiko besar yang bisa timbul. Persyaratan modal kuat,
keuletan dan kesabaran yang harus dimiliki wartawan investigatif Indonesia belum
mendapat tempat di kalangan pers saat itu.

Pada akhir 1980-an, terdapat beberapa karakteristik yang menandai kehidupan pers
Indonesia, yaitu: daya kritis yang minim, daya ingat yang nyaris tumpul, keringnya
inisiatif, dan tidak berjalannya fungsi watchdog.
Setelah sekian tahun terformat ke dalam sistem pers Orde Baru yang melarang
berbagai temuan berita politik yang menyimpang dari kebijakan otoritarian elit
politik, peliputan investigasi tampaknya mulai banyak dipakai wartawan secara serius
pada dekade 1990-an. Dan ketika kemerdekaan pers diraih, sejak 1998, pelaporan
investigasi banyak memberitakan kasus-kasus korupsi dari rezim yang berkuasa.

 
1.2.Bab II: Sejarah Investigasi
Dari Investigasi Sampai Muckraking: di Amerika
Jurnalisme investigasi sebenarnya mempunyai jejak yang panjang dalam sejarah pers
Amerika. Beberapa tokoh tercatat sebagai pionir jurnalisme investigasi.Mereka
menetapkan pedoman jurnalisme investigasi bahkan menggariskan cirri pemberitaan
pers sebagai medium watchdog di dunia jurnalisme.
Menurut Rivers & Mathews sejarah investigasi berawal dari sebelum berdirinya
Amerika. Pada 1690, Benyamin Harris menginvestigasi berbagai kejadian di
masyarakat dan melaporkannya dalam Public Occurences, Both Foreign and
Domestic. Isi laporannya dinilai menentang kebijakan kolonial Inggris. Pada awal
sejarahnya, jurnalisme investigasi amat dekat dengan pemberitaan crusading atau
jihad. Pada fase selanjutnya, spirit crusading (jihad atau perjuangan) mendapat bentuk
yang lebih formal melalui penerbitan New England Courant pada 1721 yang
diterbitkan oleh James Franklin.
Istilah investigasi sendiri baru muncul pertama kali dari Nellie Bly ketika menjadi
reporter di Pittsburg Dispatch (1890). Bly sampai harus bekerja di sebuah pabrik
untuk menyelidiki kehidupan buruh di bawah umur yang dipekerjakan dalam kondisi
yang buruk. Keistimewaan laporan jurnalistik investigasi Bly terletak pada tuntutan
penyelesaian jalan keluar terhadap problema sosial tersebut. Melalui laporan
investigasi, pers diposisikan sebagai pengganti pemerintah yang lemah dalam
mengatur masyarakat.

Era Mucraking
Bisa dikatakan pada awal kemunculannya, jurnalisme investigasi memakai bentuk
perlawanan terhadap kebijakan penguasa. Baru pada awal abad 20 jurnalisme
investigasi menegaskan wujudnya di dalam liputan-liputan yang terorganisir ketika
melaporkan berbagi pelanggaran yang terjadi.

Menurut Charneley ada dua hal yang signifikan yang mendasari reportase investigasi,
yaitu jurnaisme harus membawa muatan pencerahan publik dan seringkali juga
kegiatan perlawanan. Untuk itu, jurnalisme investigas diidentikan dengan istilah
jurnalisme crusading. Crusading, dalam sejarah pers Amerika, menyangkut
periode Muckraking yang mengekspos perilaku anti-sosial dan kejahatan di dunia
pemerintahan dan bisnis. Presiden Theodore Roosevelt bahkan memberi
nama muckrakers kepada reporter yang sibuk menyoroti hal kotor dan tidak melihat
sisi positif lain dari kehidupan Amerika.
Pada 1902, jurnalisme investigasi menjadi gerakan yang berpengaruh. Hal ini dipicu
dari kebijakan berbagai media yang menyatakan sikap jurnalismenya pada reformasi
social. Masyarakat pun menyambutnya dengan antusias.

Sejak itu jurnalisme investigasi menjadi bidang usaha pers yang menguntungkan.
Sirkulasi sepuluh majalah yang memfokuskan diri pada liputan investigasi mencatat
jumlah 3 juta eksemplar pada 1903.

Menurut Ferguson & Patten, berbagai media pers yang terbit pada awal abad 20 ini
saling bekerja sama sebagai pejuang keadilan sosial ketika berbagai surat kabar tidak
tertarik memberitakan topic-topik yang idealis dan lebih terfokus pada yellow
journalism.
Beberapa wartawan investigasi kemudian mengembangkan gaya penulisan jurnalisme
investigasi untuk kepentingan penulisan novel. Pada rentang waktu 1900-1914
muncul asosiasi penulis dan penerbit jurnalisme investigasi. Liputan jurnalisme
investigasi pun bertambah populer ketika jurnalis dan medianya menghadapi kekuatan
politik Presiden Theodore Roosevelt.

Dari fenomena periode Muckraking, jurnalisme investigasi tampil ke tengah


masyarakat yang membutuhkan informasi yang bisa menjaga nilai dan norma
kehidupan dari kemungkinan penyelewengan yang dilakukan berbagai pihak.
Wartawan investigasi diantaranya bertugas untuk mengungkapkannya.
 

1.3.Bab III: Investigative dengan Depth
Pada peralihan abad 19 ke 20, berita dibuat menurut “apa yang dilakukan orang”
bukan “apa yang terjadi pada orang”. Sejalan dengan perkembangan masyarakat,
kerangka perumusan berita berkembang pula mengikuti tuntutan kebutuhan
masyarakat. Konsep tradisional apa, siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa
pun mulai diubah ke penekanan tertentu. Pelaporan mementingkan jawaban mengapa,
untuk memenuhi kebutuhan pemerintah masyarakat dan pemerintah akan penjelasan
berbagai kejadian yang dilaporkan wartawan. Wartawan dituntut untuk mengangkat
permasalahan dengan kriteria nilai berita yang yang berlatar belakang isu-isu
kompleks. Mereka harus melaporkan peristiwa dengan kedalaman dan kelengkapan
isu sosial yang akan memengaruhi kehidupan masyarakat.

The Long Stories


Media cetak mengimbangi kekurangannya dari media elektronik melalui pelaporan
berita yang bersifat in-depth. Para reporter surat kabar membuat kisah-kisah berita
bersambung atau berseri dan mendalam. Pelaporan seperti ini disebut sebagai long
story. The long story adalah pelaporan berita yang dibuat secara panjang, mendalam,
dan penuh muatan data. Berbagai keterangan yang spesifik merupakan alat atau
penguat materi keseluruhan laporan. Hal ini juga merupakan suatu yang efektif untuk
menarik perhatian dan memudahkan pemahaman.
 

Depth Reporting
MV. Kamath mengumpulkan berbagai definisi mengenai depth reporting, antara lain.
–Depth reporting adalah segala sesuatu yang membuat pembaca tahu mengenai
seluruh aspek aspek yang terjadi pada subjek dari kepastian informasi yang diberikan.
–Depth reporting menekankan sebuah kisah berita dengan ketelitian detail dan latar
belakang. Pembaca tidak hanya diberitahu mengenai apa yang terjadi melainkan
mengapa hal itu terjadi.
Kamath menekankan bahwa depth reporting ialah mengabarkan kepada kita
mengenai keseluruhan apa yang terjadi dari kisah yang terjadi. Sedangkan
tujuan depth reporting, menurut Ferguson dan Patten aialah untuk mendapatkan
kelengkapan pengisahan.
Pada satu sisi, pekerjaan depth reporting merupakan kegiatan yang menyegarkan,
melepas liputan peristiwa-peristiwa yang biasa dikerjakan. Wartawan akan merasa
lebih bergairah oleh materi liputan dan merasa tertantang untuk menelusuri kisah-
kisah besar. Namun pada sisi lain, tidak semua wartwan sanggup untuk terus-menerus
berkonsentrasi dan berada di area liputan yang sama selama beberapa waktu.
Selain memiliki proses reportase yang alot, depth reporting juga memiliki teknik
penulisan yang rumit. Keluasan data dan keterangan harus dipresentasikan kepada
sebuah fokus utama. Reporter menjadi seorang pengontrol keseluruhan kisah,
pengontrol tema dan detil. Pengisahan harus dapat memindahkan setiap bagian cerita
secara logis dan koheren dari awal sampai akhir.
 

1.4.Bab IV: Ciri Jurnalisme Investigasi


Jurnalisme Investigatif
Jurnalisme investigasi memang berbeda dengan kegiatan jurnalisme pada umumnya.
Kisah-kisahnya pun memiliki perbedaan dengan pola kisah berita jenis lain. Liputan
berita investigasi bukan lagi berdasarkan agenda pemberitaan yang terjadwal di ruang
redaksi. Kerja peliputannya (harusnya) tidak lagi dibatasi tekanan-tekanqn waktu.
Para wartawan investigasi memaparkan kebenaran yang mereka temukan, melaporkan
adanya kesalahan-kesalahan, serta menyentuh dan mengafeksi masyarakat terhadap
persoalan yang dikemukakan.
Dalam kumpulan Hugo de Burgh, berbagai kasus investigasi meliputi permasalahan,
antara lain: hal-hal yang memalukan, penyalahgunaaan kekuasaan, dasar factual dari
hal-hal aktual yang tengah menjadi pembicaraan publik, keadilan yang korup,
manipulasi laporan keuangan, bagaimana houkum dilanggar, perbedaan antara profesi
dan praktisi, hal-hal yang sengaja disembunyikan, dan lain-lain.

Wartawan investigasi mencoba mendapatkan kebenaran yang tidak jelas, samar, atau
tidak pasti. Topik- topik investigasi mereka mengukur moralitas benar atau salah,
dengan pembuktian tak memihak yang didapat melalui riset. Bukan sekedar menolak
kesepakatan, tetapi menyatakan apakah sesuatu yang terjadi itu sesuai denganmoral
atau tidak.

 
Komponen Moral
Tujuan kegiatan jurnalisme investigasi adalah memberitahu kepada masyarakat
adanya pihak-pihak yang telah berbohong dan menutup-nutupi kebenaran. Masyarakat
diharapkan waspada terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan berbagai
pihak.

Dari tujuan tersebut, dapat dilihat bahwa ada tujuan moral. Segala yang dilakukan
wartawan investigasi dimotivasi oleh hasrat untuk mengoreksi keadilan dan
menunjukkan adanya kesalahan.

Menurut Melvin Mencher, the moral component merupakan unsur penting dalam


peliputan investigasi. Wartawan mengumpulkan segala bukti yang menguatkan fakta
adalah didorong oleh motivasi moral. The desire to correct an injuctice, to right a
wrong, and persuade the public to alter the situation. Pada akhirnya, pekerjaan
jurnalisme investigasi mengajak masyarakat untuk memerangi pelanggaran yang
tengah berlangsung dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
 

Mengembangkan Fakta dengan Dangerous Projects


Jurnalisme investigasi dialokasikan sebagai pekerjaan berbahaya atau dangerous
projects. Para wartawannya berhadapan dengan kesengajaan pihak-pihak yang tidak
mau urusannya diselidiki, dinilai, dan juga dilaporkan kepada masyarakat. Oleh
karena itu, kewaspadaan dalam karier kewartawanan menjadi hal yang penting.
Dan harus diingat bahwa jurnalisme investigasi bukan hanya menyampaikan sebuah
dugaan adanya sebuah persoalan pelanggaran, melainkan juga merupakan kegiatan
memproduksi pembuktian konklusif terhadap suatu persoalan dan melaporkannya
sejara jelas dan sederhana.

Kegiatan jurnalisme investigasi terkait dengan upaya mengembangkan bangunan


fakta-fakta. Nilai mutu laporan jurnalistik ini terletak dalam membangun dasar fakta-
fakta. Hasil liputannya mengeluarkan sebuah judgement yang didasari oleh fakta-
fakta yang melingkupi persoalan yang dilaporkan wartawan. Untuk itulah pekerjaan
ini mementingkan sekali kesiapan kerja wartawan untuk selalu mengecek fakta-fakta,
tidak mudah menaruh kepercayaan kepada segala sesuatu,termasuk tidak langsung
memercayai orang-orang yang memiliki kepentingan.
Kerja investigasi wartawan kerap menemukan area liputan yang mesti dibuka dengan
sengaja. Berbagai narasumber bahkan diasumsikan mempunyai kemungkinan untuk
memanipulasi data. Oleh sebab itu, berbagai data yang didapat memerlukan analisis
kritis wartawan investigasi.

 
Antara Paper and People Trail
Terdapat dua bentukan umum kerja jurnalisme investigasi, yaitu terkait dengan
pekerjaan menginvestigasi dokumen-dokumen, serta penyelidikan terhadap subjek-
subjek individu yang terkait dengan permasalahan. Kedua bidang umum reportase
investigasi ini diistilahkan dengan paper trails and people trails.
Paper trails mencakup pekerjaan mencari bahan-bahan dokumentasi dari publikasi
koran, majalah, televisi dan radio, buku-buku referensi, tesis dan
disertasi, database komputer dan juga internet. Penelusuran dokumen merupakan
sarana untuk mengecek kebenaran dari apa yang dikatakan narasumber terhadap suatu
peristiwa.
Sedangkan people trails terkait dengan kegiatan mendapatkan keterangan dari
narasumber yang berwenang dan kredibel untuk memperkuat pembuktian dari fakta
yang hendak dilaporkan.
 

Karakteristik
Andreas Harsono mengindikasikan kerja liputan investigasi yang antara lain memiliki
ciri sebagai berikut:

·Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang untuk
membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis.

·Paper trail yang dilakukan untuk mencari kebenaran dalam mendukung hipotesis.


·Wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan investigasi.

·Pemakaian metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas. Dalam hal ini
termasuk melakukan metode penyamaran serta memakai kamera tersembunyi,
Dari keseluruhan kerja peliputan yang dilakukan jurnalisme investigasi ditemukan
beberapa unsur yang dapat dikenali menjadi karakteristik wacana reportase
investigasi. Menurut Steve Weinberg unsur-unsur tersebut antara lain: sumber
investigasi, hipotesis riset, sumber sekunder, pikiran dokumentatif, narasumber,
teknik riset, mengorganisir informasi dan menulis ulang, dan berpikir wisdom.

Bab VInvestigative Reporting


Pengertian Reportase Investigatif
Apa sebenarnya Investigative Reporting? Atmakusumah memberikan penjelasan
mengenai pengertian ini berdasarkan asal kata dari bahasa Latin. Reporting berasal
berasal dari kata reportare, yang berarti membawa laporan kejadian dari sebuah
tempat di mana telah terjadi sesuatu. Sementara investigative berasal dari
kata vestigum, yang berarti jejak kaki. Hal inimenyiratkan berbagai bukti yang telah
menjadi fakta dalam suatu peristiwa.
Reportase investigasi memang merupakan sebuah kegiatan peliputan yang mencari,
menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta tentang adanya pelanggaran, kesalahan,
atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum.

Menurut Chris White, pekerjaan jurnalisme investigasi, pertama, tertuju untuk


mengungkapkan dan mendapatkan sebuah kisah berita yang bagus. Kedua, menjaga
masyarakat untuk memilikikecukupan informasi dan mengetahui adanya bahaya di
tengah kehidupan mereka.

Reportase investigasi dapat dipahami melalui lima tujuan dan sifat pelaporannya,
yaitu.
1. Mengungkapkan kepada masyarakat, informasi yang mereka perlu ketahui
karena menyangkut kepentingan dan nasib mereka.

2. Laporan penyelidikan tidak hanya mengungkakan hal-hal yangyang secara


operasional tidak sukses, tapi dapat juga sampai pada konsep yang keliru.

3. Laporan penyelidikan beresiko tinggi karena bisa menimbulkan kontroversi dan


bahkan kontradiksi dan konflik.

4. Harus memikirkan dampak-dampak yang ditimbulkannya terhadap subjek


laporannya dan penerbitan per situ sendiri.

5. Harus ada idealisme, baik di dalam diri reporter maupun di sektor-sektor lain
pada organisasi penerbitan pers itu.
 

Reporter Investigatif
Dunia jurnalistik mengenal tiga tingkatan yang dilakukan reporter. Pada level
pertama, reporter melaporkan kejadian dan memaparkan apa yang terjadi. Level
berikutnya, mereka mencoba menjelaskan atau menginterpretasikan apa yang harus
dilaporkan. Dan pada level ketiga, mereka mencari bukti yang ada di balik sebuah
peristiwa.

Secara keseluruhan, dunia kerja peliputan wartawan merujuk pada tiga tipe reporter,
yaitu general reporters, specialist reporters, dan reporters with an investigative turn
of mind.
Reporter tipe general ialah para reporter yang mencari berita tanpa mengetahui lebih
dulu subjek pemberitaannya. Ia bekerja dalam ketergesaan deadline. Berita yang
diliput juga ditentukan editor.
Sementara itu, reporter specialist adalah reporter yang memiliki rincian keterangan
mengenai subjek liputan danmencoba menjelaskannya. Sedangkan para reporter yang
bekerja dengan pikiran investigative adalah salah satu dari kedua tipe reporter
sebelumnya. Reporter tipe ini selalu menyiapkan diri untuk mendengar berbagai hal
yang dikatakn orang kebanyakan. Reporter investigasi juga mencari pemikiran yang
berbeda dari orang-orang yang berbeda.
Kerja wartawan investigasi ibarat seorang penyelidik yang tengah meneliti dan
meluruskan berbagai kebohongan yang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak tertentu.
Wartawan investigasi bisa dibedakan dengan wartawan harian. Awal perbedaannya
terletak pada inisiatif wartawan investigasi yang tidak menunggu sampai suatu
masalah atau peristiwa timbul dan diberitakan. Akan tetapi wartawan investigasi
justru menampilkan permasalahan baru atau sesuatu hal yang baru.

Wartawan investigasi membutuhkan waktu lebih lama untuk mengungkapkan satu


masalah. Mereka juga sangat selektif dan skeptis terhadap bahan berita resmi,meneliti
dengan kritis setiap pendapat, catatan dan bocoran informasi. Mereka tidak serta
merta membenarkannya.

Unsur-unsur yang mendukung terciptanya good investigative reporters antara lain:


selalu ingin tahu, mampu mendapatkannya, mampu memahaminya, mampu
menyampaikannya, menimbulkan keinginan beraksi, peduli terhadap permasalahan
orang, Untuk mencapai kemampuan tersebut, wartawan investigasi memerlukan
pengetahuan fakta-fakta, rasa iba terhadap pembca, aksi public, melawan ketamakan,
dan perbaikan sosial.
Penyamaran
Manakala reporter mengerjakan liputan investigasi, terkadang mereka melakukan
penyamaran dan tidak mengungkapkannya pada narasumber bahwa mereka adalah
reporter. Pekerjaan penyiasatan ini dinilai, oleh pihak pengecamnya, mendekati
tindakan yang seharusnya menjadi tugas polisi.
Berkaitan dengan penyamaran ini, beberapa editor dan direktur berita tidak pernah
mendapatkan kesepakatan soal apakah hasil akhir kerja wartawan, atas nama
kepentingan publik, dapat membenarkan segala cara dalam meliput termasuk menipu
jati diri.

Beberapa kalangan pers menyepakati bahwa tindakan penyiasatan seperti penyamaran


merupakan sebuah upaya mendapatkan berita yang tidak melanggar etika. Mereka
masih melihat hal tersebut sebagai taktik jurnalistik, bukan tindak pelanggaran.

Proses Kerja Investigasi


Secara sederhana, kegiatan liputan investigasi umumnya terbagi ke dalam dua bagian
proses peliputan. Kegiatan awal investigasi ialah menelusuri berbagai permasalahan
yang mesti ditindaklanjuti. Jika didapat, maka pada bagian kedua kegiatan yang
merupakan tahap “serius”, investigasi dimulai.

Paul N. Williams, seorang wartawan investigasi mengidealisasikan gambaran


reportase investigasi secara lengkap melalui bukunya Investigatve Reporting and
Writing. Williams memberikan sebelas langkah investigative reporting, yang terdiri
dari:

1. Conception. Unsur awal dari kerja investigasi ini berkaitan


dengan apa yang disebut pencarian berbagai ide. Menurut Williams, ide atau
gagasan bisa didapat melalui: saran seseorang, menyimak berbagai narasumber
eguler, membaca, memanfaatkan potongan berita, mengembangkan sudut pandang
lain dari peristiwa berita, dan observasi langsung.

2. Feasibility Study. Usai mengonsep gagasan, langkah


selanjutnya adalah mengukur kemampuan dan perlengkapan yang diperlukan.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipelajari watawan sebelum memulai
liputan investigasi: berbagai halangan yang harus diatasi, orang-orang yang
diperlukan, kemungkinan adanya tekanan terhadap media, serta menjaga
kerahasiaan dari media lain.

3. Go-No-Go Decision. Langkah ini merupakan pengukuran


terhadap hasil investigasi yang akan dilakukan. Setiap liputan investigasi mesti
memperhitungkan hasil akhir dari proyek penyelidikan yang akan dikerjakan.

4.   Basebuilding. Langkah ini berkaitan dengan upaya wartawan


untuk mencari dasar pijakan dalam menganalisis sebuah kasus.

5. Planning. Langkah perencanaan ini berkaitan dengan kerja


pengumpulan, penyusunan, dan pemilihan orang yang akan melaksanakan tugas-
tugas tertentu.

6.   Original Research. Kegiatan riset di sini berarti kerja


pencarian data, penggalian bahan, yang umumnya terdiri dari dua kerja
penelusuran, yaitu: penelusuran paper trails dan penelusuran people trails.

7.    Re-evaluation. Setelah segala tindakan investigasi


dilaksanakan dan mendapat banyak masukan data dan informasi, diadakan
kegiatan mengevaluasi kembali segala hal yang telah dikerjakan dan didapat.

8. Filling the Gaps. Pada fase ini, kegiatan investigasi


mengupayakan menutupi beberapa bagian bahan yang belum terdata.

9.    Final Evaluation. Tahap evaluasi ini adalah pekerjaan


mengukur hasil investigasi dengan kemungkinan buruk atau negatif. Yang
terpenting adalah mengevaluasi keakurasian pihak-pihak yang hendak dilaporkan
di dalam standar pekerjaan jurnalistik.
10. 10. Writing and Rewriting. Pekerjaan menulis laporan
memerlukankesabaran, ketekunan, dan kemauan untuk terus memperbaiki
penulisan berita jika diperlukan.

11. Publication and Follow up Stories. Pelaporan berita


investigasi biasanya tidak hanya muncul di dalam satu kali penerbitan. Masyarakat
kerap memerlukan perkembangan dari masalah yang diungkap.
 

Langkah Coroner
Seperti halnya Williams, Sheila Coroner juga membuat langkah-langkah kerja dalam
jurnalisme investigasi. Corner menunjukkan bahwa tahapan kegiatan investigasi dapat
diurutkan ke dalam dua bagian kerja. Bagian pertama merupakan bagian penjajakan
dan pekerjaan dasar, sedangkan bagian kedua sudah berupa penajaman dan
penyelesaian investigasi. Pada masing-ma-sing bagiannya terbagi ke dalam tujuh
bagian rinciannya. Tahap kerja tersebut adalah:

Bagian Pertama

 Petunjuk awal.

 Investigasi pendahuluan.

 Pembentukan hipotesis.

 Pencarian dan pendalaman literatur.

 Wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli.

 Penjejakan dokumen-dokumen.

 Wawancara sumber-sumber kunci dan saksi-saksi.


Bagian Kedua
 Pengamatan langsung di lapangan

 Pengorganisasian file

 Wawancara lebih lanjut

 Analisis dan pengorganisasian data

 Penulisan

 Pengecekan fakta

 Pengecekan pencemaran nama baik


Di dalam praktek, rincian teknis proses kerja investigasi tidaklah dilakukan dengan
sama. Kenyataan di lapangan menunjukkan redaksi harus bersiap dengan segala
kemungkinan yang tak terduga.

Berbagai Tips Investigative Reporting


David Spark menunjukkan beberapa konklusi yang bias digunakan sebagai pedoman
dalam melaksanakan reportase investigasi. Konklusi tersebut antara lain:

   Temukanlah fakta-fakta dari sebuah isu, jangan masuk ke dalam komentar


para pembicara.

 Mudahkanlah berbagai konsep yang sulit, jangan terjebak dalam penulisan


yang rumit.

 Jangan dipengauhi oleh narasumber utama. Carilah sumber lain dengan sudut
pandang yang lain.

 Bicaralah ke beberapa orang yang relevan yang harus ditemukan.

    Jawablah pertanyaan-pertanyaan secara sederhana dan mudah yang bisa


membuka subjek yang hendak diinvestigasi.
     Jangan mengambil segala sesuatu dan segala orang dari nilai-nilai mereka.

 Ingatlah bahwa setiap orang, setiap organisasi, dan setiap kejadian memiliki
sejarah yang memengaruhi peristiwa itu terjadi.
Selain itu, saran penting yang harus diperhatikan adalah sikap yang santun. Sikap ini
mendasari pekerjaan dalam menelusuri berbagai dokumen investigatif yang kerap
disembunyikan.

Banyak wartawan berpendapat bahwa dalam investigasi, segala cara dibenarkan,


termasuk mencuri data, mencuri pembicaraan orang, maupun mencuri informasi.
Tindakan mencuri ini, dalam berbagai sudut pandang, telah menjadi bahan diskusi
yang alot di dunia jurnalisme investigasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
masalah etika dan hukum.

Bab VIRiset Investigasi


Pentingnya Riset
Akar dari setiap investigasi ialah informasi. Pekerjaan dari setiap wartawan
investigasi adalah mendapatkan informasi, mengevaluasi dan menganalisisnya, serta
mengkomunikasikannya ke banyak orang. Maka itulah, muncul persoalan mengenai
pencarian ketepatan informasi.

Dalam investigasi, riset mengenai informasi penting untuk dilakukan. Beberapa ahli
memasukkan kegiatan riset dalam tahapan kerja investigasi. Terdapat beberapa alasan
mengapa melakukan riset secara seksama merupakan hal yang penting di lakukan.
Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut.
1.   Memperkenalkan reporter ke dalam bahasa topik yang kompleks. Mereka
harus menjelaskan berbagai hal yang menyangkut pengertian terhadap dasar
permasalahan, serta berbagai prosedur teknis yang tengah diinvestigasi.

2.  Memperkenalkan reporter pada orang-orang yang telah menjadi sumber berita,


mengenai kisah-kisah yang sama pada masa lalu.

3. Membantu reporter dalam menyusun daftar pertanyaan.

4. Mendapatkan berbagai bahan tulisan lain yang memilikikesamaan topik.

5. Memberikan petunjuk tentang the good things and the bad things, sesuatu yang
baik dan buruk, selama wawancara.
 

Precision Jurnalism
Melalui tulisannya, Philip Meyer mengingatkan jurnalisme tentang penggunaan
metode-metode ilmu pengetahuan sosial, seperti prosedur pemilihan sampel dan
penganalisisnya, sebagai alat untuk memvaliditaskan akumulasi fakta-fakta agar
mendekati ketepatan dan keobjektifan pemberitaan.

Teknik keilmuan ini diperlukan untuk menemukan fakta-fakta, menelusuri


pemahaman yang diperlukan ketika mengamati suatu gejala, dalam ketergesa-gesaan
tuntutan waktu terbit dan aktualitas berita.

Peliputan precision menggunakan rancangan penelitian yang sistematis dan terencana.


Rancangan sistematika peliputannya antara lain menggunakan metode penelitian
seperti perumusan masalah, penetapan tujuan, identifikasi hipotesis, pengumpulan dan
pengolahan serta penginterpretasian data, walau tidak sekonsisten riset para
akademisi.
Metodologi yang dipakai diantaranya mencakup penelitian survei, sampel acak,
teknik-teknik wawancara sesuatu yang sensitive, dan eksperimen lapangan. Metode
kuantitatif seperti perhitungan statistik mengukur opini khalayak melalui sebuah
poling, cenderung kerap digunakan.

Hipotesis Investigasi
Riset dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang adalah sarana untuk
membuktikan kebenaran atau kesalahan hipotesis. Hipotesis sangatlah penting untuk
membantu wartawan memfokuskan diri dalam suatu investigasi.

Hipotesis ini bisa dideskripsikan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang


mendasar. Sedangkan dalam hal kegiatan riset investigasi, rumusan hipotesis yang
berbentuk pernyataan memerlukan kerangka latar belakang, dasar-dasar pikiran, dan
hal-hal yangmenjadi landasan asumsi hipotesis dari riset investigasi yang hendak
dilakukan.

Survei
Metode survei, termasuk poling kerap digunakan dalam kegiatan investigasi. Hal ini
dapat dilihat pada poling yang dilakukan saat pemilihan umum. Kerja peliputan
menggunakan riset ilmu sosial yang dapat menjadi alat bagi koran-koran yang hendak
menangkap sikap masyarakat pada berbagai masalah sosial.

Namun yang harus diwaspadai, masalah bisa timbul dari sampel orang-orang yang
disurvei. Mereka bisa saja tidak merepresentasikan keseluruhan kelompok yang
mewakilinya. Hal ini dapat mengakibatkan berbagai kesalahan temuan yang hendak
dijadikan standar proyeksi dalam pelaporan pemberitaan.

Sumber-Sumber Informasi
Untuk memenuhi kebutuhan riset, dengan kelengkapan data yang diperlukan,
peliputan mesti mengenali berbagai sumber informasi yang layak, kredibel, dan sesuai
dengan tuntutan desain perencanaan riset. Peliputan jurnalisme memerlukan
perencanaan riset terhadap berbagai sumber informasi.

Strentz membedakan dua sumber berita yang bisa dilacak wartawan, yaitu sumber
berita konvensional dan sumber berita non-konvensional. Sumber berita konvensional
merupakan sumber informasi yang biasa didapat wartawan di dalam proses
operasional pencarian berita. Sedangkan, sumber berita non-konvensional adalah
sumber informasi yang didapat dengan cara khusus dan menyangkut sumber informasi
yang tidak biasa menjadi rekanan wartawan dalam meliput berita.

Sumber Informasi lain: Internet


Kemajuan teknologi informasi menjadikan para jurnalis saat ini menggunakan
berbagai kemudahan akses untuk mendapatkan informasi, tak terkecuali dengan
pengunaan teknologi internet. Menurut sebuah survei yang disponsori agen public
relation Burson-Marsteller, diberitakan bahwa internet telah menjadi tumpuan
pencarian bahan riset para jurnalis.
Lebih dari sepertiga reporter yang disurvei mengatakan bahwa internet merupakan
tempat pertama untuk mencari data, dan hanya seperempat yang mengatakan mereka
akan ke perpustakaan lebih dulu.

Selain itu, lebih dari separuh responden mengatakan bahwa internet bisa diandalkan.
Para wartawan itu juga mengatakan bahwa internet bisa diandalkan karena jaminan
keamanan serta banyaknya informasi yang disediakan. Studi ini menunjukkan para
wartawan tersebut banyak mengahbiskan waktu secara online.
 

Bab VII: Wawancara Investigasi


Di dalam kegiatan jurnalistik, wawancara memang merupakan salah satu kegiatan
kewartawanan yang sangat penting. Melalui wawancara, didapat keterangan yang
diperlukan wartawan.

Bagi kalangan wartawan, kegiatan wawancara memerlukan upaya khusus terhadap


kondisi psikis narasumber. Mereka harus membangun suasana wawancara yang
menyenangkan, dapat menempatkan empati, saling membagi perasaan, dan emosi.
Berbagai gaya pewawancara juga bisa dilihat dari cara wartawan mendekati subjek.
Ada yang dengan cara malu-malu, rendah diri, outgoing, supel, atau yang cenderung
mengintimidasi lawan bicara. Tidak setiap gaya pendekatan akan sama berhasilnya
pada setiap orang yang diwawancara. Berbagai literatur menyatakan pendekatan yang
terbaik adalah pendekatan yang bersifat natural, alami, yang paling membuat
pewawancara merasa nyaman.
Kegiatan wawancara dalam jurnalisme investigatif, menekankan pada upaya gigih
dari wartawan untuk menjaring fakta. Dalam tiap penggalian fakta, seorang wartawan
mesti menyiapkan segala bahan dan data yang berkaitan dengan topik yang hendak
diliputnya. Pemadatan informasi, masalah-masalah yang diajukan reporter dan sumber
berita, batas waktu, dan gaya pengumpulan berita, menurut Strenz merupakan hal-hal
peka yang memengaruhi proses pengalian berita dalam wawancara.

Dari setiap sumber beritanya, wartawan investigatif harus memperhitungkkan


kemungkinan manipulasi keterangan yang disengaja atau tidak. Selain itu, ia juga
harus memberi perhatian yang sama kepada tiap narasumber.

Teknik Wawancara
Beberapa teknik wawancara menurut Nelson secara garis besar adalah.

 Melontarkan pertanyaan yang tersusun atas dua kata.

 Keheningan bisa menjadi senjata ampuh bagi sang pewawancara.

 Jangan melontarkan pertanyaan-pertanyaan tolol.

 Ada dua metode yang umum dilakukan untuk mendapatkan hasil


wawancara:mencatatnya di kertas atau merekamnya.

 Alat perekam dianjurkan digunakan untuk merekam isu-isu kontroversial.

 Hasil wawancara harus senantiasa di cek dan re-cek, terutama menyangkut isu-
isu kontroversial.

 Dalam menuliskan kembali hasil wawancara, hal yang kerap dilupakan penulis
adalah kaidah bahasa penulisan kalimat langsung menjadi tak langsung. Dan
apapun yang diletakkan di antara tanda kutip, kalimat itu harus tepat seperti yang
dikatakan.
 

Keterangan Narasumber
Beberapa jenis keterangan narasumber yang harus disepakati, sebelum bahan
wawancara ditulis antara lain.

On the record: Semua pernyataan boleh dikutip dengan menyertakan nama serta gelar
orang yang membuat pernyataan tersebut.
On Background: Semua peryataan boleh dikutip tapi tanpa menyertakan nama dan
gelar orang yang memberi peryataan tersebut.

 On Deep Background: Apapun yang dikatakan boleh digunakan tapi tidak


dalam bentuk kutipan langsung dan tidak untuk sembarang jenis penyebutan.

 Off the record: Informasi yang diberikan tidak boleh disebarluaskan. Dan juga
tidak boleh dialihkan kepada narasumber lain dengan harapan bahwa informasi itu
kemudian boleh dikutip.

  Affidavit merupakan bahan yang dapat memperkuat berita investigatif karena


berbentuk pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah di hadapan notaris
publik. Keterangan affidavit menepis kemungkinan penyangkalan narasumber
yang menyatakan dirinya telah salah dikutip.
 

Melakukan Wawancara (Investigatif)


Ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan wartawan di dalam melaksanakan
kegiatan wawancara, yaitu upaya mempersiapkan wawancara dan mengajukan
pertanyaan yang bagus serta upaya mempersiapkan wawancara dengan pengumpulan
informasi yang terkait.

Kualitas pertanyaan akan menentukan seberapa bagus berita dapat dibuat. Karena,
ajuan pertanyaan yang dilontarkan wartawan itu bisa berarti risiko, ancaman, dan
tekanan. Di dalam wawancara yang tengah berlangsung, hendaknya hindari
pertanyaan yang menggunakan kata perasaan.
Wartawan investigatif kerap menggunakan pertanyaan yang meminta klarifikasi.
Pertanyaan investigatif dapat menggunakan teknik manipulasi sikap seolah-olah
mengetahui fakta yang terjadi. Serangkaian pertanyaan juga dapat diajukan secara
sengaja walaupun jawabannya telah diketahui.

Selain itu, bagi wartawan investigatf, hal yang sangat mutlak adalah persiapan
membaca berbagai peristiwa kontemporer.

Jenis-Jenis Wawancara

 Wawancara Telepon: Hubungan telepon dinilai dapat memangkas waktu dan


memungkinkan mengajukan pertanyaan lebih lugas daripada pertemuan tatap
muka. Wartawan dimungkinkan untuk mencatat atau merekam komentar tanpa
mengganggu pembicaraan. Namun feedback non-verbal tidak dapat diamati
wartawan.

 Wawancara Langsung: Melalui pertemmuan langsung, wartawan dapat lebih


banyak memiliki waktu dan kemungkinan mendapat ranah-ranah baru
pemberitaan.

 Konferensi Pers: Konferensi pers sering diartikan sebagai suatu peristiwa yang
direncanakan oleh para pejabat atau pengusaha untuk kepentingan dan keinginan
sendiri. Suasana konferensi pers membuat wartawan sulit mendapat, atau mengejar
informasi yang berharga.
 
Jenis wawancara menurut Itule & Anderson adalah sebagai berikut.

 Interviews from the Outside In: Interviews from the Outside In merupakan


jenis wawancara melingkar yang melibatkan keseluruhan subjek-subjek
wawancara dari yang paling tidak penting sampai pada yang paling penting.

 Smoking-Gun Interviews: Wawancara ini bukan dalam bentuk mengajukan


pertanyaan umum, tapi langsung menyodorkan bukti-bukti atau rekaman video
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang diwawancara, dan
melontarkan pertanyaan langsung tentang sebuah insiden yang spesifik. Banyak
wartawan investigatif mengkritik interview jenis ini karena mereka memepercayai
semua narasumber harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan pandanga-
pandangan teoritis mereka.

 Double Checks and Triple Checks: Reporter yang menggarap kisah-kisah


investigatif memiliki waktu yang lebih panjang dan tidak megalami
tekanan deadline, untuk itu mereka diharuskan melakukan upaya double checks
and triple checks pada segala sesuatu yang dikatakan oleh sumber mereka.
 

Bab VIIIPenulisan dan Etika Investigasi


Penulisan
Menulis laporan investigasi, tak jauh berbeda dengan kerja redaktur, khususnya dalam
kepekaan untuk mengedit naskah tulisan reporter atau copy editing siaran. Penulisan
investigatif memerlukan kecermatan dalam mengengkat berbagai fakta yang hendak
dilaporkan.
Rangkaian berbagai fakta yang ditemukan selama melakukan riset, tidak perlu
dijelaskan dengan sedemikian ekspositoris oleh penulis. Rangkaian fakta yang
disampaikan merupakan representasi dari apa-apa yang hendak dihipotesiskan
wartawan investigasi.

Penulisan memerlukan upaya yang bersifat pengecekan, evaluatif, atau lontaran saran
dan pandangan dari pada narasumber yang telah menjadi informan di dalam pelaporan
tersebut. Hal ini sangat penting dilakukan bagi penulisan investigasi dengan tujuan
menghindarkan terjadinya ketidaktepatan dan kesalahpahaman yang bisa berakibat
fatal.

Beberapa Segi Penulisan Investigatif


Steve Weinberg menegaskan bahwa penulisan jurnalisme sastra atau literacy
journalism merupakan perangkat yang banyak dipakai para wartawan investigatif
ketika melaporkan skandal atau kasus pelanggaran. Literacy journalism tidak hanya
menekankan pada pemakaian unsur sastra dalam tulisan, tetapi juga meliputi
intensitas laporan yang mendalam.
Pelaporan investigatif juga menjadi sebuah bentuk penulisan yang tidak hanya berisi
muatan fakta-fakta tenttang pelanggaran, akan tetapi terkait juga upaya pembuatan
kisah berita yang dapat menembus emosi pembaca serta mempersuasi khalayak.

Pembuatan kerangka tulisan juga dibutuhkan dalam proses pembuatan laporan


investigasi. Upaya membuat kerangka tulisan berdasarkan kronologi data merupakan
alat vital. Pekerjaan ini dapat membantu memudahkan pembuatan susunan sub-plot,
mendapatkan angle baru, mencegah hilangnya keterangan penting di dalam
pkeutuhan pengisahan investigasi.
 
Sistem Memo: Untuk Menyusun Data
Kegiatan jurnalisme investigasi mengenal sebuah cara pengaturan yang disebut
“Sistem Memo.” Sistem yang diusulkan oleh Bob Greene ini merupakan sebuah
pengaturan sistem pelaporan yang sangat mendukung kecermatan kerja investigasi.

Sistem ini menjamin panyajian hasil investigasi menjadi sepersis apa yang telah
didapat oleh wartawan di lapangan. Sistem memo ini merupakan berbagai berita
harian yang dikerjakan wartawan itu sendiri.

Melalui sistem memo, wartawan investigasi emiliki peluang yang terukur untuk
membuat sajian penulisan berita yang memikat. Hal ini dikarenakan bahan sudah
lengkap, sehingga tinggal menerjakan penulisan akhir saja. Ketika mengerjakannya,
dengan memanfaatkan memo-memo tersebut, pelaporan dengan mudah tinggal
mengurutkannya saja.

Struktur Penulisan Investigatif


Kaidah piramida terbalik digunakan sebagai sarana mengorganisir informasi dari
urutan yang paling penting ke yang kurang penting. Pelaporan investigasi juga
mementingkan kebutuhan khalayak yang ingin segera menemukan apa yang harus
dipahaminya.

Carole Rich menyebut “5 Hal Penting” dalam penulisan berita. Rumus ini dapat
dijadikan variasi dari kaidah priramida terbalik. Kelima hal tersebut, yaitu: news (apa
yang terjadi atau akan diperitiwakan), context (latar belakang dari
kejadian), scope (apakah peristiwa lokal menjadi bagian dari peristiwa atau gejala di
tingkat nasional), edge (kemana berita hendak diarahkan dan apa yang terjadi
kemudian), dan impact (mengapa menajdi perhatian banyak orang). Sifat dramatis
juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Melalui tiga babak pengisahan, struktur kisah dilaporkan. Pada bagian awal kisah
digambarkan adanya permasalahan. Bagian tengah menyiratkan berbagai kejadian
atau aksi. Sementara itu, akhir kisah dapat memberikan resolusi.

Penulisan investigasi tetap memakai dasar pelaporan yang biasa dikerjakan kalangan
jurnalis, yaitu: awal (lead), tubuh (middle), dan penutup (ending).
·Bagian awal

Jenis-jenis lead dari hard news dapat menjadi pembuka yang kerap dipakai wartawan


investigasi ketika mereka telah siap untuk membuka kisah penyelidikan yang penuh
dengan kerumitan. Untuk itu, pembuka jenis ringkasan (summary) dipergunakan.
Carole Rich memberika bentukan pembuka yang tidak langsung memaparkan
permasalahan. Rich menyebutkan jenis descriptive leads, narrative
leads, dan anecdot leads, sebagai pengawal kisah berita. Selain itu ada juga pelaporan
yang dibuka dnegan lead kutipan langsung.
·Bagian tubuh

Banyak bagiannya yang menggunakan teknik penulisan yang didasari oleh kecakapan
penulisan sastra. Penjelasan yang berupa angka-angka atau statistical memerlukan
penanganan khusus agar pembaca tidak jenuh dengan uraian yang bersifat teknis.

Bagian ini membangun pengisahan menjadi rincian action dari karakter utama


permasalahan yang kompleks, serta perubahan karakter permasalahan. Salah satu
teknik penarik uraian, di bagian tengah ini, adalah pengisahan adegan. Melalui
adegan, permasalahan dipertunjukkan seluk beluk kejadiannya.
·Bagian penutup
Bagian akhir dari penulisan investigasi seringkali memaparkan kedalaman pikiran dan
emosi ke dalam benak pembaca.

Etika dan Hukum dalam Investigatif


Pelaporan investigasi memiliki kecenderungan untuk mejadi pelaporan fakta-fakta
tanpa bukti atau pelanggaran faktual. Hal ini mengundang banyak permasalahan di
dalam soal label atau penjulukan, fitnah, atau pencemaran nama.
Teori penjulukan ini menyatakan bahwa proses penjulukan ini dapat sedemikian hebat
sehingga korban-korban misinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaruhnya. Untuk
itu, warawan harus lebih akurat ketika menggambarkan who and what we are.
Dalam sikap dan perilaku reportasenya, pekerjaan investigative
reporting mengandung nilai etik jurnalistik. Wartawan investigasi dibatasi oleh self
legislation dan self enforcement di dalam pekerjaannya.
 

Bab IXPerkembangan Jurnalisme Investigasi


Amerika mengadopsi istilah investigative reporting sebagai teknik peliputan yang
yang cukup bergengsi. Dari istilah tersebut, muncul berbagai jenis peliputan mengenai
kasus-kasus yang mengguncang masyarakat.
Pada 1975, investigative reporting telah menjadi jargon populer. Selain itu, para
pekerjanya juga mendirikan perkumpulan bernama investigative Reporters and
Editors Inc. (IRE) pada akhir 1990-an. Keberadaan IRE ditujukan pada pertumbuhan
profesi wartawan investigasi, seperti kegiatan seminar mencari teknik-teknik baru
investigasi, pelatihan riset yang menunjang penginvestigasian melalui internet atau
alat penginderaan jarak jauh, sampai ke kegiatamn pemberian penghargaan kepada
karya-karya investigasi yang terpilih setiap tahun.
Pada November 1998 di Amerika Serikat, diadakan pertemuan awal International
Consortium of Investigative Journalist, untuk memberi penghargaan kepada karya-
karya terbaik wartawan infestigatif di seluruh dunia.

Film Investigatif
Laporan investigasi dapat pula dikerjakan melalui film yang bersifat dokumenter. Dari
materi hingga riset, yang ada dalam ciri-ciri jurnalisme investigasi, semuanya sama.
Sifat dokumentatif memenuhi paparan audio-visual.

Salah satu pembuat film documenter investigatif independen yang terkenal adalah
Robert ritcher. Richer mendapatkan penghargaan seperti Dupont, Emmy Award,
Peabody, dan juga nominasi Academy Award atas karya-karyanya

Perkembangan Lain: Pengaruh Politik Ekonomi


Selama tiga dekade, dari abad ke-20, media market telah memengaruhi pelaksanaan
kerja jurnalisme investigasi. Tekanan ekonomi dan kultural mengidentifikasi
perubahan yang terjadi semenjak awal abad ke-20 pertumbuhan jurnalisme
investigasi. Nilai-nilai responsibilitas social dan peranan pelayanan public dari
jurnalisme investigasi terletak pada perkembangan demokrasi liberal.
Pendekatan ekonomi politik telah memaparkan dampaknya terhadap deregulasi
media, kepemilikan media, dan mengidentifikasikan persaingan media. Deborah
Chambers memaparkan beberapa kecenderungan itu ketika mengobservasi berbagai
perubahan yang terjadi di dalam terminologi jurnalisme investigasi.

Chambers meringkas berbagai perubahan konteks pemberitaan jurnalisme investigasi


ke dalam lima faktor. Pertama, keluasan korporasi pemilikan media telah merintangi
peran “the fourth estate” jurnalisme sebagai pelayan demokrasi publik. Kedua,
berbagai kebijakan deregulasi telah merintangi pemerintah untuk melakukan kontrol
terhadap kegiatan monopoli media.

Selain itu, ketiga, deregulasi media mengomoditaskan media berdasar consumer


style. Dalam konteks ini, kegiatan jurnalisme investigasi menjadi tergantung pada
intensitas kompetisi antara kepentingan khalayak dan kepentingan pemasang iklan.
Keempat, keseimbangan reportase investigasi menjadi terukur pada persoalan
kedudukan pekerja media antara sebagai pelapor kejadian atau penghasil kejadian.
Dan terakhir, kerangka normatif journalictic skill and ideal menjadi didominasi
promosi kerja public relations.
Struktur organisasi kegiatan investigasi menjadi terkait dengan sistem yang yang
dirancang ekonomi kapitalis yang membawa tujuan bisnis kmpetitif dari kehendak
para pemilik saham. Maka, pemberitaan produk jurmalisme investigasi pun menjadi
barang komoditas yang dipotensikan sebagai margin peraih laba ekonomi.

Tema-tema liputan jurnalisme investigasi akhirnya juga harus menyesuaikan diri


dengan dengan orientasi baru dari konsumen akibat daya gerak pasar informasi
yang memintanya.Hal ini pun membuat area pemberitaan investigasi berubah. Dari
pemberitaan yang semula amat memburu pelaporan yang bersifat hard, kerja
investigasi menjadi lebih banyak mengungkap yang bersifat soft journalism.
Liputan politik, semacam korupsi kepentingan publik, tak lagi terlalu diburu.
Orientasi pemberitaan semacam itu direncanakan atau dilaporkan secara fleksibel dan
adaptabel, disesuaikan dengan perubahan yang menguat di dalam tatanan ekonomi
dan politik masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai