Anda di halaman 1dari 24

Bung Hatta merupakan proklamator bersama Ir. Soekarno.

Kiprah beliau bagi perjuangan Indonesia


sangatlah besar dan banyak. Pesona beliau mungkin kalah dengan Ir. Soekarno. Beliau seakan akan
menjadi bayangan Soekarno. Sehingga tidak heran kita lebih mudah dan terlanjur akrab dengan istilah
"Soekarno-Hatta". Sampai sekarang pun, masyarakat mungkin masih sedikit yang mengenal beliau secara
lengkap. Lebih miris lagi Bung Hatta resmi menyandang gelar Pahlawan baru pada tahun 2012 lalu
Melalui Keppres No.84/TK/2012. Orang yang mempelajari sepak terjang dan biografi beliau pasti akan
kagum bahkan bisa menitikkan air mata. Salah satu tokoh sekaliber Iwan Fals pun menciptakan lagu
dengan judul Bung Hatta yang berisi karakter bung Hatta selama hidup

Jika mempelajari catatan, buku sejarah, dan sumber sejarah lain, dapat disimpulkan bahwa Bung Hatta
bisa menjadi tokoh hebat tidak lepas dari karakter yang beliau miliki. Karakter beliau tersebut adalah

1. Berprinsip Teguh.

Bung Hatta selalu memegang prinsip secara teguh dalam perjuangan. Beliau memiliki idealisme yang
sangat tinggi. Semua referensi mengenai beliau akan mengerucut pada prinsip utama beliau yaitu selalu
hidup sederhana, jujur, dan sabar. Contoh nyata keteguhan beliau adalah tekad akan menikah apabila
Indonesia telah merdeka. Beliau benar benar menjalankan niat tersebut dan menikah dengan Rachmi
Hatta pada tanggal 18 November 1945. Bung Hatta juga rela mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden
karena tidak cocok dengan pemikiran Soekarno pada tanggal 1 Desember 1956. Pemikiran beliau benar,
Soekarno akhirnya jatuh dikemudian hari. Mengenai sikap teguh, Bung Hatta sering mengutip ucapan
Nietzsche yang berbunyi "Waas Mich Nicht umbringt, macht mich Starker" yang memiliki arti apa yang
tidak menumbangkan diriku, akan memperkuat diriku".

Mengenai prinsip kesederhanaan, beliau juga sangat luar biasa seperti pada suatu edisi majalah tempo
(thn 2000) pernah diulas bahwa beliau tidak bisa membeli sepatu merek Bally impiannya. Karena sangat
suka dengan sepatu tersebut, ia menyimpan potongan iklan sepatu Bally dan masih tersimpan hingga
beliau wafat. Bahkan Hatta pernah merasakan hidup dalam kondisi serba kekurangan pasca
mengundurkan diri dari Wapres. Rumah beliau pernah diputus listriknya karena menunggak pembayaran
selama 3 bulan.

Kesederhanaan dan kecintaan pada bangsa secara ikhlas mengabdi dari Bung Hatta mungkin ada pada
Surat Wasiatnya pada tanggal 10 Februari 1975 yang berisi "Saya tidak ingin dikubur di Makam Pahlawan
(Kalibata), Saya ingin dikubur di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur
hidup saya". Bung Hatta meninggal pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir.

2. Berjuang tanpa Kekerasan. Bung Hatta selalu mengedepankan diplomasi dan perjuangan politik
melalui organisasi politik. Bung Hatta menempa kemampuan berorganisasi sejak ia bersekolah di negeri
Belanda dengan misi perjuangan yang bulat yaitu Indonesia. Beliau tergabung ke dalam Indische
Vereniging yang kemudian berubah menjadi Perhimpunan Indonesia dan beliau mengetuainya selama 4
tahun. Setelah Kemerdekaan pun beliau sangat aktif di meja perundingan menghadapi Belanda dan
dalam rangka misi diplomasi luar negeri Indonesia. Politik luar negeri Indonesia Bebas Aktif juga
merupakan sumbangsih dari Bung Hatta. Ia jabarkan ide tersebut saat sidang KNIP tanggal 2 September
1945 yang berjudul "Mendayung di antara dua karang".
3. Bekerja Sistematis. Beliau selalu mengedepankan kehati-hatian dan perencanaan yang matang dalam
setiap hal. Beliau selalu terlihat "kalem" namun terukur dalam melakukan sesuatu terutama yang
menyangkut kepentingan masyarakat luas. Salah satu mahakarya bung Hatta menurut saya adalah Pasal
33 UUD 1945 dan pencatuman penjaminan HAM di UUD 1945.

4. Rajin Membaca Buku, Pribadi yang Teratur dan Tepat Waktu

Bung Hatta merupakan pecinta buku sejati sejak masa remaja. Hatta mulai mengoleksi buku saat
berumur 17 tahun Bung Hatta tidak pernah berhenti belajar dalam kondisi apa-pun. Saat di penjara di
Kota Den Haag pada tahun 1927-1928 serta saat dibuang di Banda Neira dan Boven Digul Bung Hatta
membawa buku dalam jumlah yang sangat banyak yaitu 16 Peti. Koleksi buku Hatta terdiri dari berbagai
bahasa seperti Inggris, Belanda, Jerman serta Perancis. Buku buku tersebut ia simpan rapi tidak boleh
ada yang tunggang balik. dan masih ada di rumah keluarga Bung Hatta di Jalan Diponegoro 57 Jakarta.
Hal yang unik dari Hatta adalah ia memberi maskawin kepada Rachmi Hatta adalah buku tulisannya Alam
Pikiran Yunani. Seluruh buku hatta bila total mencapi 10.000 judul buku. Tidak heran bila kemudian
tulisan Hatta sangat banyak dan berbobot. Dari hal tersebut dapat menjadi pelajaran bahwa dengan rajin
membaca buku, kita bisa menulis secara produktif, dan analitis.

Bung Hatta merupakan pribadi yang teratur bahkan terhadap hal hal kecil seperti ia rajin menetes obat
ke matanya tanpa pernah lewat sedikitpun. Bung Hatta menurut Prof Isak Salim harus selalu menetesi
matanya dengan obat Catalin sehari 6 kali. Ia menjalankan nasehat tersebut selama enam tahun. Bahkan
apabila saat di perjalanan kendaraan ia meminta harus berhenti terlebih dahulu saat wakt menetes mata
tiba.

Tidak akan pernah selesai mempelajari Bung Hatta dan pemikirannya, namun karakter Bung Hatta adalah
cermin kejuangan yang mengabadi yang harus kita jadikan inspirasi dan motivasi. #Semangat untuk
Negeri.

NB: Kini banyak buku yang mengulas biografi Hatta sebagai bacaan lanjutan. Seperti terbitan Kompas
Gramedia: "Untuk Negeriku"

Liberta Bintoro Ranggi Wirasakti, Magelang. Image

Bung Hatta saat KMB di Bel

BAB I PENDAHULUAN Mohammad Hatta atau biasanya disebut dengan Bung Hatta adalah nama salah
seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan Indonesia.
Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati rakyat Indonesia karena perjuangan dan
sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran beliau dalam perjuangan negeri ini sehingga beliau
disebut sebagai salah seorang “The Founding Father’s of Indonesia”. Berbagai tulisan dan kisah
perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai dari masa kecil, remaja, dewasa dan
perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta adalah seorang pahlawan
nasional, seorang pejuang dan negarawan sejati yang terus berpikir demi bangsa dan negara yang
dicintainya. Beliau adalah salah seorang Proklamator Kemerdekaan RI, dan juga Wakil Presiden yang
pertama, Menteri Luar Negeri, serta Perdana Menteri Indonesia yang ke -3. Bung Hatta mempunyai
riwayat kehidupan dan kisah perjuangan yang menarik untuk dibahas. Karena itulah tujuan dari
penulisan esai biografi Muhammad Hatta ini selain untuk memenuhi tugas juga untuk lebih mengenal
riwayat kehidupannya beserta tinta emas yang telah ditorehkan beliau, sehingga kita sebagai bangsa
Indonesia dapat mengenangnya dan mengambil pesan atau amanah dari kisah Bung Hatta ini serta dapat
meneladaninya dalam kehidupan kita.

BAB II ISI 2.1

Riwayat Awal Kehidupan Mohammad mempunyai

Hatta

nama

lengkap

yang Dr.

(H.C.).Drs.H.Mohammad Hatta dan populer dengan nama Bung Hatta ini lahir pada tanggal 12 Agustus
1902 di Bukittinggi,

Sumatera

Barat,

Indonesia. Di kota kecil inilah Bung Hatta keluarga Gambar 2.1.1 Bung Hatta

dibesarkan ibunya.

di

lingkungan

Ayahnya,

Haji

Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari

ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Nama yang
diberikan oleh orangtuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Pada tanggal 18 Nopember 1945,
Hatta menikah dengan Rahmi Rachim di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Dari pernikahannya ini beliau
mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi’ah, dan Halidah Nuriah. Dua orang
putrinya telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs.
Mohammad Chalil Baridjambek. Anak perempuannya yang bernama Meutia Farida atau di kenal dengan
nama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet
Indonesia Bersatu pimpinan Susilo Bambang Yhudoyono. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua
cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohammad Athar Baridjambek.

Sepanjang hidupnya, Bung Hatta berperilaku senantiasa menampilkan sikap yang santun terhadap siapa
pun. Baik kawan maupun lawan. Terhadap Bung Karno yang pada masa sebelum kemerdekaan
melakukan kerja sama cukup erat namun kemudian mereka tidak dapat bekerja sama secara politik,
tetapi sebagai sesama manusia, Bung Hatta masih menghormatinya. Ketika Bung Karno sakit, Bung Hatta
menengoknya. Demikian pula sebaliknya. Kesantunan menjadi sikap dalam hidupnya untuk saling
menghargai. Bila ada pejabat negara yang paling jujur, semua orang Indonesia akan menyebut nama
Bung Hatta. Bukan hanya jujur, tetapi ia juga uncorruptable. Tak terkorupsikan, demikian menurut Jacob
Utama, Pemimpin Umum harian Kompas. Kejujuran hatinya membuat dia tidak rela untuk menodainya
melakukan tindak korupsi. Bilamana Bung Hatta melakukan korupsi, barangkali bukan hanya sepatu
merek Bally yang mampu di beli oleh beliau. Ia bisa menggonta ganti sepatu baru setiap harinya bahkan
memiliki saham di pabrik sepatu. Namun, pada kenyataan ia tidak melakukan semua itu. Ia hanya
menyelipkan potongan iklan sepatu Bally yang tidak terbelinya hingga akhir hayat. Bila dilihat pada
kondisi sekarang, seharusnya masa lalu juga demikian, tentu hal ini merupakan sebuah tragedi. Seorang
mantan wakil presiden, orang yang menandatangani proklamasi kemerdekaan, orang yang memimpin
delegasi perundingan dengan Belanda –negara yang pernah menjajahnya—hingga Belanda mau
mengakui kedaulatan Indonesia, ternyata tidak mampu hanya untuk sekadar membeli sepasang sepatu
bermerek terkenal. Bahkan, untuk membayar rekening air dan listrik, Bung Hatta yang mengandalkan
hidupnya dari uang pensiunan seorang wakil presiden ternyata tidak cukup. Apalagi untuk membeli
keperluan lain, seperti sepatu, yang dianggap oleh dirinya sebagai pemenuhan kebutuhan pribadi. Ia
masih memikirkan kehidupan keluarga, istri dan tiga orang anaknya.

Sampai akhir hayatnya Bung Hatta dikenal sebagai orang yang tetap sederhana. Dengan pengalaman dan
pergaulannya yang sangat luas, serta memiliki pemahaman yang mendalam di bidang ekonomi, hukum,
pemerintahan, rasanya tidak akan sulit bagi Bung Hatta untuk berlaku tidak sederhana. Ia bisa menjadi
orang yang kaya secara materi, dan tidak perlu merasakan kesulitan dalam hidupnya. Tetapi, visi
keneragarawannya mengatakan dia harus menjaga simbol kenegaraan. Bukan untuk dirinya sendiri.
Maka, ia menikmati hidup dari uang pensiun. Dengan jumlah yang tidak seberapa, namun mampu
melaksanakan gaya hidup yang hemat, uang pensiun itu “cukup” menghidupinya sekeluarga. Bagi Bung
Hatta, tentu saja sangat mudah menerima tawaran bekerja dari berbagai perusahaan, baik lokal maupun
internasional. Tetapi, bagaimana dengan citra wakil presiden. Bagaimana mungkin seorangmantan wakil
presiden menjadi konsultan perusahaan A. Apakah hal itu tidak memunculkan bias dalam persaingan
usaha, mengingat hebatnya pengalaman Bung Hatta? Inilah yang Bung Hatta hindari. Ia ingin menjaga
nama baik. Bukan hanya dirinya sendiri, tetapi nama baik bangsa dan negara. 2.2
Latar Belakang Pendidikan Dr.

Mohammad

Hatta

lahir

dari

keluarga

ulama Minangkabau, Sumatera Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi,
dan pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat
usia 13 tahun, sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta),
namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda.
Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO (Meer Ultgebreid Lagere Ondewijs) di kota Padang.
Baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang "Prins Hendrik School". Ia
menyelesaikan studinya dengan

hasil

sangat

baik,

dan

pada

tahun

1921,

Bung

Hatta

pergi

ke Rotterdam, Belanda, untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handels Hoge School
(bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Universitas Erasmus). Di Belanda, ia
kemudian tinggal selama 11 tahun. Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar
kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di
Yogyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul "Lampau dan Datang". 2.3
Organisasi dan Kisah Perjuangannya 2.3.1

Bermula dari kota Padang dan Batavia Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada
pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen
Bond (JSB). Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan
politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga
Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan
Agus Salim dalam Neratja. Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti
keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari
sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan
disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.
Kesadaran kebiasaannya

politik menghadiri

Hatta

makin

berkembang

ceramah-ceramah

atau

karena

pertemuan-

pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola 5

Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. “Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik
mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku
belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,”
aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat

Islam;

anggota Volksraad;

dan

pegiat

dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan
Peroebahan. Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak
ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai
aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, “Namaku Hindania!” begitulah
judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati
suaminya, Brahmana dari Hindustan,

datanglah

musafir

dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. “Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga
lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,” rutuk Hatta lewat Hindania.
Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam

bacaan, pengalaman sebagai

perbincangan

dengan

Minangkabau yang

mukim

Bendahara

tokoh-tokoh di

Batavia,

JSB

Pusat,

pergerakan

asal

serta diskusi dengan

temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan
keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air.
Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu,
menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan 6

itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan.

Bahder

Djohan
akan

mengutamakan

perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan

pembiayaan

penerbitan.

Namun,

“Karena

berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya. Selama
menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja.
Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu
ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang

mengemparkan Eropa, Turki yang

di

pandang

sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul

mundur tentara Yunani yang

dijagokan

oleh Inggris.

Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial
tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang
mengutip tulisan-tulisan Hatta. 2.3.2

Masa Studi di Negeri Belanda Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels
Hoge School di Rotterdam. Lalu, ia segera mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Saat itu, telah
tersedia iklim pergerakan

di

Indische

Vereeniging.

Sebelumnya,
Indische

Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer
pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi
Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran
akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi

Suryaningrat

(Ki

Hadjar

Dewantara)

menginisiasi

penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 7

1916. Hindia Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!” berisi informasi
bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap
sikap kolonial Belanda. Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh
ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang asal daerah.
Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni
gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah
mereka semua berasal. Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada

1922,

lagi-lagi,

sebagai

Bendahara.

Penunjukkan

itu

berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama
dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi
mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische
Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie
menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula,
salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai
membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie. Hatta
lulus

dalam

ujian

handels

economie

(ekonomi

perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu
ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu
dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif.

Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik. Perpanjangan
rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada
kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang berjudul "Economische Wereldbouw en
Machtstegenstellingen"--Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba
menganalisis struktur ekonomi

dunia

dan

berdasarkan

itu,

menunjuk

landasan

kebijaksanaan non-kooperatif. Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua
PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi
politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh
Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI), PI sebagai pos depan dari pergerakan
nasional yang berada di Eropa. PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap
kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu
Hatta sendiri yang memimpin delegasi. Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama
"Indonesia", Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di
Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, "Indonesia" secara resmi diakui oleh kongres. Nama "Indonesia"
untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah
benar-benar

dikenal

kalangan

organisasi-organisasi

internasional. Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga
Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial,

suatu kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Februari 1927. Di kongres ini Hatta
berkenalan dengan pemimpinpemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta
tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru
(India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai
dirintis sejak saat itu. Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah
bagi "Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland, Swiss. Judul ceramah Hatta
L 'Indonesie et son Probleme de I' Independence (Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan). Aktivitasnya
dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda, bersama dengan Nazir St.
Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah
bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari
segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang
mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama "Indonesia Vrij" (Indonesia
Free), dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia
Merdeka. Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan karangan
untuk majalah Daulat Ra‘jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri
studinya pada pertengahan tahun 1932. 2.3.3

Kembali ke Tanah Air Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan
sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir

10

tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk
Daulat Ra’jat. ` Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar negeri tapi
sekembalinya dari Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Soekarno
tahun 1927. Dalam organisasi PNI, Bung Hatta menitik beratkan kegiatannya dibidang pendidikan. Beliau
melihat bahwa melalui pendidikanlah rakyat akan mampu mencapai kemerdekaan. Karena PNI dinilai
sebagai partai yang radikal dan membahayakan bagi kedudukan Belanda, maka banyak tekanan dan
upaya untuk mengurangi pengaruhnya pada rakyat. Hal ini dilihat dari propaganda dan profokasi PNI
tehadap penduduk untuk mengusakan kemerdekaan. Hingga akhirnya Bunga Karno di tangkap dan demi
keamanan organisasi ini membubarkan diri. Tak lama setetah PNI (Partai Nasional Indonesia) bubar,
berdirilah organisasi pengganti yang dinamanakan Partindo (Partai Indonesia). Mereka memiliki sifat
organisasi yang radikal dan nyata-nyata menentang Belanda. Hal ini tak di senangi oleh Bung Hatta.
Karena tak sependapat dengan Partindo beliau mendirikan PNI Pendidikan (Partai Nasional Indonesia
Pendidikan) atau disebut juga PNI Baru. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan
Bung Hatta diangkat sebagai pemimpin. Organisasi ini memperhatikan “ kemajuan pendidikan bagi
rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan

rakyat

dalam

bidang

kebathinan

dan

mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi rakyat dengan landasan demokrasi untuk
kemerdekaan “. Organisasi ini berkembang dengan pesat, bayangkan pada kongres I di Bandung 1932
anggotanya baru 2000 orang dan setahun kemudian telah memiliki 65 cabang di Indonesia. Organisasi ini
mendapat pengikut dari penduduk desa yang ingin mendapat dan mengenyam pendidikan. Di PNI
Pendidikan Bung Hatta bekerjasama dengan 11

Syahrir yang merupakan teman akrabnya sejak di Belanda. Hal ini makin memajukan organisasi ini di
dunia pendidikan Indonesia waktu itu. Kemajuan, kegiatan dan aksi dari PNI Pendidikan dilihat Belanda
sebagai ancaman baru tehadap kedudukan mereka sebagai penjajah di Indonesia dan mereka pun
mengeluarkan beberapa ketetapan ditahun 1933 diantaranya: a. Polisi diperintahkan bertindak keras
terhadap rapat-rapat PNI Pendidikan. b. 27 Juni 1933, pegawai negeri dilarang menjadi anggota PNI
Pendidikan. c. 1 Agustus 1933, diadakan pelarangan rapat-rapat PNI Pendidikan di seluruh Indonesia.
Akhirnya ditahun 1934 Partai Nasional Indonesia Pendidikan dinyatakan Pemerintahan Kolonial Belanda
di bubarkan dan dilarang keras bersama beberapa organisasi lain yang dianggap membahayakan seperti :
Partindo dan PSII. Ide-ide PNI Pendidikan yang dituangkan dalam surat kabar ikut di hancurkan dan surat
kabar yang menerbitkan ikut di bredel. Namun secara keorganisasian, Hatta sebagai pemimpin tak mau
menyatakan organisasinya telah bubar. Ia tetap aktif dan berjuang untuk kemajuan pendidikan
Indonesia. Soekarno yang aktif di Partindo dibuang ke Flores diikuti dengan pengasingan Hatta dan
Syahrir. Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno, sehubungan dengan penahanannya oleh
Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada
tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933), "Tragedi
Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap Pemimpin" (10 Desember 1933). Pada bulan Pebruari 1934,
setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada
Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan
kemudian dibuang ke Boven Digoel (Papua). Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta
adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. 12
Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel,
mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok,
Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”. Hal ini dilakukan oleh Belanda dengan
harapan terciptanya ketenangan di daerah jajahan. Walau para pemimpin di asingkan namun para
pengikut mereka tetap konsisten melanjutkan perjuangan partai. PNI Pendidikan tetap memberikan
kursus-kursus, pelatihan-pelatuhan baik melalui tulisan maupun dengan kunjungan kerumah-rumah
penduduk. 2.3.4

Masa Pembuangan Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven
Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja
untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke
daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natural, dengan tiada harapan
akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial
waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia
ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari. Dalam pembuangan, Hatta secara teratur
menulis artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di
Tanah Merah dan dia dapat pula membantu kawankawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-
bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup
banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu
ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan dengan
judul-judul antara lain, "Pengantar 13

ke Jalan llmu dan Pengetahuan" dan "Alam Pikiran Yunani." (empat jilid). Pada bulan Desember 1935,
Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir
dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat

ke

Bandaneira.

Mereka

bertemu

Dr.

Tjipto

Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas
dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah,
tatabuku, politik, dan lain-Iain. 2.3.5

Kembali Ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke
Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada
tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang, Hatta
diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia
untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian
sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta
mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman

Jepang

berbeda

dengan

pengertiannya

sendiri.

Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila
Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah
maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan
September 1944. Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang
diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang

14

Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan,
“Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi
jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia Iebih suka
melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang kembali."
2.3.6

Proklamasi Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan
Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia,
sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa. Pada tanggal 16 Agustus 1945
malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah
Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya.
Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik
memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta
Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-
kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat
para anggota lainnya menanti. Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh
dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk
tangan riuh. Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan

15
oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan
Pengangsaan Timur 56 Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik
Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo
Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.
Periode

Mempertahankan

Kemerdekaan

Indonesia

Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah
kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan
Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan
kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung
Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai
kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India
di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia
dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum. Kesukaran

dan

ancaman

yang

dihadapi

silih

berganti.

September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan
agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat
Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar
Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata.

16

Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam
Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana. Bung Hatta
juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden. 2.3.7

Periode Tahun 1950-1956 Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-
ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-
buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk
melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan
pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam
gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada
Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971). Pada
tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah
terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu
diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan
kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta
mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan
jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta
tetap pada pendiriannya. 17

Alasan Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden RI pada 1 Desember 1956 adalah
karena ia merasa tidak cocok lagi Bung Karno yang menjadi presiden. Ia menganggap Bung Karno sudah
mulai meninggalkan demokrasi dan ingin memimpin segalanya. Sebagai pejuang demokrasi, ia tidak bisa
menerima perilaku Bung Karno. Padahal, rakyat telah memilh sistem demokrasi yang mensyaratkan
persamaan hak dan kewajiban bagi semua warga negara dan dihormatinya supremasi hukum. Bung
Karno mencoba berdiri di atas semua itu dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami
demokrasi dengan benar. Jelas, bagi Bung Hatta ini adalah sebuah contradictio in terminis. Di satu sisi
ingin mewujudkan demokrasi, sedangkan di sisi lain duduk di atas demokrasi. Pembicaraan, teguran, dan
peringatan terhadap Bung Karno, sahabatnya sejak masa perjuangan kemerdekaan, telah dilakukan.
Tetapi, Bung Karno todak berubah sikap. Hatta pun tidak menyesuaikan sikap dengan Bung Karno. Karena
merasa tidak mungkin lagi menjalin kerja sama, akhirnya Bung Hatta memilih mengundurkan diri dan
memberi kesempatan kepada Bung Karno untuk membuktikan konsepsinya. Publik kemudian tahu,
konsepsi Bung Karno ternyata mampu dimanfaatkan dengan baik oleh PKI dan Bung Karno jatuh dari
kursi presiden secara menyakitkan. Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan
akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada
kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul “Lampau dan Datang”.
Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga
diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung
Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik 18

perekonomian.

Universitas

Hasanuddin

di

Ujung
Pandang

memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan
gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju
Negara Hukum”. Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis "Demokrasi Kita" dalam majalah Pandji
Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta
mengenai perkembangan

demokrasi

di

Indonesia

waktu

itu.

Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya
daripada seorang politikus. Pada

tanggal

15

Agustus

1972,

Presiden

Soeharto

menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang
Republik Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. 2.4

Riwayat Akhir Kehidupan Bung Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto
Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum Tanah
Kusir pada tanggal 15 Maret 1980 di kota Jakarta. Hatta memiliki gelar pahlawan yaitu , Proklamator
Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia. Beliau bersama Bung Karno telah berani
membubuhkan tanda tangannya pada naskah proklamasi yang mengantarkan kita menjadi bangsa
merdeka dan berdaulat, sejajar dengan bangsa-bangsa di dunia.

2.5

Pesan yang dapat diambil Sebagai tulisan mengenai sejarah ketokohan Muhammad Hatta di organisasi
dan partai politik yang pernah beliau geluti di sertai riwayat kehidupan dan latar belakang
pendidikannya, kita haruslah dapat mengambil pelajaran dari hal ini. Karena sejarah tak berarti apa-apa
bila kita tak mampu 19

mengambil manfaat dan nilai-nilai positif didalamnya. Dari kehidupan Hatta kita bisa melihat bahwa :
Munculnya seorang tokoh penting dan memiliki jiwa patriot yang tangguh dan memikirkan kehidupan
orang banyak serta memajukan bangsa dan negara “bukan hanya muncul dalam satu malam” atau
bukanlah tokoh kambuhan yang muncul begitu saja, dan bukanlah sosok yang mengambil kesempatan
untuk tampil sebagai pahlawan dan sosok pemerhati masyarakat. Tapi tokoh yang dapat kita jadikan
contoh dan panutan dalam organisasi, partai, dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sesunguhnya adalah seorang sosok yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan masyarakat, ia terlatih
untuk mampu memahami keinginan dan cita-cita masyarakat, serta bertindak dengan menggunakan
ilmu dan iman. Seiring dengan meruaknya wacana demokrasi, terutama di era reformasi kita bisa melihat
bahwa di Indonesia berkembang berbagai partai baru yang jumlahnya telah puluhan. Dalam
kenyataannya memunculkan nama-nama baru sebagai tokoh, elit partai, elit politik yang berpengaruh di
berbagai partai tersebut. Ada juga tokoh politik yang merupakan wajah-wajah lama yang konsisten di
partainya atau beralih membentuk partai baru. Apakah mereka sudah pantas dikatakan sebagai tokoh,
elite politik / elite partai?. Sebagai salah satu sosok tokoh ideal, dengan mencontoh ketokohan Bung
Hatta (yang bukan hanya berjiwa kepemimpinan tetapi juga seorang pemimpin yang sangat sederhana
dan mengedepankan pendidikan) kita harus mampu melihat berapa persen diantara tokoh-tokoh, orang-
orang penting, elite politik / elite partai di Indonesia sekarang yang telah memperhatikan kehidupan
masyarakat, berapa persen diantara mereka yang sudah melakukan usaha untuk memajukan kehidupan
masyarakat Indonesia baik di bidang ekonomi, pendidikan, politik dan lain-lain. Dalam kenyataannya,
kebanyakan kita melihat tokoh politik, elite politik dan tokohtokoh partai di Indonesia dewasa ini kurang
memperhatikan kehidupan dan kemajuan masyarakat. Mereka hanya mengambil simpati masyarakat
disaatsaat mereka membutuhkan suara dan partisipasi penduduk, seperti saat-saat akan diadakannnya
pemilihan umum (nasional), saat diadakannya pemilihan 20

kepala daerah (Pilkada), setelah kegiatan itu berlangsung mereka mulai meninggalkan dan melupakan
masyarakat. Namun ada beberapa partai dan tokoh

yang

sering

terlihat

dalam

berbagai

kegiatan

social

dan
memperhatikan masyarakat. Apakah kita masih menganggap bahwa seorang penjahat, pemaling
(koruptor) yang lolos dari sergapan hukum sebagai tokoh panutan kita di organisasi, partai politik,
pemerintahan, atau kehidupan sehari-hari?. Jadi pantaslah kita belajar dari ketokohan Muhammad Hatta
dalam kehidupan yang selalu bertindak demi kesejahteraan dan kemajuan rakyat Indonesia.

21

BAB III KESIMPULAN Mohammad Hatta yang mempunyai nama lengkap Dr.(H.C.).Drs. H. Mohammad
Hatta dan di kenal dengan nama Bung Hatta, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada tanggal 12
Agustus 1902, dan di beri nama Muhammad Athar oleh orang tuanya ketika dilahirkan. Bung Hatta
adalah nama salah seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan kemerdekaan dan
kemajuan Indonesia. Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati rakyat Indonesia karena
perjuangan dan sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran beliau dalam perjuangan negeri ini
sehingga beliau disebut sebagai salah seorang “The Founding Father’s of Indonesia”. Berbagai tulisan
dan kisah perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai dari masa kecil, remaja,
dewasa dan perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Sepanjang hidupnya, Bung
Hatta senantiasa berperilaku menampilkan sikap yang santun terhadap siapa pun. Baik kawan maupun
lawan. Bung Hatta bukan hanya saja terkenal kejujurannya tetapi ia juga uncorruptable. Kejujuran hatinya
membuat dia tidak rela untuk melakukan tindak korupsi. Selain itu Bung Hatta sangat sederhana sekali
dalam kehidupannya dan selalu menjaga nama baik bangsa dan negaranya. Dr. Mohammad Hatta
merupakan pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama, Perdana Menteri
Indonesia ke-3, serta Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan Soekarno. Hatta menempuh
pendidikannya mulai dari kota Padang hingga Belanda. Di masa-masa ia menempuh pendidikan itulah,
kesadarannya politiknya makin berkembang. Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai politik
bukan hanya di luar negeri tetapi juga di dalam negeri. Usai studi dari Belanda dan kembali ke Jakarta,
beliau turut aktif dalam PNI. PNI yang pada saat itu dibubarkan oleh Belanda, kemudian di dirikan
kembali oleh PNI Pendidikan. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan Bung Hatta
diangkat sebagai pemimpi n. Organisasi ini 22

memperhatikan “kemajuan pendidikan bagi rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat
dalam bidang kebathinan dan mengorganisasikannya sehingga bisa dijadikan suatu aksi rakyat dengan
landasan demokrasi untuk kemerdekaan”. Pada tanggal 18 Agustus 1945 usai memproklamasikan
kemerdekaan bersama Bung Karno, Bung Hatta di angkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.
Selama jadi Wapres beliau tetap aktif memberikan ceramah di lembaga pendidikan tinggi, menulis buku
dan karangan ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi, aktif membimbing gerakan koperasi. Tahun 1956,
Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wapres RI karena berselisih dengan Presiden Soekarno.
Mohammad Hatta tidak hanya memperoleh gelar dalam bidang politik saja tetapi ia juga memperoleh
gelar dalam bidang akademis, antara lain Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah
Mada di Yoyakarta, Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar
dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor
Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di
bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju Negara Hukum”. Dari kisah sejarah
ketokohan Mohammad Hatta ini kita haruslah mengambil manfaat dan nilai-nilai positif di dalamnya.
Munculnya seorang tokoh penting dan memiliki jiwa patriot yang tangguh dan memikirkan kehidupan
orang banyak serta memajukan bangsa dan negara “bukan hanya muncul dalam satu malam” atau
bukanlah tokoh kambuhan yang muncul begitu saja, dan bukanlah sosok yang mengambil kesempatan
untuk tampil sebagai pahlawan dan sosok pemerhati masyarakat. Tapi tokoh yang dapat kita jadikan
contoh dan panutan dalam organisasi, partai, dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sesunguhnya adalah seorang sosok yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan masyarakat, ia terlatih
untuk mampu memahami keinginan dan cita-cita masyarakat, serta bertindak dengan menggunakan
ilmu dan iman. 23

24

 View more...

Comments

About | Terms | Privacy | Copyrig

Siapa yang tak kenal dengan wakil presiden Negara kita ini? Mohamad Hatta atau akrab dipanggil
Moh.Hatta merupakan tokoh proklamator yang sangat berperan penting terhadap Negara tercinta kita
ini. Bung Hatta adalah nama salah seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan
kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati rakyat
Indonesia karena perjuangan dan sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran beliau dalam
perjuangan negeri ini sehingga ia disebut sebagai salah seorang “ The Founding Father’s of
Indonesia”.Berbagai tulisan dan kisah perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai
dari masa kecil, remaja, dewasa dan perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Sangat besar jasa beliau yang telah diperjuangkan demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Ide-ide dan
pemikirannya yang gemilang banyak berkontribusi pada NKRI,sehingga kita dapat menjadi bangsa yang
besar seperti saat ini. Terbukti saat proklamasi kemerdekaan,Drs.Moh Hatta dianggap sebagai pemimpin
utama bangsa selain Bung Karno. Berkat beliau,perselisihan pendapat antara golongan tua dan golongan
muda dapat tercapai kesepakatan. Beliau berdialog dengan golongan muda tentang bagaimana tentang
cara memproklamasikan kemerdekaan Indonesia Selain itu, Bung Hatta adalah salah seorang perumus
naskah Proklamasi. Bersama Bung Karno, Bung Hatta bertindak sebagai proklamator kemerdekaan
Indonesia. Selain menandatangani naskah Proklamasi, beliau mendampingi Bung Karno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.Bung Hatta juga sangat berjasa atas perubahan beberapa
kata dalam Piagam Jakarta. Sebagai pemimpin bangsa beliau menerima aspirasi seluruh rakyat
Indonesia. Beliau memikirkan keutuhan seluruh bangsa Indonesia.

Dr. H. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Pria yang akrab disapa dengan sebutan
Bung Hatta ini merupakan pejuang kemerdekaan RI yang kerap disandingkan dengan Soekarno. Tak
hanya sebagai pejuang kemerdekaan, Bung Hatta juga dikenal sebagai seorang organisatoris, aktivis
partai politik, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, dan seorang wakil presiden pertama di
Indonesia.Kiprahnya di bidang politik dimulai saat ia terpilih menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond
wilayah Padang pada tahun 1916. Pengetahuan politiknya berkembang dengan cepat saat Hatta sering
menghadiri berbagai ceramah dan pertemuan-pertemuan politik. Secara berkelanjutan, Hatta
melanjutkan kiprahnya terjun di dunia politik. Sampai pada tahun 1921 Hatta menetap di Rotterdam,
Belanda dan bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di Belanda, Indische
Vereeniging. Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi perkumpulan bagi pelajar,
namun segera berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij
(Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumu) bergabung dengan Indische
Vereeniging yang kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).Di Perhimpunan
Indonesia, Hatta mulai meniti karir di jenjang politiknya sebagai bendahara pada tahun 1922 dan
menjadi ketua pada tahun 1925. Saat terpilih menjadi ketua PI, Hatta mengumandangkan pidato
inagurasi yang berjudul "Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan".Dalam pidatonya, ia
mencoba menganalisa struktur ekonomi dunia yang ada pada saat itu berdasarkan landasan kebijakan
non-kooperatif. Hatta berturut-turut terpilih menjadi ketua PI sampai tahun 1930 dengan perkembangan
yang sangat signifikan dibuktikan dengan berkembangnya jalan pikiran politik rakyat Indonesia.Sebagai
ketua PI saat itu, Hatta memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian di
Berville, Perancis, pada tahun 1926. Ia mulai memperkenalkan nama Indonesia dan sejak saat itu nama
Indonesia dikenal di kalangan organisasi-organisasi internasional. Pada tahun 1927, Hatta bergabung
dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan aktivis
nasionalis India, Jawaharhal Nehru.Aktivitas politik Hatta pada organisasi ini menyebabkan dirinya
ditangkap tentara Belanda bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul madjid
Djojodiningrat sebelum akhirnya dibebaskan setelah ia berpidato dengan pidato pembelaan berjudul:
Indonesia Free. Selanjutnya pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan
organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik
rakyat Indonesia dengan adanya pelatihan-pelatihan.Pada tahun 1933, Soekarno diasingkan ke Ende,
Flores. Aksi ini menuai reaksi keras oleh Hatta. Ia mulai menulis mengenai pengasingan Soekarno pada
berbagai media. Akibat aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan perhatian pada
Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap pimpinan para pimpinan partai yang selanjutnya
diasingkan ke Digul, Papua. Pada masa pengasingan di Digul, Hatta aktif menulis di berbagai ssurat kabar.
Ia juga rajin membaca buku yang ia bawa dari Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-
temannya. Selanjutnya, pada tahun 1935 saat pemerintahan kolonial Belanda berganti, Hatta dan Sjahrir
dipindahlokasikan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta dan Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-
anak setempat dalam bidang sejarah, politik, dan lainnya.Setelah delapan tahun diasingkan, Hatta dan
Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada tahun 1942. Selang satu bulan, pemerintah kolonial Belanda
menyerah pada Jepang. Pada saat itulah Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.Pada awal Agustus 1945,
nama Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan berganti nama menjadi Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia dengan Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua.Pada
tanggal 17 Agustus 1945 di jalan Pagesangan Timur 56 tepatnya pukul 10.00 kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Keesokan harinya, pada tanggal
18 Agustus 1945 Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hatta sebagai Wakil
Presiden.Setelah kemerdekaan mutlak Republik Indonesia, Hatta tetap aktif memberikan ceramah-
ceramah di berbagai lembaga pendidikan. Dia juga masih aktif menulis berbagai macam karangan dan
membimbing gerakan koperasi sesuai apa yang dicita-citakannya. Tanggal 12 Juli 1951, Hatta
mengucapkan pidato di radio mengenai hari jadi Koperasi dan selang hari lima hari kemudian dia
diangkat menjadi Bapak Koperasi Indonesia.Dengan Latar belakang pendidikan ekonomi, disertai tekad
untuk menolong rakyat yang menderita, beliau selalu menganjurkan agar masyarakat menjadi anggota
koperasi.Bung Hatta menginginkan agar koperasi menjadi wadah ekonomi yang dapat menolong
masyarakat dari kemelaratan dan keterbelakangan. Banyak jasa bung hatta dalam perkembangan
koperasi di Indonesia. Hal ini jelas dari gagasan Bung Hatta agar kekuatan-kekuatan ekonomi ada
ditangan rakyat. Agar kekuatan ekonomi dikuasai oleh rakyat banyak dan bukan dikuasai oleh
perusahaan, koperasi adalah satu-satunya wadah. Untuk tujuan itu, Bung Hatta bersama dengan tokoh
lainnya ikut aktif merintis Dewan Koperasi Indonesia (DKI), Gerakan Koperasi Indonesia (GKI), dan
Kesatuan Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI).Konsep pemikiran Bung Hatta banyak diterima pada
kongres koperasi I di Tasikmalaya dan Kongres Koperasi II. Beliau juga member gagasan pendirian Sekolah
Menengah Ekonomi Jurusan Koperasi dan bahkan pendidikan tinggi koperasi. Walaupun Bung Hatta
telah meninggalkan kita pada tanggal 14 maret 1980, namun beliau tidak pernah dapat dilupakan
sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Peran Moh. Hatta

1. Mendirikan perhimpunan Indonesia (IP)

2. Menjadi pemimpin Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

3. Menjadi anggota Panitia Sembilan dalam merumuskan Piagam Jakarta

4. Bersama Ir. Soekarno menandatangani naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

5. Menjadi pemimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda
tanggal 23 Agustus–2 November 1949

6. Pada tanggal 27 Desember 1945, menandatangani naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia

7. Drs. Mohammad Hatta dipercaya mendampingi Ir. Soekarno menjadi wakil presiden pertama Republik
Indonesia.

Keteladanan Sosok Moh.Hatta

Setelah mengerti dan memahami jasa-jasa yang telah dilakukan oleh Bung Hatta terhadap Indonesia,kita
juga harus dapat memetik dan mencontoh pribadi baiknya. Berikut sedikit kisah hidup yang sedikit
banyak dapat kita jadikan inspirasi dan motivasi dalam kehidupan :

1. Sederhana dan baik hati

“Pada tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tidak murah. Bung
Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu itu. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan
yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.
Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan
rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang untuk meminta
pertolongan.Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena
tabungannya tak pernah mencukupi. Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu
Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang
Hatta. Padahal, jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sangatlah mudah bagi beliau untuk
memperoleh sepatu Bally. Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang
menjadi kenalan Bung Hatta. Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta
sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain.Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang
ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri.”

2. Jujur dan Rendah hati

Ketika Bung Hatta ingin menunaikan ibadah haji di tanah suci, beliau berangkat dengan menggunakan
biaya sendiri. Padahal waktu itu Bung Karno telah menawari untuk berangkat menggunakan pesawat
terbang yang biayanya ditanggung negara. Tapi, Bung Hatta menolaknya dan lebih memilih untuk naik
haji menggunakana biaya sendiri sebagai rakyat biasa. Hebat bukan?

3. Mendahulukan kepentingan Negara

Ibu Rahmi, istri Bung Hatta menabung sedikit demi sedikit untuk membeli mesin jahit. Ketika
tabungannya sudah cukup, Ibu Rahmi pun berencana untuk membeli mesin jahit impiannya. Tapi,
kemudian Ibu Rahmi sedih karena tidak jadi membeli mesin jahit tersebut. Kenapa? Sewaktu Ibu Rahmi
akan membeli mesin jahit ternyata ada berita bahwa ada penurunan nilai mata uang dari 100 rupiah
menjadi 1 rupiah. Meskipun Bung Hatta tahu hal itu, beliau tidak mau menceritakan kepada Ibu Rahmi
karena hal tersebut merupakan suatu rahasia negara.

itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini. Bung Hatta meninggalkan
teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja,
dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan
tidak berutang atau bergantung pada orang lain.Seandainya bangsa Indonesia dapat meneladani
karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin
bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena
tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.

Peran Bung Hatta dalam Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia - Dalam mewujudkan kemerdekaan
negara tercinta Indoenesia, Drs. Mohammad Hatta memiliki peranan yang sangat penting. Drs.
Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902. Drs. Mohammad Hatta lebih
dikenal dengan sebutan Bung Hatta adalah sosok yang santun, rendah hati, taat beragama, dan jujur.

Di masa mudanya, pada tahun 1921 Hatta menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ekonomi (Handels Hogere
Schools) di Rotterdam, Belanda. Di negeri ini, Hatta, menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia, suatu
organisasi pergerakan mahasiswa yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Akibat aktivitasnya, Hatta pada tanggal 24 September 1927 ditangkap pemerintah Belanda dengan
tuduhan menjadi anggota organisasi terlarang dan menghasut orang untuk menentang pemerintah
Belanda. Pada sidang pengadilan di Den Haag, Belanda, Hatta dituntut tiga tahun penjara. Hatta
membacakan pembelaannya dengan berjudul ”Indonesia Vrij”, artinya Indonesia merdeka. Pada sidang
itu, Hatta dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan.

Bung Hatta kembali ke Indonesia dan tetap menjalankan aktivitas mencapai kemerdekaan Indonesia.
Akibatnya, pada tahun 1942 Bung Hatta ditangkap pemerintah kolonial Hindia Belanda dan dibuang ke
Boven, Digul, Papua. Ia dibebaskan setelah Jepang masuk dan menduduki Indonesia.

Menjelang kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta aktif dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Ia
menjadi anggota BPUPKI dan juga PPKI. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung Hatta bersama dengan Ir.
Sukarno mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
menetapkan dan melantik Hatta sebagai Wakil Presiden RI mendampingi Ir. Sukarno.

Bung Hatta wafat pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir,
Jakarta. Pada tahun 1986 oleh pemerintah Indonesia Drs. Moh. Hatta dan Ir. Sukarno dianugerahi gelar
sebagai Proklamator Indonesia

Anda mungkin juga menyukai