Ilmu Komunikasi
Abstract
Mass media is the instrument for looking out our surrounding, it reflects the society culture wherein the media
presents. The media must be influenced by the political system, it could be seen on the reportage of social reality.
The development of technology brings a new era in human life especially in media activities. New media activities
like citizen journalism, blog journalism, was not regulated in the media law. The Indonesian media law should
anticipate and facilitate the technology development to make the life of media become more democratic.
Pendahuluan
Media massa merupakan komponen penting dalam proses komunikasi massa. Menurut Jalaluddin
Rakhmat (1990 : 135) media massa adalah media yang digunakan untuk menyalurkan komunikasi kepada
masyarakat seperti pers, radio, televisi, film dan sebagainya. Sebagai sarana komunikasi untuk penyebaran
informasi dan gagasan kepada publik, media massa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia
di berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, budaya sosial dan sebagainya.
Media senantiasa menjadi pusat perhatian dalam membahas komunikasi massa. Dennis Mc Quail
(2000)misalnya, menyebutkan bahwa media merupakan jendela yang memungkinkan kita dapat melihat apa yang
ada diluar lingkungan langsung kita, sebagai penterjemah yang dapat membantu kita memahami pengalaman
baik langsung maupun secara simbolik , sebagai landasan atau pembawa informasi bagi para audiens dalam
menentukan sikap, sebagai rambu-rambu yang yang memberikan instruksi dan arahan, penyaring bagian-bagian
dari pengalaman, sekaligus menitikberatkan pada bagian yang lain, sebagai cermin yang memantulkan bayangan
kita kembali pada kita sendiri dan sebagai penghalang yang merintangi kebenaran itu sendiri. Melalui media,
pesan- pesan dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru, dapat mempengaruhi, sekaligus mencerminkan budaya
masyarakat dimana media tersebut hadir. Cara pandang media dalam menyajikan realitas sangat dipengaruhi
oleh sistem politik yang berlaku pada masanya. Hal ini dapat terlihat dari hasil liputan media dalam
mengangkat suatu realitas sosial.
Pembahasan mengenai media massa selalu dikaitkan dengan pers. Media massa merupakan bagian dari pers
itu sendiri. Mengutip pendapat Oemar Seno Adji, pers dalam arti luas memasukkan di dalamnya semua media
komunikasi massa yang memancarkan fikiran dan perasaan seseorang baik secara tertulis maupun lisan. Hal
ini merupakan manifestasi dari freedom of speech dan freedom of expression.
Adanya media massa dalam kehidupan manusia tentunya mempunyai maksud dan tujuan yang
dibutuhkan oleh manusia. Montesquieu dalam Mc. Quail (2000) menggambarkan fungsi media massa sebagai
pilar keempat dalam suatu negara demokrasi di mana dengan perumpamaan sebuah meja, media massa sebagai
kaki meja bersama-sama tiga kaki meja yang lain harus menopang meja demokrasi agar tidak runtuh.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dikemukakan fungsi pers nasional ( di mana
media massa menjadi bagian di dalamnya) yaitu
1. Sebagai media informasi, Memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat
2. Sebagai media pendidikan Memberi pengetahuan untuk menambah wawasan masyarakat
3. Sebagai media hiburan Memuat hal-hal yang bersifat hiburan untu mengimbangi berita-berita berat (hard
news) dan artikel-artikel yang berbobot.
4. Sebagai media kontrol sosial, di mana di dalamnya meliputi
Social participation yaitu keikutsertaan masyarakat dalam pemerintahan
Social responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat
Social support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah
Social control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah
5. Sebagai lembaga ekonomi
Suatu perusahaan yang bergerak di bidang pers dapat memanfaatkan keadaan sekitarnya sebagai nilai
jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil produksinya
untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.
Bila dilihat dari posisinya sebagai lembaga sosial, media massa berinteraksi dengan lembaga sosial yang
lainnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga yang lainnya. Maka
Regulasi media massa juga melibatkan kebijakan media massa, dimana kebijakan ini merupakan upaya
untuk mengatur keberadaan media massa dan industrinya. Kebijakan media massa merupakan kebijakan
komunikasi. Ini berarti kebijakan media massa merupakan kebijakan publik. Kebijakan media massa merupakan
kumpulan prinsip dan norma yang mengatur sistem media massa Indonesia. Oleh karena itu kebijakan media
massa ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sosial, politik dan ekonomi sebuah negara. Kedudukan media
massa dalam politik menempati posisi yang penting. Keberadaan media massa menjadi barometer suatu sistem
politik.
Pembahasan
Perjalanan Hukum Media Massa di Indonesia
Sejarah perjalanan media massa di Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut peran media massa
Secara umum, sejarah hukum media di Indonesia dalam kurun waktu sekitar 1,5 abad sejak zaman Hindia Belanda
hingga era reformasi di abad ke-21 diwarnai dengan ketentuan hukum yang mengekang kebebasan media,
khususnya kebebasan pers. Meskipun terdapat pasang surut, namun secara umum pengekangan lebih menonjol
daripada kebebasannya.
Isi atau materi hukum media yang pernah berlaku di Indonesia bisa dibedakan dalam beberapa materi
sebagai berikut (http://gudangilmu-
blooddy.blogspot.com/2010/04/sejarah-media- dan-sejarah-hukum-media.html) :
1. Hukum yang member kewenangan penguasa untuk melakukan sensor preventif. Sensor preventif adalah
sensor yang dilakukan sebelum sebuah media diterbitkan.
2. Hukum media yang memberi kewenangan kepada penguasa untuk menutup dan membredel sebuah media.
3. Hukum media yang member kewenangan kepada penguasa untuk mengeluarkan dan mencabut izin dan
sebaliknya juga mewajibkan media untuk mendapatkan izin sebelum menerbitakan medianya.
4. Hukum media yang berisi jaminan kebebasan pers atau kebebasan media
Dilihat dari sifat peraturannya, sejarah hukum media dapat dibagi dalam tiga periode (Wiryawan :2007)
Kedua, Periode Perizinan/Pemberedelan Pada periode ini, hukum yang yang berlaku adalah hukum yang
mewajibkan media untuk memperoleh izin terlebih dahulu sebelum menerbitkan medianya. Bila tidak memiliki
izin atau melanggar ketentuan hukum (misalnya melanggar ketertiban umum, menghina pejabat negara, dan
sebagainya) penguasa berwenang menutup media.
Masa Penjajahan Belanda
Sensor represif dengan nama hukum Presbreidel Ordonnantie, pertama kali diberlakukan pemerintah
Hindia Belanda pada tanggal 7 September 1931.
Secara praktis, pers kita selama Orde Baru mengambil posisi sebagai slave, budak pemerintah. Kemitraan
hanya tumbuh di antara yang setingkat, yang equal. Dalam hubungan yang supra dan subordinasi, pers hanya
menjadi kuda tunggangan pemerintah. Apalagi Pedang Damocles siap memancung leher pers Indonesia, kapan
saja dan karena apa saja.
5
Riptek Vol.6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 6 - 6
Baru yang demokratis bergeser ke sistem otoriter yang berimbas juga pada hukum media massa.
6
Riptek Vol.6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 7 - 7
7
Riptek Vol.6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 8 - 8
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Definisi ini sekaligus menjadi titik mula untuk mempertanyakan,
apakah kegiatan media berita yang terbaru sebagai akibat dampak dari perkembangan teknologi informasi
sekaligus pula terakomodasi dalam berbagai klausul UU No 40 Tahun 1999?
UU Pers mendefiniskan wartawan sebagai orang yang secara teratur melakukan kerja jurnalistik,namun
demikian, definisi yang seperti itu bukannya tanpa masalah. Pada era pra internet, memang demikianlah
adanya seorang pencari berita yang dikenal dengan sebutan wartawan itu. Ia melakukan kegiatan jurnalistik
yang meliputi mencari, mengolah, dan menyampaikan informasi. Namun inovasi teknologi membuat definisi
tersebut dapat dipertanyakan relevansinya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, teknologi informasi memungkinkan setiap orang untuk melakukan
kerja sebagaimana didefiniskan sebagai kerja wartawan sekaligus menjalankan bisnis media. Seorang yang
mempunyai situs internet yang dikelolanya sendiri, yang mencari, mengolah dan menyampaikan informasi
melaluinya adalah juga melakukan kerja jurnalistik. Fenomena seperti ini tidak lagi berada di alam ide dan
wacana belaka, melainkan telah dipraktikkan secara masif. Dengan sebuah blog, orang maupun sekelompok
orang dapat mengelola sendiri suatu situs internet dan menjadikannya sebagai wahana komunikasi massa,
menjadikannya sebagai media berita (news media). Singkat kata, blog pula menjalankan fungsi seperti yang
diemban media tradisional pada umumnya yakni mencari dan menyampaikan informasi. Kerapkali bahkan apa yang
ditulis dan disampaikan melalui blog lebih lengkap daripada media tradisional, apa yang disebut sebagai
partcipatory journalism. Dalam beberapa hal, blog pula adalah journalisme.
Dari paparan di atas, maka kita dapat simpulkan bahwa perubahan teknologi informasi nyatalah menjadi
hal yang amat berpengaruh dalam kehidupan media berita kita. Batas-batas dan definisi sebagaimana tertuang
dalam perundangan maupun peraturan hukum mengenai pers menjadi semakin tidak relevan dan tak
berkesesuaian lagi dengan realita di masa kini. UU Pers masih menyibukkan diri dengan mengatur media
berita dan segala aspeknya, namun dalam paradigma lama yang tak lagi sesuai dengan kebutuhan dan praktik
media kekinian.
Oleh karena itu, sesungguhnya perubahan dalam UU Pers menjadi sesuatu yang
harus dilakukan. Perubahan ini penting untuk menjangkau berbagai hal yang kini berada di dalam ranah abu-
abu (grey areas). Untuk itu, perlu berbagai terobosan untuk mengatasi berbagai perubahan yang berada dalam
ruang vakum tanpa pengaturan oleh hukum.
Perubahan undang-undang misalnya perlu memberikan batasan yang lebih tegas lagi kepada apa yang
hendak didefinisikan sebagai wartawan. Hal ini penting untuk menghindari adanya orang yang menjadi korban
manakala melakukan kegiatan jurnalistik namun tak dianggap sebagai wartawan dan oleh karenanya tak dilindungi
oleh hukum.
Selain itu, penting pula mengadakan pelbagai perubahan lainnya dalam UU pers sekalipun tak bersangkut
paut dengan dampak perkembangan teknologi terkini terhadap kelangsungan media. Perubahan dimaksud adalah
langkah yang dirasakan telah mendesak dilakukan untuk mengakhiri keberpihakan UU Pers pada pengusaha
daripada kepada wartawan. Posisi wartawan dalam konteks keberadaannya sebagai buruh dari perusahaan
amat sangat kentara tak diuntungkan.
Kesimpulan
Perkembangan yang begitu pesat dalam bidang media serta aktifitas jurnalistik warga yang dipicu oleh
perkembangan di bidang teknologi informasi nyatalah tidak cukup terakomodir dalam hukum pers yang kini
berlaku di Indonesia. Aktivitas-aktivitas seperti citizen journalism, blog journalism yang telah nyata dijalankan oleh
media berita seolah merupakan ranah abu-abu yang tak jelas pengaturannya, karena hukum pers yang ada belum
disesuaikan dengan perkembangan.
Adalah penting untuk menyadari bahwa perkembangan yang pesat terutama di bidang teknologi informasi
telah membawa manusia kepada babak baru peradaban dimana manusia kian mampu mengolah informasi yang
didapatnya. Di sini, monopoli informasi termasuk dalam mengolah, menyampaikan informasi tidak lagi dimiliki
oleh perusahaan pers besar yang mensyaratkan akumulasi kapital yang besar. Semakin murahya teknologi juga
membuat media berita menjadi dapat dimiliki dan dilakukan oleh semua.
8
Riptek Vol.6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 9 - 9
9
Riptek Vol.6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 10 - 10
DAFTAR PUSTAKA
http://gudangilmu-
blooddy.blogspot.com/2010/04/sejarah- media-dan-sejarah-hukum-media.html diunduh pada 12-10-2011
10