PROPOSAL
Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
1
2
B. Latar Belakang
berbagai masalah yang ada di seluruh dunia. Media massa dapat berperan penting
banyaknya literatur yang meneliti peran dan efektivitas media dalam memenuhi
fungsi ini, meski menurut institusi hal itu masuk di akal. Memang ada literatur
yang memusatkan perhatian pada pentingnya disebut the fourt estate dalam proses
pembuatan kebijakan.
Tentulah media massa tak mungkin memikul semua tanggung jawab dalam
penyebaran tentang kebenaran. Media hanya mungkin mengatakan banyak
tentang kebenaran sehingga publik mengetahui kejadian kejadian atau
kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung. Tujuan umum media massa
ialah membuat rakyat di seluruh dunia bisa memperoleh isi komunikasi
yang memungkinkan mereka memiliki sebuah masyarakat yang damai dan
produkuktif dan juga yang memberikan mereka kepuasan pribadi.1
1
H.A. Muis 1999. Jurnalistik Hukum dan Komunikasi Massa. Jakarta: Dharu Anuttama, halaman
28
3
konsepsi negara negara barat, maka penelitian prealabel tentang arti luas dan arti
media tersebut tak mampu memberikan laporan yang dapat dipercaya. Mengingat
pemain utama, media dapat meningkatkan atau mengurangi arti suatu berita di
masyarakat. Pengaruh seperti ini perlu dibatasi oleh mekanisme pengecekan dan
bahwa media media itu merupakan wahana efektif dan kritis dalam menyoroti
tindak tanduk pemerintah. Media perlu informasi yang riil menegenai tindak
tanduk pemerintah untuk berita yang akan mereka cetak atau siaaarkan. Semua ini
tergantung seberapa jauh media itu dikenai regulasi, dibelenggu, atau ditindas
oleh berbagai tindakan pemerintah, mulai daari kebijakan menegnai izin dan
kepemilikan sampai sogokan dan ancaman. Banyak negara yang secara resmi
Kriteria bahwa suatu negara memberikan jaminan kepada kebebasan pers atau
1. Tidak ada kewajiban menurut hukum untuk meminta surat ijin terbit bagi
Pemenuhan ketiga syarat itu dapat dilihat pada tingkat praktek politik UU
No.40 Tahun 1999 pasal 9 (1) (2) menegaskan bahwa setiap warganegara berhak
membentuk penerbitan pers dan perusahaan pers harus berbentuk badan hukum
Indonesia.. Pasal 4 (2) menetukan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan
sensor dan prembreidelan. Bahkan pasal 4 (1) menentukan bahwa kebebasan pers
sebuah masyarakat yang bebas, damai dan produktif serta menjamin kepuasan
pribadi. Pengertian tersebut sangat filosofis. Namun tidak sulit dijabarkan dalam
pemberitaan media massa juga bisa berperan melakukan pewarisan sosial dari satu
2
Hasyim Asy’ari. 2009. Prembredelan TEMPO 1994 Wajah Hukum Pers Sebagai Alat Represi
Politik Negara Orde Baru. Jakarta:Pensil-324. Hal 63
5
kolektif yang layak. Tanggapan ini bisa diperoleh bahkan di negara yang otokratis,
tapi jelas lebih mungkin terjadi di negara yang memiliki lembaga demokrasi,
seperti pemilihan umum yang bebas. Dalam sebuah demokrasi warga butuh
tidak memiliki suatu hak dan kewajiban yang tertera pada kode etik pers. Seorang
pers wajib dan berhak mendapatkan sesuatu atas dasar kode etik mereka.
1. Hak tolak / hak ingkar adalah hak wartawan karena profesinya, untuk
3. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan
merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar, yaitu hak tiap orang
3
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 1 point 11, 12, dan 13
6
terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar
Dari beberapa bentuk kewajiban dan hak seorang pers dilihat dari kode
etik mereka. Ada satu hak seorang pers dalam menjalankan profesinya, yaitu hak
tolak atau hak ingkar, dimana seorang pers berhak untuk bungkam di depan umum
ketika mereka ditanyakan asal muasal suatu berita yang didapat, dikarenakan
dalam kode etik yang juga diatur dalam Undang Undang No. 40 Tahun 1999
tentang pers, dilindungi secara sah. Hal ini membuat beberapa orang merasa
dirugikan akibat berita yang ada, misalnya menjelang akhir Februari 1993 lalu
Onky Alexander, yang sejak tiga bulan sebelumnya dinyatakan buron oleh polisi,
menepati janji berjumpa dengan wartawan. Buronan itu dalam wawancara sekitar
4
http://pwi.or.id/index.php/Pressedia/H-dari-Ensiklopedia-Pers-Indonesia-EPI.html Kamis, 23
Pebruari 2012
5
UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers Pasal 1 point 13, Pasal 5
7
publik, dan hal itu tampil dalam sajian liputan wawancara yang kemudian dimuat.
Polisi, dalam hal ini pihak Polres Jakarta Barat, langsung menilai: seharusnya
kalangan wartawan maupun para ahli hukum. Hak tolak wartawan, khususnya
terhadap hak tolak wartawan di dalam menjalankan fungsinya. Pada intinya pasal
itu meliputi hak-hak wartawan sebagai berikut: Pertama, untuk dibebaskan dari
tentang nama, jabatan, alamat, kecuali dalam hal menyangkut ketertiban dan
keamanan negara yang ditentukan dengan keputusan tersendiri oleh hakim atas
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1993/03/20/KL/mbm.19930320.KL2771.id.html .
6
bahwa: “orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu
melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya,
mengetahui makna (jelek) perbuatan tersebut, dengan kata lain perbuatan tersebut
memang sengaja dilakukan. Selain itu orang juga dapat dicela karena melakukan
sengaja dilakukan tapi terjadinya perbuatan itu dimungkinkan karena dia alpa atau
lalai terhadap kewajiban kewajiaban yang dalam hal tersebut, oleh masyarakat
dipandang seharusnya dijalankan olehnya. Dalam hal ini celaan bukan disebabkan
seperti dalam hal kesengajaan, tetapi disebabkan oleh kenapa tidak menjalankan
kealpaan. Selain itu, orang juga dapat melakukan tindak pidana walaupun tanpa
Setelah memberikan pemaparan yang singkat di atas dan seorang pers atau
suatu informasi sumber berita bagi siapapun oleh sebuah berita yang dibuat dan
1. Rumusan Masalah
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk
b. Secara praktis
Sebagai bahan informasi untuk semua pihak yang berkaitan dalam hukum
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk mengetahui akibat hukum pidana atas hak ingkar yang dilakukan
pimpinan media.
10
D. Defenisi Operasional
pelakunya.7
3. Hak ingkar / hak tolak adalah hak (vermeend) untuk melindungi sumber
E. Tinjauan Pustaka
7
EY Kanter dan SR Sianturi. 2003. Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia.jakarta: Storia Grafika.
halaman 102
8
Hasyim Asy’ari. Op. Cit. halaman 127
11
Dalam suatu perusahaan atau industri media massa, lazim terdapat jabatan
yang akrab disebut pemimpin redaksi atau biasa disingkat pemred, yakni pejabat
media yang bertanggung jawab atas operasi sehari-hari bagian redaksi sehingga
yang bersangkutan biasanya sekaligus sebagai penanggung isi media massa yang
dikelola serta dipimpinnya apabila terjadi masalah yang berkaitan dengan kode
etik dan hukum. Dalam mengelola redaksi pemimpin redaksi dibantu oleh jajaran
wartawan serta staf lainnya yang fungsinya mendukung jalannya roda organisasi
redaksi.
perusahaan yang terdiri atas direksi dan unsur pimpinan lainnya. Tak jarang
kebijakan redaksional juga dirumuskan dan disepakati oleh dewan redaksi, yang
di dalamnya terdapat unsur direksi, pemimpin redaksi, dan unsur atau figur lain
Dalam era persaingan bisnis media massa yang sangat tajam dewasa ini,
seorang pimpinan media tidak saja dituntut mahir menyajikan isi media yang
medianya diminati masyarakat luas atau laku di pasar. pimpinan media tidak
12
hanya memahami aspek keredaksian, tetapi juga harus memahami aspek bisnis
media sehingga dia mampu memadukan antara tujuan idiil dan komersial sebuah
dan di lain pihak juga mampu mengetahui plus-minus tampilan media pesaing.
Jika dalam pencermatannya ternyata ditemukan kesalahan yang berat atau bahkan
fatal, maka seorang pemred biasanya tak segan untuk segera mengadakan rapat
rencana. Akan tetapi dalam perkembangan bisnis media massa dewasa ini, dan
sejalan pula dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
pemimpin redaksi merasa perlu membentuk sebuam tim untuk menulis tajuk
rencana yang topiknya memang setiap hari selalu berubah. Hal ini dimaksudkan
agar tajuk rencana ditulis oleh unsur pimpinan redaksi atau wartawan yang sangat
memahami masalah yang akan ditulis sebagai tajuk rencana tersebut. Hak ingkar
atau disebut juga sebagai hak tolak adalah hak (vermeend) untuk melindungi
sumber dari pemberitaan. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya,
untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber
controverse antara pertimbangan pertimbangan ethis dari pers, yang tidak bersedia
9
UU No.40 Tahun 1999 tentang pers Pasal 1 point 10
13
menghendaki agar supaya seorang saksi dalam suatu proses pidana harus
Konsep kebebasan pers yang dianut oleh suatu negara akan dipengaruhi
oleh tiga hal yaitu kerangka sosial pollitik, sosial ekonomi dan sosial budayayang
berlaku dalam masyarakat. Ketiga lingkungan itu, dalam suatu negara hukum
ditentukan dalam sistem konstitusi. Konstitusi sendiri dapat dipandang dari tiga
arah: latar belakang sejarah, norma hukum, dan praktek politik, yang kemudian
10
Oemar Seno Adji. 1990. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Jakarta: Erlangga. halaman
87-88
14
kekacauan dan menyinggung perasaan orang lain karena masalah susila, agam
penyelesaian revolusi, moral, dan tata susila dan kepribadian bangsa yang
kebebasan pers. Oemar Seno Adji berpendapat bahwa esensi dari pers bebas
Berdasarkan pada TAP MPRS tentang pembinaan pers, ia lebih setuju jika
11
Ibid halaman 11
15
warganegara yang juga memiliki hak-hak asasi, kepentingan umum yang diwakili
bahwa kebebasan pers sebetulnya tidak lagi tegas sebagai kebebasan yang
tersebut.
historis namun juga kebebasan yang bersifat etis. Dalil umum etika berbunyi:
suatu nilai etis tidak pernah merupakan hasil dedukasi dari perkembangan empiris.
Kalau benar bahwa kebebasan pers adalah sesuatu nilai yang bersifat etis, tidak
pernah dapat membatalkan kebebasan pers, kecuali jika suatu negara menolak
adanya martabat orang per orang dan hanya mengahargai martabat kolektif seperti
negara misalnya.
“inter-connected” satu sama lain. “Free opinion, free expression” yang menjadi
sumber bagi kebebasan pers, sebagai hak azasi adalah essentieel bagi suatu negara
hukum.
law” ataukah kita mengikuti prinsip “socialist legality”, yang digariskan oleh
prinsipnya hak azasi ia disebut “pilitical rigts and freedoms” di U.S.S.R, diakui
3. Fungsi Media
menerima keterangan keterangan yang sifatnya paling lekas dan paling tepat
tentang kejadian kejadian pada waktu tertantu. Kemudian dengan segera pula
mana pers itu berada. Keberadaan pers adalah karena tugasnya mengungkapkan
kejadian kejadian pada waktu tertentu (the press lives by disclosures). Apapun
sejarah pada zaman kita. Tugas atau kewajiban pers adalah bicara. Tugas
mengutamakan kejujuran atau keterbukaan. Penulis yang lebih baik dan koran
koran yang lebih baik berupaya menjauhi sikap berpihak atau berat sebelah.
Kewajiban selanjutnya ialah pers harus berkata benar. Watak yang baik
sebuah bisnis atau usaha yang selalu mengalami perubahan dalam berhubungan
menuntut keputusan yang cepat dari jurnalistik. Meskipun demikian sifat jjujur
media itu, semakin tinggi biaya sampingan yang harus dibayar oleh politikus
4. Delik Pers
Ciri pokok delik delik pers yang disebut law of seditious libel (haatzaai
dellition) adalah ciri formal. Ada semboyan tentang hukum pidana itu, bahwa
semakin besar keberanian isi kritik semakin besar pula kadar penghinaannya (the
greater the truth the greater the libel). Artinya, penulis atau wartawan yang
dituntut atas tuduhan melanggar undang undang penyebar kebencian tidak berhak
atau tentang kebenaran isi tulisannya (delik formal). Dari sudut pandang teori
Undang undang “kebencian dan penghinaan kepada penguasa” itu dibawa oleh
Inggris ke New York sebagai penjajah dari Eropa. Wartawan itu menuduh
malang itu, melainkan hak rakyat Amerika untuk menyatakan pendapat tentang
kebenaran. Dewan Yuri menyatakan wartawan itu “not guilty”. Kasus delik
18
penyebar kebencian itu disebut “Landmark Case” karena kasus itu merupakan
Ada teori yang menyatakan, bahwa undang undang hukum pidana yang
diadakan untuk menindas gerakan gerakan politik tertentu akan tetapi digunakan
jika gerakan gerakan politik tertentu akan tetap digunakan jika gerakan gerakan
politik teretentu akan tetap digunakan jika gerakan gerakan politik itu
rumusan yang berwatak formal tidak lagi layak untuk dipertahankan. Pertama,
melindungi kepentingan orang orang yang sedang berkuasa. Ketiga, pasal pasal
konstruktif14 pers nasional. Tetapi justru watak formal pasal pasal penebar
kebencian ini tidak wajib membuktikan hal itu. Yang diperlukan hanyalah kata
13
H.A. Muis. Op. Cit. halaman 79
14
Arti konstruktif disini adalah bahwa berita, kritik, kontrol dan koreksi itu bersifat, “fair, true and
accurate” (Nelson & Teeter Jr 1982)
19
kata yang digunakan oleh wartawan atau penulisnya: apakah “kasar”, menusuk
perasaan bagi peuasa atau pemerintah yang dikritik. Ternyata ketentuan mengenai
SIUPP dan era pembatalannya sangat senada dengan watak pasal passal penyebar
kebencian dalam buku II KUHP. Sama sama memiliki sifat pembredelan atau
publication). Padahal menurut Fernand Terrou dan Lucian Sosial (1950) keduanya
kedua ahli hukum media massa tersebut seharusnya hanya mengatur bidang
tersebut mematikan ketentuan Pasal 4 UU Pers, mengenai “tidak ada sensor dan
beban psikologi yang berat bagi para wartawan dalam melaksanakan fungsi kritik,
koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Ada ketakutan akan mealnggar ranjau
ranjau pers meskipun sudah diupayakan membuat berita atau tulisan yang disebut
pendapat. Juga dapat menimbulkan masalah bagi pelaksanaan fungsi fungsi pers
dalam UU Pers.
Untuk menjauhi ranjau ranjau hukum pers pada masa Orde Baru banyak
pasal 282, 532, dan 533 KUHP sering “terserempet” dengan tulisan tulisan dan
gambar gambar yang berselera rendah. Dengan hanya “menyentuh” pasal pasal
KUHP Pornografi tersebut penerbitan pers merasa aman dari ledakan ranjau
F. Metode Penelitian
hingga diperoleh hasil maksimal yang sesuai dengan standar penulisan ilmiah,
bersumber dari data sekunder dan tersier, maka sifat dari penelitian ini adalah
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan terdiri atas 2 (dua) macam, pertama data
objek atau materi penelitian, melalui kepustakaan (Library research) seperti buku
bacaan mengenai Hukum Pers. Kedua, bahan hukum tersier berupa kamus hukum,
4. Analisis Data
data yang terkumpul. Data tersebut ditelaah dan dijadikan acuan pokok dalam
kesimpulan.
G. Jadwal Penelitian
Langkah langkah penelitian yang timbul dalam penulisan ini meliputi tahap
a. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini dilakukan pembuatan literatur dan bahan bahan lain yang
1 (satu) bulan.
Tahap ini melakukan pengolahan terhadap semua data yang diperoleh dan
d. Tahap Akhir
skripsi dan akan memasuki tahap pemeriksaan Dosen Pembimbing hingga selesai.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdullah Dahlan dkk. 2010. Kebebasan Informasi Milik Siapa. Jakarta: Indonesia
Coruption Watch.
Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pdana Bagian 3. Jakarta: Rajawali Pers.
A.W. Widjaja. 1988. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Bina Aksara..
Bambang Sadono. 1993. Penyelesaian Delik Pers Secara Politis. Jakarta: Karya
Uni Pers.
Hasyim Asy’ari. 2009. Prembredelan TEMPO 1994 Wajah Hukum Pers Sebagai
Alat Represi Politik Negara Orde Baru. Jakarta: Pensil-324.
H.A. Muis. 1999. Jurnalistik Hukum dan Komunikasi Massa. Jakarta: Dharu
Anuttama.
Oemar Seno Adji. 1977. Mass Media dan Hukum. Jakarta: Erlangga.
Prija Djatmika. 2004. Strategi Sukses Berhubungan dengan Pers dan Aspek Aspek
Hukumnya.. Malang: Bayumedia Publishing.
24
B. Perundang Undangan
R.Soesilo. 2007. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bandung:Karya Nusantara.
“Delik Pers, Polemik, Hak Jawab dan Hak Koreksi, Mahluk Apa Itu?” melalui
http://www.phinisinews.com/read/2011/2/9/1124delik_pers__polemik
hak_jawa_dan_hak_koreksi__mahluk_apa_itu diakses tanggal 9 Mei 2012
Rosmi Hasibuan. 2010. Hukum Hak Asasi Manusia (Diktat I). Program Studi
Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan, tidak
diterbitkan.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penelitian
C. Metode Penelitian
D. Defenisi Operasional
C. Fungsi Media
D. Delik Pers
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN