Oleh:
A. PENDAHULUAN
Di era informasi seperti sekarang ini, media massa menjadi sebuah rujukan
yang sangat diandalkan. Berbagai macam informasi, pemikiran, pemahaman,
citra, dan lainnya dapat dengan mudah diciptakan dan disebarluaskan melalui
media massa. Penggunaan informasi media menghasilkan berbagai fungsi
bagaimana media digunakan. Masyarakat dapat menggunakannya untuk sekedar
tetap terhubung dengan isu yang diikuti atau bisa disebut companionship,
mengetahui persitiwa yang terjadi atau surveillance, melakukan interpretasi
terhadap isu – isu janggal, maupun hanya sekedar mencari hiburan.1
Menurut McChesney terdapat dua fungsi yang harus dilakukan oleh
media. Pertama, sistem media harus menyediakan ulasan yang cermat mengenai
orang – orang yang berkuasa dan orang yang ingin berkuasa, baik di sektor negara
maupun swasta. Pada tahap ini media didefinisikan berperan sebagai pengawas
atau watch dog. Kedua, sistem media harus menyediakan informasi yang credible
mengenai isu sosial dan politik yang penting setiap harinya. Dalam fungsi kedua
ini kemudian menghasilkan gambaran bahwa media mampu menjadi sarana
pertukaran gagasan dan sebagai penunjang utama ranah publik.2
Letak kekuatan media massa, khususnya penyiaran televisi, memiliki
konsep audio visual yang mampu menampilkan realita sosial yang sesungguhnya
di masyarakat. Kedekatan fenomena yang diperlihatkan kepada masyarakatlah
yang menjadikan televisi sebagai penyebar informasi dengan pengaruh yang
paling besar. Beberapa kalangan yang memiliki kekuasaan akan menjadikan
media massa sebagai alat untuk bersaing untuk mendapatkan simpati dalam
perpolitikan. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini, kepemilikkan media
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kekuasaan, karena media massa
merupakan sarana yang utama dalam membentuk opini publik.3
Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang
memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi
media yang kemudia megarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa
media massa yang mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media
massa yang sering disebut dengan konglomerasi media.4
Konglomerasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah
dampak negatif, tidak hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di
Indonesia, melainkan juga dampak pada isi atau konten yang disampaikan kepada
masyarakat. Pemerintah Indonesia yang telah melihat akan potensi merugikan dari
adanya konsentrasi suatu perusahaan mencoba mengintervensi dengan
1
Abudhul Wahid, Dhinar A.P. 2017. Masyarakat dan Teks Media: Membangun Nalar Kritis
Masyarakat atas Hegemoni Media. Malang: UBPress, hlm 52
2
K. Berjensson. 2006. Mesin Penindas Pers: Membongkar Mitos Kebebasan Pers di Amerika.
Terjemahan. Bandung: Q-Press, hlm 524
3
Arif Budi Prasetya. 2014. Kepemilikan Media Massa Sebagai Kendaraan Politik Menuju Pemilu
2014. Diakses dari http://arifbudi.lecture.ub.ac.id/tag/kepemilikan-media-massa/. Diakses pada 21
Januari 2019, pukul 17:23 WIB
4
Jaduk Gilang Pembayun. 2015. Konglomerasi Media dan Dampaknya pada PILPRES 2014.
Dalam Jurnal Interaksi. Edisi No. 2/Juli/2015. Volume 4. Semarang: Universitas Diponegoro, hlm
109-110
3
B. PERMASALAHAN
C. KERANGKA PEMIKIRAN
Pasal 31
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa
penyiaran radio oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu
wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia
dibatasi sebagai berikut:
1. 1 (satu) badan hukum hanya boleh memiliki 1 (satu) izin penyelenggaraan
penyiaran jasa penyiaran radio;
2. paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada
badan hukum ke-1 (kesatu) sampai dengan ke-7 (ketujuh);
3. paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan
perseratus) pada badan hukum ke-8 (kedelapan) sampai dengan ke-14
(keempat belas);
4. paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada
badan hukum ke-15 (kelima belas) sampai dengan ke-21 (keduapuluh
satu)
5. paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan
hukum ke-22 (ke dua puluh dua) dan seterusnya).
6. badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, berlokasi di beberapa wilayah kabupaten/kota yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham sebesar 100% (seratus
perseratus) untuk Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio yang berada di
daerah perbatasan wilayah nasional dan/atau daerah terpencil.
(2) Kepemilikan
1) Kepemilikan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa saham
yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk
disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi
masyarakat.
Paragraf 2
Jasa Penyiaran Televisi
Pasal 32
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa
penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu
wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia
dibatasi sebagai berikut:
1. 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin
penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2
(dua) provinsi yang berbeda;
2. paling banyak memiliki saham sebesar 100% (sera-
tus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu);
3. paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan
perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua);
4. paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada
badan hukum ke-3 (ketiga);
5. paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan
hukum ke-4. (keempat) dan seterusnya;
6. badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, berlokasi di beberapa wilayah provinsi yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham lebih dari 49% (empat
puluh sembilan perseratus) dan paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus)
pada badan hukum ke-2 (kedua) dan seterusnya hanya untuk Lembaga Penyiaran
Swasta yang telah mengoperasikan sampai dengan jumlah stasiun relai yang
dimilikinya sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
(3) Kepemilikan
(4) Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk
disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi
masyarakat.
Bagian Kedua
Pembatasan Kepemilikan Silang
Pasal 33
Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta, perusahaan media cetak,
dan Lembaga Penyiaran Berlangganan baik langsung maupun tidak langsung
dibatasi sebagai berikut:
6
10
kpi.go.id. 2009. Dasar Pembentukan. Diakses dari http://www.kpi.go.id/index.php/id/dasar-
pembentukan. Diakses pada tanggal 22 Januari 2019, pukul 12:59
11
Masduki. 2007. Regulasi Penyiaran: dari Otoriter ke Liberal. Depok: PT LKiS Pelangi Aksara,
hlm 74
7
Berita Satu Media Holding bekerjasama dengan First Media dan Sitra
wimax menaungi 12 media, a.l : Berita Satu.com, Jakarta Globe, Investor
Daily, Suara Pembaruan, Campus Life.
Gramedia Group : Kompas Group (koran - korannya tersebar di berbagai
daerah seluruh Indonesia dengan label Tribun, contohnya Tribun
Pekanbaru), Tabloit Bola, Tabloit Nova, Kompas.com Kompas TV, Warta
Kota.
JAWAPOS GROUP : JPNN (Jawa Pos News Network - kantor berita,
JPNN.com), JPMC (Jawa Pos Multimedia Center), Jawa Pos, Indo Pos,
Rakyat Merdeka, Lampu Hijau, Koran Nonstop.
Koran-koran lainnya di bawah grup POS seperti : Tangsel Pos, Riau Pos
dan Koran dengan lebel RADAR seperti Radar Bogor, Radar Purwokerto,
TV Lokal seperti : JTV di Jawa Timur, Riau TVdi Riau, Majalah RM,
Tabloid Nyata.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Berjensson, K. 2006. Mesin Penindas Pers: Membongkar Mitos Kebebasan Pers
di Amerika. Terjemahan. Bandung: Q-Press
Fachruddin, Andi. 2015. Cara Kreatif Memproduksi Program Televisi.
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET
Masduki. 2007. Regulasi Penyiaran: dari Otoriter ke Liberal. Depok: PT LKiS
Pelangi Aksara
Wahid, Abudhul., Dhinar A.P. 2017. Masyarakat dan Teks Media: Membangun
Nalar Kritis Masyarakat atas Hegemoni Media. Malang: UBPress
JURNAL
Arsam. 2014. Oligopoli, Kepemilikan Media dan Kebijakan Negara. Dalam
Jurnal Komunikasi Penyiaran Isalm. Edisi No. 1/Januari-Juni/2014.
Volume 2. Purwokerto: STAIN Purwokerto
Pembayun, Jaduk Gilang. 2015. Konglomerasi Media dan Dampaknya pada
PILPRES 2014. Dalam Jurnal Interaksi. Edisi No. 2/Juli/2015. Volume 4.
Semarang: Universitas Diponegoro
WEBSITE
kpi.go.id. 2009. Dasar Pembentukan. Diakses dari
http://www.kpi.go.id/index.php/id/dasar-pembentukan. Diakses pada
tanggal 22 Januari 2019, pukul 12:59
ksp.go.id. 2017. Konglomerasi Media dan Revisi UU Penyiaran. Diakses dari
http://ksp.go.id/konglomerasi-media-dan-revisi-uu-penyiaran/. Diakses
pada 21 Januari 2019, pukul 18:21 WIB
Prasetya, Arif Budi. 2014. Kepemilikan Media Massa Sebagai Kendaraan Politik
Menuju Pemilu 2014. Diakses dari
http://arifbudi.lecture.ub.ac.id/tag/kepemilikan-media-massa/. Diakses
pada 21 Januari 2019, pukul 17:23 WIB