pembentukan opini publik antara steakholder yang ada. Karena itu penulis menulis buku
Relasi Kuasa, Pertarungan Memperebutkan Opini Publik antara Negara-Mediadan Masyarakat 1
Waktu itu penulis sangat dipengaruhi oleh teorinya Michel Faucollt tentang
Relasi Kuasa di bidang informasi (pengetahuan), dan terorinya Jargen Habermas
tentang ruang public (public sphere).
Setelah penulis mengikuti perkuliahan Prof. Dr. I Made Weni, SH, MS, pikiran
penulis terbuka bahwa gejala disfungsional dalam kebijakan di bidang penyiaran
tersebut sangat lebih menarik bila didekati dengan menggunakan teori dalam paradigm
fakta sosial, karena problem problem implementasi kebijakan penyiaran akan terkuak
secara holistik.
LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam pandangan teori yang ada dalam paradigma fakta sosial terdapat 4
katagori teori sosial, yakni : 1. Teori Struktur fungsional, 2. Teori konflik, 3. Teori
system, dan 4. Teori Makro.2
Gejala disfungsional dalam system penyiaran Indonesia (dalam arti tidak sesuai
dengan yang dicita citakan) terdapat asumsi asumsi yang mencolok, sebagaimana yang
disinyalir Talcott Parson, Merton, dan Semieser, bahwa integrasi sempurna tidak pernah
tercapai (tidak pernah ada), dan perubahan berjalan secara gradual sebagai proses
adaptasi.
Dalam hal ini UU Penyiaran dirumuskan saat kekuatan reformasi sedang dominan
dan kekuatan lama (Ode Baru) sedang melatenkan diri (bersembunyi). Sehingga satu
sisi kekuatan dominan mencoba merumuskan nilai nilainya dalam undang undang
tersebut yang pro demokrasi, sementara kekuatan laten mencoba diam tetapi kemudian
mementahkannya kembali dalam proses implementasinya, sehingga tidak pernah
tercapai integrasi yang sempurna. Maka, yang terjadi kemudian adalah perubahan
perubahan struktur sosial penyiaran dan pranatanya secara gradual dan bersifat adaptif.
Proses keduanya ini menyebabkan implementasi kebijakan di bidang penyiaran
memperlihatkan adanya konsensus atau kesekatan kesepakatan antara pelbagai pihak
yang terkait, khususnya antara Negara (Pemerintah, Kominfo), lembaga penyiaran, dan
1
Redi Panuju, Relasi Kuasa, Persaingan Memperebutkan Opini Publik antara Negara, Media dan
masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogya, 2002
2
Kuliah Prof. Dr. I Made Weni, MH, MA, tgl 13 Oktober 2013
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
2.
Bagaimanakah
praktek
kekuasaan
politik
dan
kekuasaan
kapital
dalam
istilah Televisi Nasional sebab IPP (Ijin Penyelenggaraan Penyiaran) dibatasi per
wilayah siaran (service area) dan diprioritaskan untuk wilayah lokal. Dari segi text
(narasi) pasal ini sangat mendukung gerakan otonomi daerah. Pada pasal 31 ayat 6
disebutkan mayoritas pemilik modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal
diutakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal tersebut berada.
Esensi UU 32 tahun 2002 yang mengancam kepentingan industry (konglomerasi
media) tersebut menyebabkan para praktisi media melakukan uji metari (judicial
review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan bebarapa pasal yang
merugikan tersebut. Mereka berasal dari IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI),
Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Perusahaan Periklanan
Indonesia (PPPI), Asosiasi Televisi Siaran Indonesia (ATVSI), Persatuan Sulih Suara
Indonesia (PERSUSI), Komnitas Televisi Indonesia (KOMTEVE), memberi kuasa
kepada Dr. Todung Mulya Lubis, S.H, dan lainnya untuk mengajukan gugatan ke MK.
Hasilnya pada tanggal 28 Juli 2004 Mahkamah Konstitusi mengabulkan
permohonan para pemohon untuk sebagian, yakni.menyatakan bahwa pasal 44 ayat
(1) untuk bagian anak kalimat atau terjadi sanggahan. Pasal 62 ayat (1) dan (2)
untuk sebagian anak kalimat.KPI bersama. Undang Undang No.32 tahun 2002
bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Intinya, yang semula UU 32/2002 ini memberi mandat penyusunan Peraturan
Pemerintah disusun bersama antara pemerintah dengan KPI, maka setelah periode ini
Pemerintah secara sendirian berhak menyusun PP atas UU penyiaran. Maka lahirlah
Peraturan Pemerintah (PP) yang isinya didominasi oleh kepentingan pemerintah dan
keberpihakkannya kepada Industri.
Dari Judicial review ini, kontroversi semakin nyata. Pemerintah menyusun PP 11,
PP12, PP13, 14, PP 49, 50,51, dan 52 tahun 2005 tanpa melibatkan KPI. PP 11,12,dan
13 tahun 2005 tahun 2005 mengatur Pedoman Penyelenggaraan Penyiaran Publik, RRI,
dan TVRI. PP 49 tahun 2005 mengatur Pedoman Penyelenggaraan Penyiaran Asing, PP
50 tahun 2005 tentang Penyiaran Swasta, PP 51 tentang Penyiaran Komunitas, PP 52
Penyiaran berlangganan.
Dalam disertasi Henry Subiakto (IIS UNAIR, 2010) gejala di atas disebut sebagai
kontestasi wacana atau tarik menarik interpretasi mengenai bagaimana demokratisasi
system penyiaran menurut aparatur Negara, masyarakat sipil, dan kalangan kapitalis
pelaku bisnis media.
Bimo Nugroho Sekundatmo dalam tesis masternya di Universitas Indonesia
melakukan studi kontestasi ini dalam konteks ekonomi politik penyiaran (2006)
menyimpulkan bahwa Pemerintah hanyalah kaki tangan pemilik modal yang sudah
mapan dalam industry media. Bimo Nugroho membenarkan bahwa Negara adalah alat
dari kelas pemilik modal untuk menghisap kelas proletar yang tertindas.
Demikianlah fragmen konflik di tingkat normatif yang menempatkan representasi
masyarakat dalam penyiaran tergerus dan menempatkan pemerintah tetap sebagai
penentu dalam kebijakan penyiaran.
Selanjutnya pada tataran implementatif, Menteri Komunikasi dan Informatika RI
mengeluarkan peraturan Nomor 28 tahun 2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Penyelenggaraan Penyiaran. Permen ini sudah merubah konstruksi perizinan yang
semula tersentral di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), kemudian dipecah pecah ke
beberapa kewenangan. Sebagai Contoh untuk proses permohonan perisinan Lembaga
Penyiaran swasta (LPS) kewenangannya dipecah menjadi tiga :
Persyaratan
administrasi
kewenangan
memeriksanya
diberikan
kepada
dilakukan oleh media penyiaran TV, antara lain tentang kekerasan, pornografi, dan jam
tayang. KPI juga sudah melayangkan surat teguran. Namun kenyataannya, media
penyiaran tidak memperhatikan teguran KPI karena tidak memiliki implikasi hukum
apa pun, kecuali sanksi pemberhentian program siaran. Riyanto menyebutkan pada
tahun 2010-2012, materi kekerasan cenderung meningkat.
Malah ada stasiun TV yang melecehkan pengawasan KPI, yakni Trans 7 yang
ditegur KPI karena acara Empat Mata Tukul Arwana kerapkali menuguhkan banyolan
banyolan yang menjurus pada pornografi. Trans7 memang menghentikan acara tersebut,
tetapi seminggu kemudian acara tersebut muncul lagi dengan format yang sama namun
dengan judul yang berbeda. Semula judul acaranya EMPAT MATA, diganti dengan
(BUKAN) EMPAT MATA. Mengapa teguran KPI/KPID terhadap lembaga penyiaran
tidak efektif? Karena yang berwewenang memberikan dan mencabut IPP hanya
pemerintah cq menteri Kominfo.
Sikap kompromistis seperti itu mirip dengan istilah yang diberikan oleh Clifford
Geerzt sebagai sikap fatalistic, nrima ing pandum. Dari pada tidak sama sekali, tidak
rotan akar pun jadilah..
Kompromi antara Pemerintah, Industri dan KPI/KPID itu membawa korban pada
diskriminasi terhadap lembaga penyiaran Komunitas. Pada UU Nomor 32 tahun 2002,
Lembaga penyiaran Komunitas (LPK) diatur pada pasal 21 -24. Disebutkan bahwa LPK
didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan
daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan
komunitasnya.
Mestinya LPK ini lebih dipermudah dalam proses perizinannya mengingat tidak
boleh menerima iklan komersial, frekwensinya dibatasi (hanya di 97.7 FM, 97.8 FM
dan 97.9 FM), jangakaiannya hanya radius lingkaran 5 Km, dan tidak ada bantuan dari
Negara. Namun, dalam KemenKominfo nomor 28 tahun 2008 tersebut prosedur
perizinannya disamapakan dengan KPS yang punya banyak capital. LPK juga harus
membuat proposal, syarat administrasi, dan syarat teknis yang tidak kalah ketat karena
dicurigai bisa disusupi kepentingan asing, mengganggu penerbangan (khususnyanya
frekwensi 97.9 sangat dekat dengan frekwensi yang dipergunakan oleh kalangan
penerbangan). KPI/KPID dalam banyak forum sudah meminta kepada pemerintah untuk
menambah frekwensi bagi LPK, tetapi yang diperbanyak justru frekwensi untuk LPS.
Itulah bukti lain diskriminasi penyiaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap LPK.
Bentuk kompromi yang dilakukan oleh KPI/KPID adalah tutup mata terhadap
pelanggaran atas frekwensi, sifat isi siaran, dan iklan iklan terselubung, sebab kalau hal
tersebut dilarang, sulit bagi LPK untuk memperoleh sumber logistiknya. Dalam UU
32/2002 hanya membolehkan LPK mendapatkan sumber dana dari iuran anggota, hibah,
dan sponsor (pasal 22 ayat 5).
Sedangkan bagi LPK bentuk kompromi yang dilakukan adalah memperbanyak
acara acara off air seperti jalan sehat, pameran, dan lomba lomba yang tidak
disiarkan. Dengan cara inilah mereka memperoleh masukan dari sponsor.
Indikator Pengaruh Kekuatan Politik dan Kapital dalam Implimentasi Kebijakan
Indikasi bahwa kekuatan politik dan kapital mempengaruh kebijkan penyiaran
sudah dimulai pada tingkat formulasi kebijakan. Menurut Disertasinya Henri Subiakto
Kontestasi Wacana Tentang Sistem Penyiaran Yang Demokratis pasca Orde baru
(UNAIR, 2010), para pemilik media besar (konglomerat media) sering meloby koninfo
ketika sedang menyusun PP tentang penyiaran, antara lain meloby pasal pasal yang
menyangkut pembatasan kepemilikan, siaran berjaringan, dan proses perizinan.
Henri Subiakto menulis, industry dengan kekuatannya dan segala upaya
mencoba untuk menyiasati aturan perundangan tersebut. Walhasil, terjadilah
diskrepansi atau gap antara wacana yang ideal dan disuarakan civil society
dengan implementasi di lapangan . Sedangkan dalam aras normative, Negara
nampak lebih akomodatif
dengan keadaan industry, karena mereka
menganggap bahwa tugas negara salah satunya adalah memajukan iklim
industry di dalam negeri, termasuk industry media penyiaran.
Intervensi kalangan industri ini menghasilkan kebijakan diskresi Menkominfo
merekayasa pembagian canal perwilayah layanan sehingga bisa dipergunakan secara
parallel. Desakan industry media TV yang berkeinginan mendapat kanal untuk bersiaran
di wilayah layanan Surabaya (Surabaya, gersik, Sidoarjo, Jombang) menyebabkan
Menkominfo (waktu Prof. Dr. M. Nuh, DEA) mengijinkan kanal yang dipakai di
daerah Malang dan sekitarnya dipakai bersiaran di Surabaya. Istilahnya Co-chanal.
Maka lahirlah Surabaya TV, Oqcy TV, BBS TV, Arek TV, JTV, SBO TV, MH TV dan
Pasuruan TV. Khusus untuk Pasuan TV merupakan hasil loby kalangan Nahdliyin (NU)
yang awalnya berdomisili di Pasuruan kemudian dipindahkan ke Surabaya dengan name
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
call TV 9. Ditengarai hubungan antara Prof. Muhammad Nuh, DEA dengan kalangan
NU sangat dekat sehingga pengaruh priordialismenya lebih kental ketimbang pengaruh
pemilik kapital.
Namun secara umum, tangan tangan konglomerat media di pusat terus meloby
regulator penyiaran di daerah untuk memuluskan diversifikasi kepemilikan stasiun TV
sebagai bagian dari ekspansi bisnisnya. Modusnya macam macam.
Pertama, memberi makna yang berbeda dari pembatasan kepemilikan. Test
casenya adalah merger beberapa TV di bawah bendera MNC-Group (kelompok bisnis
Hary Tanoesudibjo) dengan cara menanam nama lain pemilik saham di setiap anak
perusahaan, sehingga secara administrative tidak terbukti ada akumulasi kepemilikan.
Di tingkat provinsi dan kabupaten kota mendirikan TV dan Radio baru dengan struktur
kepemilikan saham dan direksi yang berbeda beda, sehingga KPID (Daerah) tidak bisa
membuktikan adanya kepemilikan silang, namun setelah IPP diperoleh, kepemilikan
saham berubah sehingga pemilik media dari pusat dapat mengendalikan medianya di
daerah. MH TV sudah jatuh ke tangan MNC Group sementara Arek TV jatuh ke Group
Bakrie.
Media besar dari pusat tidak perlu lagi menggunakan system berjaringan, karena
masing masing anak perusahaannya di daerah sudah memenuhi legal formal. Babakan
berikutnya baru ketahuan bahwa para konglomerat media ini berkaitan dengan politik.
Banyak Konglomerat media yang terjun ke politik, sebagai ketua partai maupun calon
Presiden dan wakil Presiden, sehingga mendekati Pilpres tahun 2014 banyak iklan
pencitraan sosok calon presiden dari pemilik medianya. Sebut saja misalnya pemilik
Media Group yang mengoperasikan Metro TV, Media Indonesia, dan portal internet,
Surya Paloh menjadi ketua umum Partai Nasdem, Abu Rizal Bakrie yang menguasai TV
One, AN TV adalah ketua Partai Golkar dan mencalonkan diri sebagai Capres tahun
2014. Hary Tanoesudibjo pemilik MNC Group (RCTI, MNC, dan Global TV) menjadi
Calon Wakil Presiden dari Partai Hanura bersama Jenderal (Purn) Wiranto sebagai
Capresnya.
Bentuk intervensi yang lain adalah mencoba mempengaruhi DPRD ketika
melakukan penjaringan calon anggota Komisi Penyiaran Daerah (KPID). Para
konglomerat ini berusaha memasukkan anggotanya untuk terpilih menjadi regulator
penyiaran di daerah, sehingga diharapkan memperlemah sifat kritis dan indepensinya.
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
Demikian juga ketika pemilihan ketua KPID berlangsung, loby untuk menjadikan sosok
tertentu menjadi ketua sangat beraroma.
KESIMPULAN
Sistim Penyiaran Indonesia sebagai fakta social tak terlepas dari kenyataan bahwa
integrasi yang sempurna tidak pernah ada dan perubahan perubahan berjalan secara
gradual sebagai proses adaptasi.
UU Nomor 32 tahun 2002 yang semula diharapkan dapat memperkokoh bangunan
demokrasi di tanah air, pada level implementasi menjadi ajang tarik menarik
kepentingan antara Negara, industry penyiaran, dan civil society (yang diawakili
Komisi Penyiaran Indonesia). Tarik menarik kepentingan itu mulai berjalan pada saat
formulasi kebijakan publik dibuat pemerintah. Industri media menggunakan Mahkamah
Konstitusi untuk memandulkan peran civil society sehingga kewenangan kebijakan
jatuh kembali di pangkuan Negara sebagai mana yang pernah terjadi pada masa
pemerintahan Orde Baru. Industri penyiaran lebih nyaman bekerjasama dengan
pemerintah ketimbang dengan KPI.
Dalam perjalanannya, ternyata pemerintah tidak sepenuhnya berpihak pada industry
media, tetapi memperkuat kekuasaan brokrasinya dengan memberikan kewenangan
pada Pemerintah Daerah untuk memberikan rekomendasi kelayakan Administrasi dan
teknis pada pemohon IPP Radio dan Televisi (LPS). Dengan demikian integrasi yang
terjadi adalah integrasi yang bersifat kompromistis.
Pihak yang paling dimarginalisasikan oleh tarik manarik kebijakan penyiaran adalah
kalangan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), yang tidak pernah terakomodir
aspirasinya. Kanal yang diberikan tetap terbatas, jangkauan siarnya dipersempit, dan
tidak diperbolehkan mencari untung.
Daftar Pustaka
Albab, Ulul dan Budi Wiyoto, Kajian Strategik Kebijakan Publik: Proses Formulasi,
Proses Formulasi , Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik di Era Good
Government, ITS Press, Surabaya, 2010
Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi, Prenada Media, Jakarta, cet ke-2, 2007
Panuju, Redi, Relasi Kuasa : Pertarungan memperebutkan Opini Publik antara Media,
Negara, dan Masyarakat, Pustaka Pelajar Yogya, 2002
------------------, Sistem Komunikasi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogya, 1997
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
10
11
12
ranking pertama sebagai surat kabar dengan jumlah pembaca terbanyak. Posisi pertama
ini berdasar survei Nielsen pada kuartal ketiga 2010 yang diselenggarakan di sembilan
kota besar. (Survei Nielsen : Jawa Pos Tetap Nomor 1 di Indonesia dalam
www.jawapos.co.id)
Rumusan Masalah
Bagaimana pencitraan Joko Widodo dalam Pilkada DKI Jakarta di Harian
Jawa Pos Edisi September 2012.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pencitraan Joko
Widodo dalam Pilkada DKI Jakarta di Harian Jawa Pos Edisi September 2012
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
13
Landasan Berpikir
Pengertian Pencitraan Politik
Pengertian citra berkaitan erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini,
kepercayaan publik, asosiasi, lembaga dan juga simbol simbol tertentu terhadap bentuk
pelayanan, nama perusahaan dan merek suatu produk barang atau jasa yang diberikan
oleh publik sebagai khalayak sasaran (audience). Dengan demikian, tanggapan dan
penilaian publik merupakan unsur penting dalam melakukan penelitian tentang Citra.
Citra (image) adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap suatu
obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap obyek tersebut akan ditentukan
oleh citra obyek yang menampilkan kondisi yang paling baik.
Menurut Firmansyah dalam bukunya Marketing Politik menyatakan bahwa :
Image politik didefinisikan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi
masyarakat (publik) akan suatu partai politik atau individu mengenai semua hal yang
terkait dengan aktivitas politik (Firmansyah:2007;230). Yang dimaksud dengan aktivitas
politik adalah semua aktivitas yang dilakukan oleh partai politik atau individu dalam
usaha mereka untuk berkuasa, menciptakan keteraturan sosial, menciptakan semangat
kolektif, menciptakan dan menguatkan legitimasidalam masyarakat.
Dengan demikian citra politik adalah suatu gambaran tentang politik yang
memiliki makna, walaupun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang
sebenarnya. Suatu image politik dapat mencerminkan hal yang tidak real atau imajinasi
yang terkadang bisa berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya.
Citra yang baik, dengan sendirinya akan meningkatkan popularitas dan
elektabilitas kandidat, begitupun sebaliknya. Sehingga, tidak salah bila para politisi
melakukan pencitraan politik. Karena semakin dapat menampilkan citra yang baik,
maka peluang untuk meraup dukungan pemilih semakin besar. Namun dalam konteks
pembentukan citra, tidak sedikit yang kehilangan kekuatan penarik perhatian (eye
catching). Citra yang sebelumnya diharapkan mampu menciptakan kejutan, stimulasi,
dan gebrakan informasi tak terduga (entropy) berubah menjadi pengulanganpengulangan yang terduga (redundancy). Citra-citra berestetika dan berselera tinggi,
karena kehabisan perbendaharaan tanda, pada akhirnya menjadi citra-citra yang
murahan dan dangkal. Dalam konteks komunikasi politik, hal ini berlangsung saat citra-
14
citra politik tampil dalam jumlah banyak, frekuensi tinggi, dan waktu cepat sehingga
menyebabkan pesan yang disampaikan tidak lagi menarik perhatian publik.
Identitas Politik
Image politik juga dapat dikatagorikan sebagai sebuah strategi positioning
suatu partai politik atau individu untuk membedakan dengan partai politik lainnya. Oleh
karena itu image politik mempunyai keterkaitan yang erat dengan identitas. Atributatribut yang dipakai selama kampanye politik membentuk kesan tertentu atas suatu
entitas. Image/citra merupakan visualisasi dari atribut yang diberikan dan dipersepsikan
oleh pihak luar tentang suatu partai politik atau calon/kandidat pemimpin politik.
Seiring dengan meningkatnya penggunaan pencitraan politik sebagai salah satu
sarana untuk memenangkan perebutan kekuasaan, maka masing-masing calon/kandidat
akan berusaha memperkuat citra dirinya yang telah ada. Mereka akan memantapkan
posisi dan identitas mereka dalam persaingan dengan calon/kandidat yang lainnya
Jadi identitas politik dapat membedakan antara partai politik atau individu yang
satu dengan yang lainnya. Identitas juga dapat menyatukan orang-orang yang
mempunyai kesamaan yang sama dengan karakteristik dari identitas tersebut.
Teori Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi
teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media
itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang
dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media
diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan
dengan
proses
belajar
bukan
dengan
perubahan
sikap
dan
pendapat.
15
publik untuk menentukan isu mana yang lebih penting dibandingkan dengan isu
lainnya. Salah satu aspek yang paling penting dari konsep agenda setting ini adalah
masalah waktu pembingkaian fenomena - fenomena tersebut.dalam artian bahwa tiap tiap media memiliki potensi - potensi agenda setting yang berbeda - beda satu sama
lainnya. Pendekatan ini dapat membantu kita untuk menganalisa kecenderungan kecenderungan suatu media dalam memberitakan suatu peristiwa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ada tidaknya pengaruh agenda setting
(pengaruh agenda media terhadap agenda publik) disebut faktor kondisional,
yang dapat dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) sebagai berikut:
1. Dari perspektif agenda media adalah sebagai berikut: framing; priming;
frekuensi dan intensitas pemberitaan/penayangan; dan kredibilitas media
di kalangan audiens.
2. Dari perspektif agenda publik adalah sebagai berikut: faktor perbedaan
individual; faktor perbedaan media; faktor perbedaan isu; faktor perbedaan
salience; faktor perbedaan kultural.
Perbedaan individual, pengaruh agenda setting akan meningkat pada
diri individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang disajikan
oleh media massa. Bukti-bukti empirik menunjukkan bahwa perhatian individu
terhadap isi media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, luas pengalaman,
kepentingan, perbedaan ciri demografis, sosiologis. Bukti-bukti eksperimental
menunjukkan bahwa efek agenda setting akan meningkat pada individuindividu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang dikaji,
sedangkan intensitas perhatian sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
derajat kepentingannya.
Media Surat Kabar
Surat kabar merupakan salah satu media massa yang berperan penting dalam
pendistribusian informasi kepada khalayak. Selain karena kontennya yang faktual,
penerbitan surat kabar juga terjadi secara periodik sehingga masyarakat akan lebih
mudah untuk mengakses dan mnerima informasi. Seiring perkembangan teknologi,
surat kabar mulai melakukan berbagai perkembangan baik dari sisi konten maupun
teknologi.
16
Yang dimaksud dengan surat kabar adalah kumpulan berita, artikel, cerita,
iklan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit berkala
secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu sekali. Sebuah surat kabar isinya
merupakan catatan peristiwa (berita) atau karangan (artikel, feature, dsb) dan iklan
karena biasa memuat hal yang bersifat dagang (promosi) diterbitkan secara berkala
(periodik) waktu penerbitannya akan menggolongkan sebagai sebuah surat kabar atas
harian, mingguan, bulanan, atau mungkin tahunan.
Fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah memberikan informasi
kepada khalayak. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar,
yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Sedangkan
karakteristik surat kabar adalah sebagai berikut :
Publisitas : adalah penyebaran pada publik atau khalayak
Periodesitas : menunjuk pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan,
atau dwi mingguan
Universalitas : menunjuk pada kesemestaan isinya, yang beranieka ragam
dan dari seluruh dunia.
Aktualitas : menunjuk pada keadaan yang kini dan sebenarnya
Terdokumentasikan : dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam
bentuk berita atau artikel, dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh
pihak-pihak tertentu dianggap penting untuk diarsipkan dan dibuat kliping.
Media Massa Dan Pembentukan Citra Politik
Strategi pencitraan politik, tidak dapat dilepaskan dari peran media massa
dalam kapasitasnya sebagai media (wadah) untuk memberitakan kepada publik serta
memberi citra dari aktivitas para aktor politik yang diberitakan dan menjadi konsumsi
media massa. Disini peranan Framing maupun Agenda Setting menjadi penting,
karena agenda media (dalam hal ini media memilih berita-berita yang akan menjadi
headline dalam pemberitaannya) merupakan agenda publik, artinya adalah publik
disodorkan headline berita yang memang telah diagendakan oleh media untuk menjadi
berita
utama
mempunyai
17
peranan
penting
dalam
Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan.
Hal ini terjadi karena dua faktor yang saling berkaitan. Yang pertama adalah karena
saat ini politik berada di era mediasi (politics in the age of mediation), yaitu media
massa sebagai wadah yang dapat melakukan proses mediasi antara kepentingan publik
dan politik, hampir mustahil jika kehidupan politik dipisahkan dari media massa. Para
aktor politik yang melakukan strategi pencitraan senantiasa berusaha menarik perhatian
wartawan agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media. Yang kedua adalah
peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya
selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat rutin belaka,
misalnya kegiatan rapat kerja partai atau pertemuan seorang tokoh politik dengan para
pendukungnya. Apalagi jika peristiwa politik itu bersifat luar biasa seperti pemilihan
Kepala Daerah.
Dalam melaporkan atau mengkonstruksikan realitas pemberitaan politik,
lazimnya media massa memanfaatkan tiga komponen, yaitu pemakaian simbol-simbol
politik (language of politics), strategi pengemasan pesan (framing strategies) dan
kesediaan media memberi tempat (agenda setting function). Seorang tokoh politik
hendaknya dapat memberikan pemberitaan-pemberitaan politik yang aktual dan kritis
yang dapat memberikan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya sistem politik
yang lebih demokratis.
Para aktor politik yang akan melakukan proses pencitraan terhadap dirinya
maupun pencitraan terhadap partai politik yang diusungkan hendaknya dapat
memanfaatkan media massa yang dapat memberikan pengaruh besar kepada publik.
Pesan-pesan politik yang akan dihadirkan oleh para aktor politik tersebut biasanya
disusun terlebih dahulu sehingga sesuai dengan target pencitraan yang diinginkan
melalui media massa, hal tersebut akan memberikan efek yang lebih besar jika isi media
lebih disesuaikan dengan karakteristik masing-masing media yang berfungsi sebagai
transmitter. Disamping karakteristik media, diperlukan juga karakteristik dari khalayak
pemirsanya. Hal ini penting karena segmentasi khalayak akan memperjelas besarkecilnya pengaruh yang diharapkan, dan segmentasi khalayak perlu dilakukan karena
mereka punya preferensi pilihan medianya sendiri-sendiri.
METODE PENELITIAN
Kerangka Konseptual
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
18
1.
2.
3.
Media surat kabar merupakan kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya
yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran plano, terbit berkala secara teratur, bisa
setiap hari atau seminggu sekali.
Unit Analisis
Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian adalah seluruh teks
berita(judul berita, isi berita) dan gambar/foto pada harian Jawa Pos edisi September
2012 terkait dengan berita Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran
kedua. Mulai dari judul berita, lead berita, tubuh berita, gambar/foto.
Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang mendeskripsikan
konstruksi wacana dan pencitraan politik yang berkembang seputar pemberitaan
pemilihan Kepala daerah DKI Jakarta pada harian Jawa Pos edisi bulan September
2012.
Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah pencitraan Jokowi dalam harian Jawa Pos edisi
bulan September 2012.
Teknik Pengumpulan Data
1.
Teknik dokumentasi. Karena semua data yang akan dijadikan unit analisis hanya
bersumber dari dokumentasi, maka teknik pengumpulan data yang utama dalam
penelitian ini adalah mendokumentasikan data yang diperlukan, setelah itu
dilakukan penelitian.
2.
19
obyek
yang
diceritakan.
Apakah
sendiri,
kehadirannya,
Posisi Penulis Pembaca
gagasannya
gagasannya
ataukah
ditampilkan
oleh
kelompok/orang lain
Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam
teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya
dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok
manakah pembaca mengidentifikasidirinya.
ANALISA DATA
Pemaparan Data Penelitian
1.
Posisi
Obyek
20
21
Posisi
Obyek
2013 lebih menitikberatkan pada hasil penghitungan cepat (quick count). Subyek
menceritakan peristiwa kemenangan sementara pasangan Jokowi-Ahok dalam
pemilihan Kepala daerah DKI Jakarta versi penghitungan cepat atau quick count oleh
berbagai lembaga survey nasional. Meskipun belum resmi dinyatakan sebagai
pemenang oleh lembaga resmi penyelenggara Pilkada DKI Jakarta, tetapi hasil
perhitungan cepat (quick count) telah menjadi model perhitungan yang hampir
mendekati kebenaran.
Berdasarkan hasil quickcount Lembaga Survei Indonesia (LSI), pasangan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Jokowi-Ahok memenangi pilkada putaran
pertama. Hasil itu didapat dari 410 tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan
sampel di seluruh Jakarta. Dari yang terkumpul mencapai 98,54 persen. Dari hasil
survei itu, Jokowi-Ahok mengungguli dengan 42,76 persen. Peringkat kedua, yakni
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli dengan 33,9 persen. Peringkat selanjutnya yakni Hidayat
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
22
Nur Wahid-Didik J Rachbini 11,9 persen, Faisal Basri-Biem Benyamin 4,94 persen,
Alex Noerdin-Nono Sampon 4,74 persen, dan Hendardji Soepandji-Riza Patri 2,06
persen.
Di akhir kalimat disebutkan bahwa .......kemenangan pasangan yang ngetop
dengan baju kotak-kotak memberikan sesuatu identitas unik yang tidak dimiliki oleh
pasangan yang lain. Kata ngetop memberikan arti sama dengan populer, tenar,
masyhur,
terkenal,
kesohor.
Semuanya
mengarah
kepada
keterkenalan
atau
23
penuh konflik. Kebersamaan yang telah ditelan oleh sikap egois individual yang
terbawa arus globalisasi diharapkan kembali mewarnai kehidupan social budaya.
3.
Posisi
Obyek
di
pendukungnya
Lapangan
mengarak
Kotabarat.
Jokowi
Dari
lokasi
itu,
naik
becak
dan
24
25
manusia dari pengalaman personalnya dan memperluas isolasi moral sehingga manusia
terasing dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
Masyarakat masuk pada dunia yang coba dibangun oleh calon atau kandidat
politik melalui media massa, yakni dunia seolah-olah. Seolah-olah calon tersebut
memikirkan penderitaan rakyat kecil, membela rakyat miskin, memberantas korupsi,
dan lain-lain. Tapi pada kenyataanya, setelah mereka terpilih menjadi pemimpin justeru
perilakunya jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat kecil. Pencitraan politik
memang sebuah keharusan sebagai sebuah strategi untuk meraih kursi kekuasaan, tetapi
harus diimbangi dengan program yang nyata-nyata untuk kesejahteraan masyarakat.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Pencitraan Jokowi dalam Harian Jawa Pos edisi bulan september 2012 dapat
disimpulkan sebagai berikut :
- Identitas dan brand image politik Jokowi disimbolkan dengan baju kotakkotak yang melambangkan kebersamaan, keberagaman dari penduduk
Jakarta.
- Pencitraan Jokowi juga ditampilkan sebagai sosok yang sederhana, merakyat,
tidak bersikap sebagai pejabat.
- Pencitraan Jokowi juga digambarkan sebagai seorang Jawa yang selalu patuh
dan menghormati orang yang lebih tua.
Daftar Pustaka
Buku
Alex Sobur.2004. Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
Agus Sudibyo.2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana, LkiS, Yogyakarta
Eriyanto 2005. Analisis Wacana, Pengantar Aanalisis Teks Media, PT LKiS Pelangi
Aksara, Yogyakarta
Firmanzah. 2007. Marketing Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Ibnu Hamad.2004, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, Granit, Jakarta
Jalaluddin Rakhmat.1994. Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bndung
Ishwari, Luwi. 2005, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, Bukru , Jakarta
Haris Sumadiria. 2005, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature, Simbiosa
Rekatama Media, Bandung
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
26
satellite
stationed
in
space
for
the
purpose
of
living of
society.
27
28
annual
between
2001
and
2005,
which
manufacturing
and
studies show that consumers all around the world are turning to the
internet first to find travel information and 54 per cent of online travel
consumers start travel research with an online travel agencies and
airline web sites. The companies allow customers to find the best
value or lowest price for air tickets and hotels, browsing databases of
a large number of distributors that often promise the lowest fare. ICTs
can reduce operating costs, improve business profit, and provide
tourism producers with additional opportunities to present and sell
their products. Tourism enterprises of developing countries could gain
autonomy and save costs by promoting and selling products directly
to consumers provided they have an effective website. East Asia and
the Pacific have attracted over 55 per cent of international tourism
arrivals in developing countries. The countries have been able to
increase significantly their tourism foreign earnings over 30 percent of
international tourism receipts income US$ 523 billion (UNCTD 2005).
Furthermore, computers, networks and internet are being used in
many aspects of education in developing countries. Juma and Lee
(2005) argue that science, technology, and innovation have helped to
mitigate poverty in much of South-East Asia. Then economic
circumstances make higher education more compelling need in
developing countries than it has ever been. Key factors in this change
include increased demand for higher education due to improved
access to schooling, pressing local and national concerns that require
advanced knowledge to address with high-technological expertise
(Khan & Williams 2006) . In fact, Zlotnikova also report that ICT
educational have been using widely as community telecenters as a
solution to overcome digital divide between urban and rural areas. For
example, Rwanda and Uganda demonstrate rather high level of ICT in
29
ICT/ ICT
have strong
30
sales than did not use them (Sudaryanto 2011). An other example,
economy in Mozambique has grown rapidly during the last ten years,
fuelled by large transfers of donor money. The per capita income has
doubled (Hesselmark
2003).
of institutions
actively
to
the
internet
link.
For
example,
Tanzania
is
31
contribute to the public policy environment for ICTs and the price,
make efforts to create a more open investment climate for
international operators and initiative to develop cheaper devices,
such as the $100 laptop. Like in China and India, Wall Street Journal
(2006) report that customers competition is helping to boost the
production of low-cost PCs. In the 2005 the One Laptop Per Child
(OLPD), at a $100 each, was initiated by Massachusetts Institute for
Technology (MIT) (Neves 2008). Certainly, if the strong connectivity
of internet and provide cheaper devices have available, then digital
technologies usage for multi sectors in the third world is apparently
the best way to reduce poverty.
In conclusion, there are more evidence that ICTs usage are the
best tool as poverty reduction in developing countries. This is because
digital technologies can lead to economic growth and improve
education. Albeit ICTs implementation still have limited access, it can
solve by avoid monopoly access of government then build own
satellite and wireless. Furthermore, the problem about high cost of
hardware can also solve by reduce the price of devices. Therefore,
governments in developing nations should support seriously to ICTs
usage seriously by open market of internet services, also make strong
contribution to provide cheaper devices for people.
References :
Batchelor, S, Scott, N and Gamos 2005, Good practice paper on CTs
for economic growth and poverty reduction, the DAC Journal,
Vol. 6, No.3, viewed 10 March 2012, <www.oecd.org/dac>.
Hesselmark,
2003,
documentation,
ICT
in
Five
viewed
African
12
Countries
march
Sida
2012,
<www.itu.int/osg/spu/wsis.pdf>.
Khan, H and Williams, JB 2006, Poverty alleviation through Access to
Education: Can E-Learning Deliver?, U21 Global Working Paper
Graduate School For Global Leaders, viewed 13 march 2012,
32
<www.u21global.edu.sg>.
Neves, L 2008, The Contribution the ICT Industry Can Make to
Sustainable
Development,Global
viewed
eSustainability
12
Initiative,
March
2012,
<www.gesi.org/SustainableICT/tabid/79/Default.aspx>.
Richardson, D 2005,
12
march
2012,
departments.agri.huji.ac.il/economics/gelb-how-11.pdf
Spence, R and Smith, M.L 2010, ICT, development, and poverty
reduction: Five emerging stories, USC Anneberg School for
Communication & Journalism, Special Edition, Vol. 6, p.11-17,
viewed
10
March
2012,
<itidjournal.org/itid/article/viewFile/616/256>
Ssewanyana, J.K. 2007,
<http:www.ijcir.org/volume1-
number2/article2.pdf>.
Sudaryanto 2011, The need for ICT education for managers or agribusinessmen for increasing farm income: Study of factor
influences
on
agribusiness
Development
computer
,
adoption
International
using
in
Journal
Information
of
and
East
Java
Education
farm
and
Communication
2008,
33
34
Trend social media (media social networking) should also be used by the
political parties in its function as an agent of political education as well as forming
imagery among the voters. Given social media can provide ease in interacting and
voters can access it with a very low cost.
Keywords: social media, political parties, political education, political imagery, voters
Pendahuluan
Saat ini media komunikasi berkembang dengan pesatnya, memasuki era media
komunikasi kontemporer, salah satunya adalah media sosial online atau sering disebut
sebagai media jejaring sosial. Media sosial ini tidak hanya memiliki kekuatan sosial,
politik dan budaya, tetapi dari perspektif komunikasipun berperan pula tidak hanya
sebagai alat atau media komunikasi, tetapi juga akan membentuk publisitas dan
pencitraan individu atau lembaga ( Junaedi, 2011:xiii).
Trend media jejaring sosial ini seharusnya juga dimanfaatkan oleh para partai
politik yang akan berkompetisi pada pemilu 2014. Seperti diketahui Indonesia adalah
Negara ketiga terbesar setelah Amerika Serikat yang warga negaranya menggunakan
media sosial (facebook) sebagai medium untuk berkomunikasi (Junaedi, 2011:14).
Sehingga dengan trend seperti itu, maka Parpol bisa menggunakan dan memanfaatkan
media sosial ini dalam melakukan edukasi politik dan pencitraan partai politiknya di
kalangan para pemilih.
Edukasi politik diperlukan bukan saja bagi para pemilih yang kurang atau belum
memiliki pemahaman tentang persoalan politik, tapi edukasi politik juga diperlukan
bagi pelaku
Dengan kata lain, pendidikan politik memiliki makna strategis dalam mendorong agar
warga Negara (para pemilih) untuk memiliki pengetahuan politik yang memadai,
sekaligus mendorong terwujudnya aplikasi sistem politik yang baik dan ideal. Maka
urgensi pendidikan politik, selain berfungsi sebagai sosialisasi pelestarian nilai-nilai
politik lama yang baik, juga berfungsi untuk melakukan pembaharuan politik (reformasi
politik), suatu perubahan politik yang predictable, terencana dan lebih terukur.
(http://www.waspadamedan.com/indexphp?option.com)
Memahami Media Sosial
35
Media sosial seperti facebook, twitter, myspace, twoo, badoo, google+ dan
sebagainya, merupakan jenis media baru yang termasuk dalam kategori online media.
Dengan jenis media baru ini memungkinkan orang (partai politik) bisa berbicara,
terinspirasi, berbagi dan menciptakan jejaring secara online. Tindak komunikasi melalui
sosial secara intensif dapat dilakukan diantara penggunanya. Disamping itu pengguna
juga cenderung berkomunikasi secara ekspresif orang bisa merasa nyaman dan
terbuka serta memungkinan lebih jujur dalam menyampaikan pesan-pesan yang ingin
diperukarkan dengan orang lain.
Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang (partai politik) bisa
membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi
informasi dan berkomunikasi. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan
media broadcash, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak
siapa saja yang tertarik untuk berpartisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback
secara terbuka, memberi komentar serta membagi informasi dalam waktu yang tepat
dan tak terbatas.
Partai politik bisa menjadikan media sosial sebagai sarana untuk berhubungan
dengan para pemilih secara lebih cepat. Pemberian edukasi politik dan pencitraan partai
politiknya menjadi semakin mudah dijangkau. Jika dulu model komunikasi yang
dipraktikkan adalah komunikasi dari mulut ke mulut (mouth of mouth), maka sekarang
dunia ada di dalam perkataan kita (world of mouth). Kata-kata yang keluar dari para
pengguna media social serta informasi yang saling bertukar membuat dunia dipenuhi
oleh aneka ragam informasi yang berfungsi saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.
Mc Quail (2010:144) menguraikan ciri-ciri utama yang menandai perbedaan,
antara media baru dengan media lama (konvensional) berdasarkan perspektif pengguna,
yaitu :
1. Interactivity diidentifikasikan oleh rasio respon atau inisiatif dari pengguna
terhadap tawaran dari sumber/pengirim pesan.
2. Sosial presence (sosialibity) dialami oleh pengguna, sense of personal
contact dengan orang lain dapat diciptakan melalui penggunaan sebuah
medium. Media richness : media baru dapat menjembatani adanya perbedaan
kerangka referensi, mengurangi ambiguitas, memberikan isyarat-isyarat, lebih
peka dan lebih personal.
3. Autonomy : seorang pengguna merasa dapat mengendalikan isi dan
menggunakannya dan bersikap independen terhadap sumber.
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
36
37
anggota yang belum bisa dilakukan media konvensional. Masyarakat dapat mengakses
media sosial dengan biaya yang sangat murah. Pada aspek pengelolaan, media sosial
dapat dimiliki oleh siapapun, berbeda dengan media konvensional yang hanya dapat
dibuat dan dikelola oleh orang-orang tertentu yang jumlahnya sangat banyak.
Media sosial oleh Antony Mayfield dalam bukunya What is Social Media di
definisikan sebagai satu kelompok jenis baru dari media, yang mencakup karakterkarakter berikut ini:
1. Partisipasi
Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik dari setiap orang
yang tertarik. Tidak ada yang bisa membatasi seseorang untuk menjadi
bagian dari media social. Setiap orang dapat melakukannya secara bersamasama berdasarkan kesadaran sendiri.
2. Keterbukaan
Setiap kata yang telah dipublikasikan di media sosial berpeluang untuk
ditanggapi oleh orang lain, karena pada dasarnya media sosial bersifat
terbuka untuk siapa saja. Hamper tidak ada penghalang untuk mengakses
dan membuat isi. Karenanya setiap pengunjung akan cenderung tidak suka
jika dalam media sosial ada semacam password yang menghambat proses
interaksi.
3. Percakapan
Perbedaan yang mendasar antara media konvensional dengan media sosial
adalah media konvensional bersifat menginformasikan (satu arah),
sedangkan media social lebih pada percakapan dua arah atau lebih.
4. Komunitas
Media sosial seringkali dimanfaatkan oleh komunitas masyarakat, baik
terkait dengan pekerjaan, etnis, pendidikan, maupun minat yang sama.
Media sosial memberi peluang komunitas terbentuk dengan cepat dan
berkomunikasi secara efektif.
5. Saling terhubung
Sifat dari media sosial it berjejaring. Antara satu dengan yang lainnya akan
saling terhubung. Keberhasilan media social terletak pada link-link yang
menghubungkan media sosial dengan situs-situs, antar media sosial, juga
orang per orang.
Kesamaan karakteristik yang dimiliki oleh media sosial dan media konvensional
adalah kemampuan menjangkau audiens yang kecil atau besar, misalnya,baik posting
blog atau acara televise dapat mencapai nol orang atau jutaan orang. Namun media
sosial memiliki beberapa perbedaan dari berbagai aspek dengan media konvensional
pada umumnya adalah :
1. Keterjangkauan
38
2.
3.
4.
5.
39
pada tahun 2008 (Ibrahim, 2011:104). Facebook dan Barack Obama, atau kampanye
pemilu Amerika Serikat 2008 secara umum, memiliki hubungan yang saling
menguatkan. Obama menang antara lain karena memanfaatkan jejaring sosial,
diantaranya facebook yang paling besar. Sebaliknya facebook sendiri jadi semakin besar
dan penting serta semakin banyak anggotanya karena dipopulerkan oleh kampanye
Obama (Priyatna, 2009:70).
Dalam Kompas (27 Desember 2008) juga diungkapkan bahwa salah satu faktor
penentu kemenangan Barack Obama dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat adalah
karena ia berhasil menggaet pendukung di dunia maya. Selain membuat situs
barackobama.com, ia juga mendekatkan diri dengan pendukungnya melalui banyak
situs-situs jejaring sosial, salah satunya facebook.
Salah satu kekurangan kampanye melalui internet sudah terjadi di Indonesia
adalah minim memanfaatkan media sosial. Baik SBY, Amien Rais, Megawati maupun
Wiranto, pada Pilpres 2004 sama sekali belum menyentuh media sosial. Pada tahun
2009 pun penggunaan media sosial tetap masih sangat terbatas, begitupun yang terjadi
di daerah-daerah. Hal ini sangat berbeda dengan Obama yang lebih dikenal sebagai
Presiden facebook dan Blackberry (Tabroni, 2012:160).
Meskipun studi tentang media sosial di Indonesia belum banyak dilakukan,
tetapi penggunaannya memang mengesankan. Ini terbukti dari begitu banyaknya grupgrup (dalam facebook) yang menyuarakan isu atau kepentingan khusus. Mereka
bermaksud menarik dukungan publik dan menjadi anggota atau follower mereka. Tak
heran kalau kemudian media social seperti facebook dan twitter tidak hanya bermanfaat
untuk membangun komunitas virtual, tetapi juga ia telah menjadi bagian penting dari
media komunikasi politik baru, bagi generasi net.
Mike Westling, ilmuwan dari University of Wisconsin, telah menguji fitur-fitur
facebook yang digunakan untuk komunikasi politik serta keefektifannnya bagi aktor
politik dan anggota komunitas. Dari hasil pengamatannya dihasilkan bahwa kandidat
hanya akan melanjutkan secara aktif penggunaan facebook jika mereka mengantisipasi
harapan untuk jabatannya kembali di masa depan. Sedikit fitur-fitur yang diadakan oleh
facebook yang original sama sekali, tetapi kombinasinyalah yang membuat facebook itu
efektif. Signifikansi facebook adalah facebook bahwa facebook mengkombinasikan
semua layanan dalam sustu jaringan anggota. Kemudian kebanyakan komunikasi yang
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
40
dilakukan antara kandidat dan anggota masih satu facebook arah, tetapi nilai facebo
untuk berasal dari kekuatan anggotanya untuk mengorganisasi diri dan merespon dalam
setting publik (Westling dalam Ibrahim 2011;105)
Minimnya pemanfaatan media sosial pada saat itu karena belum banyak dikenal
sehingga dianggap tidak akan optimal. Namun menjelang pemilihan legislatif dan
pemilihan presiden 2014, diduga akan banyak partai politik menggunakan media sosial,
baik personal maupun lembaga. Hal ini sangat wajar sebagaimana dalam data yang
dirilis Kominfo, Indonesia merupakan pengguna media sosial ketiga di dunia. Walaupun
dari aspek konten, kita juga perlu mendiskusikan kembali manfaatnya. Namun tidak
disangkal lagi saat ini kekuatan media sosial dalam menggalang opini di dunia maya
mulai diperhitungkan banyak pihak, termasuk para partai politik. Karenanya partai
politik seyogyanya bisa memanfaatkan media sosial sebagai medianya untuk
menjalankan fungsinya sebagai agen edukasi politik sekaligus mencitrakan partainya
dan orang-orangnya dengan pesan dan kemasan yang baik kepada para pemilih.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ibrahim, Idisubandi, Kritik Budaya Komunikasi, Budaya, Media, dan Gaya Hidup
dalam Proses Demokratisasi di Indonesia, Jalasutra, 2011
Junaedi, Fajar, Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi, Matu Padi Pressindo, 2011
McQuail, Denis, Mass Communication, Theory, Sixth Edition, London, Sage
Publication Ltd, 2010
Priyatna, Haris, Sukses di Era Facebook, Bandung, How Press (Kelompok Pustaka
Hidayah), 2009
Tabroni, Roni, Komunikasi Politik pada Era Multi Media, Simbiosa Rekatama Media,
2012
Non Buku
http://www.waspadamedan.com/indexphp?option.com
Kompas, tanggal 27 Desember 2008
www. Wikipedia.com
41
42
43
44
gadget canggih yang bisa dimanfaatkan dalam mencari informasi yang dibutuhkan oleh
orang banyak.
Teknologi yang semakin canggih membuat media cetak ini tertinggal dalam
perkembangannya. Adanya fasilitas internet yang bisa dijangkau di telepon genggam,
sambungan jaringan, dan lain sebagainya membuat media cetak seakan tidak
dibutuhkan oleh pengguna jaringan internet. Beberapa kelemahan dari media cetak yang
saat ini mulai ditinggalkan oleh beberapa kalangan, diantaranya adalah waktu dan
penyajian.Dari
segi
waktu,
media
cetak
dianggap
cukup
lamban
dalam
menginformasikan informasi terbaru bagi para pembacanya. Hal ini terlihat dari
penerbitan media cetak yang tidak secara langsung menginformasikan informasi terbaru
kepada masyarakat.
Berbagai bentuk media cetak, seperti koran, tabloid dan majalah menerbitkan
berita atau informasi setelah penyebarluasan percetakan. Hal ini dilihat dari
penyebarluasan koran, majalah atau tabloid yang diterbitkan setiap edisi, baik itu harian,
mingguan, bahkan bulanan. Tentu hal ini tidak menjamin informasi yang disebarluaskan
tersebut up to date. Phillip Meyer seorang penulis buku yang berjudul The Vanishing
Newspaper meramalkan koran terakhir yang terbit adalah pada april 2040. Hal ini bisa
dilihat dari mulai berjamurnya berita yang disajikan dalam bentuk digital serta
peminatnya banyak.
Generasi Internet
Semenjak kehadiran internet, pola kehidupan masyarakat dunia sedikit demi
sedikit terus berubah. Masyarakat terasa begitu dimanjakan oleh teknologi.
Ditemukannya Komputer, Handphon, Gadget, PDA, sedikit demi sedikit telah
merombak wajah lugu masyarakat kita.
Sekarang kita bisa melihat, bagaimana internet memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap sikap dan perbuatan sebagian masyarakat kita, hampir seluruh
masyarakat kota sudah sangat dekat dengan internet, masyarakat desa juga mulai
terpengaruh oleh keadaan yang memaksa mereka untuk maju dengan menggunakan
teknologi. Internet telah merobohkan tembok pembatas antar informasi yang selama ini
hanya dapat di telusuri melalui media cetak, seperti surat kabar dan majalah. Kini
dengan hanya melakukan browsing melalui perangkat komputer atau gadget
menggunakan internet, kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi yang ada.
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
45
Terdapat ribuan situs surat kabar digital yang tersebar diinternet. Para penerbit surat
kabar tersebut sebelumnya selalu berkecimpung dalam surat kabar edisi cetak. Tetapi
karena faktor persaingan dan untuk mengatasi keterpurukan, mereka terpaksa membagi
berita melalui edisi cetak dan digital.
Kita bisa melihat bagaimana ambruknya perusahaan surat kabar di Amerika
Serikat (AS), kejadian tersebut bukan disebabkan oleh buruknya kualitas jurnalisme,
tetapi lebih karena berkurangnya pembeli surat kabar edisi cetak yang mengakibatnya
berkurangnya pendapatan iklan melalui surat kabar edisi cetak, pembaca lebih memilih
membaca surat kabar dalam bentuk digital melalui media komputer atau gadged karena
berita yang ditampilkan cenderung lebih baru.
Menurut survei Nielsen Media Research di sembilan kota di Indonesia (populasi
43,87 juta dengan umur 10 tahun ke atas), pada kuartal III 2009, konsumsi koran justru
mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir (awal 2005 mencapai 28 persen,
tetapi terus menurun tinggal 18 persen pada kuartal III 2009). Konsumsi majalah pun
turun dari 20 persen menjadi 11 persen, tabloid turun dari 20 persen menjadi 13 persen).
Hal ini membuktikan betapa sulitnya surat kabar edisi cetak sekarang ini berkembang.
Sebanyak 34 persen dari pembaca koran adalah pengguna internet dan 41 persen
pembaca koran juga mengakses berita lokal dari internet. Sejak 2006, persentase
pengguna internet yang berusia muda terus bertambah, dari 12 persen menjadi 20 persen
(usia 10-14 tahun) dan dari 24 persen menjadi 33 persen (usia 15-19 tahun), sedangkan
untuk
usia
20-29
tahun
turun
dari
40
persen
menjadi
30
persen
(http://newspaper.pikiran-rakyat.com).
Media Cetak Berguguran
Dunia dikejutkan kabar menghebohkan pada 18 Oktober 2012 lalu. Majalah
Newsweek yang sudah malang melintang selama lebih dari tujuh dekade memutuskan
akan menghentikan penerbitan edisi cetak per 31 Desember 2012. Penerbitan dalam
edisi cetak selanjutnya akan diganti digital dengan mengusung nama Newsweek Global.
Kabar yang disampaikan Tina Brown selaku editor-in-chief Newsweek itu memang luar
biasa mengejutkan bagi kalangan pers internasional. Apalagi jika melihat sejarah
panjang Newsweek sebagai salah satu majalah berita terkemuka dan pesaing utama
majalah Time. Namun apa yang menimpa majalah yang pertama kali terbit pada 17
46
Februari 1933 ini sudah bisa diprediksi sebelumnya. Perkembangan teknologi digital
yang makin pesat secara tidak langsung turut mempengaruhi eksistensi media cetak.
Sekarang ini, hampir semua orang mengenal internet. Berdasarkan data Internet
World Stats, hingga 2011 jumlah pengguna internet sudah lebih dari 2,2 miliar orang
atau hampir sepertiga dari jumlah penduduk dunia. Angka tersebut berpeluang besar
bertambah pada akhir 2012 mengingat akses internet kian mudah. Dulu, selain
memanfaatkan fasilitas di kantor, orang harus ke warung atau kafe internet untuk bisa
menjelajahi dunia maya.
Kini, internet bisa diakses di mana saja, kapan saja. Dukungan piranti atau
gadget yang semakin canggih memungkinkan orang mendapatkan akses internet dengan
mudah. Selain smartphone dan tablet, mayoritas telepon seluler kini dilengkapi
perangkat lunak untuk mengakses internet. Operator telepon seluler juga berlombalomba menawarkan paket berlangganan internet bertarif murah dengan kecepatan
maksimal. Sementara bagi pengguna PC dan notebook, akses internet bisa diperoleh
dengan memakai modem. Pengguna notebook juga bisa memanfaatkan jaringan Wi-Fi
untuk akses internet. Saat ini, ruang publik seperti kafe, restoran, taman, stasiun dan
terminal mulai menyediakan fasilitas Wi-Fi untuk umum.
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang tak pelak membuat masyarakat
semakin up to date. Mereka bisa mendapatkan informasi tentang apa saja, kapan pun
mereka mau, melalui akses internet. Dibarengi dengan perkembangan media sosial yang
makin pesat, masyarakat seperti tak pernah ketinggalan informasi. Mereka juga bisa
terus saling terhubung tanpa harus bertatap muka secara langsung.
Tren ini tidak hanya membawa dampak pada inovasi teknologi dan pertumbuhan pasar
elektronik, tapi juga pada perkembangan bisnis media. Sejak awal tahun 2000an, media
online banyak bermunculan. Menyuguhkan berita-berita terkini, keberadaan media
online pelan-pelan menggeser eksistensi media cetak. Dulu, media cetak seperti koran,
majalah dan tabloid menjadi acuan masyarakat dalam mendapatkan informasi terkini
tentang peristiwa yang terjadi di sekitar mereka maupun di dunia internasional. Kini,
masyarakat lebih memilih mengakses media online untuk mengetahui berita maupun
perkembangan terbaru. Media online turut mempermudah akses informasi itu dengan
memanfaatkan
sosial
media
seperti
dan
47
sebagai
sarana
Perubahan ini membawa dampak yang kurang menyenangkan bagi media cetak.
Dari sisi pemberitaan, mereka tidak hanya harus bersaing dengan media cetak lain, tapi
juga media online maupun media elektronik seperti televisi dan radio. Dalam
menurunkan sebuah berita dari peristiwa atau isu yang sama, tim redaksi media cetak
harus mencari angle berbeda agar berita yang diturunkan tetap memiliki nilai jual dan
tidak kalah dari media online, yang dari segi kecepatan jelas lebih unggul.
Dari segi pendapatan, sekali lagi, media cetak tidak hanya harus bersaing dengan
sesama media cetak, tapi juga media online. Sama seperti jumlah oplah untuk koran,
tabloid dan majalah, banyaknya hit atau pengakses situs berita berpengaruh pada
pendapatan dari iklan. Perlu diketahui, keputusan sebuah perusahaan untuk memasang
iklan di media cetak tertentu turut dipengaruhi jumlah oplah media cetak tersebut.
Semakin banyak jumlah oplah media cetak, asumsinya, makin banyak juga
pembacanya. Ini berarti, pesan yang ingin disampaikan perusahaan ke masyarakat
melalui iklan yang dipasang di media cetak tersebut bisa sampai sesuai keinginan atau
target yang ditetapkan.
Hal serupa berlaku di media online. Semakin tinggi hit, berarti makin banyak
juga orang yang mengakses portal atau situs tersebut. Pemasang iklan pun akan
mempertimbangkan untuk memasang iklan di sana. Keterbatasan dana untuk
pemasangan iklan kemungkinan besar juga jadi pertimbangan pihak perusahaan dalam
memutuskan di media mana mereka akan memasang iklan. Di sinilah persaingan terjadi.
Tergantung Iklan
Mengapa pendapatan dari sektor iklan sangat penting bagi media cetak?
Alasannya sederhana. Kelangsungan hidup media cetak sangat tergantung pada iklan.
Untuk bisa menutup biaya operasional media cetak yang tidak sedikit, pendapatan dari
pemasangan iklan harus besar. Memang, perusahaan media juga menerima pendapatan
dari penjualan koran, tabloid atau majalah. Namun jumlahnya tidak terlalu besar.
Bahkan jika dihitung, pendapatan dari penjualan koran, tabloid atau majalah tidak
mampu menutup biaya cetak. Artinya, pendapatan dari iklan jadi nafas utama
perusahaan media. Semakin banyak pemasang iklan, semakin besar pula pendapatan.
Sebaliknya, minimnya jumlah pemasang iklan membuat pemilik perusahaan harus terus
mengucurkan dana pribadi untuk menutup biaya operasional. Jika tidak kunjung
48
49
diketahui, bahan pembuatan kertas berasal dari kayu. Artinya, makin banyak kertas
yang dipakai, makin banyak pula pohon yang harus ditebang. Praktik semacam ini
memang sudah berjalan lama. Hanya saja, aksi penebangan pohon tidak dibarengi
dengan penanaman kembali. Imbasnya, jumlah hutan yang ada di dunia semakin
berkurang. Tanpa hutan, masalah lingkungan pun muncul, mulai dari bencana alam
hingga pemanasan global. Fakta inilah yang mendorong para aktivis lingkungan hidup
gencar mendengungkan kampanye paperless.
Mengapa masalah ini berkaitan erat dengan bisnis media cetak? Karena media
cetak salah satu pengguna kertas terbesar di dunia. Bayangkan saja, berapa ribu lembar
kertas koran yang dipakai dalam sehari. Dan berapa ribu lembar juga yang terbuang
setelah seluruh berita dalam koran tersebut selesai dibaca. Memang, saat ini sudah
banyak pihak yang menjalankan bisnis daur ulang kertas maupun orang-orang yang
mulai memilih menggunakan kertas daur ulang. Namun jumlahnya belum sebanding
dengan jumlah kertas yang diproduksi, digunakan dan dibuang setiap hari.
Jika melihat kondisi tersebut dan tren yang berkembang sekarang, bukan tidak
mungkin media cetak nantinya akan ditinggalkan, entah oleh pembaca maupun
investornya. Memang, untuk saat ini, masih banyak orang yang setia membaca maupun
berlangganan koran, majalah atau tabloid. Tapi tidak sedikit juga publik yang mulai
memilih berlangganan koran, majalah atau tabloid secara elektronik. Tak sedikit pula
yang rajin mengakses berita-berita di media online, minimal sekali dalam sehari.
Bisnis media online juga makin berkembang. Dalam beberapa tahun terakhir,
banyak bermunculan media online baru. Memang, banyak pula koran, majalah atau
tabloid baru yang beredar di pasaran. Namun tidak sedikit pula yang akhirnya gulung
tikar atau statusnya hidup segan mati tak mau karena sulit merebut pasar yang sudah
didominasi media cetak tertentu, yang sudah bisa dipastikan punya nama lebih besar.
Bagaimana masa depan media cetak? Akankah media cetak tetap bertahan atau justru
akan menghilang ditengah derasnya arus perkembangan media online? Tak heran jika
hal tersebut banyak ditanyakan oleh berbagai pihak, mengingat dizaman teknologi
internet seperti sekarang ini, keeksisan media cetak semakin menurun. Hal ini dapat
dilihat dari semakin menurunnya jumlah oplah koran, baik di Indonesia maupun di
dunia. Selain itu, mulai banyak industri-indutri koran yang gulung tikar, seperti yang
baru-baru ini dialami oleh salah satu industri raksasa koran di AS. Melihat hal tersebut,
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
50
banyak pihak yang memprediksi bahwa suatu saat nanti media cetak akan benar-benar
menghilang, dan digantikan oleh media online.
Jika dilihat dari semakin menurunnya permintaan dan produksi koran, serta
semakin meningkatnya jumlah pengguna internet, bukan tidak mungkin prediksi
mengenai kematian media cetak akan benar-benar terjadi. Di Indonesia sendiri,
terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, sebagian masyarakat lebih memilih untuk
membaca berita yang tersaji di media online daripada di media cetak. Hal ini didukung
oleh data yang menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia semakin
meningkat dan pada tahun 2012 jumlah tersebut mencapai 61 juta pengguna
(sumber:tekno.liputan6.com). Berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh media online
pun menjadi alasan masyarakat lebih memilih media online daripada media cetak.
Keunggulan Media Online
Kelebihan yang pertama yaitu berita yang disajikan dalam media online lebih
up-to-date dibandingkan dengan berita yang disajikan dalam media cetak. Berbeda
dengan media cetak yang memiliki periodisasi penerbitan (per hari, per minggu, per
bulan, dsb), media online tidak terpaku pada periodisasi penerbitan. Peristiwa yang baru
terjadi hari ini bisa langsung dimuat oleh media online dan bisa langsung dibaca oleh
masyarakat yang mengaksesnya. Sedangkan untuk media cetak, peristiwa yang terjadi
hari ini, baru akan dimuat keesokan harinya.
Yang kedua, media online lebih praktis untuk digunakan, apalagi didukung
dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dan selalu memberikan
kemudahan-kemudahan baru bagi masyarakat. Masyarakat dengan mudah bisa
mengakses internet dan membaca berita-berita di media online melalui smartphone dan
gadget-gadget lainnya. Selain itu, media online juga memungkinkan penggabungan
berbagai format penyajian, seperti penggabungan antara tulisan, video dan audio, yang
tidak bisa ditemukan pada media cetak.
Selanjutnya, media online dianggap lebih ramah lingkungan. Isu global warming
yang berkembang di masyarakat semakin meningkatkan kesadaran masyarakat akan
gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Bagi mereka yang menerapkan gaya hidup
tersebut, media cetak dianggap tidak ramah lingkungan, karena kebanyakan orang
cenderung hanya membaca koran yang dibelinya sekali saja, dan kemudian koran hanya
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
51
menjadi kertas bekas dan tidak terpakai. Apalagi sekarang industri media cetak sudah
mulai memanfaatkan terknologi internet dengan menyajikan versi online (seperti koran
Kompas yang membuat kompas.com) dan koran versi digital (e-paper) yang isinya
sama persis dengan koran versi cetak. Tentunya mereka lebih memilih versi online dan
e-paper jika berita yang disajikan pun akhirnya sama dengan berita yang disajikan
dalam koran versi cetak.
Kelebihan berikutnya yaitu media online tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Pengguna media online bisa mengakses berita-berita di situs tersebut kapan saja dan
dimana saja selama masih ada koneksi internet. Selain itu, media online memungkinkan
adanya interaksi antara pembaca dengan penulis berita. Dalam hal ini, pembaca dapat
ikut aktif dalam memberikan komentar terhadap berita yang mereka baca melalui
kolom-kolom komentar (seperti kolom komentar yang tersedia pada media detik.com
dan media-media online lainnya). Selain itu, pembaca juga dimungkinkan untuk aktif
menjadi penulis dalam forum-forum seperti kompasiana.com.
Jumlah pembaca koran di negara berkembang seperti Indonesia memang bisa
dikatakan masih cukup banyak dibandingkan dengan negara-negara maju yang sudah
begitu akrab dengan teknologi internet. Salah satu faktor pendukungnya yaitu masih
adanya keterbatasan untuk mengakses internet di daerah-daerah kecil sehingga
membuat masyarakat disana belum bisa membaca berita di media online. Akan tetapi,
tetap saja jumlah pembaca koran dari hari ke hari semakin menurun, dan hal itu turut
menurunkan pula jumlah produksi koran. Penurunan jumlah produksi tentunya juga ikut
merugikan industri koran tersebut dan pada akhirnya akan berakibat pada kebangkrutan.
Bisa kita lihat juga sekarang sudah banyak industri media cetak yang melakukan
konvergensi media, salah satunya dengan membuat versi online (koran Kompas dengan
kompas.com, koran Jakarta Post dengan thejakartapost.com, dsb). Jadi, bukan tak
mungkin suatu saat nanti media cetak akan benar-benar menghilang karena tidak
mampu bertahan melawan arus perkembangan media online.
Daftar Pustaka
Departemen Komunikasi dan Informatika RI, Membangun Pers Nasional Yang Bebas,
Profesional Dan Bermartabat, Jakarta, 2006
Jurnal Dewan Pers, Era Media Online, New Media,Edisi No.4, Januari 2011 Penerbit
Dewan Pers, Jakarta, 2011
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
52
Jurnal Pers Indonesia, Edisi Perdana-September 2013, Penerbit PWI Pusat, Jakarta 2013
McQuail Denis, Teori Komunikasi Massa, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1989
Rivers William L, Etika Media Massa, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1994
53
54
berdasarkan benefit fungsional nya saja melainkan dipengaruhi juga sejauh mana
peranan brand terhadap konsumen tersebut.
Karena selektifnya para konsumen dan calon konsumen ini, para operator pun
berlomba lomba untuk menggunakan berbagai strategi untuk bisa dekat dengan
pemakai jasa telekomunikasi. Seperti operator telekomunikasi Indosat IM3 yang ingin
mendekati konsumen mereka maupun calon konsumen mereka. Seperti melalui
Fanpage di Facebook, mailing list komunitas gadget tertentu, hingga customer care
melalui pemanfaatan media digital.
Indosat IM3 sendiri banyak melakukan aktivitas digital maupun secara BTL
yang notabene dilakukan oleh banyak operator telekomunikasi yang lain. Namun,
mereka selalu menampilkan sisi unique and different. Sebelumnya banyak slogan
Responsbility begins with me
55
dari produk produk milik pesaing ( Kotler, 1998 ). Sedangkan menurut David A
Aaker ( 1997 ) merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti
logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dariseorang
penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Merek sebenarnya merupakan janji
penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu
kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu, akan tetapi merek
lebih dari sekedar simbol ( Jennifer Al Aaker, 1997 ).
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah,
tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian
merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing
(Rangkuti, 2004 ). Pengertian merek lainnya ( Rangkuti,2004 ) :
1. Brand name ( nama merek ) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat
diucapkan misalnya, pepsodent, BMW, Toyota, dan sebagainya
2. Brand mark ( tanda merek ) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat
dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti, disain huruf atau nama khusus.
Misalnya, Mitsubishi, gambar tiga berlian.
3. Trade mark ( tanda merek dagang ) yang merupakan merek atau sebagian dari merek
yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang
istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk
menggunakan nama merek.
4. Copyright ( hak cipta ) merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undangundang, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik, atau karya seni.
Tingkat pengertian Merek
Sebetulnya, merk terdiri atas beberapa point. 6 tingkat pengertian merek yang dikutip
dari buku The Power of Brands (Rangkuti, 2002) adalah :
1. Atribut.
Perlu dikelola dan diciptakan agar konsumen dapat mengetahui dengan pasti atribut
apa saja yang terkandung dalam suatu merek. Contoh : BMW seri 7 berkualitas
tinggi.
2. Manfaat.
56
Konsumen membeli manfaat dari sebuah produk atau jasa, bukan atribut. Contoh :
atribut berdaya tahan tinggi memiliki arti bahwa produk tersebut menggunakan
bahan dengan kualitas yang tinggi.
3. Nilai.
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Contoh : mobil
Mercedes Benz selalu identik dengan mobil yang berkemampuan tinggi, tingkat
keamanan yang tinggi serta gengsi yang besar.
4. Budaya.
Merek memakili budaya tertentu. Contoh : Mercedes Benz mewakili budaya negara
Jerman
5. Kepribadian.
Kepribadian pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang ia gunakan.
Contoh : pengguna Mercedes Benz melambangkan kepribadian yang berkelas dari
pemakainya.
6. Pemakai.
Menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Contoh : orang sukses
penggunakan BMW seri 7.
Dalam membangun brand atau merk, Perusahaan harus dapat menciptakan brand image
yang positif dan baik agar konsumen mempunyai kepercayaan terhadap produk tersebut.
Dalam menciptakan kesan konsumen terhadap suatu merek yang positif dan baik,
perusahaan dapat membangun merek dengan cara sebagai berikut (Rangkuti, 2002,
p.45)
57
Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat
kepada onsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Konsep yang baik adalah
dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan positioning yang
tepat sehingga brand image dapat terus menerus ditingkatkan.
Emotional Branding
Emotional branding adalah sebuah alat untuk menciptakan dialog pribadi
dengan konsumen. Konsumen saat ini berharap merek yang mereka pilih dapat
memahami mereka - secara mendalam dan individual dengan pemahaman yang solid
mengenai kebutuhan dan orientasi budaya mereka.
Emotional branding yang kuat dihasilkan dari kemitraan dan komunikasi.
membangun emosi yang tepat merupakan asset terpenting. Hal tersebut adalah
komitment yang kita buat kepada konsumen.
Brand memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan produk. Jika produk
merupakan functional benefit, atribut, kegunaan dan kualitas. Maka brand memberikan
nilai tambah seperti personality, country of origin, user imagery, organizational
associations, dan symbol. Di samping itu brand juga mampu menghasilkan emotional
benefits dan self-expressive benefits.
Paul Temporal (2006) menyatakan bahwa jika perusahaan ingin mereknya
mencapai posisi yang tinggi dan berdiam disana, maka strategi perusahaan harus
melibatkan elemen atau unsur emosi di dalamnya. Marc Gobe menyatakan emotional
branding atau penciptaan merek dengan nuansa emosional merupakan konsep
penciptaan citra merek yang bertujuan menjalin hubungan emosional yang mendalam
antara merek dan konsumen melalui pendekatan-pendekatan yang kreatif dan inovatif
Strategi yang digunakan adalah dengan cara memfokuskan penerapan strategi
pada aspek yang paling mendesak pada karakter manusia, keinginan untuk memperoleh
kepuasan material, dan mengalami pemenuhan emosional, sehingga tercipta merek yang
dapat menggugah perasaan dan emosi konsumen, membuat merek tersebut hidup bagi
konsumen dan membentuk hubungan yang mendalam serta tahan lama. Sebuah merek
dihidupkan untuk konsumen melalui kepribadian perusahaan yang ada di baliknya serta
komitmen perusahaan untuk meraih konsumen pada tataran emosional dari paradigma
baru yang dihidupkan oleh emosi ini, maka konsumen dipersepsikan lebih berpikir
menggunakan hati mereka dibandingkan dengan kepala mereka ketika memilih suatu
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
58
produk. Wilayah emosi menjadi bagian yang semakin penting dalam rutinitas pembelian
pada saat ini, dimana banyak produk yang menawarkan kualitas yang sama dan
menghadapi keadaan bahaya karena menjadi sekedar komoditas biasa dalam pasar yang
dipenuhi oleh kompetitor.
Untuk menerapkan strategi emotional branding ini, menurut Marc Gobe, maka
sebuah brand perlu menerapkan 10 langkah penting yang disebut 10 perintah emotional
branding. Dimana tahapannya akan dijelaskan dibawah ini :
1. Dari konsumen menuju manusia
Co-creation dan crowd sourcing adalah bentuk nyata dari pedekatan ini. Melalui Cocreation Indosat tidak lagi sepenuhnya di buat atau diformulasikan oleh pengelola
produk, namun formulasi produk juga dilakukan oleh pelanggan yang telah memiliki
experience dalam menggunakan produk sebelumnya.
2. Dari produk menuju pengalaman
Strategi yang harus dilakukan tidak sebatas membuat produk yang sebaik mungkin,
tetapi
juga
mampu
memberikan
experience yang
luar
biasa.
Umumnya,
59
Kunci utama suatu merek ingin diingat (tidak hanya dikenal) maka harus
mengekspresikan sesuatu yang sesuai dengan aspirasi konsumen dan harus mampu
menjadi produk yang diharapkan konsumen.
6. Dari Identitas menuju Kepribadian
Identitas merupakan sebuah pengakuan. Tetapi, personalitas adalah karakter dan
kharisma. Identitas merek sangatlah unik dan memiliki perbedaan yang jelas terhadap
pesaing. Namun, memiliki identitas merek hanyalah langkah pertama. Saat ini, memiliki
personalitas merek menjadi lebih penting dan lebih khusus.
7. Dari Fungsi menuju perasaan
Fungsionalitas dari suatu produk adalah hanya mengenai kegunaan atau kualitas yang
dangkal. Desain pengindraan adalah mengenai pengalaman. Fungsionalitas dapat
menjadi kurang menarik jika penampilan dan kegunaannya tidak didesain juga demi
pertimbangan feeling.
8. Dari Ubikuitas menuju Kehadiran
Ubiquity berarti dapat dilihat. Sedangkan emotional presence memiliki arti dapat
dirasakan. Umumnya, strategi brand presence berdasarkan pada konsep jumlah, bukan
kualitas. Karena memang ditujukan untuk meningkatkan efek kehadiran merek di
banyak tempat dengan jumlah yang besar misalnya dengan konsep branding di tempat
umum seperti halte bis, bioskop, badan bis, bahkan toilet.
9. Dari Komunikasi menuju Dialog
Komunikasi adalah memberitahu, dialog adalah berbagi. Komunikasi dua arah
membantu membangun kemitraan yang berharga antara konsumen dengan perusahaan.
10. Dari Pelayanan menuju Hubungan
Pelayanan adalah menjual. Hubungan adalah penghargaan. Hubungan berarti bahwa
orang orang yang berada di balik merek tersebut sungguh sungguh berusaha untuk
memahami dan menghargai konsumen mereka
Hubungan antara Emotional Branding , Brand Image dan Keputusan Pembelian
Konsep emotional branding yang diperkenalkan oleh Marc Gobe merupakan salah satu
bentuk praktisi pemasaran modern. Konsep ini menggunakan pendekatan emosional,
dimana memfokuskan atau menekankan pada membangun hubungan dengan konsumen
yang bersifat mendalam dan tahan lama, yang menitikberatkan pada pemberian nilai
jangka panjang pada merek dan produk. Perusahaan yang menerapkan konsep ini
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
60
61
Feeling, Kegunaan lain diluar kegunaan utama yang diberikan suatu produk,
Menguntungkan konsumen dengan berbagai fungsionalitas.
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang diambil peneliti memakai metode penelitian deskriptif kualitatif,
penelitian yang memanfaatkan wawancara atau terbuka untuk menelaah dan memahami
sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang.
Obyek Penelitian
PT Indosat, tbk Sales Area Surabaya dengan focus brand yang diteliti adalah Brand
Indosat IM3. Area penelitian ini mencakup wilayah kerja PT. Indosat, tbk dengan area
Surabaya dan Jawa Timur.
Informan
Key informan adalah Bapak Mirza Affandi sebagai Manager Marketing, VAS, &
Community Indosat Area East Java , Ibu Citra Yuniari Isnanta selaku staf Marketing,
VAS, & Community Indosat Area East Java, dan Ibu Hariati Prihatini selaku Manager
Marketing Communication Sales Area Surabaya.
62
63
- Gratis biaya blokir / buka blokir dan penggantian kartu yang hilang atau rusak
(nomor sama sesuai dengan prosedur yang berlaku).
- Bisa berbagi kreativitas anggota dan sekolah dari anggota komunitas di
www.indosatschool.com
- Gratis SMS melalui www.indosatcommunity.com
- Discount dan benefit lainnya dari mitra indosat yang masuk ke dalam
program Merchant Indosat.
- Berkesempatan mengikuti audisi Duta IM3 untuk di perwakilan di masing
masing kota.
Tetapi tidak hanya siswa yang tergabung ke dalam komunitas Indosat IM3 @
School saja yang mendapatkan benefit, tetapi juga mendapatkan sponsorship
kegiatan sekolah mereka ke Indosat IM3. Saat ini di Jawa Timur, sudah ada
sebanyak 350 sekolah yang tergabung ke dalam Indosat IM3 @ School dan total
ada sebanyak 10.000 siswa dari 350 sekolah se Jawa Timur yang terdaftar di
Indosat IM3 @ School ini.
2. Duta IM3
Duta IM3 adalah sebuah komunitas yang anggotanya terpilih dari sebuah seleksi
atau audisi dari berbagai sekolah di satu kota atau kabupaten di seluruh Jawa
Timur. Nantinya Duta IM3 ini terpiih 6-10 Duta IM3 di setiap kantor perwakilan
atau 9 Sales Area di Jawa Timur. Setelah terpilih, Duta IM3 ini nantinya akan
akan diberi sebuah coaching atau pelatihan yang sangat berguna bagi mereka.
3. Indosat Blackberry Community
Indosat Blackberry Community ini awalnya dicetuskan oleh salah satu
pelanggan loyal Indosat sebagai pengguna Blackberry. Joegianto, merupakan
salah satu pelanggan loyal indosat pengguna blackberry dan sebagai pecinta
gadget dan pengamat tekhnologi. Media interaksi online yang dibuat pada
tanggal 10 Februari 2008 tersebut pada awalnya baru diikuti oleh 10 member
saja. Namun memasuki tahun ke-4 di Bulan Februari 2013 anggota milis ini
sudah mencapai angka 4.000-an belum termasuk anggota yang ada di milis
turunan di daerah, seperti ISAT BB Palembang, ISAT BB Jatim, ISAT BB
Kaltim , dan masih banyak lagi di beberapa kota besar di Indonesia.
b. Co Creation
Jurnal Ilmu Komunikasi MESSAGE Vol.4 No.1 Juni 2013
64
Indosat IM3 meluncurkan kata-kata seperti SMS SUKA SUKA Gratis SMS
ke semua operator sesukamu!. Dan operator lain juga banyak memberikan
tawaran tawaran yang berlomba lomba untuk menarik perhatian pelanggan.
2.
3.
4.
65
Dari pasar yang banyak menyerap adalah anak muda, Indosat IM3 menahbiskan
sebagai kartu yang memang digunakan untuk anak muda dan yang berjiwa
muda. Ditunjukkan dari program promo nya beserta semua pendukung
promonya seperti ATL, BTL, dan digital. Yang bertujuan untuk diakui dan bisa
masuk ke dunia anak muda dan yang berjiwa muda.
- Promo
Di promo ini mengarahkan dan mempertahankan mindset pelanggan maupun
masyarakat luas bahwa indosat IM3 merupakan kebutuhan buat anak muda.
Dirumuskan mulai dari POS Material yang berupa spanduk, poster, T-Banner,
hingga branding kreatif. Dan kemasan untuk TVC pun begitu dinamis dan
mewakili image anak muda.
5.
6.
merchandise pun dikemas sesuai selera anak muda. Hal ini dapat dilihat dari bahasa
komunikasi yang digunakan, yaitu Gratis SMS ke semua operatorpat sesukamu!.
Menggunakan aksen -mu dengan anda sangat jelas berbeda sasaran komunikasi
nya.
7.
66
Adalah layanan nada sapa atau nada tunggu yang disediakan oleh Indosat untuk
pelanggan yang tidak ingin nada tunggu saat di telpon tut tut tut saja. Lebih
bergengsi dengan memakai lagu favoritnya.
2. Mobile Tools
Merupakan sebuah kumpulan kumpulan applikasi yang bisa ditanamkan di
gadget dengan difasilitasi installer exclusive brand Indosat. Ada aplikasi
chatting, aplikasi untuk backup data yang ditaruh di dalam cloud system Indosat,
hingga aplikasi untuk bank pilihan kita.
3. Indosat Backstage
Adalah layanan VAS Indosat yang menyediakan lagu tanpa kita harus
mempunyai memori handphone yang besar. Kita hanya memilih dan
menentukan playlist pilihan kita yang bisa kita ganti sewaktu waktu.
4. Voice Call
Layanan Voice Call ini ada banyak macamnya, mulai dari telpon roaming,
calling line identification, call forwarding, call hold, hingga voice mailbox.
5. Messaging
Di fitur VAS messaging ini, Indosat memberikan nilai lebih pada layanan MMS,
Diginews, i-chatting, I-milis, SMS Zip, hingga transfer pulsa. Sehingga
pelanggan tidak hanya bisa menikmati fasilitas standard messaging, yaitu SMS.
6. Content Exclusive Barcelona
Di layanan ini, jelas sangat menunjukkan bahwa Indosat berusaha merangkul
penggemar dari klub sepakbola dunia yang sangat mempunyai banyak fans di
setiap negara, yaitu FC Barcelona. Di Layanan ini disediakan bermacam
macam pilihan yang memnjakan pengguna seperti berita ter-update , wallpaper,
ringtone, hingga profil pemain.
8.
67
Tidak kalah pentingnya, team MVC Indosat juga melakukan penguatan ubikuitas
dengan branding. bersifat ATL, BTL, hingga digital.
9.
68
69
70