DOSEN :
NIM : 2202210022
TAHUN 2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
dapat mengakses infomasi hanya dengan ponsel atau alat komunikasi lain yang
terkoneksi dengan internet. Masyarakat yang berasal dari berbagai usia dan berbagai
golongan dapat dengan mudah mengakses internet sebagai sarana komunikasi dan
berbagi informasi tanpa batasan waktu, salah satu medianya ialah melalui media
sosial.
hak asasi yang melekat pada setiap manusia yang termaktub dalam Pasal 23 ayat (2)
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dasar hukum mengenai
berkaitan dengan etika dalam penyampaian kritik yaitu diatur dalam UU No. 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
2
menggunakan media teknologi infomasi seperti media sosial sebagai media
perkembangan teknologi dan informasi. Sekalipun dikenal adagium het recht hink
achter de feiten aan yang berarti bahwa hukum akan selalu tertinggal di belakang
zaman
Kasus yang baru-baru ini kita ketahui mengenai pemberitaan terkait adanya
laporan Polisi yang dilayangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan
Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan di Polda Metro Jaya atas dugaan
pencemaran nama baik yang menjerat Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan
Direktur Lokataru Haris Azhar keduanya adalah aktivis HAM dan sekaligus
Pengacara Kemanusiaan yang dimana masih menuai protes dan saat ini telah
berstatus sebagai Tersangka karena berawal dari unggahan video diskusi di kanal
YouTube pribadi milik Haris Azhar terkait diskusi tersebut, Fatia dan Haris
mengunggah video berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer
diduga "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Salah satunya adalah
Luhut. Dalam hasil kajian tersebut terdapat indikasi relasi antara konsesi perusahaan
dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus
di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Dalam laporannya, ada empat perusahaan di Intan
1 Fitria Chusna Farisa, "Perjalanan Kasus Luhut Vs Haris Azhar hingga Ditetapkan Tersangka Pencemaran
3
PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan). Dua dari empat perusahaan itu yakni PT
tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk
Luhut. Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PT MQ. Mereka
kepada Pemerintah, hal itu masih menjadi ancaman bagi Masyarakat yang sering
pasal-pasal tertentu.. Untuk meminimalisasi dampak negatif tentu saja perlu adanya
Pemerintah Berdasarkan UU ITE (Studi Kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyati)”.
B. RUMUSAN MASALAH
Isu hukum dalam penyusunan makalah ini akan dikaji dengan menjawab
berpendapat ?
2. Bagaimana penegakan hukum UU ITE dalam kasus Haris Azhar dan Fatia
Maulidiyati ?
2 Ibid.
4
BAB II
PEMBAHASAN
BERPENDAPAT
atau pemerintah harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum dan
menjamin tercapainya tujuan hukum.4 Indonesia memiliki prinsip yang tak terelakan
terdapat dalam International Covenant for Civil and Political Rights (ICCPR), yang
Tahun 2005 tentang International Covenant On Civil and Political Rights (Konvenan
pencapaian bersama (a commond standard of achievement for all peoples and all nations)
HAM yang terdiri dari tiga dokumen inti yaitu, Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia
(DUHAM) Tahun 1948, Konvenan Hak Sipil dan Politik, Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya.6 Seperti halnya Hak Bebas berpendapat yang merupakan kebebasan dalam
3 Hamid S. Attamimi dalam Ridwan H.R., 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Pres Yogyakarta. hlm. 14
4 Tahir Azhary, 2009, Negara Hukum, Liberty, Yogyakarta. hlm. 63.
5 Muhardi Hasan dan Estika Sari, 2005, Hak Sipil dan Politik, Vol. 4, No. 1, hlm. .21
6 Retno Kusniati, Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia Dalam Kaitannya Dengan Konsepsi Negara
Hukum, Makalah disampaikan pada Bimbingan Teknis HAM Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Jambi, Hotel
Ceria, Jambi, 24 Mei 2011.
5
HAM khususnya dalam kebebasan berpendapat di media sosial di Indonesia telah
tercantum dalam UUD, yakni pada bab XA UUD RI Tahun 1945 Pasal 28 e ayat (3)
yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
Dalam hal ini pembentukan persepsi merupakan suatu hal mendasar sebelum
menyatakan pendapat adalah hak setiap warga negara. Karena itu adalah hak dasar
bagi manusia sebagai bagian dari negara, hak ini harus dipenuhi dan dilindungi dari
memungkinkan warga negara untuk membentuk opini dan kehendak bersama secara
diskursif.8
tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) Pasal 14 dan 23 ayat (2) yang menyatakan
bahwa:
pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak
7 Dwi Nikmah Puspitasari, Kebebasan Berpendapat Dalam Media Sosial, 2016, Vol. 2. No. 14, hlm. 3
8 Ifdhal Kasim, 2001, Hak Sipil dan Politik: Esai-Esai Pilihan, ELSAM, Jakarta. hlm. 12
6
Indonesia juga menjadi negara pihak dengan meratifikasi berbagai perjanjian
berpendapat dan berekspresi, termasuk hak atas informasi, dan kebebasan pers
diakui, dijamin, dan dilindungi oleh hukum nasional. Negara perlu secara tegas
membedakan mana saja pendapat yang secara konten dilindungi dan tidak dilindungi
dan membatasi konten mana yang diperbolehkan atau tidak baik melalui peraturan
kondisi bahwa pembatasan yang dilakukan harus disediakan hukum (provided by law),
menghormati hak atau reputasi orang lain dan alasan keamanan, ketertiban umum
dan kesehatan dan moral publik),10 dan harus secara ketat sesuai dengan asas
mengatur pembatasan tersebut tidak boleh hukum adat, hukum agama atau hukum
kebiasaan lainnya. Hukum harus disusun dengan ketelitian yang memadai untuk
dapat diakses oleh publik. Hukum tersebut tidak boleh dalam bentuk diskresi yang
9 Darwin, 2003, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,
hlm. 10
10 Harus sejalan dengan hanya 2 alasan yang dapat dibenarkan, negara peserta juga harus mengupayakan bahwa
pembatasan ini tidak dapat digunakan untuk melakukan tindakan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan,
ancaman terhadap kehidupan yang harus dijalankan sesuai dengan batasan pada ayat (3) Pasal 19 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik 1966. Dalam Zainal Abidin, & dkk, 2021, Mengatur Ulang Kebijakan
Tindak Pidana di Ruang Siber Studi Tentang Penerapan UU ITE di Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform
(ICJR), Jakarta Selatan, hlm. 24
11 Human Rights Committee,, Ibid.
7
Hukum yang mengatur pembatasan tersebut pun tidak boleh diskriminatif,
harus sesuai dengan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik 1966,12 serta
secara rinci memuat perbuatan apa yang masuk ke dalam kategori yang diatur sebagai
“hak” atau reputasi orang lain. Hak tersebut yaitu hak-hak yang diatur dalam
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik 1966 ataupun secara umum
“Others” atau orang lain dalam batasan ini spesifik terhadap orang (individu
kelompok kepercayaan atau etnis.15 Perlu dicatat juga bahwa Komentar Umum PBB
Nomor 34 memberi catatan pada figur publik di mana definisi tentang perlindungan
“others” tidak dapat disematkan pada semua orang.16 Semua figur publik, termasuk
yang menjalankan otoritas politik tertinggi seperti kepala negara dan pemerintahan,
sah menjadi sasaran kritik dan oposisi politik. Menurut komite HAM, Negara pihak
seharusnya tidak melarang kritik terhadap institusi seperti tentara atau pemerintah.17
segala aktivitas yang dilakukan melalui media elektronik. Hal ini sejalan dengan
Resolusi Sidang Umum PBB No. 67/189 Tanggal 20 Desember 2012, yang menyatakan
kejahatan siber telah berkembang pesat, dan bahkan telah dilakukan secara
transnasional. Pada Konsep UU ITE dan concern dari PBB, kita menyadari hukum
12 Ibid
13 Ibid
14 Ibid
15 Human Rights Committee (b), Faurisson v. France, Communication No. 550/93; Human Rights Committee (c),
Concluding observations on Austria (CCPR/C/AUT/CO/4); Human Rights Committee (a)., Op.Cit., para. 28
Dalam Zainal Abidin, & dkk, 2021, Mengatur Ulang Kebijakan Tindak Pidana di Ruang Siber Studi Tentang Penerapan
UU ITE di Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Jakarta Selatan, Ibid.
16 Human Rights Committee (d), Concluding observations on Slovakia (CCPR/CO/78/SVK); Human
Rights Committee (e), Concluding observations on Israel (CCPR/CO/78/ISR, communication No. 550/93; Human
Rights Committee (b), Op.Cit.,Faurisson v. France; Human Rights Committes (c), Op.Cit., Human Rights
Committee (a), Op.Cit., Ibid.
17 Human Rights Committee (a), Ibid.
8
siber bertujuan untuk mencegah dan memberantas perkembangan kejahatan siber.
ayat (3) UU ITE, memberikan pertimbangan bahwa pada dasarnya Pasal 27 ayat (3)
UU ITE yang mengatur penghinaan dan pencemaran nama baik ialah bentuk
tersebut didasarkan pada Pasal 28J ayat (2) UUD Tahun 1945.
Negara perlu secara tegas membedakan mana saja pendapat yang secara
diskriminasi dimana negara tidak ikut campur dan membatasi konten mana yang
berekspresi spesifik, hanya dalam kondisi bahwa pembatasan yang dilakukan harus
disediakan hukum (provided by law), hanya dapat dilakukan berdasarkan 2 alasan yang
dikemukakan di atas (alasan menghormati hak atau reputasi orang lain dan alasan
keamanan, ketertiban umum dan kesehatan dan moral publik),dan harus secara ketat
sesuai dengan asas keperluan dan proporsionalitas. Sejalan dengan komentar UMUM
PBB Nomor 34 menyatakan bahwa Semua figur publik, termasuk yang menjalankan
otoritas politik tertinggi seperti kepala negara dan pemerintahan, sah menjadi sasaran
kritik dan oposisi politik. Menurut komite HAM, Negara pihak seharusnya tidak
Penelitian yang dilakukan The Institute for Digital Law and Society terhadap 190
kasus UU ITE pada 2018 menunjukkan 41 kasus dikenai Pasal 27 ayat (3), 19 kasus
Pasal 28 ayat 2 (SARA), 17 kasus Pasal 27 ayat 1, dan 7 kasus, pasal 27 ayat (2).18 Semua
9
kasus itu ialah berkaitan dengan konten, sedangkan kejahatan-kejahatan yang
berkaitan dengan sistem teknologi dan komputer, tidak ada dalam seluruh objek
penelitian tersebut. Hal ini menunjukkan UU ITE masih hanya menjadi alat
Perbuatan asusila atau penghinaan yang dilakukan melalui elektronik akan menjadi
kasus UU ITE.19
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang
sangat fundamental. Pada dasarnya hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi
khusus, oleh karenanya dapat dibatasi dengan pembatasan yang harus secara tegas
dan jelas. Dengan demikian hak-hak terkait kebebasan berpendapat melalui media
sosial dapat dilaksanakan baik dari kemanfaatan di masayarakat dan dapat menjadi
laporan pidana.
19 Ibid
10
2. PENEGAKAN HUKUM UU ITE DALAM KASUS HARIS AZHAR DAN FATIA
MAULIDIYATI
sehingga merupakan esensi dari penegakan hukum, dan merupakan tolak ukur dari
hukum;
4. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan
dilakukan oleh para penegak hukum. Nada yang mungkin agak ekstrim dapat
melaksanakan tugasnya sebetulnya sudah dimulai sejak peraturan hukum yang harus
dijalankan itu dibuat. Misalnya, badan legislatif membuat peraturan yang akan sulit
sekali dilaksanakan, dalam masyarakat, maka sejak saat itu sebetulnya badan tersebut
telah menjadi arsitek bagi kegagalan para penegak hukum dalam menerapkan
peraturan tersebut.21
20 Soerjono Soekanto, 2016, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet 14, Rajawali Press,
25
11
sinkron antara peraturan yang satu dengan yang lain, dan belum responsif terhadap
undangan masih belum tertib, lama, dan menimbulkan biaya tinggi. Ketiga,
berlakunya UU, belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk
sektoral. Menurut Soerjono Soekanto secara konsepsional, maka inti dari penegakan
Pada 19 Maret 2021 Haris Azhar Direktur Lokataru dan Fatia Maulidiyanti,
baik Luhut. Keduanya jadi tersangka, enam bulan setelah Luhut membuat laporan di
Polda Metro Jaya pada September 2021. Luhut melaporkan Haris dan Fatia atas
tuduhan pencemaran nama baik perihal video yang diunggah oleh akun Youtube
Haris Azhar pada Agustus 2021. Video memuat hasil riset soal tambang emas Blok
Wabu di Intan Jaya, Papua, dan dugaan keterlibatan sejumlah perusahaan, seperti PT
22 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2016, Dokumen
Pembangunan Hukum Nasional Tahun 2016, Percetakan Pohon Cahaya, Jakarta Timur, hlm. 60.
23 Soerjono Soekanto, 2016, Faktor-Faktor Yang. Op.Cit., hlm. 17-18. Lihat Juga Musakkir, 2014, Problematika
Hukum dan Peradilan, Problem Penegakan Hukum Oleh Aparat Penegak Hukum di Indonesia, Sekretariat Jenderal Komisi
Yudisial Republik Indonesia Cetakan Pertama, Juli 2014, Jakarta, hlm. 152.
24 Wicipto Setiadi, 2014, Problematika Hukum dan Peradilan, Problem Penegakan Hukum Oleh Aparat Penegak
Hukum di Indonesia, Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia Cetakan Pertama, Juli 2014, Jakarta,
hlm. 125.
12
Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki
Luhut.
Dalam pengaturan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, diatur unsur ‘penghinaan’ dan
‘pencemaran nama baik’ yang merujuk pada Pasal 310 KUHP. Unsur itu bersifat
sangat subjektif dan dapat menjadi bahan karet bagi penegak hukum. Naik atau tidak
kewajiban bagi penegak hukum, untuk mengatur pasal yang tegas dan tidak
multitafsir, sebagaimana ada dalam prinsip lex certa (harus jelas) dan lex stricta (harus
tegas). Pencemaran nama baik dikenal juga dengan pidana terhadap kehormatan.25
Pencemaran nama baik merupakan ujaran atau ucapan atau perkataan yang
tidak benar yang menimbulkan kerugian kepada korban. Bunyi lengkap Pasal 310
KUHP :
a Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan
menuduh sesuatu hal, yang maksudunya terang supaya hal itu diketahui
b Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan,
pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat
dilakukan demi keuntungan umum atau karena terpaksa untuk bela diri.
Sementara dalam Rumusan Pasal 310 ayat (1) tersebut mengandung beberapa
13
a Dengan sengaja
Jika kita mengacu pada unsur Pasal 310 di atas, maka pencemaran nama baik
dapat ditafsirkan sebagai delik materiil. Delik materiil merupakan delik yang dapat
Tafsir terhadap delik pencemaran nama baik sebagaimana diatur alam Pasal
310, beberapa ilmuwan hukum pidana memberikan tafsir yang beragam (E. Utrecht,
14
4. Dengan maksud yang nyata sikap batin “maksud” ditujukan pada
supaya diketahui oleh umum unsur “diketahui oleh umum” mengenai
perbuatan apa yang dituduhkan pada
orang itu.
Dalam Pasal 310 ayat (2) ada tambahan unsur tulisan atau gambar yang
15
Dipertunjukkan (ten toon gesteld) adalah
memperlihatkan tulisan atau gambar yang
isi atau maknanya menghina kepada
umum, sehingga orang banyak
mengetahuinya. Menunjukkan bisa terjadi
secara langsung. Pada saat menunjukkan
pada umum ketika itu banyak orang, tetapi
bisa juga secara tidak langsung. Misalnya
memasang spanduk yang isinya bersifat
menghina di atas sebuah jalan raya,
dilakukan pada saat malam hari yang ketika
itu tidak ada seorangpun yang melihatnya.
perseorangan maka dalam rumusan R-KUHP maka meskipun para sebagian ilmuwan
menafsirkan delik pencemaran nama baik sebagai delik materiil namun sebagian
ilmuwan hukum pidana lainnya menyatakan bahwa delik pencemaran nama baik
sebagai delik formil.26 Perbedaan pendapat ini muncul karena rumusan delik ini tidak
rumusan delik materiil. Namun tentunya, pemaknaan delik formil atau delik materiil
jangan hanya difahami dari rumusan kata-kata tersebut, tetapi harus dengan melihat
lebih dalam lagi, yaitu makna yang ditimbulkan dari delik tersebut.
Pencemaran sendiri berasal dari kata “cemar” yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai ternoda, kotor atau tercela. Pencemaran
diartikan sebagai nama baik atau harga diri. Dari pemaknaan yang diberikan oleh
KBBI jelas bahwa perbuatan pencemaran nama baik, berarti rangkaiaan perbuatan
16
yang menimbulkan rusaknya harga diri, kotornya harga diri atau nama baik
seseorang, dan perbuatan itu dilakukan dengan melawan hukum atau bertentangan
dengan etika.
Menurut ilmu hukum pidana, tindak pidana terhadap kehormatan terdiri atas
4 bentuk, yaitu: (1) menista (secara lisan), (2) menista secara tertulis, (3) fitnah, (4)
penghinaan ringan. Tetapi dalam KUHPidana (Wetboek van Strafrecht) dimuat juga
tindak pidana lainnya yang erat kaitannya dengan kehormatan, yaitu: pemberitahuan
bahwa delik terhadap kehormatan harus mengacu kepada orang, bukan badan.
Alasan ini didasarkan pada alasan pemohon uji materi bahwa kritik terhadap institusi
Dalam Kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyati yang telah memberikan berita
melalui media sosial atau you tube terkait hasil riset yang dialkukan oleh beberapa
dilakukan dengan persiapan dan pertimbangan tertentu. Semua hasil data tersebut
menjelaskan bentuk atau perbuatan yang dimaksud adalah sebagai bentuk kritik
Bahwa dalam kasus tersebut delik pencemaran nama baik ini tidak serta merta
dapat dipidana jika akibat yang dilarang tersebut tidak dapat dibuktikan di
27 Leden Marpaung, 2010, Tindak Pidana terhadap Kehormatan, Sinar Grafika. Jakarta. hlm. 8
17
pengadilan. Akibat yang dilarang tersebut dapat berupa kerugian materiil atau
kerugiaan non-materiil, dan kedua jenis kerugian ini harus bisa dinilai atau diukur. Di
samping kerugian yang harus bisa dibuktikan sebagai akibat dari perbuatan
dan “kehormatan”. Kedua unsur ini menjadi sulit dibuktikan karena menyerang yang
Perkataan ini yang digunakan pun sulit diukur, karena bisa saja perkataan tersebut
merupakan kritik atau keluhan atau sebuah ucapan yang mengandung kebenaran.
‘pencemaran nama baik’ yang merujuk pada Pasal 310 KUHP. Unsur itu bersifat
sangat subjektif dan dapat menjadi bahan karet bagi penegak hukum. Naik atau tidak
penerapan UU ITE harus bersifat sebagai sarana terakhir (ultimum remedium). Harus
ditegaskan bahwa penegak hukum wajib melakukan mediasi penal antara korban dan
penumpukan perkara UU ITE dan penuhnya penjara karena kejahatan ITE seperti ini
dapat dihindari.
memberikan pertimbangan bahwa pada dasarnya Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang
mengatur penghinaan dan pencemaran nama baik ialah bentuk pembatasan terhadap
18
Dalam Kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyati merupakan implikasi dari UU
ITE yang belum maksimal. Dalam pengaturan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, diatur unsur
‘penghinaan’ dan ‘pencemaran nama baik’ yang masih merujuk pada Pasal 310
KUHP. Belum bisa menjawab bagaimana terkait perkembangan teknologi Unsur itu
bersifat sangat subjektif dan dapat menjadi bahan karet bagi penegak hukum.
kepentingan. Dalam asas legalitas, terdapat kewajiban bagi penegak hukum, untuk
mengatur pasal yang tegas dan tidak multitafsir, sebagaimana ada dalam prinsip lex
certa (harus jelas) dan lex stricta (harus tegas). Hal ini sejalan dengan yang dikemukan
yang berasal dari hukumnya sendiri, terutama UU disebabkan karena tidak diikutinya
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hak yang penikmatannya
dibatasi dengan pembatasan yang harus secara tegas dan jelas. Negara perlu
secara tegas membedakan mana saja pendapat yang secara konten dilindungi dan
tidak ikut campur dan membatasi konten mana yang diperbolehkan atau tidak
menghormati hak atau reputasi orang lain dan alasan keamanan, ketertiban umum
dan kesehatan dan moral publik dan harus secara ketat sesuai dengan asas
2. Kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyati merupakan implikasi dari UU ITE yang
belum maksimal. Pasal 27 ayat (3) UU ITE, diatur unsur penghinaan dan
pencemaran nama baik yang masih merujuk pada Pasal 310 KUHP Unsur itu
bersifat sangat subjektif dan dapat menjadi bahan karet bagi penegak hukum.
20
B. SARAN
1. Pada dasarnya hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hak yang
karenanya dapat dibatasi dengan pembatasan yang harus secara tegas dan jelas
2. Bahwa sudah seharusnya UU ite dilakukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE memiliki
batasan yang lebih jelas dan tegas, serta tidak lagi merujuk pada Pasal 310 KUHP
peninggalan Belanda yang bersifat sangat subjektif dan karet tersebut. Pasal 27
ayat (3) UU ITE bisa juga dihapuskan, dan kita merujuk pada Pasal 28 ayat (2) UU
ITE, yakni ujaran kebencian yang mengandung SARA dipidana. Hal ini lebih tegas
dan jelas jika dibandingkan dengan ‘penghinaan’ tanpa batasan yang jelas. Unsur
21
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Darwin, 2003, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, PT. Citra Aditya Bhakti,
Bandung,
Ifdhal Kasim, 2001, Hak Sipil dan Politik: Esai-Esai Pilihan, ELSAM, Jakarta.
Soerjono Soekanto, 2016, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet 14, Rajawali
Press, Jakarta.
Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Sinar Baru,
Bandung,
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2016,
Dokumen Pembangunan Hukum Nasional Tahun 2016, Percetakan Pohon Cahaya, Jakarta Timur.
Musakkir, 2014, Problematika Hukum dan Peradilan, Problem Penegakan Hukum Oleh Aparat
Penegak Hukum di Indonesia, Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia Cetakan
Pertama Jakarta.
Leden Marpaung, 2010, Tindak Pidana terhadap Kehormatan, Sinar Grafika. Jakarta.
Wicipto Setiadi, 2014, Problematika Hukum dan Peradilan, Problem Penegakan Hukum Oleh Aparat
Penegak Hukum di Indonesia, Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia Cetakan
Pertama, Jakarta.
Dalam Zainal Abidin, & dkk, 2021, Mengatur Ulang Kebijakan Tindak Pidana di Ruang Siber Studi
Tentang Penerapan UU ITE di Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Jakarta
Selatan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
22
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
KUHPIDANA
JURNAL
Dwi Nikmah Puspitasari, Kebebasan Berpendapat Dalam Media Sosial, 2016, Vol. 2. No. 14.
Muhardi Hasan dan Estika Sari, 2005, Hak Sipil dan Politik, Vol. 4, No. 1.
Retno Kusniati, Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia Dalam Kaitannya Dengan Konsepsi
Negara Hukum, Makalah disampaikan pada Bimbingan Teknis HAM Kantor Wilayah Kementrian
Hukum dan HAM Jambi, Hotel Ceria, Jambi, 24 Mei 2011.
WEBSITE
Fitria Chusna Farisa, "Perjalanan Kasus Luhut Vs Haris Azhar hingga Ditetapkan Tersangka
Pencemaran Nama Baik",
baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/03/19/17000011/perjalanan-kasus-luhut-
vs-haris-azhar-hingga-ditetapkan-tersangka-pencemaran?page=all. Diakses pada tanggal 17
Juni 2022.
23