Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PKN

Hambatan dan Tantangan yang Dialami oleh


Bangsa Indonesia dalam Upaya Penegakkan
HAM

X-MIA-1

Oleh Kelompok 3 :
 Arin Nur Mega (03)
 Maulindatu Nafisah (16)
 M Kalle Saputra (23)
 Sella Martselia (30)

Pemerintahan Kabupaten Pasuruan


UPT. Dinas Pendidikan
SMA Negeri 1 Gondangwetan
Jl. Raya Bromo No.33 Gondangwetan
Telp (0343)441331
Hambatan dan Tantangan Penegakan Hak Asasi
Manusia di Indonesia

Dari : http://layanan-guru.blogspot.com/2013/08/hambatan-dan-
tantangan-penegakan-hak.html

Hambatan dan tantangan utama dalam penegakan hak asasi manusia di


Indonesia adalah masalah ketertiban dan keamanan nasional, rendahnya
kesadaran hak asasi manusia, dan minimnya perangkat hukum dan
perundang-undangan. Namun, secara umum hambatan dan tantangan
tersebut dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu secara ideologis,
ekonomis, dan teknis.
1. Secara Ideologis. Perbedaan ideologi sosialis dengan liberalis
membuat perbedaan yang tajam dalam memandang hak asasi
manusia. Pandangan ideologi liberal lebih mengutamakan
penghormatan terhadap hak pribadi, sipil, dan politik. Pandangan
sosialis mengutamakan peran negara dan masyarakat.
2. Secara Ekonomis. Penegakan hak asasi manusia memiliki
hubungan dengan kondisi ekonomi masyarakat. Makin tinggi
ekonomi masyarakat, maka makin tinggi pula upaya penegakan hak
asasi manusia.
3. Secara Teknis. Penegakan hak asasi manusia secara teknis
mengalami kendala karena belum diratifikasinya berbagai
instrumen hak asasi manusia internasional.
Dengan banyaknya hambatan dan tantangan penegakan hak asasi
manusia maka bangsa Indonesia berupaya keras untuk melakukan proses
penegakan hak asasi manusia. Proses penegakan hak asasi manusia di
Indonesia dilakukan dengan beberapa langkah dan upaya dengan harapan
dapat menegakkan asasi manusia di Indonesia.
Dari : http://prezi.com/321smn9sqi_i/napak-tilas-penegakan-hak-asasi-
manusia-di-indonesia/
NAPAK TILAS PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI
INDONESIA
A. Kasus-Kasus Pelanggaran HAM
B. Perlindungan dan Pemajuan HAM
C. Dasar Hukum HAM di Indonesia
1. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga
sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam
peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat
rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
2. Kasus Terbunuhnya Marsinah, Seorang Pekerja Wanita PT Catur
Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-
hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia
meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban
pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan
pembunuhan.
Dalam upaya menegakkan HAM tersebut, UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945, khususnya Pasal 28 I Ayat (4) menegaskan bahwa
“perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan HAM adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Guna menjabarkan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka dibentuklah lembaga
perlindungan HAM seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti
kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM, dan lembaga
perlindungan HAM lainnya.
Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam penegakan HAM di
Indonesia terutama dalam membentuk LSM HAM seperti Kontras dan
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 juni 1993 melalui kepres nomor
50 tahun 1993. UU RI Npmor 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal
75 sampai dengan Pasal 99.

UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, ketentuan MPR, Piagam


HAM 1998, dan meratifikasi instrumen HAM internasional.
Dalam perundang-undangan terdapat setidaknya emat bentuk hukum
tertulis tentang HAM.Pertama ,dalam UUD RI ’45.Kedua,dalam
ketetapan MPR(TAP MPR).Ketiga,dalam undang-
undang.Keempat,dalam peraturan pemerintah,keputusan presiden dan
peraturan pelaksanaan lainya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam perundang-undagan tertulis
memberikan jaminan kepastian hukum yang kuat.Karena perubahan satu
pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia
dilakukan melalui proses amandemen dan referendum. Adapun
kelemahanya yaitu karena yang diatur dalam kostitusi hanya memuat
aturan yang bersifat global seperti ketentuan ttg HAM dalam konstitusi
RI.apabila pengaturan HAM melalui MPR kelemahanya tidak dapat
memberi sanksi hukum bagi pelangarnya 
3. Kasus Terbunuhnya Wartawan Udin dari Harian Umum Bernas
(1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang
wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh
orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
D. Pengaturan HAM dalam Konstitusi Negara
A. UUD RI ’45
Hak atas persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan pasal 27
ayat 1
Hak atas pekerjaan dan kehidupan layak pasal 27 ayat 2
Hak berserikat dan berkumpul pasal 28
Hak dalam usaha pembelaan negara pasal 30
Hak mendapat pengajaran pasal 31
B. Konstitusi RIS
Hak persamaan di hadapan hukum pasal 7 ayat 2
Hak atas bantuan hukum pasal 7 ayat 4
Hak atas keamanan personal pasaql 8
Hak atas kebebasan bergerak pasal 9 ayat 1
Hak mendapatkan proses hukum pasal 11
C. UUDS 1950
Hak turut serta dalam pemerintahan pasal 23
Hak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan pasal 28
Hak dibidang pendidikan dan pengajaran pasal 30
Hak atas kebebasan kebudayaan dan ilmu pengetahuan pasal 40
Hak atas jaminan kesehatan pasal 42 
D. UUD Negara Republik Indonesia ‘45
Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya pasal
28A
Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif pasal 28C ayat 2
Hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan adil dan
layak dalam hubungan kerja pasal 28 D ayat 3
Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
pasal 28 D ayat 3
Hak atas status kewarganegaraan pasal 28 D ayat 4
E. Upaya Pemerintahan dalam Menegakkan HAM
Dalam upaya menegakkan hak asasi manusia tersebut, UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945, khususnya pasal 29 I ayat 4 menegaskan
bahwa “perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Guna
menjabarkan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 maka
dibentuklah lembaga perlindungan HAM seperti Komnas HAM, Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM, dan
lembaga perlindungan HAM lainnya. Berikut adalah upayanya :
Membentuk Komnas HAM
Membuat produk hukum yang mengatur mengenai HAM
Membentuk pengadilan HAM

E. Partisipasi Masyarakat dalam Pemajuan, Penghormatan, dan


Penegakan HAM
Dalam pelaksanaannya upaya penegakan HAM sering mengalami
kendala dan hambatan sebagai berikut :
Kondisi sosial budaya yang berbeda sebagai konsekuensi logis dari
bentuk negara kepulauan, yang juga memiliki banyak adat dan budaya
Komunikasi dan informasi
Kebijakan yang diambil pemerintah menimbulkan pro dan kontra dalam
masyarakat
Peraturan perundangan yang diambil dari konvensi internasional, tidak
seluruh klausul dalam konvensi tersebut sesuai dengan kondisi
Indonesia.
Penindakan yang lemah oleh aparat 
Rendahnya pemahaman warga negara tentang arti penting ham
Lemahnya instrument penegakan hukum dan ham di Indonesia
Sikap yang patut ditunjukkan sebagai warga negara dalam upaya
penegakkan ham
Menolak dengan tegas setiap terjadinya pelanggaran HAM
Mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap upaya penegakkan
ham
Faktor keberhasilan penegakkan ham
Instrumen ham 
Aparatur pemerintah
Proses peradilan ham
Dalam buku hak asasi manusia: Hakekat, Konsep, dan Implikasinya
dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat oleh Prof. Dr. Muladi, S.H
menjelaskan bahwa penegakkan HAM di Indonesia sering mengalami
beberapa tantangan dan hambatan sebagai berikut
Instrumen penegakan HAM ( UU RI No. 26 tahun 2000) hanya
mengambil sebagian norma hukum internasional dalam International
Crime Court (ICC)
UU RI No. 26 tahun 2000 tidak secara tuntas memperhitungkan
konsekuensi penyesuaian jenis jenis tindak pidana sesuai dengan statuta
roma tahun 1998
Jika di dunia terdapat 11 kategori kejahatan kemanusiaan UU RI No. 26
tahun 2000 hanya mengambil 10 kategori. 1 kategori yang hilang adalah
tentang kejahatan kemanusiaan yang memiliki karakter merendahkan
martabat kemanusiaan
Tidak masuknya masalah kejahatan perang dalam UU RI No. 26 tahun
2000
Perlindungan saksi yang tidak maksimal
Hukum acara peradilan HAM masih menggunakan hukum acara KUHP
(Kitab Undang Undang Hukum Pidana)
Dari : https://www.scribd.com/doc/73234144/Hambatan-Dalam-
Penegakan-Ham-Di-Indonesia
Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakanhak asasi
manusia diIndonesia, secara umum dapat kita identifikasi sebagai berikut
:
a. Faktor Kondisi Sosial-Budaya
1)Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan,
usia,pekerjaan, keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia
yangmultikompleks (heterogen).
2) Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan
HAM,terutama jika sudahbersinggung dengan kedudukan
seseorang,upacara-upacara sakral, pergaulan dansebagainya.3)
Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakatyang
hanya disebabkan oleh hal-hal sepele.
b. Faktor Komunikasi dan Informasi
1 ) Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai,
hutan,dan gunung yang membatasi komunikasi antardaerah.
2 ) Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang
belumterbangun secara baik yangmencakup seluruh
wilayah Indonesia.
3) Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang
masihsangat terbatas baik sumber daya manusia-nya maupun
perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
c. Faktor Kebijakan Pemerintah
1 ) Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang samatentang
pentingnya jaminanhak asasi manusia.
2 ) Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional,persoalan hak
asasi manusiasering diabaikan
Dari : http://lovesgreen.blogspot.com/2010/08/hambatan-dan-tantangan-
dalam-penegakan.html

Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang
diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup,
hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak
kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan
merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun,
seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana
tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR
No. XVII/MPR/1998.
Walaupun terlambat, lima puluh tahun setelah PBB
memproklamasikan UDHR, lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang HAM merupakan tonggak sejarah yang strategis dalam bidang
HAM di Indonesia. Tenggang waktu setengah abad yang dirasa cukup
lama menunjukkan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi
dan menyesuaikan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai mengenai
HAM yang sudah dianut.
Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) pada tahun 1993 mendapat tanggapan positif dari berbagai
kalangan di Indonesia, terbukti dengan banyaknya laporan dari
masyarakat kepada Komnas HAM sehubungan banyaknya pelanggaran
HAM yang terjadi selama ini. Hal ini di satu sisi menunjukkan betapa
besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan HAM, namun
di sisi lain menunjukkan pula betapa prihatinnya bangsa Indonesia
terhadap pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di negeri ini.
Dalam sejarahnya, bangsa Indonesia terlahir dari suatu bangsa
yang terjajah selama 350 tahun yang penuh dengan kesengsaraan dan
penderitaan. Oleh karenanya, bangsa Indonesia, sebagaimana yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sangat menentang segala bentuk
penjajahan di atas dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap
HAM. Dalam batang tubuh UUD 1945 juga dimuat beberapa pasal
sebagai implementasi HAM. Kemudian, UUD Republik Indonesia
Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950 memuat secara rinci ketentuan-
ketentuan tentang HAM.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Tap
MPRS No. XIV/1966 membentuk panitia ad hoc untuk menyiapkan
rancangan piagam HAM dan hak-hak serta kewajiban warga negara.
Pada Sidang Umum MPRS tahun 1968, rancangan itu tidak dibahas
dengan maksud agar rancangan tersebut dibahas oleh MPR hasil Pemilu.
Dalam beberapa kali sidang MPR pada era Orde Baru, tidak pernah
diadakan pembahasan mengenai rancangan tersebut. Akhirnya, atas
desakan dan tuntutan berbagai lapisan masyarakat, pada Sidang Istimewa
MPR bulan November 1998 dihasilkan Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang HAM, yang kemudian diikuti dengan dibuatnya beberapa
peraturan perundang-undangan mengenai HAM. Hal ini dipandang
sebagai kemajuan dalam upaya penegakan HAM di Indonesia di tengah
keprihatinan atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM di negeri
tercinta ini.
Pendekatan pembangunan yang mengutamakan security
approach (pendekatan keamanan) dapat menjadi penyebab terjadinya
pelanggaran HAM oleh pemerintah. Selama lebih kurang tiga puluh dua
tahun Orde Baru berkuasa, security approachditempuh oleh pemerintah
sebagai kunci untuk menjaga stabilitas dalam rangka menjaga
kelangsungan pembangunan demi terwujudnya pertumbulan ekonomi
nasional. Pola pendekatan semacam ini sangat berpeluang menimbulkan
pelanggaran HAM oleh pemerintah karena stabilitas ditegakkan dengan
cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.
Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan pada masa Orde Baru,
dengan pemusatan kekuasaan pada pemerintah pusat notabene pada figur
seorang presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas
negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin negara terhadap
rakyat. Pembalikan teori kedaulatan rakyat ini juga mengakibatkan
timbulnya peluang pelanggaran HAM oleh negara dan pematian
kreativitas warga negara serta pengekangan hak politik warga negara
selaku pemilik kedaulatan. Adanya sentralisasi kekuasaan ini dilakukan
pula dengan tujuan untuk melanggengkan kedaulatan sang pemegang
kekuasaan itu.
Kualitas pelayanan publik yang masih rendah, sebagai akibat
belum terwujudnyagood governance yang ditandai dengan transparansi
di berbagai bidang, akuntabilitas, penegakan hukum yang berkeadilan,
dan demokratisasi, serta belum berubahnya paradigma aparat pemerintah
yang masih memposisikan dirinya sebagai birokrat, bukan sebagai
pelayan masyarakat, menghasilkan pelayanan publik yang buruk dan
cenderung turut menimbulkan pelanggaran HAM.
Pelanggaran terhadap hak asasi kaum perempuan dan anak pun
masih sering terjadi. Begitu pula pelanggaran HAM yang disebabkan
oleh isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Berbagai
instrumen yang terdapat di Indonesia belum mampu untuk melindungi
warga negaranya dari pelanggaran HAM meskipun PBB telah
mendeklarasikan HAM yang pada intinya menegaskan bahwa setiap
orang dilahirkan dengan mempunyai hak atas kebebasan dan martabat
yang sama tanpa membedakan ras, warna kulit, keyakinan agama dan
politik, bahasa, dan jenis kelamin.
Sebagai akibat dari belum terlaksananya supremasi hukum di
Indonesia, lumrah terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM dalam bentuk
perbedaan perlakuan di hadapan hukum, menjauhnya rasa keadilan, dan
perbuatan main hakim sendiri akibat ketidakpercayaan kepada perangkat
hukum.
1.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang kami pakai pada penyusunan makalah ini
adalah:
1. Hambatan dalam penegakan HAM di Indonesia.
2. Tantangan dalam penegakan HAM di Indonesia.
3. Tindakan pemerintah dalam mengatasi hambatan dan tantangan
dalam penegaka HAM.
1.3 Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang kita pakai pada penyusunan makalah ini
adalah metodestudi pustaka, yaitu mengambil materi dari buku sumber
dan tulisan-tulisan atau abstrak berbagai penulis.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini tidak lain untuk:
1. Memenuhi salah satu tugas Individu mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
2. Mengetahui hambatan dan tantangan dalam penegakan HAM di
Indonesia
3. Menambah wawasan kita seputar Hak Asasi Manusia dan
Implikasinya.
1.5 Pengertian
a. Hambatan
Hambatan adalah suatu kendala yang bersifat atau bertujuan
melemahkan yang bersifat konseptual yang berasal dari dalam sendiri.
b. Tantangan
Tantangan adalah merupakan suatu usaha yang bersifat menggugah
kemampuan.
c. HAM
Secara harfiah yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah
hak pokok atau hak dasar. Jadi, hak asasi manusia merupakan hak dasar
yang secar kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan
langgeng. Oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,
dan tidak boleh diabaikan, dikurang serta dirampas oleh siapapun.
Sejalan dengan hal tersebut, Randlom Naning, seorang pengacara
menyatakan bahwa: “ Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada
martabat manusia, yang melekat padanya sebagai insan ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa atau hak dasar yang dimiliki manusia menurut
kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, karena itu hak
asasi manusia bersifat luhur dan suci.”

BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan hal-hal yang telah di jelaskan pada Bab 1
Pendahuluan, adapun permasalahan yang saya temukan dan saya angkat
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Hambatan apa saja yang dihadapi Indonesia dalam pelaksanaan
HAM?
2. Tantangan apa saja yang dihadapi Indonesia dalam penegakan
HAM?
3. Apakah Kebijakan Pemerintah dalam menghadapi tantangan dan
hambatan pelaksanaan HAM?

BAB III
PEMBAHASAN
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (Ham)
di Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal
ini disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas
terorika, melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari
apalagi ditunda-tunda.
Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah
berlaku di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang
bersifat prinsipil substansil dan klasik. Hambatan –hambatan dalam
pelaksanaan HAM di Indonesia antara lain:
a. Masih kurang pemahaman tentang HAM.
Banyak orang menangkap pemahaman HAM dari segi pemikiran
formal belaka. HAM hanya dilihat sebagaimana yang tertulis dalam
"Declaration of Human Rights" atau apa yang tertulis dalam Undang-
undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Namun,
hakikat pemahaman HAM harus dilihat sebagai suatu konsep yang
bersifat multidimensi. Sebab, dalam pemahaman HAM tertanam di
dalamnya konsep dasar "Politik, Hukum, sosiologi, filosofi, ekonomi dan
realitas masyarakat masa kini, agenda internasional, yurisprudensi
analitis, yurisprudensi normatif, etika dan estetika". Jika makna seperti
ini dapat ditangkap melalui suatu proses pembelajaran, pemahaman,
penghayatan dan akhirnya diyakini, barulah kita dapat menuju kepada
suatu proses untuk menjadi HAM ini sebagai bagian dari Wawasan
Nasional. Bagian dari kebijakan nasional, menjadikan HAM sebagai
strategi nasional, program nasional dan konsistensi. Tetapi, jangan lupa
bahwa HAM yang formal ini adalah barang import.
b. Masih kurang pengalaman
Disadari atau tidak kita harus akui bahwa HAM sebagai suatu
konsep formal masih terasa baru di masyarakat kita. Kondisi ini
mendorong kita harus membina kerjasama dengan beberapa negara
dalam mencari gagasan, menciptakan kondisi yang kondusif, dan
memberikan proteksi perlindungan HAM, persepsi dan pemahaman
bersama seperti ini perlu didorong dan ditegakkan. Namun, kita harus
hati-hati, khususnya dalam menjalin kerjasama dengan negara lain.
Sebab, forum kerjasama, forum konsultasi, dan berbagai kebijakan selalu
diboncengi kepentingan tertentu yang sering tidak terasa bahwa tujuan
yang hendak dicapai menjadi melenceng jauh dari tujuan yang semula
diharapkan.
c. Kemiskinan
Kemiskinan adalah sumber kebodohan, oleh sebab itu harus
diperangi dan diberantas. Tema memberantas kemiskinan telah banyak
dipersoalkan di forum-forum nasional, regional dan internasional, tetapi
hingga saat ini belum ada solusinya. Bahkan, ide memberantas
kemiskinan hanya mampu memobilisasi masyarakat miskin tanpa
menambah sepeser pun uang ke kantong-kantong orang miskin. Dari segi
HAM seolah-olah konvensi hak-hak sosial dan ekonomi yang belum
diratifikasi oleh Indonesia perlu diwujudkan.
d. Keterbelakangan;
Keterbelakangan ini adalah suatu penyakit yang bersifat kultural
dan struktural. Kultural karena sering sekelompok orang yang terikat
dalam satu budaya yang sama memiliki adat-istiadat yang sama dan ara
berpikir yang sama pula. Untuk mengatasi diperlukan proses pendidikan
dan kebiasaan menggunakan logika berpikir.
e. Pemahaman HAM masih terbatas dalam pemahaman
gerakan.
Untuk membangun HAM dalam masyarakat untuk menjaga
kerukunan berbangsa dan bernegara diperlukan: 1) adanya personil
pemerintahan yang berkualitas, 2) aparat pemerintah yang bermodal dan
bertanggung jawab; 3) terbangunnya publik opini yang sehat atau
tersedia sumber informasi yang jelas, 4) terbangunnya suatu kelompok
pers yang berani dan bebas dalam koridor menjaga keutuhan bangsa dan
negara, 5) adanya sanksi terhadap aparat yang melanggar HAM, 6)
tersedianya "bantuan hukum" (legal-aid) di mana-mana, 7) terbentuknya
jaringan aparat pemerintahan yang bersih, berwibawa sehingga
bersinergi.
Dalam memasuki abad ke -21 banyak tantangan besar yang
dihadapi dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
khususnya didalam era Reformasi Hukum dan dapat dielaborasi kedalam
tiga model lingkungan, yaitu:
1. Lingkungan yang memiliki aspek-aspek nasional dan
internasional. Kedua lingkungan tersebut berinteraksi secara
simbiosis, mutualistis, karena baik buruknya penegakan hukum di
Indonesia dapat dipengeruhi oleh kedua lingkungan tersebut.
2. Lingkungan strategis yang memiliki aspek Internasional. Berkaitan
langsung dengan politik perdagangan global yang menempatkan
negara selatan debagai tempat pemasaran produk-produk global
negara utara. Oleh karena itu, timbul tuntutan untuk menciptakan
iklim dan lingkungan dunia perdagangan serta usaha kondusif dan
sehat bagi hubungan perdagangan, baik bilateral ataupun multilateral.
Menghadapi tantangan lingkungan staregis yang bersifat
Internasional pemerintah Republik Indonesia telah melakukan
kebijakan-kebijakan. Kebijakan –kebijakan tersebut, yaitu penegakan
GTO/WTO, melakukan penyusunan rancangan Undang-Undang
Arbitrase, undang-undak Kepailitan, telah melakukan serta revisi
undang-undang dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI), telah memberlakukan Undang-undang Persaingan Usaha
dan Anti Monopoli (Competition Act), serta sudah memberlakukan
Undang-undang Perlindungan Konsumen (Consume’s) Undang –
undang No.8 1998/1999.
3. Lingkungan strategis yang memiliki aspek nasional. Dapat
dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan keamanan. Di dalamnya
termasuk pembentukan hukum yang aspiratif terhadap kebutuhan
masyarakat dan mendukung kehidupan politik yang sehat. Hal
tersebut juga disertai dan diperkuat oleh penegakan hukum yang
tegas konsisten dengan dilandasi asas kepastian hukum, asas
proporsionalitas, asas kedilan, dan asas mufakat.
Kebijakan pemerintah menghadapi tantangan lingkungan strategis
yang bersifat nasional dalam bidang perundang-undangan, antara lain:
1. Pencabutan Undang-undang Subversi dan penambahan/ perluasan
ke dalam KUHP.
2. Revisi undang-undang tentang Tindak pidana Korupsi.
3. Mengajukan rancangan Undang – undang tentang HAM dan
pembentukan KOMNAS HAM.
4. Pemberlakuan Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang bersih dari KKN.
5. Memberlakukan Undang- Undang No. 2/2002 dan Undang-Undang
No. 3/2002 tentang Hankam dan pemisahan TNI serta POLRI
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
o Hambatan –hambatan dalam pelaksanaan HAM di Indonesia antara
lain: Masih kurang pemahaman tentang HAM, masih kurang
pengalaman, kemiskinan, keterbelakangan, pemahaman HAM masih
terbatas dalam pemahaman gerakan.
o Tantangan besar yang dihadapi dalam penegakan Hak Asasi Manusia
(HAM) di Indonesia khususnya didalam era Reformasi Hukum dan
dapat dielaborasi kedalam tiga model lingkungan, yaitu: Lingkungan
yang memiliki aspek-aspek nasional dan internasional. Lingkungan
strategis yang memiliki aspek Internasional. Lingkungan strategis
yang memiliki aspek nasional.
4.2 Saran
Kita sebagai mahasiswa dan generasi penerus bangsa, sudah
semestinya membantu pemerintah untuk terus menegakkan HAM di
Indonesia. Kondisi HAM di Indonesia sudah saatnya dibenahi dan ditata
ulang agar terbentuk good goverment. Segala jenis hambatan dan
tantangan yang dapat mengganggu terwujudnya pelaksanaan HAM harus
segera dihilangkan. 

DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
1. Bahar, Safroedin,Drs. 1997. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pustaka
Sinar
2. Iskandar, Encang, Drs. 2004. Kewarganegaraan 1. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
3. Sumarsono, S, Drs. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
PT Gramedia
4. Kaelan, H, Dr. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi.Yogyakarta:Gramedia
PERUNDANG-UNDANGAN
1. UUD 1945
2. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang bersih dari KKN.
3. Undang- Undang No. 2 tahun 2002
4. Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Hankam dan pemisahan
TNI serta POLRI
LAIN-LAIN

Anda mungkin juga menyukai