4
Pengadilan HAM berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran
HAM berat. Pelanggaran HAM yang terjadi disamping kasus Timor Timur dan Tanjung
Priok seperti disebutkan di atas, kasus Aceh, Papua, Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II,
Kerusuhan Massa di berbagai tempat di Indonesia merupakan yurisdiksi kewajiban
Pengadilan HAM untuk memprosesnya lebih lanjut demi tercapainya keadilan. Undang-
undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, memiliki lingkup
kewenangan sebagai berikut:
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat.
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM
yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia
oleh warga negara Indonesia.
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM
yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas)
tahun pada saat kejahatan dilakukan.
5
Kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 7b) adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
a) pembunuhan;
b) pemusnahan;
c) perbudakan;
d) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f) penyiksaan;
g) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara;
6
Ketentuan pidana untuk HAM berat dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok.
Kelompok kesatu, yaitu perbuatan pelanggaran HAM yang berat “genosida” (pasal
8) dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima)
tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Kelompok kedua, yaitu perbuatan pelanggaran HAM yang berat “kejahatan
terhadap kemanusiaan” (pasal 9) yaitu salah satu perbuatan berupa serangan meluas
penduduk sipil, dipidana mati atau pidana seumur hidup atau penjara paling lama
25 (dua puluh lima) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Kelompok ketiga, yaitu perbuatan percobaan, permufakatan jahat, atau pembantuan
untuk melakukan pelanggaran HAM yang berat “genosida” atau “kejahatan
terhadap kemanusiaan” (pasal 8 dan 9) dipidana sama sebagaimana dimaksud pada
pasal 36,37,38,39 dan 40.
Kelompok keempat, yaitu komandan militer dapat dipertanggung-jawabkan
terhadap pasukan yang berada di bawah komandonya, diancam dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud pasal 36,37,38,39 dan 40.
Dalam kasus pelanggaran HAM, penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM dan dapat
membentuk Tim Ad Hoc yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan
menyerahkan hasil penyelidikan kepada penyidik. Hakim Ad Hoc diangkat dan diberhentikan
Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
1. Dalam undang-undang pengadilan HAM, perlindungan terhadap korban dan saksi juga
mendapat perhatian, di mana korban dan saksi berhak atas perlindungan fisik dan mental
dariancaman, gangguan, terror dan kekerasan. Perlindungan dilakukan oleh aparat penegak
hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma.
2. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti yang diatur dalam Undang-undang No.
26 Tahun 2000 tidak dikenal kadaluwarsa.
7
Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia
oleh warga negara Indonesia.
Namun ada pengecualian terhadap seseorang yang dibawah umur yakni Pengadilan HAM
tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat
kejahatan dilakukan, yang berhak memeriksa dan memutus adalah Pengadilan Negeri.
Hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan
berdasarkan ketentuan hukum acara pidana. Ketentuan hukum acara proses peradilan hak asasi
manusia sesungguhnya telah diatur secara khusus dalam Bab IV Pasal 10-33 UU No. 26 Tahun
2000. Secara garis besar diurut dalam beberapa bagian: (i) Penangkapan; (ii) Penahanan; (iii)
Penyelidikan; (iv) Penyidikan; (v) Penuntutan; dan (vi) Pemeriksaan di Sidang Pengadilan.
8
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa
yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan bukti
yang cukup, dalam hal terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti, dan atau
mengulangi pelanggaran hak asasi manusia yang berat
Penyelidikan (pasal 18-20)
Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam
melakukan penyelidikan dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat. Hakim Pengadilan HAM dengan penetapannya
berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan
Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik berwenang:
a) melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam
masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat
pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
b) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok orang tentang
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat, serta mencari keterangan dan
barang bukti;
c) memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan
didengar keterangannya;
d) memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya;
e) meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan tempat lainnya
yang dianggap perlu;
f) memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau
menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya;
g) atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1) pemeriksaan surat;
2) penggeledahan dan penyitaan;
3) pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-
tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu;
4) mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan.
9
Penyidikan (pasal 21-22)
Penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa
Agung. Penyidikan idak termasuk kewenangan menerima laporan atau pengaduan. Dalam
pelaksanaan tugas Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur
pemerintah dan atau masyarakat. Untuk dapat diangkat menjadi penyidik ad hoc harus
memenuhi syarat:
a) warga negara Republik Indonesia;
b) berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam
puluh lima) tahun;
c) berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang
hukum;
d) sehat jasmani dan rohani;
e) berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
f) setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
g) memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.
Penuntutan (pasal 23-25)
Penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung.
Dalam pelaksanaan tugas Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang
terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat. Untuk dapat diangkat menjadi penuntut
umum ad hoc harus memenuhi syarat :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam
puluh lima) tahun;
c. berpendidikan sarjana hukum dan berpengalaman sebagai penuntut umum;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
f. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
g. memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.
Penuntutan wajib dilaksanakan paling lambat 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal
hasil penyidikan diterima. Komnas HAM sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara
10
tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat
Sumpah (pasal 26)
Sumpah penyidik dan Jaksa Penuntut Umum ad hoc sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (4) dan Pasal 23 ayat (3).
Pemeriksaan disidang Pengadilan (pasal 27-33)
Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh majelis hakim
Pengadilan HAM yang berjumlah 5 (lima) orang, terdiri atas 2 (dua) orang hakim pada
Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc. Majelis hakim
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang
bersangkutan.
Untuk dapat diangkat menjadi hakim ad hoc pada Mahkamah Agung harus memenuhi
syarat:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun;
d. berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang
hukum;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan
h. memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.
F. Lembaga HAM
Setiap diri kita adalah pejuang HAM. Penegakan HAM dimulai dari lingkup yang
kecil tersebut jika dilakukan oleh setiap orang akan berubah menjadi langkah besar. Yang
terpenting dalam hal ini adalah bahwa setiap orang menghormati hak asasi manusia
sesamanya. Maka apapun bentuk langkah yang diambil untuk menunjukkan penghormatan
terhadap HAM, hal tersebut merupakan dukungan luar biasa bagi penegakan HAM. Sikap
11
positif terhadap upaya penegakan HAM dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat luas. Di lingkungan masyarakat luas sikap positif terhadap upaya
penegakan HAM dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Tidak mengganggu ketertiban umum
2. Saling menjaga dan melindungi harkat dan martabat manusia
3. Menghormati keberadaan masing-masing
4. Berkomunikasi dengan baik dan sopan
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal
17 menyebutkan bahwa: “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dengan undang-undang ini,
peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang HAM yang diterima
oleh Negara Republik Indonesia”. Dari ketentuan undang-undang ini, pemerintah wajib dan
bertanggung jawab melindungi HAM.
12
Selain KOMNAS HAM ada juga lembaga yang bukan merupakan lembaga negara yang
bisa membantu penyelesaian pelanggaran-pelanggaran HAM yaitu yang kita kenal dengan
Lembaga Bantuan Hukum;
Selain itu masih ada lembaga-lembaga lain yang bisa membantu masyarakat kalau ada
laporan terjadinya pelanggaran HAM, yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi
perempuan, Kontrass
13
Permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung diperiksa dan diputus 90 hari sejak perkara itu
dilimpakan ke Mahkamah Agung.
Kasus Pelanggaran HAM berat di Indonesia hingga saat ini masih banyak yang
belum tuntas sekitar ada 12 kasus HAM bat di indonesia yang belum tuntas. Salah satu
contohnya kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua.
14
4. Mix model seperti dicontohkan di Sierra Lione dan Kamboja, dimana mayoritas hakimnya
dari kamboja dan selebihnya dari negara lain yang difasilitasi PBB, atau sebaliknya.
5. Pengadilan yang administrasinya dilakukan oleh PBB seperti yang dilakukan di Kosovo
dan Timor Timur selama berada dalam kekuasaan UNTAET, karena didaerah tersebut
belum ada pemerintahan.
6. Pengadilan Internasional yang permanen, yang otoritasnya global seperti halnya ICC (the
International Criminal Court).
7. Pengadilan Militer regular yang mengadili tentara dan musush tentara.
8. Pengadilan Militer Khusus
Model pengadilan dalam upaya mengadili pelanggaran HAM berat ini terlihat tergantung pada
kondisi sosial politik dari negara yang bersangkutan. Tetapi yang terpenting bagi proses suatu
pengadilan HAM adalah tegaknya keadilan dan pemulihan ketertiban. Hal ini menurut adanya
pengadilan yang independen, dukungan nasional nasional dan internasional, serta adanya
legitimasi sosial, maral dan yuridis.
15