Anda di halaman 1dari 13

UU No.

39 tahun 1999
tentang : Hak Asasi Manusia

Tema : Hak Asasi Manusia

Nama kelompok 4 Ilmu Perundang-undangan :

1. I Komang Pramana Adi Putra ( 202010121192 )


2. Ni Putu Gita Artha Yanthi ( 202010121193 )
3. I Kadek Dwi Giri Astawan ( 202010121206 )
4. Ni Kadek Dhea Pratiwi Duarsa ( 202010121207 )
5. Ni Made Noviana Ruth Yolanda ( 202010121367 )

Fakultas hukum universitas warmadewa

Tahun ajaran 2021/2022

1
Kata Pengantar

Puji syukur Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan paper denga tema hak asasi manusia. yang
berjudul : “UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia” , ini tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan paper ini untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah ilmu perundang-undangan . kami mengucapkan terimakasi kepada dosen
selaku dosen mata kuliah ilmu perundang-undangan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terimakasi kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya. kami menyadari , paper
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu , kritik dan
saran yang membangun kami akan nantikan demi kesempurnaan paper ini.

Denpasar, 28 Desember 2021

2
Daftar isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………..2

Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………………3

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………………………..4

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………4

1. Bagaimana sejarah berkembangnya UU No. 39 th 1999 tentang HAM…………..4

2. Bagaimana proses pembentukn peraturan perundang-undangan………………….4

BAB II Pembahasan

1. Sejarah berkembangnya UU No. 39 th 1999 tentang HAM…………………………..5

2. Proses pebentukan peraturan perundang-undangan…………………………………..6

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………………..9

3.2 Saran………………………………………………………………………………………………………..9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………10

KERANGKA KENVORM………………………………………………………………………………………11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan

umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

dapat menggangu hak asasi masing-masing individu. Oleh karena itu, hak asasi harus

dipahami oleh setiap orang. Karena begitu pentingnya, hak asasi manusia (HAM)

dijadikan sebagai salah satu materi dalam perkuliahan Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan. Itu sebabnya untuk menjadi warga negara yang baik harus

memahami dan menyadari mengenai hak asasi manusia.

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal

dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun, di

Indonesia sendiri HAM dilindungi melalui berbagai macam Undang-undang namun

secara khusus dilindungi oleh UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Ketentuan perundangan-undangan dalam hukum publik seringkali disorot rawan

melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga dalam hal penerapannya harus hati- hati,

ketentuan hukum publik yang dimaksud adalah hukum pidana. KUHAP merupakan

Undang-undang yang mengatur mengenai Hukum Acara Pidana di Indonesia, sebagai

salah satu instrument dalam norma hukum Indonesia, KUHAP harus memberikan

perlindungan terhadap hak-hak kemanusiaan. KUHAP sudah mengatur secara jelas

mengenai tata cara menegakkan Hukum Acara Pidana, namun pada prakteknya masih

saja terjadi penyimpangan, entah dalam proses penyidikan, penangkapan, penahanan

dan proses-proses lain yang diatur dalam KUHAP.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana sejarah berkembangnya UU no. 39 th 1999?

2. Bagaimana proses pembentukan Undang-undang

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah berkembangnya UU No. 39 th 1999

✓ Sebelum kemerdekaan
Perkembangan HAM di Indonesia pada periode sebelum kemerdekaan ditandai
dengan kemunculan organisasi-organisasi pergerakan nasional, sebagai berikut.

• Budi Utomo
Pada 1908, terbentuk organisasi bernama Budi Utomo, yang menjadi salah satu
wujud nyata adanya kebebasan berpikir dan berpendapat di depan umum.
Lahirnya organisasi Budi Utomo ini juga memicu masyarakat memiliki pemikiran
tentang hak untuk ikut serta secara langsung ke dalam pemerintahan.
Selain itu, nilai-nilai HAM yang disuarakan organisasi ini adalah hak untuk
merdeka dan menentukan nasib sendiri.

• Perhimpunan Indonesia
Selain Budi Utomo, organisasi lain yang juga terbentuk pada 1908 adalah
Perhimpunan Indonesia.
Perhimpunan Indonesia menghimpun suara para mahasiswa yang ada di
Belanda, yang melahirkan konsep HAM guna memperjuangkan hak negara
Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri.
• Sarekat Islam
Selanjutnya adalah organisasi Sarekat Islam (SI) yang bertujuan untuk
mengusahakan penghidupan yang layak dan terbebas dari penindasan
diskriminasi dan kolonialisme.
Akar dari SI adalah prinsip-prinsip HAM yang sesuai dengan ajaran Islam.

• Partai Komunis Indonesia


Organisasi lain yang juga ikut memperjuangkan HAM adalah Partai Komunis
Indonesia atau PKI.
PKI memiliki landasan untuk memperjuangkan hak yang bersifat sosial.
Indische Partij dan Partai Nasional Indonesia
Indische Partij (IP) dan Partai Nasional Indonesia memperjuangkan hak untuk
mendapat kemerdekaan dari penjajah.
Dengan lahirnya berbagai organisasi yang bersuara tentang HAM, muncul pula
beberapa perdebatan.

✓ Setelah kemerdekaan
hal yang masih diperdebatkan adalah tentang hak untuk merdeka, hak
berorganisasi dalam politik, dan hak berpendapat di parlemen.
Oleh sebab itu, Indonesia menjamin hak para rakyatnya untuk
berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat yang tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 28.

✓ Orde Lama

Pada periode ini, sistem politik di Indonesia dipengaruhi oleh sistem liberalisme
dan parlementer, sehingga perkembangan HAM juga ikut terpengaruh.
5
Beberapa pencapaian perjuangan HAM pada masa ini yaitu:
Partai politik semakin banyak bermunculan, meskipun tumbuh dengan
ideologinya masing-masing.
Hak pers, pada periode ini memiliki kebebasan.
Pemilihan umum dilaksanakan secara bebas, jujur, dan demokrasi.
Dewan Perwakilan Rakyat, menunjukkan hasil kerja yang baik dengan
pengawasan dan kontrol yang seimbang.
Keberadaan partai politik dengan ideologi yang berbeda-berbeda, tetap memiliki
visi yang sama yaitu untuk memasukkan tentang hak asasi manusia ke dalam
batang tubuh Undang-Undang Dasar.
✓ Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru berusaha memberikan penolakan terkait konsep HAM,
berikut ini beberapa alasannya.
HAM merupakan pemikiran yang berasal dari Barat, dan dianggap bertolak
belakang dengan nilai-nilai budaya Bangsa Indonesia dan dasar negara
Pancasila.
Rakyat Indonesia mengenal HAM melalui Undang-Undang Dasar 1945 yang lahir
lebih dulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM).
Permasalahan mengenai HAM yang berasal dari Barat dianggap menjadi senjata
yang tidak terlihat untuk memojokkan negara berkembang seperti Indonesia.
Selama Orde Baru, berikut ini beberapa konvensi HAM yang diikuti oleh
Indonesia.
Konvensi tentang penghapusan bentuk diskriminasi terhadap perempuan,
tertuang dalam UU No. 7 tahun 1984.
Konvensi anti-apartheid, tertuang dalam UU No. 48 tahun 1993.
Konvensi Hak Anak, tertuang dalam keputusan Presiden No. 36 tahun 1990
1998-sekarang

Memasuki era Reformasi, HAM mengalami perkembangan yang cukup pesat.


Buktinya adalah lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM.
Selain itu, HAM juga mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dengan
melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM.
Setelah itu, ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
2. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan

Undang – undang hak asasi manusia atau disingkat uu ham no 39 tahun 1999

merupakan undang undang yang mengatur tentang hak-hak setiap manusia. Uu

ham di sahkan oleh presiden bacharuddidin jusuf habibie dan DPR RI. Pada 23

september 1999. latar Belakang Terbentuknya Perundang-undangan Proses atau

tata cara pembentukan undang-undang merupakan suatu tahapan kegiatan yang

dilaksanakan secara berkesinambungan. Proses pembentukan peraturan

perundang-undangan meliputi :

a) Perencanaan

6
Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait
RUU tertentu) menyusun daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses
ini umumnya kenal dengan istilah penyusunan Program Legislasi Nasional
(Prolegnas). Hasil pembahasan tersebut kemudian dituangkan dalam
Keputusan DPR.. Proses pembentukan undang-undang menurut Pasal 15
ayat (1), dan Pasal 16 Undang-Undang No. 10 th. 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dilaksanakan sesuai
dengan Program Legislasi Nasional, yang merupakan perencanaan
penyusunan Undang Undang yang disusun secara terpadu antara Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia. Kordinasi bidang
legislasi nasional selanjutnya dewan perwakilan rakyat dan pemerintah
tersebut di lakukan melalui alat kelengkapan Dewan perwakilan rakyat
yang khusus menangani bidang legislasi Penyusunan prolegnas di
lingkungan Dewan perwakilan Rakyat di kordinasikan oleh Mentri yang
tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-
undangan. Secara umum ada 5 tahapan yang dilalui dalam perencanaan
prolegnas yaitu tahap mengumpulkan masukan, penyaringan
masukan,penetapan awal,pembahasan bersama, dan penetapan
prolegnas. Pada tahap mengumpulkan masukan, Pemerintah, DPR, dan
DPD secara terpisah membuat daftar RUU, baik dari
kementerian/lembaga, anggota DPR/DPD, fraksi, serta masyarakat. hasil
dari proses pengumpulan tersebut kemudian disaring/dipilih untuk
kemudian ditetapkan oleh masing-masing pihak (Presiden, DPR dan DPD -
untuk proses di DPD belum diatur). Tahap selanjutnya adalah
pembahasan masing-masing usulan dalam forum bersama antara
Pemerintah, DPR dan DPD. Dalam tahap inilah seluruh masukan tersebut
diseleksi dan kemudian, setelah ada kesepakatan bersama, ditetapkan
oleh DPR melalui Keputusan DPR.
b) Penyusunan
Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah
RUU dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah. TahapPenyusunanRUU
merupakan tahap penyiapan sebelum
sebuah RUU dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah. Tahap ini
terdiri dari:
a. pembuatan Naskah Akademik
b. penyusunanRancanganUndang-Undabng
c. Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum
dan hasil penelitian lainnya tehadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah
tersebut dalam suatu rancangan peraturan sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
Penyusunan RUUadalah pembuatan rancangan peraturan pasal demi
pasal dengan mengikuti ketentuan dalam lampiran II UU12/2011
Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi adalah suatu
tahapan untuk:
a. Memastikan bahwa RUU yang disusun telah selaras dengan:
b. Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan UU lain
c. Teknik penyusunan peraturan perundang-.
proses penyusunan peraturan perundang undangan
Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) atau Presiden. Rancangan Undang-Undang yang berasal dari
7
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagaimana dimaksud dapat berasal
dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Rancangan Undang-Undang yang
berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, atau yang berasal
dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), harus disertai Naskah Akademik.
Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum
dan hasil penelitian lainnya tehadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah
tersebut dalam suatu rancangan peraturan sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
c) Pembahasan
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD,
khusus untuk topik-topik tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat
1 adalah pembicaraan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat panitia khusus. Tingkat
2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum
adanya putusan MK 92/2012 hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta
dalam pembahasan tingkat 1, namun setelah putusan MK 92/2012, DPD
ikut dalam pembahasan tingkat 2. Namun peran DPD tidak sampai kepada
ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU. Persetujuan bersama
terhadap suatu RUU tetap menjadi kewenangan Presiden dan DPR.
d) Pengesahan atau penetapan.
Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden terkait RUU
yang dibahas bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut dengan cara
membubuhkan tanda tangan pada naskah RUU. Penandatanganan ini
harus dilakukan oleh presiden dalam jangka waktu maksimal 30 hari
terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden. Dalam UU n0 39 tahun 1999 tentang ham presiden bj habibie
menandatangani ruu dan menteri sekretariat Negara memberikan nomor
dan tahun pada UU tersebut . Jika presiden tidak menandatangani RUU
tersebut sesuai waktu yang ditetapkan, maka RUU tersebut otomatis
menjadi UU dan wajib untuk diundangkan.
e) Pengundangan
Agar setiap orang mengetahuinya, peraturan perundang-undangan harus
diundangkan dengan menempatkannya dalam: Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia,
Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, Berita
Daerah.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan : sejarah berkembangnya Ham di Indonesia melalui beberapa periode

yaitu sebelum kemerdekaan yang lahirnya organisasi organisasi seperti budi utomo,

perhimpunan Indonesia, serekat islam, partai komunis Indonesia, indische partij (ip)

. periode keduayaitu setelah kemerdekaan , masa orde lama yang system politiknya

dipengaruhi oleh system liberalism dan parlementer. Selanjutnya yaitu orde baru

yang dimana pada masa ini banyak terjadinya pelanggaran tentag Ham , pada masa

ini ham masih di anggap sebagai buah pemikiran dari Negara luar/barat. Dan

selanjutnya yaitu memasuki era reformasi HAM mengalami perkembangan yang

terbukti dngan lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Selai iu

ditetapkannya UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Proses pembentukan suatu UU melawati lima tahap yaitu tahap perencanaan


dimana tahap ini DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU tertentu) menyusun
daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal dengan istilah
penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hasil pembahasan tersebut
kemudian dituangkan dalam Keputusan DPR. Yang kedua yaitu tahap penyusunan
yaitu tahap penyiapan sebelum sebuah RUU dibahas bersama antara DPR dan
Pemerintah. TahapPenyusunanRUU merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah
RUU dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah. Yang ketiga yaitu tahap
pembahasan yaitu dimana tahap ini memberikan 2 tingkat pembicaraan yaitu
Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat panitia khusus. Tingkat 2 adalah
pembicaraan dalam rapat paripurna. Tahap ke empat yaitu Pengesahan atau
penetapan yaitu tahap ini dimana Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden terkait RUU yang dibahas bersama, Presiden mengesahkan RUU tersebut
dengan cara membubuhkan tanda tangan pada naskah RUU. Tahap yang terakhir
yaitu tahap pengundangan , perundangan ini memiliki tujuan agar semua orang
mengetahuinya makan ditempatnya pada :Lembaran Negara Republik Indonesia,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia,
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan
Lembaran Daerah, Berita Daerah.

3.2 Saran : Pemerintah atau lembaga yang berwenang harus memberikan sosialisasi
tentang substansi peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan
terhadap hak asasi perempuan kepada masyarakat. Sosialisasi harus diberikan
secara konsisten dan berkelanjutan agar masyarakat benar-benar memahami
pengaturan tentang perlindungan terhadap hak asasi perempuan. Demikian pula

9
masyarakat (civil society) dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat, akademisi,
pemerhati masalah perempuan, media massa dan media elektronik yang peduli
terhadap hak asasi perempuan harus terus memberi perhatian terhadap
perlindungan hak asasi perempuan, serta memberi saran dan masukan kepada
pemerintah agar kebijakan-kebijakan pemerintah yang dibuat dapat secara efektif
dan nyata memberi perlindungan terhadap hak asasi kaum perempuan.

Daftar Pustaka

1) Smith, Rhona KM, dkk. (2008). Hukum Hak Asasi


Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas
Islam Indonesia.

2) https://id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-
Undang_Republik_Indonesia_Nomor_39_Tahun_1999

3) http://peraturan.go.id/welcome/index/prolegnas_pengantar.html

4) http://peraturan.go.id/welcome/index/prolegnas_pengantar.html

5) Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan (2) (Proses dan


teknik penyusunan), Jakarta: Kanisus 2006 hal. 11

6) Dr roy marthen moonti SH.MH. (2017). Ilmu Perundang-Undangan.


KARETAKUPA , MAKASAR

7) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

10
Kerangka Kenvorm

1. JUDUL

“UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK


ASASI MANUSIA”

2. PEMBUKAAN

A. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

B. Menimbang :

a. bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Masa Esa yang mengemban
tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh
tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak
asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta
keharmonisan lingkungannya;

b. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun;

c. bahwa selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia
yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

d. bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban


tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi
manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia;

11
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d
dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk A.
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia;

C. Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 30, Pasal 31,
Pasal 32, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak


Asasi Manusia;

3. BATANG TUBUH

A. Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa danm merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia;

2. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak


dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.

3. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsun


ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

4. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga


menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi maupun rohani,
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau
dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan
atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan
yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan
tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan
siapapun dan atau pejabat publik.

5. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan
belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingannya.

6. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.

12
7. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah
lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang
berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi
hak asasi manusia.

B. Ketentuan Peralihan

Pasal 105

(1) Segala ketentuan mengenai hak asasi manusia yang diatur dalam peraturan
perundang undangan lain dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur dengan
Undang-undang ini.

(2) Pada saat berlakunya Undang-undang ini:

a. Komnas HAM yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993
tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dinyatakan sebagai Komnas HAM menurut
Undang-undang ini;

b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komnas HAM masih tetap menjalankan fungsi,
tugas, dan wewenangnya, berdasarkan Undang-undang ini sampai ditetapkannya
keanggotaan Komnas HAM yang baru; dan

c. semua permasalahan yang sedang ditangani oleh Komnas HAM tetap dinyatakan
penyelesaiannya berdasarkan Undang-undang ini.

(3) Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini
susunan organisasi, keanggotaan, tugas dan wewenang serta tata tertib Komnas HAM
harus disesuaikan dengan Undang-undang ini

C. Ketentuan Penutup

Pasal 106

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik


Indonesia

4. PENUTUP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999/NOMOR 165

5. PENJELASAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

13

Anda mungkin juga menyukai