Anda di halaman 1dari 20

PERBEDAAN HAM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

TUGAS KELOMPOK 8

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum

DIAJUKAN OLEH :

IMAM RIYANDI PRASETIAWAN 218400207


RAPRI SURYA PERMANA 218400186
DAI RIFANDI 218400201

UNIVERSITAS MEDAN AREA


FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt


beserta junjungan nya Nabi Muhammad saw yang telah memberikan penulis
kesehatan, kesempatan dan kemudahan serta limpahan rahmat dan karunia nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok dengan judul “Perbedaan
Ham Nasional dan Internasional”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna
dikarenakan karena terbatas nya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki
oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukkan dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis maupun pembaca.

Medan, April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan pemikiran HAM secara Nasional dan Internasioanal


2.2. Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
2.3.Praktik Pengitegrasian Perjanjian Internasional ke dalam Hukum
Nasional di Indonesia
2.4. Hak Asasi Manusia dalam pandang Hukum Internasional ?

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara (termasuk di dalamnya Pemerintah dan lembaga-lembaga negara


lainnya) dalam melaksanakan tindakan-tindakannya harus dilandasi oleh peraturan
hukum sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Negara
bertanggung jawab terhadap keamanan, ketertiban, perlindungan hak-
hak, kesejahteraan dan kecerdasan seluruh warganya. Sifat dari negara
hukum adalah dimana alat-alat perlengkapan negara bertindak sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, dalam negara hukum harus ada jaminan dan
perlindungan HAM yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum dan bukan
berdasarkan kemauan pribadi atau kelompok.

Indonesia sebagai negara hukum mempunyai kewajiban untuk melindunga


HAM warganya, hal ini tertuan dalam Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
yang asli. Walaupun tidak secara langsung terdapat kata-kata HAM tetapi dari
beberapa bagian baik dalam pembukaannya dan batang tubuhnya dinyatakan
bahwa HAM dijamin dalam UUD 1945. Hak-hak tersebut adalah hak semua
bangsa untuk merdeka (alinea pertama pembukaan), hak atas persamaan di
hadapan hukum dan dalam pemerintahan (Pasal 27 ayat (1)), hak atas pekerjaan
(Pasal27 ayat (2)), hak atas penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat (2)),
kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal 28), kebebasan mengeluarkan
pendapat (pasal 28), kebebasan beragama (Pasal 29 ayat (2)), dan hak atas
pendidikan (Pasal 31 ayat (1)).

Dalam sejarah Indonesia, ketika Indonesia baru saja diakui sebagai negara
oleh Belanda, bentuk dari negara Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia
Serikat (RIS) selama tahun 1949-1950. Di dalam Konstitusi RIS ini setidak-
tidaknya terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai HAM secara eksplisit
sebanyak 35 pasal dari 197 pasal yang ada. HAM dalam Konstitusi RIS diatur
dalam Bab V yang berjudul “Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia”.
Namun hal ini hanya berlaku selama 8,5 bulan karena Indonesia kembali kepada
negara kesatuan dan ditetapkanya UUD Sementara RI.
Setidaknya kemajuan yang sama, secara konstitusional, juga terdapat
dalam-Undang Dasar Sementara RI (UUDSRI) dengan kembalinya Indonesia
menjadi negara kesatuan. Terdapat 38 pasal dalam UUDSRI, 1950 (dari
keseluruhan 146 pasal, atau sekitar 26 persen) yang mengatur HAM. HAM diatur
dalam Bagian V tentang “Hak-hak dan Kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal
ini hanya berlansung dari 15 Agustus 1950-4 Juli 1959.[9] Dengan Dekrit
Presiden 1959 yang mengembalikan konstitusi Indonesia kembali kepada UUD
1945 yang berlansung sampai dengan pemerintahan Orde Baru.
Pemerintahan Orde Baru sejak 1993 mulai tampak memperlihatkan
msalah HAM . Diantaranya adalah melalui GBHN maupun pelembagaan HAM
melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993. Pada tahun 1998 Rencana Aksi Nasional
Hak Asasi Manusia (RAN HAM) dicanangkan melalui Keputusan Presiden No.
129 tahun 1998, yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden No. 40
tahun 2004. Langkah-langkah ini kemudian diikuti dengan ratifikasi Konvensi
Anti Penyiksaan melalui UU No. 5 tahun 1998 dan Konvensi Anti Diskriminasi
Ras melalui UU No. 29 tahun 1999.
Langkah-langkah yang telah diambil tersebut diperkuat dengan
 TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tertanggal 13 November 1998, yang
disusul dengan ditetapkannya
 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia oleh Presiden dan
DPR sebagai undang-undang ”payung” bagi semua peraturan perundang-
undangan yang telah ada maupun peraturan perundang-undangan yang
akan dibentuk kemudian. Pemberlakuan beberapa peraturan perundang-
undangan dan pesahkanan beberapa konvensi internasional mengenai
HAM menunjukkan bahwa secara de jure pemerintah telah mengakui
HAM yang bersifat universal.
 Perkembangan selanjutnya adalah diundangkannya Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang termuat dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557, serta
 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang termuat dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558. Hal tersebut
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang mendambakan
penegakan hak-hak asasinya.
Dalam UU No. 39 tahun 1999 Pasal 104 ayat (1) dinyatakan bahwa perlu
dibentuk pengadilan HAM untuk mengadili para pelanggar HAM yang berat. Hal
tersebut diwujudkan dengan ditetapkannya UU No. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia oleh Presiden dan DPR untuk mengadili pelanggar
HAM yang berat.
Perubahan kedua UUD 1945 Bab XA juga memuat mengenai HAM yang
terdiri dari 10 pasal (Pasal 28A -28J). Ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
perubahan kedua UUD 1945 tersebut merangkum ketentuan yang terdapat dalam
106 pasal UU No. 39 tahun 1999, sehingga menjadikan HAM sebagai hak-hak
konstitusional. Namun demikian, berhasil tidaknya penegakan HAM di Indonesia
sangat bergantung pada penegakan hukum, termasuk didalamnya fungsi aparat
penegak hukum
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul, ”Perbedaan Ham Nasional dan Internasional”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, untuk memudahkan
dalam pencapaian tujuan dalam pembahasan penelitian ini, maka terlebih dahulu
dibuat permasalahan sesuai dengan judul yang telah diajukan. Maka dirumuskan
permasalahan – permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan pemikiran HAM secara Nasional dan
Internasioanal
2. Bagaimana Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
3. Bagaimana Praktik Pengitegrasian Perjanjian Internasional ke dalam
Hukum Nasional di Indonesia
4. Bagaimana Hak Asasi Manusia dalam pandang Hukum Internasional ?
1.3. Tujuan Penelitian

Setelah menemukan rumusan masalah yang akan diteliti, selanjutnya

menetapkan tujuan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan pemikiran HAM secara


Nasional dan Internasioanal
2. Untuk mengetahui Bagaimana Hubungan antara Hukum Internasional
dan Hukum Nasional
3. Untuk mengetahui Bagaimana Praktik Pengitegrasian Perjanjian
Internasional ke dalam Hukum Nasional di Indonesia
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Hak Asasi Manusia dalam pandang
Hukum Internasional ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan pemikiran HAM Secara Nasional dan Internasioanal


Pemikiran HAM secara Nasional periode sebelum kemerdekaan yang
paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan
serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Adapun perkembangan pemikiran HAM Nasional Dibagi dalam 4
generasi, yaitu :
1. Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada
bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada
bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia
II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka
untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
2. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan
juga hakhak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM
generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak
asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat
penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya,
hak ekonomi dan hak politik.
3. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi
ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya,
politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak
melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM
generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi
penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi
prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan
banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
4. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant
dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan
menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan
rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan
kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan
sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-
negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak
asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People
and Government.
Sedangkan Perkembangan pemikiran HAM dunia (Internasional) bermula
dari:
1. Magna Charta Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa
lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta
yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki
kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak
terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan
mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur
Effendi,1994).
2. The American declaration Perkembangan HAM selanjutnya ditandai
dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir
dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah
logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3. The French declaration Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French
Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih
dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain
berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan
itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang
ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak
bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
yang menyatakan ia bersalah.
4. The Four Freedom Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan
ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam
Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai
dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang
meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa
berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap
Negara lain ( Mansyur
Effendi,1994).
2.2. Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional

Dalam Pasal 27 dari Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian


Internasional (the Law of the Treaties) ditegaskan bahwa negara tidak dapat
menjadikan hukum nasionalnya sebagai alasan untuk tidak dapat menjalankan
kewajiban perjanjian internasional. Pada sisi lain negara mempunyai kebebasan
untuk menentukan acuannya dalam melaksanakan kewajibannya dalam hukum
internasional dan menyesuaikan hukum nasionalnya dengan hukum
internasional. Walaupun dalam sistem hukum internasional dan sistem nasional
terdapat perbedaan yang sangat jelas, tetapi juga terdapat kesamaan pada sisi
lain, untuk itu maka sebaiknya aparat penegak hukum, sebagai bagian dari negara,
harus mengetahui dengan baik bagaimana hubungan antara hukum internsional
dengan hukum nasional negara yang bersangkutan.

Terdapat dua teori untuk menjelaskan hubungan antara hukum internasional


dan hukum nasional, agar negara dapat menyesuaikan hukum nasionalnya dengan
kewajibannya di dalam hukum internsional. Kedua teori terseubut adalah sebagai
berikut:
1. Teori monisme, didasarkan pada pemikiran bahwa hukum nasional dan
hukum internasional adalah satu kesatuan sistem hukum. Dengan demikian
maka jika suatu negara telah meratifikasi dan menjadi pihak dalam
perjanjian internasional untuk melindungan HAM, maka secara otomatis
perjanjian internasional itu menjadi hukum nasionalnya.
2. Teori dualisme, didasarkan pada pemikiran bahwa hukum internasional
dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang
terpisah.Sehingga untuk menerapkan hukum internasional yang
melindungi HAM, misalnya, ratifikasi saja tidak cukup, perlu adanya suatu
transformasi hukum internasional ke dalam hukum nasional, yang biasanya
dilakukan melalui undang-undang yang dibuat oleh parlemen.
Dalam menerapkan kedua teori tersebut negara dapat memprakteknya dalam
berbagai macam cara untuk menjadi hukum nasional, diantaranya adalah:
1. Konstitusi, dengan menyebutkan perlindungan HAM dalam pasal-pasal
yang ada di dalam undang-undang dasar yang diambil dari DUHAM,
ICCPR atau ICESCR
2. Perundang-undangan nasional, mengeluarkan undang-undang mengenai
HAM yang menjelaskan lebih terperinci mengenai HAM yang ada di dalam
konstitusi;
3. Inkorporasi, dengan menjadikan perjanjian internasional mengenai HAM
menjadi hukum nasionalnya sehingga segala hak dan kewajiban yang ada
dalam hukum internasional menjadi hak dan kewajiban di dalam hukum
nasionalnya. Praktek ini biasa dilakukan olen negara Inggris
4. Pemberlakuan secara langsung, perjanjian internasional mengenai HAM
langsung menjadi hukum nasional setelah negara yang bersangkutan
menyatakan ratifikasi atas perjanjian internasional tersebut;
5. Interpretasi dalam sistem common law, dalam penerapan prinsip ini hakim
dapat mendasarkan putusannya pada interpretasi atas hukum HAM
internasional atau yurisprudensi kasus-kasus HAM diputus oleh pengadilan
internasional;
6. Jika terdapat kekosongan hukum, dibeberapa negara, jika terjadi
kekosongan hukum mengenai HAM, hakim dan advokat dapat
mendasarkan pada hukum internasional, putusan kasus-kasus internasional
atau pada kasus-kasus dari negara lain untuk dapat menerapkan prinsip
dasar dari HAM. Tetapi hal ini sangat bergantung pada situasi dan kondiri
hukum dari negara yang bersangkutan.
2.3. Praktik Pengitegrasian Perjanjian Internasional ke dalam Hukum
Nasional di Indonesia

Di Indonesia pratik pengesahan atau pemberlakuan hukum internasional


ke dalam hukum nasional di dasarkan atas Undang Undanga No. 24 tahun 2000
mengenai Perjanjian Internasional. Indonesia adalah negara yang menganut
paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000,
dinyatakan bahwa,

”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”

Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum


nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa
Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua
sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.
Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional
dalam bentuk peraturan perundang-undangan melalui undang-undang yang dibuat
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau dengan keputusan presiden.
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila
berkenaan dengan:
I. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara
II. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara
III. kedaulatan atau hak berdaulat negara
IV. hak asasi manusia dan lingkungan hidup
V. pembentukan kaidah hukum baru
VI. pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Perjanjian internasional yang tidak disebutkan di atas dapat disahkan
melalui keputusan presiden, tanpa perlu adanya persetujuan dari parlemen.
Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional mengenai HAM ke
dalam hukum internasional perlu adanya pengesahan dari parlemen agar dapat
ditransformasikan ke dalam hukum nasional Indonesia.
2.4. Hak Asasi Manusia dalam pandang Hukum Internasional
Dalam konteks hak asasi manusia, hukum internasional mempunyai
kualitas ganda sebab ia menciptakan penghalang bagi proteksi hak asasi yang
efektif dan sekaligus juga menyediakan sarana untuk mengatasi
rintanganrintangan. Brwonlie menggambarkan “kedaulatan” sebagai doktrin
konstitusional yang pokok dari hukum negara. Pada hakikatnya, kedaulatan
mewakili totalitas hak-hak negara dalam menjalankan hubungan luar negrinya dan
menata urusan-urusan dalam negerinya. Tetapi ini tidak berarti bahwa semua
negara bebas sepenuhnya menjalankan kedaulatan dan kemerdekaannya ke luar
negri maupun di dalam negri mengingat mereka tunduk pada berbagai pembatasan
yang dikenakan terhadap kegiatan mereka oleh hukum internasional.
Semua negara sama-sama berdaulat, maka masingmasing negara tidak
diwajibkan untuk tunduk pada keputusan Mahkamah Internasional, kecuali negara
tersebut memberitahukan terlebih dahulu persetujuannya untuk mematuhi
keputusan itu. Sehingga begitu hak asasi manusia diangkat menjadi masalah yang
menjadi perhatian hukum internasional danbukan lagi nasional, negara-negara
yang bersangkutan tidak lagi dapat mengatakan bahwa hak asasi manusia pada
hakikatnya merupakan masalah yang berada dalam yurisdiksi domestiknya.
Lalu individu sebagai subjek hukum internasional. Menurut hukum
internasional, individu secara pribadi dapat dianggap bertanggung jawab terhadap
kejahatan perang, genosida, penganiayaan dan apartheid. Namun oleh
Prof.nguyen Quoc Din individu hanya sebagai subjek hukum buatan7 . Karena
kehendak negara-negaralah yang menjadikan individu-individu tersebut dalam
hal-hal tertentu sebagai subjek hukum internasional. Hukum internasional masih
tetap mengatur hubungan antar negara dan subjek-subjek hukum lainnya,
sedangkan individu dalam hal-hal tertentu. Pemajuan dan perlindungan hak-hak
asasi berkembang dengan cepat bersamaan dengan perkembangan yang melaju
hubungan antar bangsa dan proliferasi organisasiorganisasi regional dan
multilateral global. PBB telah membagi kegiatan dalam beberapa periode sebagai
berikut:
a) Periode pembentukan sistem, dari piagam PBB ke deklarasi Universal
HAM (1945-1948).
b) Periode perbaikan sistem, yang menuju kepada pengesahan berbagai
konvensi dan instrument HAM internasional (1949-1966).
c) Periode pelaksanaan sistem, yang dimulai dari pengesahan instrumen
hingga konferensi Wina (1967-1993).
d) Periode perluasan sistem, dari konferensi Wina hingga pelaksanaan tindak
lanjut (1993-1995).
e) Periode menuju perlindungan HAM baru (1996-2000).

Dalam berbagai ketentuan yang terdapat dalam Piagam, berkali-kali diulang


penegasan bahwa PBB akan mendorong, mengembangkan, dan mendukung
penghormatan secara universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan-
kebebasan pokok bagi semua tanpa membedakan suku, kelamin, bahasa, dan
agama. Ketentuan ini diulang dalam pasal 1 ayat 3 Piagam, pasal 13 ayat 1b, pasal
55c, pasal 62 ayat 2, pasal 68, dan pasal 76c.
Semua permasalahan hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok ini
dibahas oleh salah satu Komite Utama Majelis, yaitu Komite Tiga yang
menangani masalah-masalah HAM, kemanusian, social, dan kebudayaan. Majelis
utama juga dibantu oleh salah satu organ utama PBB yaitu dewan ekonomi dan
social yang dapat membuat rekomendasi agar terlaksananya penghormatan yang
efektif terhadap hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok. Dewan ekonomi
dan social dapat membentuk komisi, salah satunya adalah Komisi hak-hak asasi
manusia (KHAM) dan komisi mengenai Status Wanita. Kedua komisi ini
dibentuk pada tahun 1946. Komisi hak-hak manusia beranggotakan 53 negara,
dan komisi status Wanita beranggotakan wakil-wakil dari 45 negara.
Ada dua badan khusus PBB yang juga menangani HAM yaitu Organisasi
buruh Sedunia (ILO), didirikan tahun 1946. Bertugas untuk memperbaiki syarat-
syarat bekerja dan hidup para buruh melalui penerimaan konvensi-konvensi
internasional mengenai buruh dan membuat rekomendasi standar minimum di
bidang gaji, jam kerja, syarat-syarat pekerjaan dan jaminan social.
Badan khusus kedua adalah UNESCO yang didirikan pada tahun 1945, untuk
mencapi tujuan meningkatkan kerjasama antar bangsa melalui pendidikan , ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan dan untuk meningkatkan secara universal
penghormatan terhadap peraturan hukum, hak-hak asasi dan kebebasan-kebasan
pokok. Menurut sistem PBB, dalam upaya pemajuan dan peningkatan HAM
dikenal tiga bidang utama yakni
a) Upaya Pembakuan standar internasional
b) Kegiatan monitoring/pemantauan pelaksanaan HAM
c) Jasa nasehat dan kerja sama teknik
d) Dalam upaya pemantauan konvensi yang telah diratifikasi oleh negara,
maka terdapat enam Badan Pemantauan Instrumen,
e) Komite HAM: memantau hak-hak sipil dan politik. Komite Ekonomi dan
Sosial Budaya: memantau pelaksanaan hak-hak tersebut.
f) Komite Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi: khusus memantau
mengenai bentuk diskriminasi.
g) Komite Anti penyiksaan: yang memantau pelaksanaan konvensi anti
penyiksaan.
h) Komite penghapusan diskriminasi terhadap wanita: memantau
diskriminasi wanita.
i) Komite hak-hak Anak: khusus memantau pelaksanaan konvensi hakhak
anak.
Majelis umum PBB mencanangkan Pernyataan Umum tentang Hakhak
Asasi Manusia (universal declaration of human rights) tanggal 10 desember 1948.
Deklarsi ini terdiri dari 30 pasal yang mengumandangkan seruan agar rakyat
mengalakkan dan menjamin pengakuan yangefektif dan penghormatan terhadap
hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam
deklarasi. Pasal 1 dan 2 menegaskan bahwa semua orang dilahirkan dengan
martabat dan hak-hak yang sama dan berhak atas semua hak dan kebebasan
sebagaimana yang ditetapkan oleh deklarasi tanpa membeda-bedakan baik dari
segi ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, ma yang lain,
maupun yang lain, asal-usul kebangsaan atau social, hak milik, kelahiran, atau
kedudukan yang lain. Pasal 3 sampai 21 menempatkan hak-hak sipil dan politik
yang menjadi hak semua orang. Hak-hak itu antara lain:
a) Hak untuk hidup
b) Kebebasan dan keamanan pribadi
c) Bebas dari perbudakan dan penghambaan
d) Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berprikemanusiaan ataupun yang merendahkan derajat kemanusiaan.
e) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum diman saja sebagai pribadi
f) Hak untuk pengampunan hukum yang efektif
g) Bebas dari penangkapan, penahan, atau pembuangan yang
sewenangwenang
h) Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh
pengadilan yang independen dan tidak memihak
i) Hak praduga tidak bersalah.
j) Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat
k) Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik
l) Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu
m) Bebas bergerak hak untuk memperoleh suaka, hak atas suatu kebangsaan,
hak untuk menikah dan membentuk keluarga, hak untuk mempunyai hak
milik.
n) Bebas berpikir berkesadaran dan beragama dan menyatakaan pendapat
o) Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk ambil bagian dalam
pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ketimpangan pelaksanaan hukum dapat muncul dari pihak penegaknya
sendiri sehingga terkadang tidak sedikit pula masyarakat dunia mengabaikan hal
yang cukup esensi dengan latar belakang kepentingan pihak manakah yang ingin
dicapai. Padahal perbuatan tersebut memiliki efek yang cukup besar dalam
menjaga dunia dan menghormati hak subjek hukum lainnya.
Keberadaan hukum internasional memang menjadi nyata saat terjadi
beberapa kasus yang menimpa. Maka benar bila ada pakar yang berpendapat
bahwa terkadang sesuatu yang abstrak dapat terlihat bila terjadi „usikan‟ di
dalamnya. Eksistensi Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter menjadi harapan
bagi mereka yang teraniaya hak-haknya. Demikian pula dengan keberadaan
Hukum Lingkungan yang secara nyata menjadi isu penting yang disoroti dunia.
Terkait kelangsungan hidup baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dalam pelaksanaan hukum apapun bentuknya dan sifatnya diperlukan suatu
penegakan yang konkret yang dalam pengertiannya ditujukan demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa maka selayaknya dimulai dengan
menjunjung tinggi moral.
Dasar keberhasilan suatu hukum dimulai dari diri sendiri yang merasa
butuh untuk menghormati hak yang dimiliki orang lain dan mengerti bagaimana
kewajiban yang diembankan pada diri sendiri. sehingga saat kita diperhadapkan
dengan fakta untuk menjaga lingkungan tidak lagi saling melempar kesalahan.
Akan tetapi mulai bergerak dan meninggalkan „ego‟ masing-masing tentu dalam
hal ini yang dimaksud negara baik negara
3.2. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak
oleh orang lain
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia Indonesia. 2007. Hak Asasi Manusia. id.wikipedia.Org/wiki/HakAsasi


Manusia26k.Diakses 02 Desember 2011

Boermauna, Dr. 2008. Hukum Internasional “ Pengertian Peranan dan Fungsi


Dalam Era Dinamika Global”. PT Alumni : Bandung

Davidson, Scott . 1993 . Hak Asasi Manusia “Sejarah, Teori, dan Praktek dalam
Pergaulan Internasional”. PT Temprint : Jakarta

Mansyur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Azasi Manusia dalam Hukum
Nasional dn Internasional (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994) hlm. 40

Starke, J.G. 1992 . Pengantar Hukum Internasional . Sinar Grafika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai