Oleh kelompok : 10
MATERI
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia sejak
manusia lahir yang tidak dapat diganggu gugat dan bersifat tetap. kita sebagai
warga negara yang baik tentunya haruslah saling menghormati satu sama lain
dengan tidak membedakan ras, agama, golongan, jabaatan ataupun status sosial.
Arus globalisasi HAM telah memberi akses yang luas kepada setiap masyarakat
Indonesia untuk memahami nilai dan konsep perlindungan HAM. Salah satu bukti
terimplementasinya institusi-institusi yang berkaitan dengan HAM, adalah
terbentuknya HAM dalam tatanan sistem kepemerintahan dan negara Indonesia.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human
Rights) pada tahun 1948 telah mendorong banyak perubahan dalam kehidupan
masyarakat dunia. Sekelompok anak bangsa merasa telah menemukan kebebasan
atas penindasan dari anak bangsa yang lainnya, di pihak lain ada sekelompok
masyarakat justru harus mengalami kondisi peperangan karena negara tempat
tinggalnya dianggap sebagai penjahat HAM, khususnya kepala negara mereka
sebagai pemerintahan yang anti HAM, maka atas nama demi penegakan HAM,
masyarakat sipil yang harus menerima akibat dari politik perang menegakan HAM
tersebut, sebagai contoh yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak dewasa ini.
Apapun dampak dari penegakkan HAM, banyak masyarakat dunia termasuk
masyarakat Indonesia berharap banyak pada adanya pengadilan HAM yang dapat
melindungi hak-hak mereka. Berdirinya HAM telah membawa perubahan dan arus
global di dunia internasional untuk mengubah cara pandang dan kesadarannya
terhadap pentingnya suatu perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM).
Meningkatnya kesadaran masyarakat internasional mengenai isu HAM ini dalam
tempo yang relatif singkat adalah suatu langkah maju dalam kehidupan bernegara
secara demokratis menuju sistem kenegaraan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
HAM.
2. Pengadilan Hak Asasi Manusia
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, sebagai produk hukum,
merupakan juga hasil dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi, dan
bahkan saling bersaingan. Adanya UU tersebut dikarenakan lahir dari Perppu No. 1
Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM tanggal 8 Oktober 1999. Hal ini tercermin
dalam proses pembentukan pengadilan HAM pertama kali di Indonesia.
a. Sejarah Pembentukan Pengadilan HAM.
Istilah Pengadilan HAM untuk pertama kalinya disebutkan secara formil dalam
Bab IX tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 104 ayat (1), (2), dan (3)
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. UU ini menyatakan bahwa Pengadilan
HAM dibentuk untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat, seperti
pembunuhan masal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau diluar
putusan pengadilan (arbitary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan
orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara
sistematis (systematic discrimination) yang sesuai dengan ketentuan Pasal 6
dan Pasal 7 “Rome Statute of the International Criminal Court”.
Disini terlihat adanya tekanan dalam dan luar negeri bagi Indonesia untuk
segera membentuk ataupun mendirikan suatu institusi penegak hukum dibidang
HAM untuk memeriksa dan mengadili kasus-kasus yang terkait dengan
pelanggaran atau kejahatan HAM yang terjadi di Indonesia. Dengan demikian,
Perppu tersebut merupakan solusi untuk memberikan kepastian bagi masyarkat
dan dunia internasional bahwa pemerintah memiliki kemauan untuk
memproses segala bentuk pelanggaran atau kejahatan HAM, salah satunya
kasus pasca jajak pendapat di Timor Timur. Akan tetapi, keberadaan Perppu
tersebut tidak berlangsung lama. Sejak dikeluarkannya Perppu tersebut,
berbagai polemik telah berkembang di dalam media massa di tanah air dimana
munculnya wacana untuk segera merevisi Perppu ini mengingat di dalamnya
masih terdapat berbagai kelemahan. Karena dinilai tidak memadai maka
Perppu tersebut tidak disetujui DPR untuk menjadi UU sehingga Perrpu
tersebut perlu dicabut.
Pemerintah kemudian mengajukan RUU tentang Pengadilan HAM dengan
substansi yang lebih komprehensif kepada DPR untuk memenuhi kewajiban
konstitusionalnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.
Sehingga pada akhirnya pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid UU
tentang Pengadilan HAM yang kita kenal sekarang ini disahkan dan
diundangkan pada tanggal 23 November 2000.
Adanya politik hukum pemerintah yang bertitik tolak dari perkembangan
hukum, baik ditinjau dari kepentingan nasional maupun dari kepentingan
internasional, maka untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang
berat dan mengembalikan keamanan dan perdamaian di Indonesia perlu
dibentuk Pengadilan HAM yang merupakan pengadilan khusus bagi
pelanggaran HAM yang tergolong berat. Oleh sebab itu, untuk merealisasikan
terwujudnya Pengadilan HAM tersebut maka perlu dibentuk UU tentang
Pengadilan HAM agar memiliki dasar hukum yang kuat. Dasar pembentukan
UU tentang Pengadilan HAM ini adalah sebagaimana tercantum dalam
ketentuan Pasal 104 ayat (1) UU No.39 Tahun 1999.
Dalam kaitan tersebut, dapat terlihat adanya politik hukum dari kedua rezim
untuk melaksanakan proses penegakan hukum bidang HAM pada suatu
institusi peradilan melalui diterbitkanya Keppres-keppres pembentukan
Pengadilan HAM. Sehingga, disini terlihat bahwa konfigurasi politik tertentu
akan melahirkan karakter produk hukum tertentu juga (terbentuknya
Pengadilan HAM Ad Hoc).
Selanjutnya pada tanggal 31 Januari 2002, Menteri Kehakiman dan HAM RI,
Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra dan Ketua Mahkamah Agung, Prof. DR. Bagir
Manan, SH, MCL meresmikan beroperasinya Pengadilan HAM yang pertama
di Indonesia sebagai salah satu pelaksanaan UU No. 26 Tahun 2000, yaitu
bertempat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pengadilan HAM bukanlah
badan peradilan baru atau badan peradilan yang berdiri sendiri yang terlepas
dari keempat badan peradilan yang selama ini kita ketahui (Peradilan Umum,
Peradilan Militer, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara).
Pengadilan HAM hanyalah salah satu divisi atau bagian dari peradilan yang
dibentuk dalam lingkungan badan Peradilan Umum.
Pembentukan pengadilan seperti itu dimungkinkan oleh ketentuan Pasal 13 UU
No. 14 Tahun 1970 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999
seperti Pengadilan Anak atau Pengadilan Niaga. Akan tetapi, ada perbedaan
yang mendasar dengan pengadilan lain, baik yang berada dalam kamar
Pengadilan Niaga atau Pengadilan TUN, dimana Pengadilan HAM tidak
sepenuhnya bergantung kepada hakim karier, melainkan pada hakim nonkarier
(hakim ad hoc) yang merupakan mayoritas dalam majelis hakim.
Hakim Agung
Hakim ad Hoc pada Mahkamah Agung ; dan
Panitera
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
sejak manusia lahir yang tidak dapat diganggu gugat dan bersifat tetap. 2.
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, sebagai produk hukum,
merupakan juga hasil dari kehendak-kehendak politik yang saling
berinteraksi, dan bahkan saling bersaingan. Adanya UU tersebut
dikarenakan lahir dari Perppu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM
tanggal 8 Oktober 1999. Hal ini tercermin dalam proses pembentukan
pengadilan HAM pertama kali di Indonesia.
Pada tanggal 31 Januari 2002, Menteri Kehakiman dan HAM RI,
Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra dan Ketua Mahkamah Agung, Prof. DR.
Bagir Manan, SH, MCL meresmikan beroperasinya Pengadilan HAM yang
pertama di Indonesia sebagai salah satu pelaksanaan UU No. 26 Tahun
2000, yaitu bertempat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pengadilan
HAM bukanlah badan peradilan baru atau badan peradilan yang berdiri
sendiri yang terlepas dari keempat badan peradilan yang selama ini kita
ketahui (Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama dan
Peradilan Tata Usaha Negara). Pengadilan HAM hanyalah salah satu divisi
atau bagian dari peradilan yang dibentuk dalam lingkungan badan Peradilan
Umum.
Penyelesaian sengketa buruh dan tenaga kerja melalui :
1. Penyelesaian Sengketa Buruh Melalui Komisi Nasional Hak Azasi
Manusia
2. Penyelesaian Sengketa Buruh Di Luar Pengadilan
Penyelesaian Melalui Bipartie
Penyelesaian Melalui Mediasi
Penyelesaian Melalui Konsiliasi
Penyelesaian Melalui Arbitrase
3. Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan
B. Saran
Alhamdulilah makalah ini selesai kami susun harapan kami adalah semoga
makalah ini dapat memberikan gambaran akan bagaimana pengadilan hak
asasi manusia dengan permasalahan sengketa perburuhan dan tenaga kerja
diindonesia tentunya dalam menunjang pembelajaran pada mata kuliah Hak
Asasi Manusia.
DAFTAR PUSTAKA