Anda di halaman 1dari 22

WARGA NEGARA

DAN PENDUDUK
& HAM
Dedy Chaidiryanto
purna LeDHaK angkatan IV

Disampaikan pada Tadabbur Konstitusi LeDHaK FHUH


Minggu, 17 April 2022
BAB X
Warga Negara
dan Penduduk

Pasal 26 UUD 1945

warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang


bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara

Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia
BAB X
Warga Negara
dan Penduduk
Pengaturan warga negara dan penduduk dalam konstitusi sebagai basis
untuk menjamin hak dan kewajiban setiap orang yang tunduk dalam
sistem hukum nasional, berupa pelayanan dasar, pelayanan publik,
sistem hukum yang berlaku (contoh di KUHP, terdapat pengaturan asas
nasional pasif dan asas nasional aktif.
Pengaturan tersebut juga dalam rangka menjamin bahwa setiap warga
negara mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan, penghidupan yang layak serta pekerjaan
Termasuk hak untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat
Asas Kewarganegaraan

asas kewarganegaraan seseorang yang


Ius Soli
ditentukan berdasarkan tempat lahir

Ius Sanguinis asas kewarganegaraan seseorang yang


ditentukan berdasarkan pada keturunan orang

tua
BAB XA
Hak Asasi
Manusia (HAM)

Pasal 1 angka 1 UU 39/1999

Hak asasi manusia (HAM) merupakan seperangkat hak yang melakat pada
khakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugrah- Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sejarah pemikiran
HAM universal

Pengakuan HAM dan pengaturannya dalam dokumen yang bersifat universal


tidak terlepas dari sejarah umat manusia. Sekalipun belum dikenal konsep
HAM, namun pemikiran HAM sudah muncul sejak awal abad 13, sebagaimana
termuat dalam dokumen Magna Charta (1215), Petition of Rights (1628), dan
Bill of Rights (1689). Pada masa itu pemmikiran HAM banyak dipenaruhi oleh
buah pikir para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques
Rousseau dsb.

Sejarah pemikiran tersebut juga diwarnai oleh pemikiran yang tumbuh di jazirah
arab, seperti Piagam Madinah, tahun 622. Baru pada tahun 1948 PBB
mengesahkan Deklarasi Univesal Hak Asasi Manusia yang merupakan tolok
ukur pencapaian bersama bagi semua rakyat dan bangsa.
Sejarah pemikiran
HAM di Indonesia

Pemikiran HAM awal kemerdekaan hingga saat ini mendapat pengakuan


dalam bentu khukum tertulis yang dituangkan dalam berbagai peruuan
yang berpuncak pada konstitusi sebagai peruuan tertinggi di Indonesia.
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang telah melewati kurun waktu
berlakunya tiga konstitusi, yakni UUD 1945,Konstitusi RIS 1949 dan UUDS
1950, yang kesemuanya memuat ketentuan- ketentuan HAM di bidang
sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Hal itu memberikan titik terang bahwa Indonesia semakin memperhatikan
dan menjunjung nilai-nilai HAM. Amandemen kedua bahkan telah
menelurkan satu Bab khusus mengenai HAM yaitu Bab XA.
Pembatasan HAM

HAM bukanlah sebebas-bebasnya melainkan dimungkinkan untuk dibatasi sejauh


pembatasan itu ditetapkan dengan undang- undang. Semangat inilah yang melahirkan
Pasal 28 J UUD 1945. Oleh karenanya, hal yang perlu ditekankan bahwa hak-hak asasi
manusia yang diatur dalam UUD 1945 tidak ada yang bersifat mutlak, termasuk hak
asasi yang diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945

Original intent pembentuk UUD 1945 menyatakan bahwa HAM dapat dibatasi juga
diperkuat oleh penempatan Pasal 28 J sebagai pasal penutup dari seluruh ketentuan
yang mengatur tentang HAM dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Secara sistematis
(sistematische interpretatie), HAM yang diatur dalam Pasal 28 A sampai dengan Pasal
28 I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Pasal 28 JUUD 1945. Hal
itu sejalan dengan materi pengaturan HAM yang termuat dalam DUHAM dalam Pasal
29 ayat (2)
HAM yang Derogable
Rights & Non Derogable
Rights dalam UUD 1945
Hak asasi yang tidak dapat dibatasi Hak asasi yang dapat dibatasi
(Pasal 28 1 ayat (1) jo Pasal 4 UU 39/1999 tentang HAM (Pasal 28 1 ayat (1)

1. Hak Hidup
2. Hak untuk tidak disiksa Hak yang tidak termasuk dalam Pasal 28 I ayat (1) dan
3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani Pasal 4 UU HAM seperti hak untuk berkomunikasi hak
4. Hak beragama untuk memperoleh informasi, hak atas kebebasan
5. Hak untuk tidak diperbudak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,
6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dsb
7. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
Pembatasan HAM

Pembatasan HAM hanya dapat dilakukan melalui dua cara;


1) undang-undang; 2) putusan pengadilan

MK dalam Putusan Nomor 006/PUU-I/2003 menegaskan bahwa penyadapan harus diatur di UU


karena penyadapan dan perekaman pembicaraan merupakan pembatasan terhadap hak-hak
asasi manusia, di mana pembatasan demikian hanya dapat dilakukan dengan undang-undang,
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

MK dalam Putusan Nomor 013/PUU-I/2003 menyatakan UU No.16/2003 yang memberlakukan


Perpu Terorisme untuk peristiwa peledakan Bom Bali, tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Menurut majelis, untuk undang-undang tersebut tidak berlaku asas retroaktif.
Tanggungjawab
negara

Pemerintah sebagai penanggung jawab dalam melindungi (to protect),


menghormati (to respect), dan memenuhi (to fullfil) HAM
Scara universal bahwa negara memikul tanggung jawab utama dalam
pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Tanggung jawab yang
sedemikian tak dapat dikurangi dengan alasan-alasan politik, ekonomi
maupun budaya. Sementara itu dalam kenyataan sehari-hari banyak
pelanggaran hak asasi manusia dilakukan oleh negara melalui organ-organ
atau aparatnya baik sipil maupun militer yang menyelewengkan
kekuasaannya
Instrumen HAM
Domestik
UUD 1945 Internasional
UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM Universal Declaration of
UU No. 26 Tahun.

2000 Human Rights (DUHAM)

tentang Pengadilan HAM; International Convenant


dan Civil on Political Rights
Peraturan perundang- (ICCPR) dsb
undangan lainnya
Penegakan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau Ditegakkan melalui
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut
Hukum dalam proses
Pelanggaran
hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin peradilan

pidana,

HAM oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau


dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang perdata, maupun
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
administrasi

Pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU 26/2000 Ditegakkan dengan


Pelanggaran tentang Pengadilan HAM, yatu: mekanisme UU No. 26
HAM Berat

Tahun 2000 tentang


a. Kejahatan Genosida
b. Kejahatan Kemanusiaan
Pengadilan HAM
Perwujudan Penegakan
atas pelanggaran HAM
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi.

Contoh: Peristiwa penganiayaan, pencurian, pengancaman


merupakan suatu tindak pidana. Pelakunya dapat dikatakan
melanggar HAM dan korban dikatakan dilanggar HAM-nya. maka
penegakan atas pelanggaran HAM tersebut dilakukan melalui proses
peradilan pidana.
Penegakan atas
pelanggaran HAM Berat
Diadili dalam proses peradilan Khusus, yaitu pengadilan
HAM yang berada dalam lingkungan peradilan umum.
Penyidik, Penuntut Umum, Memeriksa dan
Penyelidik dan Eksekutor Mengadili

Komnas HAM Jaksa Agung Pengadilan HAM

Contoh: Peristiwa pelanggaran HAM di Paniai,


Papua telah diusut Kejagung
Dimensi Hukum & HAM

HAM dan hukum selalu berdampingan, tetapi dimensi HAM lebih luas
karena tidak terbatas ruang dan waktu, berbeda dengan hukum/aturan
yang terbatas dengan ruang dan waktu

Seluruh peruaan sudah pasti memuat materi/nilai-nilai HAM, tetapi


tidak semua materi/milai-nilai HAM dimuat dalam hukum positif. Meski
demikian, materi HAM bukan berarti tidak berlaku karena sejatinya
HAM adalah nilai yang kodrati dan bersifat universal.
Materi HAM dalam
Peruuan

Untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai dengan prinsip negara


hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peruuan. Pasal 28 I ayat 5 UUD 1945;

Dalam Pasal 6 ayat (1) UU 12/11 menentukan bahwa materi muatan yang
harus ada dalam setiap pembentukan peruuan adalah asas kemanusiaan
yang berarti bahwa setiap Materi Muatan peruuan harus mencerminkan
pelindungan dan penghormatan HAM serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Hak Asasi Perempuan &
Urgensinya dalam UUD 45

perempuan merupakan bagian dari kelompok yang rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia
(HAM)

Pemikiran para pejuang perempuan diakomodir dan diadopsi dalam hukum HAM sejak dirumuskannya
instrumen internasional yang spesifik untuk menghadapi persoalan diskriminasi terhadapa perempuan,
yaiitu Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada tahun
1976 dan mulai berlaku pada tahun 1979. Pada tanggal 18 Desember 1979, MU PBB mengadopsi
Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW)

Konvensi ini meletakkan pemikiran dasar bahwa diskriminasi terhadap perempuan sebagai hasil dari
relasi yang timpang di dalam masyarakat yang dilegitimasi oleh struktur politik dan termasuk hukum yang
ada
Hak Perempuan
dalam UUD 1945

Untuk hal yang sama tidak boleh dibedakan, untuk yang berbeda tidak boleh disamakan. "Benar
dalam pengertian diskriminasi terdapat unsur perbedaan perlakuan tetapi tidak setiap perbedaan
perlakuan serta-merta merupakan diskriminasi. Putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016.

Diskriminasi baru dapat dikatakan ada jika terdapat perlakuan yang berbeda tanpa adanya
alasan yang masuk akal (reasonable ground) guna membuat perbedaan itu. Justru jika terhadap
hal-hal yang sebenarnya berbeda diperlakukan secara seragam akan menimbulkan
ketidakadilan. Putusan MKNo. 070/PUU11/2004

Diskriminasi adalah memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang sama. Sebaliknya bukan
diskriminasi jika memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang memang berbeda. Putusan
MK No. 27/PUU-V/2007
Hak Asasi Perempuan &
Urgensinya dalam UUD 45
Secara yuridis, dalam tataran internasional maupun nasional, Instrumen hukum dan
peraturan perundang-undangan Indonesia mengakui tentang adanya prinsip persamaan hak
antara laki-laki dan perempuan. Namun, dalam tataran implementasi penyelenggaraan
bernegara, diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Kaum perempuan
selalu tertinggal dan termarjinalkan dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan,
pekerjaan, maupun dalam bidang politik. Salah satu penyebabnya adalah budaya patriarkhi
yang berkembang dalam masyarakat adat Indonesia.

Politik hukum nasional sudah mengakomodir hak asasi perempuan yang dituangkan dalam
beberapa regulasi:
UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, UU
No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, UU 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU No. 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu, UU No. 1 Tahun 2015 terakhir diubah dengan UU No. 10 Tahun 2016 tentang
Pemilihan (Pilkada)
Hak Asasi Perempuan &
Urgensinya dalam UUD 45
Materi hak asasi perempuan yang dimuat dalam beberapa peruuan sektoral merupakan
bentuk komitmen negara dalam menjaga, melindungi, memenuhi harkat dan martabat
perempuan serta sebagai bentuk keseriusan negara dalam melaksanakan instrumen hukum
internasional;

Dengan diaturnya hak-hak perempuan dalam UUD 1945 membuat adanya mandatory dari
konstitusi kepada pembentuk undang-undang agar setiap kebijakan legislasi baik di pusat
dan di daerah senantiasa mengakomodir hak-hak perempuan.

Pemikiran dimuatnya hak-hak asasi perempuan dalam UUD 1945 dapat memuat norma-norra
hukum internasional seperti DUHAM, ICCPR, CEDAW, dsb, maupun instrumen hukum
nasional yang sudah eksis mengatur hak-hak perempuan dalam berbagai undan-undang
sektoral
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai