Anda di halaman 1dari 3

Usulan Rencana Judicial Review Undang-Undang No.

3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas


Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
Oleh Kelompok 13
1. Wahdatunnisa_B011211104
2. Waldi Wardana_B011211171
3. Ade Fitri_B011211194
4. Fauzan Assidiq_11112200211
Pasal-Pasal yang dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945
1. Pasal 4
Ayat (2) Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
dan Ayat (3) Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui
fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan.
Menyebabkan menjauhnya akses partisipasi dan layanan publik terkait pertambangan akibat
penarikan kewenangan pertambangan pemerintah daerah ke pusat. Masyarakat kesulitan
mengadukan perusahaan tambang yang merusak wilayah mereka karena harus mengadu ke
pemerintah pusat. Ini mengkhianati agenda reformasi karena salah satu hal penting yang
dihasilkan reformasi yakni mendekatkan warga dengan pemerintah melalui pemerintah
daerah. Ketika kewenangan daerah ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat, ini
merupakan kemunduran karena mengabaikan prinsip otonomi daerah. Akibatnya nasib
masyarakat di sekitar industri ekstraktif pertambangan yang dikorbankan. Seperti yang terjadi
di Trenggalek dimana, bupati sudah mengirimkan surat untuk mencabut pertambangan emas,
lalu Wakil Gubernur Jawa Timur mendukung surat tersebut. Jadi dua pejabat daerah sudah
berkirim surat untuk pencabutan izin, tapi pemerintah pusat tidak membatalkan izin yang
dikeluarkan.
2. Pasal 162
Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari
pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Maraknya ketidakadilan dan kriminalisasi yang banyak dilakukan oleh perusahaan dan aparat
terhadap masyarakat daerah tambang. Melalui UU Minerba yang baru ini masyarakat daerah
selain akan dihabisi kekayaan alamnya oleh segelintir konglomerat tambang, mereka yang
mencoba menolak daerahnya untuk dieksploitasi akan terkena pidana.
3. Pasal 169
a. Kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin
mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai
Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian masing-masing untuk jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah
berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan
penerimaan negara.
Jaminan perpanjangan otomatis bagi KK dan PKP2B dimana dengan dalih meningkatkan
penerimaan negara, pemerintah malah memberi jaminan perpanjangan kontrak berupa KK
dan PKP2B sebanyak 2 kali 10 tahun. Padahal, untuk memaksimalkan ruh “penguasaan oleh
negara” kontrak/perjanjian yang sudah habis masanya sebaiknya kembali ke penguasaan
negara dalam status WPN yang kemudian diterbitkan IUPK, tanpa memperpanjang
pemegang KK atau PKP2B generasi pertama.
4. Pasal 69
b. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan Pertambangan, termasuk kegiatan
Reklamasi dan/atau Pascatambang;
Perusahaan tambang masih bisa beroperasi meskipun terbukti merusak lingkungan dari segi
tanggung jawab perbaikan lahan bekas tambang. Aturan perbaikan lahan bekas tambang
terdiri dari dua kegiatan yang terpisah, yakni reklamasi dan kegiatan pascatambang.
Reklamasi yaitu aktivitas untuk memulihkan ekosistem supaya bisa berfungsi kembali seperti
sedia kala. Sedangkan Kegiatan Pascatambang yakni aktivitas perbaikan lahan bekas
tambang untuk memulihkan kembali fungsi lingkungan, dan fungsi sosial menurut kondisi
lokal di seluruh wilayah penambangan. Perusahaan tambang wajib melakukan semua
kegiatan Reklamasi dan Kegiatan Pascatambang sekaligus menyetor dana jaminan Reklamasi
dan Pascatambang. Bukannya mempertegas aturan Reklamasi dan Kegiatan Pascatambang,
alih-alih mempidanakan perusahaan yang tidak memperbaiki lahan bekas tambang,
pemerintah justru membuat aturan baru yang membebaskan kewajiban pengusaha tambang
perusak lingkungan dengan jalan merubah isi undang-undang. kewajiban perusahaan dalam
perbaikan lahan bekas tambang sekarang ini cukup mengerjakan salah satu kewajiban
perbaikan saja. Perusahaan tambang bisa bebas memilih antara Kegiatan Reklamasi atau
Kegiatan Pascatambang.
5. Pasal 128
a. (1) menyatakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan operasional produksi yang
melakukan pertambangan dan/atau pemanfaatan batu bara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 102 ayat
(2) dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
(Perppu Ciptaker) mengatur royalti perusahaan batu bara bisa nol persen alias gratis.
Pemerintah secara gamblang memberi lampu hijau bagi pelaku kegiatan eksploitasi sumber
daya alam tak terbarukan di bumi Indonesia dengan bebas biaya. Padahal selama ini royalti
yang ditentukan oleh pemerintah pada pengusaha tambang merupakan bagian pendapatan
negara dan masuk sebagai pendapatan daerah melalui mekanisme Dana Bagi Hasil.

Anda mungkin juga menyukai