Anda di halaman 1dari 6

Hak Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK)

Dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ( UU Minerba) Bab XIII mengenai Hak dan Kewajiban, Pasal 90,91,dan 92 pemegang IUP dan IUPK, berhak : 1. 2. 3. melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi. memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau iuran produksi, kecuali mineral ikutan radioaktif. Sebagaimana diatur dalam Pasal 93 UU Minerba perlu digaris bawahi bahwa Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu. Pengalihan kepemilikan dan/atau saham hanya dapat dilakukan dengan syarat : a. harus memberitahu kepada Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya; dan b. sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Johan Kurnia

Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK)

Latar Belakang
Pasal 95 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ( UU Minerba) mengatur beberapa kewajiban secara umum yang harus ditaati oleh pemegang IUP dan IUPK, yakni: a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, yang mewajibkan pemegang IUP dan IUPK untuk: 1. 2. 3. 4. 5. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; keselamatan operasi pertambangan; pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang; upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara; pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan; b. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia; c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara; d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan; e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.

Reklamasi dan Pascatambang


Menurut Pasal 99 UU Minerba, setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pasca tambang. Hal ini dicantumkan dalam perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dengan pemegang hak atas tanah. Pemegang wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang. Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga dengan dana jaminan yang telah disediakan pemegang. Di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang ( PP 78/2010), Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang. Reklamasi dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan eksplorasi. Reklamasi dan pascatambang dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan pertambangan dengan sistem dan metode: 1. penambangan terbuka; dan

2.

penambangan bawah tanah.

Kewajiban-Kewajiban Lainnya
Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah. Pemegang IUP dan IUPK juga wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 103 UU Minerba mengatur bahwa pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Dalam hal ini, pemegang dapat bekerjasama dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan IUP atau IUPK untuk pengolahan dan pemurnian yang dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 105 UU Minerba mengatakan bahwa badan usaha yang tidak bergerak di usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral dan/atau batu bara wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan. IUP jenis ini hanya dapat diberikan untuk 1 kali penjualan oleh pihak yang berwenang. Badan usaha tersebut wajib melaporkan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang tergali kepada pihak yang berwenang. Selain itu di dalam Pasal 106 UU Minerba diatur bahwa pemegang IUP dan IUPK harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, dan jasa dalam negeri. Dalam melakukan kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK wajib mengikut sertakan pengusaha lokal yang ada di daerah tersebut. Adalah kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Klinik UU Minerba Anda Bertanya, Kami Menjawab


Menyoal Keadaaan Kahar Yth. Pengasuh Klinik UU Minerba. Saya mahasiswa Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya, hendak menanyakan isi UU Minerba No.4/2009 terkait pasal 113 ayat (1) huruf (a) dan (b) yang menyebutkan, penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP dan IUPK bila terjadi; (a). Keadaan kahar, (b). Keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh usaha pertambangan. Jadi yang ingin saya tanyakan adalah: A. Keadaan kahar (dalam KBBI/kamus besar Bahasa Indonesia) artinya keadaan yang tidak adil. Mohon penjelasan apa yang dimaksud keadaan kahar dalam UU Minerba, apakah maknanya sama dengan yang ditulis dalam KBBI? B. Seperti apa keadaan kahar yang dimaksud sehingga dapat dilakukan penghentian sementara kepada pemegang IUP/IUPK? C. Seperti apa keadaan menghalangi yang dimaksud oleh pasal 113 ayat (1) huruf b di atas? Pengirim: Bayu Rahadi Alamat: Komplek Mutiara Indah 2 Blok EG No.72 Indralaya-Palembang. Email: bayu_mind@yahoo.com Jawab: Yth. Pembaca Klinik UU Minerba. Secara umum, pengertian Keadaan Kahar (Force Majeur) dan

Keadaan Yang Menghalangi adalah suatu kejadian atau peristiwa di luar kemampuan wajar pemegang IUP/IUPK sehingga tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan (sebagian atau seluruh) kewajibannya (tepat waktu) berdasarkan IUP/IUPK yang dimilikinya, sehingga hak-hak pemegang IUP/IUPK terjamin dan lebih memberikan kepastian hukum dalam berusaha. A. Pengertian Keadaan Kahar dalam KBBI adalah keadaan yang tidak adil, pada dasarnya mempunyai makna yang sama dengan UU No. 4 Tahun 2009. Hanya saja pengertian dalam KBBI adalah pengertian yang bersifat umum, sedangkan dalam UU No. 4 Tahun 2009 sedikit lebih detil menyebutkan penyebab terjadinya Keadaan Kahar tersebut. B. Keadaan Kahar sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 113 huruf a adalah:Yang dimaksud keadaan kahar (force majeur) dalam ayat ini, antara lain, perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam di luar kemampuan manusia. Seperti disebutkan di atas, penyebab Keadaan kahar dapat diklasifikasikan sebagai act of God. Implikasi bagi pemegang IUP/IUPK adalah jangka waktu IUP/IUPK (yang merupakan hak pemegang IUP/IUPK) selama pemberlakuan Keadaan Kahar tidak diperhitungkan, demikian pula dengan pembebasan terhadap kewajiban keuangan pemegang IUP/IUPK, misalnya saja dibebaskan untuk pembayaran iuran tetap/deadrent. C. Keadaan Yang Menghalangi sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 113 huruf b adalah : Yang dimaksud keadaan yang menghalangi dalam ayat ini, antara lain, blokade, pemogokan, dan perselisihan perburuhan di luar kesalahan pemegang IUP atau IUPK dan peraturan perundangundangan yang diterbitkan oleh Pemerintah yang menghambat kegiatan usaha pertambangan yang sedang berjalan. Seperti disebutkan di atas, penyebab dari Keadaan Yang Menghalangi dapat diklasifikasikan sebagai akibat dari perbuatan manusia (contohnya adalah wilayah IUP semula berada pada kawasan budi daya, kemudian berdasarkan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ditetapkan sebagai Kawasan Lindung yang harus memiliki izin pinjam pakai). Implikasi bagi pemegang IUP adalah jangka waktu IUP/IUPK (yang merupakan hak pemegang IUP/IUPK) selama pemberlakuan Keadaan Yang Menghalangi tidak diperhitungkan, tetapi tetap mempunyai kewajiban keuangan, misalnya pembayaran iuran tetap/deadrent. Perbedaan antara dua keadaan di atas adalah penyebab terjadinya keadaan tersebut, sedangkan mekanisme pemberlakuan keadaan tersebut adalah harus dilaporkan oleh pemegang IUP/IUPK dan kemudian diberlakukan/dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang (Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota). Selanjutnya pengaturan mengenai Keadaan Kahar dan Keadaan Yang Menghalangi diatur dalam Pasal 114, 115 UU No. 4 Tahun 2009 dan (Rancangan) Peraturan Pemerintah. Panduan Aturan Usaha Jasa Pertambangan Pengasuh Yth. Saya adalah karyawan bagian HRD sebuah perusahaan jasa pertambangan. Terkait lahirnya UU Minerba yang baru beserta berbagai peraturan teknisnya yang baru, tentunya ada perubahan-perubahan ketentuan menyangkut perusahaan jasa pertambangan. Terus terang, kami ingin memperbaharui peraturan di perusahaan kami. Peraturan apakah yang dapat kami jadikan acuan atau panduan untuk melaksanakan hal itu, atau adakah buku panduan khusus bagi kami untuk membuat peraturan perusahaan jasa pertambangan? Terima kasih. Pengirim: Sari Priskila Alamat: Jl. Pahlawan Revolusi No.28 Pondok Bambu, Jakarta Email: sari.priskila@yahoo.com Jawab: Yth. Pembaca Klinik UU Minerba. Pada dasarnya kami tidak berwenang mengatur secara khusus mengenai internal perusahaan jasa pertambangan. Namun pedoman penyelenggaraan usaha jasa di bidang pertambangan mineral dan batubara sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan Pasal 127 UU No. 4 Tahun 2009, telah diberlakukan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan. Pokok-pokok materi yang diatur dalam Permen No. 28 Tahun 2009 adalah :

a. Perusahaan jasa pertambangan nasional meliputi BUMN dan Badan Usaha Swasta; b. Pemegang IUP atau IUPK dapat menggunakan jasa pertambangan setelah RKAB-nya disetujui oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya; c. Pemegang IUP atau IUPK dapat menyerahkan kegiatan penambangan kepada usaha jasa pertambangan terbatas pada kegiatan: - Pengupasan lapisan/batuan penutup (overburden); dan - Pengangkutan mineral dan batubara. d. Pada dasarnya Pemegang IUP atau IUPK harus melaksanakan sendiri seluruh seluruh tahapan usaha pertambangan, namun apabila Pemegang IUP atau IUPK memberikan pekerjaan kepada perusahaan jasa pertambangan harus didasarkan atas kontrak kerja yang berasaskan kepatutan, transparan dan kewajaran, serta dilarang menerima imbalan (fee) dari hasil pekerjaan yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa pertambangan. Untuk memperoleh peraturan-peraturan tersebut, dapat didown load dari situs http://www.esdm.go.id. Nasib Lahan Dibawah 5.000 Hektar Salam sejahtera Pengasuh. Saya ingin meminta kejelasan lebih lanjut dari pernyataan yang pernah diberikan tentang lahan dibawah 5 ribu hektar yang akan dihormati dan akan dikonversi izinnya menjadi IUP jika memberikan rencana kerja. Hal yang ingin saya tanyakan lagi adalah, jika telah mengajukan rencana kerja tapi lahannya tetap hanya 50 hektar (di bawah 5.000 hektar) apakah akan tetap diberikan, mengingat ketersediaan lahannya tidak mencapai 5 ribu hektar? Contoh kasus adalah di pertambangan timah Bangka-Belitung yang banyak perusahaan milik perseorangan yang memperkerjakan 300 orang dengan lahan hanya 50 hektar. Bagaimanakah hasilnya? Pengirim: Sufiatna Zeze Email: sufizeze@gmail.com Jawab: Yth. Pembaca Klinik UU Minerba. Perlu diketahui azas hukum terhadap suatu peraturan yang bersifat mengatur (regeling) adalah tidak boleh berlaku surut. Ini berarti terhadap Kuasa Pertambangan (KP) yang sudah ada (existing) tetap dihormati sampai jangka waktunya berakhir. Demikian pula dengan perpanjangan dan peningkatan tahap kegiatannya tetap dapat diberikan sepanjang mengacu UU No. 4/2009. Hal tersebut tercantum dalam Edaran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 03 Tahun 2009 kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. Tindak lanjutnya sesuai Surat Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi No. 1053/30/DJB/2009 tanggal 24 Maret 2009 perihal Izin Usaha Pertambangan. Khusus mengenai KP, yang tercantum dalam surat tersebut adalah perubahan KP menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran surat tersebut serta tetap menghormati KP (kemudian menjadi IUP) sampai masa berlakunya habis. Untuk IUP Eksplorasi baru (mineral logam), tentunya berlaku ketentuan Pasal 52 UU No. 4 Tahun 2009 sebagai hukum positif yang mengatur batasan paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektar. Batasan luas minimal untuk ekplorasi tersebut adalah berdasarkan keberadaan/keterdapatan mineral yang memerlukan wilayah cukup luas untuk menemukannya. Apabila telah ditemukan, yang biasanya pada lokasi dengan luas terbatas, wilayah untuk operasi produksi ditetapkan sesuai dengan luas untuk kegiatan operasi produksi (tidak diatur luas minimal). Atau dalam hal tertentu, pelaksanaan eksplorasi dapat dilakukan oleh Pemerintah (Pasal 6 huruf p), Gubernur (Pasal 7 huruf e) dan/atau Bupati/Walikota (Pasal 8 huruf d) sesuai dengan kewenangannya, sehingga pelelangan WIUP sesuai data (eksplorasi) yang ada, dan kepada pelaku usaha dapat langsung diberikan WIUP Operasi Produksi. Bagaimana Pengaturan DMO Batubara? Pengasuh Yth. Dalam dua bulan terakhir ini, masyarakat banyak mempersoalkan pelayanan energi listrik yang sangat tidak maksimal. Banyak yang mengatakan, ini dampak dari kekurangan bahan bakar yang dialami PLTU milik PLN akibat batubaranya lebih banyak diekspor. Seiring dengan itu,

kami membaca di website Majalah TAMBANG bahwa dua RPP Minerba, yakni RPP tentang Pengusahaan Minerba dan RPP tentang Wilayah Pertambangan, telah finalisasi dan diajukan ke Depkumham. Setahu kami dalam RPP Pengusahaan Minerba diatur pula tentang DMO batubara. Mohon penjelasan sejauh mana pengaturan DMO batubara guna menjamin pasokan energi di dalam negeri? Terima kasih. Pengirim: Syamsul Arifin Tabah Alamat: Jl. Imam Bonjol 111, Surabaya, Jawa Timur Jawab: Yth. Pembaca Klinik UU Minerba. Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2009, Pemerintah (setelah berkonsultasi dengan DPR) dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri. Secara umum materi yang akan diatur adalah : a. Pengendalian produksi dan ekspor akan dilakukan terhadap jumlah produksi tiap-tiap komoditas per tahun untuk setiap provinsi dibagi per perusahaan (pemegang IUP), dengan memperhatikan potensi cadangan dan kapasitas produksi. b. Jumlah minimal penjualan dalam negeri didasarkan pada perkiraan kebutuhan dalam negeri untuk tahun berikutnya, dibagi dengan perkiraan produksi mineral dan batubara oleh Pemegang IUP. c. Pengutamaan kebutuhan dalam negeri merupakan kewajiban pemegang IUP yang mengandung sanksi (dengan kriteria dan kondisi tertentu). Dengan kebijakan pengutamaan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri, diharapkan dapat mengatasi dan mencegah terjadinya kelangkaan pasokan mineral dan batubara, serta menjamin pasokan mineral dan batubara di dalam negeri.

Pasal 91 UU 4/2009 menyebutkan pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaakan sarana dan prasarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan perundangundangan apa saja yang harus dipenuhi dalam konteks pasal 91 UU Minerba ini? Kenyataannya truk-truk batubara dapat melewati jalan provinsi seenaknya dan tidak peduli atas kerusakan serta polusi lingkungan yang ditimbulkannya. Lantas seperti apa UU Minerba mengatur hal ini? Terima kasih. Jawab : Tentang pasal 91 UU Minerba, tentu saja yang terkait dengan prasarana dan sarana umum yang digunakan untuk kegiatan tambang tersebut. Untuk kegiatan pengangkutan hasil tambang, harus mengacu UU 38/2004 tentang Jalan, yang pada intinya kendaraan yang lewat jalan umum harus mematuhi batasan berat/kapasitas jalan umum (jalan nasional,provinsi dan lain-lain) yang dilewati. Sebenarnya perusahaan tambang harus memiliki jalan khusus yang tidak mengganggu kepentingan umum. Perusahaan yang melanggar ketentuan ini, termasuk melanggar ketentuan berat muatan kendaraan pada dasarnya bisa ditindak oleh pihak yang berwajib sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. (Majalah Tambang, Mei 2010)

Anda mungkin juga menyukai