Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ajiy Faiq Syauqiy Billah

NIM : D1101181015
UAS : Hukum Pertambangan
Dosen : Yoga Herlambang, S.T, M.T

Soal Ujian Akhir Semester


1. Sebutkan dan Jelaskan hubungan antara UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan
UU No. 3 Tahun 2020 yang terkait dengan ketenaga kerjaan di sektor pertambangan
2. Sebutkan syarat minimal recovery penambangan terbuka yang harus dipenuhi pada kegiatan
tambang terbuka batubara menurut Kepmen ESDM No. 1827/2018, jelaskan pengertian angka
tersebut.
3. Jelaskan apa saja kewajiban Kepala Teknik Tambang (KTT) untuk membuat laporan kepada
Kepala Inspektur Tambang menurut Kepmen ESDM No. 1827/2018.
4. Sebutkan dan jelaskan sangsi sangsi terkait pertambangan dalam UU No. 3 Tahun 2020
Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Penyelesaian
1. UU No.11 Tahun 2020 :
Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK) adalah undang-undang di Indonesia yang telah
disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November
2020 dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi asing
dan dalam negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin usaha dan
pembebasan tanah. Karena memiliki panjang 1.187 halaman dan mencakup banyak sektor,
UU ini juga disebut sebagai undang-undang sapu jagat atau omnibus law.
UU No.3 Tahun 2020 :
Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. UU Minerba yang baru (UU No. 3/2020) sangat
dinantikan oleh pelaku usaha dan disambut secara positif karena memberikan kepastian
hukum dan kepastian investasi baik bagi pemegang IUP, IUPK serta KK dan PKP2B.
Hubungan antara UU No.11 tahun 2020 dan UU No.3 Tahun 2020 :

Dengan terbitnya UU No. 11/2020 dan UU No. 3/2020, bagi industri pertambangan ada
secercah harapan ditengah kondisi Pandemi Covid-19 yang dampaknya sangat signifikan
dan kemungkinan masih akan berkepenjangan.

UU Minerba baru selain memberikan kepastian hukum bagi perpanjangan/konversi


KK/PKP2B menjadi IUPK Operasi Produksi, juga mengatur beberapa hal penting.
Kewenangan pengelolaan minerba yang sebelumnya didelegasikan oleh pemerintah ke
pemerintah daerah, di dalam UU Minerba baru kewenangan berada ditangan pemerintah
pusat. UU No. 3/2020 menetapkan sumber daya mineral dan batubara adalah kekayaan
nasional oleh karena itu pengelolaannya dibawah kendali pemerintah pusat. Namun daerah
tetap akan mendapatkan manfaat, bahkan diharapkan lebih besar, dari pengelolaan minerba
pasca penerbitan UU No. 3/2020. Peran pemerintah daerah akan diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah (PP) yang segera akan disusun. Selain itu, UU juga memperkenalkan
izin baru yaitu Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) yang kewenangannya
didelegasikan ke pemerintah provinsi.

UU Minerba baru juga diharapkan dapat mendorong pengembangan peningkatan nilai


tambah (PNT) mineral dan batubara. Definisi dari PNT mineral dan batubara diatur secara
terpisah didalam UU yang baru ini yang berbeda dengan pengaturan di UU sebelumnya.
Selain itu UU Minerba baru juga memperkenalkan definsi pengelolaan dan pemanfaatan
batubara. Dalam pelaksanaan PNT mineral, UU amandemen UU No. 4/2009 tersebut juga
memperhatikan faktor kelayakan ekonomi (economic feasibility) dan juga akses pasar
(forward linkage), hal mana yang sebelumnya tidak diatur di UU NO. 4/2009. Namun,
aturan lebih detail di dalam PP yang perlu lebih dicermati agar kegiatan PNT mineral dapat
dilaksanakan dengan baik.

Meskipun UU Minerba baru banyak mengatur ketentuan yang positif bagi pelaku usaha,
namun penetapan sanksi pidana dan denda yang lebih berat perlu menjadi perhatian khusus
bagi pemegang izin. Adanya sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda uang
sampai Rp. 100 miliar tentu diharapkan mendorong kepatuhan dari pelaku usaha terhadap
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penyusunan rancangan peraturan
pelaksanaan (RPP) yang sedang disusun oleh pemerintah perlu mendapat perhatian penting
dari seluruh pelaku usaha. Jika UU dan peraturan pelaksanaannya nanti positif
mengakomodir best practices dan concern dari pelaku usaha serta bisa sinkron dengan
peraturan sektoral lainnya, diyakini UU Minerba yang baru dapat membawa industri
pertambangan ke arah yang lebih baik. Paling tidak, dalam jangka pendek bisa mendorong
kegiatan usaha pertambangan lebih maksimal ditengah pelemahan demand akibat Pandemi
Covid-19.
2. Kepmen ESDM no 1827 – Setelah mengeluarkan Permen ESDM no 26 tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Mineral dan Batubara dan
mencabut beberapa regulasi sebelumnya. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian ESDM
mengeluarkan pedoman pelaksanaannya, salah satunya adalah dengan dikeluarkannya
KepMen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan Yang Baik.

Ruang lingkup pada pedoman ini terdiri atas eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, dan
pengujian alat pertambangan (commisioning), pemanfaatan teknologi, kemampuan rekayasa,
rancang bangun, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan, pemasangan tanda
batas, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, pengangkutan, dan pengelolaan teknis
pascatambang.

Pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik yang terdiri atas:

1. Pedoman permohonan, evaluasi, dan/atau pengesahan kepala teknik tambang,


penanggung jawab teknik dan lingkungan, kepala tambang bawah tanah, pengawas
operasional, pengawas teknis, dan/atau penanggung jawab operasional yang tercantum
dalam Lampiran I.
2. Pedoman pengelolaan teknis pertambangan yang tercantum dalam Lampiran II.
3. Pedoman pelaksanaan keselamatan pertambangan dan keselamatan pengolahan
dan/atau pemurnian mineral dan batubara yang tercantum dalam Lampiran III.
4. Pedoman penerapan sistem manajemen keselamatan pertambangan mineral dan
batubara yang tercantum dalam Lampiran IV
5. Pedoman pelaksaan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan mineral dan batubara
yang tercamtum dalam Lampiran V
6. Pedoman pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang serta pascaoperasi pada kegiatan
usaha pertambangan mineral dan batubara yang tercantum dalam Lampiran VI
7. Pedoman pelaksanaan konservasi mineral dan batubara yang tercantum dalam
Lampiran VII
8. Pedoman kaidah teknik usaha jasa pertambangan dan evaluasi kaidah teknik usaha jasa
pertambangan yang tercantum dalam Lampiran VIII.

3. Kepala Teknik Tambang yang selanjutnya disingkat KTT adalah sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan
Batubara.

Tugas dan Kewajiban KTT :

a) membuat peraturan internal perusahaan mengenai penerapan kaidah teknik


pertambangan yang baik
b) mengangkat pengawas operasional dan pengawas teknis
c) mengesahkan PJO
d) melakukan evaluasi kinerja PJO
e) memastikan semua perusahaan jasa pertambangan yang beroperasi di bawahnya
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
f) menerapkan standar sesuai dengan ketentuan perundangundangan
g) menyampaikan laporan kegiatan jasa pertambangan kepada KaIT sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
h) memiliki tenaga teknis pertambangan yang berkompeten sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
i) melaksanakan manajemen risiko pada setiap proses bisnis dan subproses kegiatan
pertambangan
j) menerapkan sistem manajemen keselamatan pertambangan dan melakukan
pengawasan penerapan sistem manajemen keselamatan pertambangan yang
dilaksanakan oleh perusahaan jasa pertambangan yang bekerja di wilayah tanggung
jawabnya
k) melaporkan penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik kepada KaIT, baik
laporan berkala, akhir, dan/atau khusus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
l) melaporkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara
berkala sesuai dengan bentuk yang ditetapkan
m) melaporkan jumlah pengadaan, penggunaan, penyimpanan, dan persediaan bahan dan
limbah berbahaya dan beracun secara berkala setiap 6 (enam) bulan
n) melaporkan adanya gejala yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan
o) menyampaikan laporan kasus lingkungan paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh
empat) jam setelah terjadinya kasus lingkungan berikut upaya penanggulangannya
p) menyampaikan pemberitahuan awal dan melaporkan kecelakaan, kejadian berbahaya,
kejadian akibat penyakit tenaga kerja, dan penyakit akibat kerja
q) menyampaikan laporan audit internal penerapan sistem manajemen keselamatan
pertambangan mineral dan batubara
r) menetapkan tata cara baku untuk penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan pada tempat yang berpotensi menimbulkan perusakan dan pencemaran
lingkungan
s) menetapkan tata cara baku untuk penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik
t) melaksanakan konservasi sumber daya mineral dan batubara
u) KTT menetapkan tata cara baku kegiatan pengelolaan teknis pertambangan mineral
dan batubara.

4. a. Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan
berhak:

➢ memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan
Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
➢ mengajukan gugatan melalui pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan
Pertambangan yang menyalahi ketentuan.
➢ Menteri berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IUPK,
IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan atas pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36A, Pasal 41, Pasal 52 ayat (4ll, Pasal 55 ayat (4)., Pasal
58

b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

➢ peringatan tertulis
➢ denda
➢ penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi
Produksi
➢ pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 diatur dengan Peraturan
Pemerintah:

➢ Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp100.OOO.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
➢ Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau
Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
➢ Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi
tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paiing banyak Rp 1 00.00O.000.O00,O0 (seratus
miliar rupiah).
➢ Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan danf atau
Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan
Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR,
SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g,
Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.00O.00O,00 (seratus miliar rupiah).
➢ Setiap pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang memindahtangankan IUP,
IUPK, IPR, atau SIPB sebagaimana dimaksud Pasal 7OA, Pasal 86G huruf a, dan
Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan pindana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.0O0.00O,00 (lima miliar rupiah).
➢ Setiap orangyang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan: a.
Reklamasi dan/atau Pascatambang; dan/atau b. penempatan dana jaminan
Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rpi00.000.000.0O0,0O
(seratus miliar rupiah).
➢ Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eks pemegang IUP atau
IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka
pelaksanaan kewajiban Reklamasi dan/atau Pascatambang yang menjadi
kewajibannya.
➢ Setiap orang yang merintangi atau mengganggu keglatan Usaha Pertambangan dari
pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai