Anda di halaman 1dari 13

PERBANDINGAN PROSES PERADILAN pelanggaran HAM bila dilakukan secara sewenang-

PELANGGARAN HAM BERAT DENGAN TINDAK wenang dan tanpa dasar pembenaran yang sah
PIDANA UMUM DI INDONESIA1 menurut hukum dan perundangan yang berlaku5
Oleh: Azarel Kevin Toweula 2 Kondisi bangsa Indonesia dalam hal penegakan
Marchel Maramis 3 hukum menunjukan jauh dari cita-cita awal yang
Deizen Rompas 4 ingin menciptakan keadilan, ini dapat dilihat pada
masa sekarang, dimana semakin maraknya terjadi
ABSTRAK pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk rakyat bangsa Indonesia saat ini. Indonesia
mengetahui bagaimana prosedur proses peradilan meratifikasi berbagai instrumen internasional
pidana antara pelanggaran HAM berat dengan tentang HAM, seperti ratifikasi Indonesia terhadap
Tindak pidana umum di Indonesia dan bagaimana keempat Konvensi Jenewa 1949 dengan Undang-
faktor-faktor yang membedakan proses peradilan Undang Nomor 59 Tahun 1958, Konsekuensi
pidana pelanggaran HAM berat dengan tindak tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 49
pidana umum di Indonesia, yang dengan metode Konvensi Jenewa I, Pasal 50 Konvensi Jenewa II,
penelitian yuridis empiris disimpulkan: 1. Perbedaan Pasal 129 Konvensi Jenewa III, Pasal 146 Konvensi
prosedur proses peradilan pidana pelanggaran HAM Jenewa IV tahun 1949 adalah: Menetapkan undang-
berat dengan tindak pidana umum di Indonesia undang yang diperlukan untuk memberikan sanksi
dapat dilihat dari proses penangkapan, penahanan, pidana efektif terhadap orang-orang yang
penyelidikan, penyidikan serta penuntutannya. 2. melakukan atau memerintahkan salah satu
Faktor-Faktor pembeda proses peradilan pidana pelanggaran HAM yang berat; Mencari orang-orang
pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana yang disangka melakukan pelanggaran HAM yang
umum di Indonesia adalah faktor hukum, faktor berat; Mengadili para pelaku pelanggaran HAM
sarana dan fasilitas dalam penegakan hukumnya, yang berat tersebut tanpa memandang kebangsaan;
serta faktor pelaku. Apabila dikehendaki dan sesuai dengan undang-
Kata Kunci: Pelanggaran HAM Berat; Tindak Pidana undang nasional, untuk mengekstradisikan orang-
Umum; Pelaksanaan Peradilan. orang yang melakukan dan memerintahkan
melakukan pelanggaraan HAM yang berat. Menurut
PENDAHULUAN perkembangan hukum yang berlaku, baik Hukum
A. Latar Belakang Nasional maupun Hukum Internasional,
Negara Republik Indonesia adalah Negara pembentukan pengadilan HAM sebagai pengadilan
Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang- khusus bagi kejahatan terhadap kemanusiaan di
Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi Hak Indonesia merupakan sesuatu yang mutlak.6 Untuk
Asasi Manusia (HAM). Negara hukum merupakan merealisasi terwujudnya pengadilan HAM tersebut,
suatu dimensi dari negara demokratis dan memuat maka perlu diatur dalam suatu undang-undang.
subsantsi HAM, Hak Asasi Manusia dengan negara Upaya pemerintah Indonesia untuk membuat
hukum tidak dapat dipisahkan, justru berpikir secara undang-undang di atas, tidak lain merupakan suatu
berkaitan dengan ide bagaimana keadilan dan bentuk penerapan politik kebijakan perundang-
ketertiban dapat terwujud. Dengan demikian, undangan atau juga dikenal sebagai kebijakan
pengakuan dan pengukuhan Negara hukum salah legistatif. Dengan adanya pengajuan Rancangan
satu tujuannya melindungi hak asasi manusia, Undang-Undang (RUU) pengadilan HAM oleh
berarti hak dan sekaligus kebebasan perseorangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi Undang-
diakui, dihormati dan dijunjung tinggi. Salah satu Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
aspek kemanusiaan yang sangat mendasar dan asasi HAM, menunjukan adanya usaha positif pemerintah
adalah hak untuk hidup dan hak untuk untuk menghukum pelaku pelanggaran HAM di
melangsungkan kehidupan, karena hak-hak tersebut Indonesia sebagai bentuk dalam tindak pidana
diberikan langsung oleh Tuhan kepada setiap umum di Indonesia. Istilah kejahatan terhadap
manusia. Oleh karena itu, setiap upaya perampasan kemanusiaan secara yuridis baru dikenal sejak
terhadap nyawa termasuk di dalamnya tindak
kekerasan pada hakekatnya merupakan 5
Arief, Barda Nawawi. 1994. Kebijakan Legistatif dalam
Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara. Badan
1
Artikel Skripsi Penerbit Undip. Semarang., hal 76
2 6
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM 18071101350 Muladi. 2005. Hak Asasi Manusia (Hakekat, Konsep dan
3
Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat).
4
Fakultas Hukum Unsrat, Magister Ilmu Hukum Refika Aditama. Bandung., hal 41
diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun lainnya ini dapat dikategorikan merupakan
2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan pelanggaran tindak pidana, serta unsur-unsur
undang-undang tersebut, salah satu kewenangan tersebut pun mencakup unsur obyektif dan unsur
yang dimiliki oleh pengadilan HAM adalah mengadili subyektif. Unsur objektif (criminal act, actus reus)
kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu berupa adanya perbuatan yang memenuhi rumusan
pelanggaran HAM yang berat. Berdasarkan undang-undang dan bersifat melawan hukum serta
penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 tidak adanya alasan pembenar. Unsur subyektif
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kejahatan (criminal responsibility, mens rea) meliputi unsur
terhadap kemanusiaam dalam ketentuan undang- kesalahan dalam arti luas, yang meliputi unsur
undang ini sesuai dengan Rome Statute of kemampuan bertanggungjawab dan adanya unsur
International Criminal Court. Oleh karena itu, kesengajaan atau kealpaan serta tidak adanya
berbagai logika dan spirit hukum serta perundang- alasan pemaaf. Khusus mengenai kejahatan
undangan yang menjiwai dan terkait atas dasar terhadap kemanusiaan dan kejahatan HAM berat
Statuta Roma haruslah dipahami dengan baik. yang lainnya, terdapat prinsip umum bahwa unsur-
Kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia unsur kejahatan terdiri atas: Unsur material yang
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor berfokus pada perbuatan (conduct), akibat
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, (consequences) dan keadaan-keadaan
“mengadopsi” Statuta Roma 1998 yang menjadi (circumstances) yang menyertai perbuatan. Unsur
dasar pembentukan International Criminal Court mental yang relevan dalam bentuk kesengajaan
(ICC) sebagai peradilan internasional permanen (intent), pengetahuan (knowledge) atau keduanya.
yang berwenang mengadili salah satu kejahatan Kesengajaan sebagai unsur tindak pidana
internasional berupa kejahatan terhadap dinyatakan terpenuhi apabila hubungan dengan
kemanusiaan. Dalam Undang-Undang Nomor 26 perbuatan tersebut si pelaku berniat untuk
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM terdapat melakukan/turut serta melakukan perbuatan
jenis-jenis dan klasifikasi pelanggaran HAM berat, tersebut, dan berkaitan dengan akibat si pelaku
yang meliputi: berniat untuk menimbulkan akibat tersebut secara
1. Kejahatan genosida. sadar bahwa pada umumnya akibat akan terjadi
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan. dalam kaitannya dengan perbuatan tersebut dan
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun termasuk dalam unsur-unsur pidana yang terdapat
2000 tentang Pengadilan HAM, kejahatan Genosida di Negara ini. Dengan ditinjau dari unsur-unsur di
adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan atas maka dapat digolongkan bahwa pelaku
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan pelanggaran HAM termasuk dengan pelaku tindak
seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, pidana, sehingga harus ditegakkan dengan hukum
kelompok agama. Menurut Undang-Undang Nomor yang berlaku karena HAM adalah hak dasar dari
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kejahatan setiap manusia, yang apabila terjadi pelangaran
terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan terhadap hak dasar tersebut maka ditakutkan akan
yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang terjadi ketidaknyamanan di dalam setiap diri
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa manusia di dalam menjalani kehidupan.
serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil.Berdasarkan jenis-jenis dari B. Rumusan Masalah
pelanggaran HAM berat di atas termasuk dengan 1. Bagaimanakah prosedur proses peradilan pidana
jenis-jenis pelanggaran tindak pidana yang tertuang antara pelanggaran HAM berat dengan Tindak
di dalam buku kedua Kitab Undang-Undang Hukum pidana umum di Indonesia?
Pidana (KUHP) tentang kejahatan.7 Dengan adanya 2. Bagaimana faktor-faktor yang membedakan
hubungan yang erat antara pelanggaran HAM berat proses peradilan pidana pelanggaran HAM berat
dengan tindak pidana umum di Indonesia maka dengan tindak pidana umum di Indonesia?
pelanggaran HAM berat dapat ditinjau sebagai
pelanggaran-pelanggaran tindak pidana umum. C. Metode Penelitian
Secara umum unsur-unsur kejahatan terhadap Metode penelitian yang digunakan dalam
kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat yang bentuk skripsi ini adalah metode pendekatan
Yuridis-Normatif.
7
Muladi. 2002. Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, dan
Reformasi Hukum di Indonesia. The Habibie Center. Jakarta., HASIL PEMBAHASAN
hal 122
A. Prosedur Proses Peradilan Pidana Pelanggaran dengan upaya non penal (Preventif) yaitu dengan
HAM Berat Dengan Tindak Pidana Umum Di cara memberikan pengamanan dan pengawasan
Indonesia yang dilakukan oleh aparat penegakan hukum
HAM merupakan salah satu instrumen yang dalam mencegah terjadinya kasus pelanggaran HAM
penting di dalam suatu negara hukum yang berat di Indonesia, melakukan penyuluhan kepada
demokratis dan memuat substansi HAM, bila tidak masyarakat tentang kesadaran mengenai tanggung
dikuatirkan akan kehilangan esensinya dan jawab bersama dalam terjadinya pelanggaran HAM
cenderung sebagai alat penguasa untuk melakukan berat yang dilakukan oleh Komnas HAM. Contohnya
penindasan terhadap rakyat, juga sebagai banyak kasus kejahatan terhadap kemanusiaan
instrumen untuk melakukan justifikasi terhadap yang terjadi di Indonesia baru sedikit yang
kebijakan pemerintah yang sebenarnya melanggar ditangani dan diadili seperti kasus Timur-Timor,
HAM.8 Pembuktian pelanggaran HAM berat di Tanjung Periok, kasus Abepura. Menurut pendapat
Indonesia memakai Kitab Undang-Undang Hukum dari ketiga responden di atas perbedaan
Acara Pidana (KUHAP) di dalam penentuan alat pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana
bukti suatu kasus pelanggaran HAM berat. Menurut umum dapat dilihat dari proses yang harus dilalui
pendapat dari ketiga responden tersebut, dalam penegakan hukumnya, contohnya di dalam
pemakaian alat bukti di dalam KUHAP untuk kasus pelanggaran HAM berat adanya proses penahanan,
pelanggaran HAM berat merupakan suatu langkah proses penangkapan, penyelidikan, penyidikan,
yang ditempuh untuk lebih menegakkan HAM di penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Agung,
Indonesia, agar menekan laju pertumbuhan proses acara pemeriksaan di Pengadilan HAM, dan
kejahatan terhadap HAM karena makin banyaknya pelaksanaan putusan pengadilan HAM (eksekusi
kasus terhadap pelanggaran HAM berat di putusan) adalah berbeda dengan tindak pidana
Indonesia. Menurut pandangan Heni Siswanto, umum. Melakukan penegakan hukum terhadap
perbedaan antara pelanggaran HAM berat dengan pelanggaran HAM berat maka diperlukan proses
tindak pidana umum masih dapat dikategorikan yang harus dilalui dalam melakukan penegakan
belum berbeda yang sangat jauh, akan tetapi hukum tersebut. Proses tersebut adalah:
pelanggaran HAM berat harus lebih spesifik 1. Penangkapan
dikarenakan HAM harus dirasakan oleh masyarakat Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang
luas sebab jabatan yang dimiliki oleh pelaku melakukan penangkapan untuk kepentingan
pelanggaran HAM berat tersebut dan harus ditinjau penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras
dari hukum positif yang berlaku di Indonesia.9 melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
Menurut Ifdhal Kasim penanganan masalah- berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
masalah terhadap pelanggaran HAM berat yang Pelaksanaan tugas penangkapan sebagaimana
terjadi di Indonesia dapat dilakukan dengan upaya dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh penyidik
penal (Represif) yaitu upaya ini lebih dengan memerlihatkan surat tugas dan
menitikberatkan kepada pemberantasan setelah memberikan kepada tersangka surat perintah
terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum penangkapan yang mencantumkan identitas
pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan tersangka dengan menyebutkan alasan
ancaman bagi pelakunya, contoh perbuatan yang penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta
dilakukan adalah para penegak hukum adalah uraian singkat perkara pelanggaran Hak Asasi
memberikan hukuman kepada pelaku pelanggaran Manusia yang berat yang dipersangkakan.
HAM berat dengan memberikan sanksi/hukuman Tembusan surat perintah penangkapan
yang berat, melakukan proses penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
yang harus dilalui dalam menyelesaikan kasus-kasus diberikan kepada keluarganya segera setelah
pelanggaran HAM berat yang ada di Indonesia. penangkapan dilakukan. Dalam hal tertangkap
10
Upaya yang lainnya yang dapat dilakukan adalah tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah
dengan ketentuan bahwa penangkapan harus
8
Sunggono, Bambang, dan Aries Harianto. 1994. Bantuan segera menyerahkan tertangkap beserta barang
Hukum dan Hak Asasi Manusia.Bandung,: Mandar Maju, hal bukti yang ada kepada penyidik. Penangkapan
130 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan
9
Anthony Csabafi,1991,. The Concept of State Jurisdiction in
International Space Law, The Hague, P 90
untuk paling lama 1 (satu) hari . Masa penangkapan
10
Noora Arajarvi, Looking Back from Nowhere: Is There a dikurangkan dari pidana dijatuhkan (Pasal 11).
Future for Universal Jurisdiction over International Crimes?, 2. Penahanan
Tilburg Law Review, vol.16,2011,
Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari
umum berwenang melakukan penahanan atau oleh Ketua Pengadilan Tinggi sesuai dengan daerah
penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan hukumnya (Pasal 16). Penahanan untuk
dan penuntutan. kepentingan Pemeriksaan Kasasi di Mahkamah
Hakim Pengadilan Hak Asasi Manusia dengan Agung; Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan
penetapannya berwenang melakukan penahanan kasasi di Mahkamah Agung dapat dilakukan paling
untuk kepentingan pemeriksaan di sidang lama 60 (enam puluh) hari. Jangka waktu
pengadilan. Perintah penahanan atau penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
lanjutan dilakukan terhadap tersangka atau diperpanjang untuk waktu paling lama 30 (tiga
terdakwa yang diduga keras melakukan pelanggaran puluh) hari oleh Ketua Mahkamah Agung (Pasal 17
Hak Asasi Manusia yang berat berdasarkan bukti 3. Penyelidikan
yang cukup, dalam hal terdapat keadaan yang Adalah serangkaian tindakan penyidik mencari
menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau sebagai tindak pidana, guna menentukan dapat
menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi atau tidaknya dilakukan penyidikan (Pasal 1 ayat (5)
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. KUHAP). Dengan demikian, penyelidikan dalam
Penahanan yang dilakukan oleh Jaksa Agung pengertian Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000,
memiliki berbagai kepentingan yang harus adalah serangkain tindakan penyelidik Komisi
diperhatikan dalam menjalankan penangkapan Nasional Hak Asasi Manusia untuk mencari dan
tersebut. Kepentingan-kepentingan tersebut menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
adalah: Penahanan untuk kepentingan Penyidikan. pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.
Penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat Penyelidikan dilakukan oleh Komisi Nasional Hak
dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Asasi Manusia selaku penyelidik. Kewenangan
Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komnas HAM terkait dengan penanganan
dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 pelanggaran HAM yang berat meliputi:
(sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan Hak a. Melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran
Asasi Manusia sesuai dengan daerah hukumnya. HAM yang berat dengan: melakukan
Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam penyelidikan dan pemeriksaan terhadap
ayat (2) habis dan penyidikan belum dapat peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang
diselesaikan, maka penahanan dapat diperpanjang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga
paling lama 60 (enam puluh) hari oleh Ketua terdapat pelanggaran Hak Asasi Manusia yg
Pengadilan Hak Asasi Manusia sesuai dengan berat;
daerah hukumnya (Pasal 13). Penahanan untuk b. menerima laporan atau pengaduan dari
kepentingan Penuntutan; Penahanan untuk seseorang atau kelompok orang tentang
kepentingan penuntutan dapat dilakukan paling terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
lama 30 (tiga puluh) hari. Jangka waktu berat, serta mencari keterangan dan barang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat bukti;
diperpanjang untuk waktu paling lama 20 (dua c. memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak
puluh) hari oleh Ketua Pengadilan Hak Asasi yang diadukan untuk diminta dan didengarkan
Manusia sesuai dengan daerah hukumnya (Pasal keterangannya;
14). Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di d. memanggil saksi untuk diminta dan didengarkan
Sidang Pengadilan HAM. Penahanan untuk kesaksiannya;
kepentingan pemeriksaan di sidang Pengadilan Hak e. meninjau dan mengumpulkan keterangan di
Asasi Manusia yang dapat dilakukan paling lama 90 tempat kejadian dan tempat lainnya uang
(sembilan puluh) hari. Jangka waktu sebagaimana dianggap perlu;
dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang untuk f. memanggil pihak terkait untuk memberikan
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari oleh Ketua keterangan secara tertulis atau menyerahkan
Pengadilan Hak Asasi Manusia sesuai dengan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya;
daerah hukumnya (Pasal 15). Penahanan untuk g. atas perintah penyidik dapat melakukan tindak
kepentingan Pemeriksaan Banding Pengadilan berupa;
Tinggi HAM; Penahanan untuk kepentingan h. pemeriksaan surat;
pemeriksaan banding di Pengadilan Tinggi dapat i. pengeledahan dan penyitaan;
dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari. Jangka
waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat
j. pemeriksaan setempat terhadap rumah, atau dihentikan apabila: tidak memiliki bukti awal
pekarang, bangunan, dab tempat-tempat lainnya yang memadai; materi pengaduan bukan masalah
yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu; dan pelanggaran HAM; pengaduan diajukan etikad
k. mendatangkan ahli dalam hubungan dengan buruk atau ternyata tidak ada kesungguhan dari
penyelidikan. pengadu; terdapat upaya hukum yang lebih efektif
l. Memberikan kepada penyidik tentang telah bagi penyelesaian materi pengaduan; atau sedang
mulai dilakukan penyelidikan pelanggaran HAM berlangsung penyelesaian melalui upaya hukum
yang berat; yang tersedia dengan ketentuan peraturan
m. Membuat kesimpulan atas kegiatan penyelidikan perundang-undangan. Menurut pandangan I Gede
yang sudah dilakukan dan paling lambat 7 hari Suarda kewenangan Komnas HAM sangatlah
setelah kesimpulan diambil menyerahkan hasil terbatas. Komnas HAM hanya dapat melakukan
penyelidikan kepada penyidik. proses penyelidikan saja.11 Oleh karena itu Komnas
Dalam waktu 30 hari berkewajiban melengkapi HAM tidak dapat bekerja dengan maksimal.
hasil penyidikannya sesuai petunjuk penyidik, dalam Contohnya KPK (Komisi Pemberatasan Korupsi)
hal penyidik berpendapat hasil penyelidikan belum memiliki kewenangan dalam melakukan
lengkap; dan Meminta bantuan Ketua Pengadilan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Apabila
untuk memaksa seseorang dipanggil tidak datang Komnas HAM memiliki kewenangan tersebut maka
menghadap atau menolak memberikan keterangan. penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran
Komnas HAM menerima pengaduan dari setiap HAM berat akan berjalan secara optimal.
individu atau orang perorangan, kelompok, 4. Penyidikan
organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga Adalah tindakan pro justicia selama
swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan pemeriksaan pendahuluan untuk mencari bukti-
lainnya, terhadap setiap pelanggaran HAM. bukti tentang terjadinya pelanggaran Hak Asasi
Prosedur pengaduan ke Komnas HAM Pusat yaitu: Manusia yang berat. Misalnya memeriksa saksi-
setiap pengadu yang akan mengadukan dugaan saksi, mendengar keterangan ahli, mendengar
pelanggaran hak asasi manusia membuat keterangan tersangka, menggeledah rumah/
pengaduan secara tertulis; pengaduan tempat/ badan, melakukan penyitaan dan
ditandatanganin pengadu dengan mencantumkan sebagainya. Penyidikan perkara pelanggaran HAM
tanggal pengaduan, nama jelas dan alamat lengkap; yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung, tetapi tidak
pengadu terlebih dahulu melaporkan diri kepada termasuk kewenangan menerima laporan atau
staf secretariat dan menyerahkan surat pengaduan pengaduan. Dalam melaksanakan kewenangan
sambil menyerahkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) penyidikan, hal-hal yang dapat dilakukan Jaksa
yang masih berlaku. Selanjutnya pengaduan itu Agung adalah: Dapat mengangkat penyidik Ad hoc
didaftarkan dan diadministrasikan; bagi yang secara yang terdiri atas unsur pemerintahan atau
massal, maka cukup pimpinan rombongan yang masyarakat; Menyatakan hasil penyelidikan dari
melaporkan kepada staf sekretaris; sebelum penyelidik sudah lengkap dan menerima hasil
dipanggil, para pengadu menunggu di ruang tunggu penyelidikan untuk ditindak lanjuti ke tahap
yang disediakan dengan tertib; pencabutan atau penyidikan; Tenggang waktu menyelesaikan
pembatalan pengaduan harus dibuat secara tertulis. penyelidikan adalah 90 hari terhitung sejak hasil
Namun surat-surat atau berkas yang telah penyelidikan diterima penyidik. Tenggang waktu
disampaikan kepada Komnas HAM tidak dapat tersebut dapat di perpanjang oleh Ketua Pengadilan
ditarik kembali dan itu telah menjadi hak milik HAM selama 90 hari dan dapat diperpanjang lagi
Komnas HAM. untuk waktu 60 hari; Menyerahkan hasil penyidikan
Terhadap pengaduan yang diterima, komnas ke Penuntut Umum, bila hasil penyidikan sudah
HAM akan mendengarkan atau mempelajari dinyatakan lengkap atau menghentikan penyidikan
pengaduan yang diterima, dalam hal ini pengadu jika ternyata dari hasil penyidikan tidak diperoleh
dapat melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan bukti yang cukup; Penyidik berwenang melakukan
staf pelayanan Hukum Komnas HAM sebelum penahanan selama 90 hari + 150 hari selain berhak
mendaftarkan pengaduannya. Tidak semua melakukan penangkapan; Dalam hal bukti-bukti
pengaduan dari masyarakat harus ditindaklanjutin yang diperlukan tidak diperoleh dari hasil kegiatan
oleh Komnas HAM ke tingkat penyelidikan. Di dalam penyidikan, Jaksa Agung dapat melakukan
Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun
11
1999, disebutkan bahwa pemeriksaan atas I Gede Suarda, 2011,. Hukum Pidana Internasional,.
pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilakukan Bandung,: PT. Citra Aditya Bakti,. hal 101
penghentian penyidikan tetapi dengan tidak surat dakwaan sendiri-sendiri; Melimpahkan berkas
menutup kemungkinan dilakukannya praperadilan perkara ke pengadilan; Melakukan perubahan surat
oleh korban atau keluarganya yaitu keluarga dakwaan, jika diperlukan; Menyampaikan atau
sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas mengajukan surat tuntutan pidana, sebagaimana
atau ke bawah sampai dengan derajat ke tiga. diatur dalam Pasal 138-144, 182 ayat (1) a KUHAP.
Penyidik dalam melakukan kegiatan Menurut Pasal 15, penuntutan perkara
penyidikan, hal yang sangat penting diperhatikan pidana yang dilakukan Penuntut Umum adalah
penyidik adalah mengenai adanya pembatasan terhadap perkara pidana yang terjadi dalam daerah
waktu yaitu 90 hari + 60 hari, setelah berkas perkara hukumnya. Dalam penanganan perkara pelanggaran
dinyatakan lengkap penyidik dan diterima penyidik HAM yang berat hal ini dapat dikesampingkan
dari penyelidik. Adanya batasan restriksi waktu mengingat Pasal 45 Undang-Undang Pengadilan
untuk melakukan penyidikan dapat berakibat HAM, saat ini pengadilan HAM yang dibentuk masih
batalnya berkas perkara hasil penyidikan tetapi hal terbatas hanya ada di Jakarta Pusat, Surabaya,
ini berlaku jika pengadilan konsekuen dan konsisten Makassar, Medan, dengan daerah hukumnya yang
terhadap adanya penyebutan tenggang waktu sudah ditetapkan. Ini berarti Penuntut Umum akan
penyidikan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal lebih diutamakan dari tempat dimana Pengadilan
22 ayat (1,2, dan 3) Undang-Undang Pengadilan HAM itu berlokasi sementara locus terjadinya
HAM. Waktu penyidikan haruslah dibaca telah pelanggaran HAM yang berat itu berada di luar
selesai apabila telah lewat waktu 90 hari + 150 hari, provinsi tempat pengadilan HAM yang
sedang berkas perkara belum dinyatakan lengkap bersangkutan, sekalipun tidak menutup
dan penyidik belum menyerahkan tersangka dan kemungkinan dapat ditunjuk Penuntut Umum yang
barang buktinya kepada penuntut umum. berasal dari daerah hukum dimana locus
5. Penuntutan pelanggaran HAM yang berat itu terjadi.
Penuntutan adalah suatu proses pelimpahan Pengeculian dari KUHAP yang ditemukan dalam
perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Undang-Undang Pengadilan HAM adalah
berat kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia dengan menyangkut masalah lamanya waktu penahanan
membuat surat dakwaan. Penuntutan perkara yang diberikan kepada Penuntut Umum. Jika KUHAP
pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa memberikan waktu penahanan selama 20 hari + 30
Agung dan untuk ini Jaksa Agung dapat mengangkat hari bagi Penuntut Umum maka Undang-Undang
Penuntut Umum Ad hoc yang terdiri dari unsur Pengadilan HAM memberikan kewenganan bagi
pemerintah atau masyarakat. Berbeda dengan penuntutn umum untuk melakukan penahanan
pengangkatan penyidikan Ad hoc, di dalam Padal 23 selama 30 hari + 20 hari + 20 hari.
ayat (4) huruf d Undang-Undang Pengadilan HAM, 6. Pengadilan HAM
ditentukan syarat khusus untuk dapat diangkat Pengadilan HAM yang berat merupakan
menjadi Penuntut Umum Ad hoc, yaitu selain pengadilan khusus yang keberadaannya di
sarjana hukum juga harus berpengalaman sebagai lingkungan peradilan umum dan pengangkatannya
penuntut umum. Oleh karena itu penjelasan pasal dilakukan melalui suatu keputusan Presiden. Hingga
tersebut menegaskan bahwa yang dapat diangkat saat ini belum ada satu negara pun di dunia yang
menjadi Penuntut Umum Ad hoc diutamakan dari telah membentuk pengadilan khusus untuk
mantan Penuntut Umum di peradilan umum dan mengadili para terdakwa yang diduga melakukan
oditur di peradilan militer. Kegiatan penuntutan pelanggaraan HAM yang berat yang terjadi di dalam
sesuai Pasal 24 Undang-Undang Pengadilan HAM, suatu negara yang bersangkutan. Pendirian
dibatasi hanya dalam waktu 70 hari terhitung sejak Pengadilan HAM yang berat di Indonesia tidak lepas
hasil penyidikan diterima. Mengingat peraturan dari campur tangan intervensi dunia luar terutama
lebih lanjut dari kegiatan penuntutan tidak diatur sejak berakhirnya penentuan jajak pendapat di
oleh Undang-Undang Pengadilan HAM, maka Timor-Timur yang menyebabkan provinsi ke 27
hukum acara yang mengatur tentang penuntutan Indonesia itu lepas dan menjadi suatu negara yang
haruslah mengikuti KUHAP. Kegiatan dimaksud merdeka dan berdaulat sendiri. Secara politis dan
diantaranya meliputi: Melakukan penelitian berkas yuridis, pembentukan Pengadilan HAM didasarkan
perkara dan menyatakan apakah hasil penyidikan pada: Pasal 44 Piagam HAM-TAP MPR Nomor:
sudah lengkap atau belum lengkap; Membuat surat XVII/MPR/1998; Pasal 104 ayat (1, 2) Undang-
dakwaan, baik dengan melakukan penggabungan Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM;
beberapa perkara dalam satu dakwaan atau Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
melakukan pemisahan perkara dengan membuat Pengadilan HAM yang berat; Keputusan Presiden
Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pengadilan HAM Ad dan waktu peristiwa) apakah terjadi sebelum atau
Hoc jo Keppres Nomor 96 Tahun 2001 tentang sesudah berlakunya Undang-Undang Pengadilan
Perubahan atas Keppres Nomor 53 Tahun 2001 HAM.12 Setiap kasus pelanggaran HAM berat yang
tentang Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM terjadi sebelum adanya Undang-Undang HAM,
merupakan pengadilan khusus yang berada di maka kasus tersebut diadili di Pengadilan Ad hoc,
lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di contohnya kasus Timor-Timur, kasus Tanjung
daerah kabupaten ataau daerah kota yang daerah Periok. Dalam proses pembentukan Pengadilan
hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan HAM Ad hoc harus mendapatkan rekomendasi
negeri yang bersangkutan. Pasal 5 Undang-Undang pembentukan Pengadilan HAM Ad hoc dari DPR dan
Pengadilan HAM, menentukan bahwa kewenangan kemudian diajukan kepada Presiden untuk
pengadilan HAM adalah memeriksa dan mendapatkan persetujuan dari Presiden berupa
memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat Keppres. Lain halnya dengan kasus yang terjadi
termasuk yang terjadi di luar batas teritorial wilayah sesudah adanya Undang-Undang Pengadilan HAM,
negara RI yang dilakukan oleh WNI dengan susunan contohnya kasus Abepura yang terjadi di tahun
dan kewenangan sebagai berikut: Majelis hakim 2000. Maka kasus tersebut diadili di Pengadilan
Pengadilan HAM yang berat berjumlah 5 (lima) HAM Makassar. Dalam pembentukan Pengadilan
orang terdiri atas 2 (dua) orang hakim karir pada HAM tidak perlu mendapatkan rekomendasi
pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 (tiga) pembentukan Pengadilan HAM oleh DPR kepada
orang hakim Ad hoc dengan ketua dari hakim Presiden, karena dengan sendirinya Pengadilan
pengadilan HAM yang bersangkutan; Hakim Ad hoc HAM sudah ada seperti di Jakarta, Medan,
pada Mahkamah Agung berjumlah 12 (dua belas) Surabaya, Makassar sebagaimana di atur dalam
orang yang diangkat Presiden selaku Kepala Negara pasal 45 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
atas usul Ketua MA untuk masa 5 tahun dan dapat tentang Pengadilan HAM. Menurut pandangan
diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan; Ifdhal Kasim, banyak kasus HAM berat yang
Perkara pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan tertunda dalam penangganannya karena melihat
diputus selama 180 hari di tingkat Pengadilan HAM, tahun kejadian dari kasus tersebut. Contohnya
90 hari di tingkat Pengadilan Tinggi dan 90 hari di kasus Semanggi dan kasus Trisakti diadili di
tingkat Mahkamah Agung; Pengadilan berwenang Pengadilan Ad hoc dan harus mendapatkan
melakukan penahanan selama 90 hari + 30 hari di rekomendasi pembentukan Pengadilan HAM Ad hoc
tingkat Pengadilan HAM, 60 hari + 30 hari di tingkat oleh DPR kepada Presiden dengan adanya Keppres,
Pengadilan Tinggi, dan 60 hari + 30 hari di tingkat Jaksa Agung tidak mau melakukan penuntutan
Mahkamah Agung; Syarat pengangkatan hakim Ad apabila tidak ada rekomendasi pembentukan
hoc sebagaimana diatur dalam pasal 29 dan Pasal Pengadilan Ad hoc oleh DPR tentang adanya
33 Undang-Undang Pengadilan HAM. pelanggaran HAM yang berat dan persetujuan dari
Dalam Pasal 45 Undang-Undang Pengadilan Presiden tentang pembentukkan Pengadilan Ad hoc.
HAM, disebutkan pengadilan HAM , untuk pertama Oleh sebab itu penyelesaian kasus ini memerlukan
kali dibentuk di Jakarta Pusat, Surabaya, Medan, waktu yang lama dalam penegakan hukumnya.
Makassar. Daerah hukum Pengadilan HAM tersebut Menurut pandangan Firganefi, penegakan hukum
meliputi: Pengadilan HAM Jakarta Pusat: untuk kejahatan terhadap kemanusian sangat dipengaruhi
wilayah DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Banten, oleh berbagai kepentingan yang ada di dalamnya.
Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Khususnya kepentingan politik yang selalu
Barat, Kalimantan Tengah; Pengadilan HAM mengatasnamakan kepentingan rakyat. Oleh sebab
Surabaya: untuk wilayah Provinsi Jawa Timur, Jawa itu sangat diperlukan keseriusan dan kepekaan dari
Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur, Nusa para penegak hukum dalam menyelesaikan kasus
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur; pelanggaran HAM berat tersebut.
Pengadilan HAM Makassar: untuk wilayah Provinsi 7. Acara Pemeriksaan (Sidang Pengadilan)
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggar, Sulawesi Perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
Tengah, Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya; berat, diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan
Pengadilan HAM Medan: untuk wilayah Provinsi Hak Asasi Manusia dalam kurung waktu paling lama
Sumatra Utara, daerah Istimewa Aceh, Riau, jambi 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung perkara
dan Sumatra Barat. dilimpahkan ke Pengadilan Hak Asasi Manusia (Pasal
Menurut pandangan Abdussalam,
pembentukan pengadilan HAM berat sangat
12
dipengaruhi oleh locus dan tempus delicti (tempat Abdussalam,. 2006,. Hukum Pidana Internasional bagian
2,. Jakarta,: Penerbit Restu Agung, hal 77
31). Tata cara dan prosedur banding ke Pengadilan b. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi dan
Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu: Dalam hal melaksankan penetapan hakim. Pada Pasal 270
perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat KUHAP memperoleh kekuatan hukum tetap
dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, maka dilakukan oleh jaksa yang untuk itu panitera
perkara tersebut diperiksa dan diputuskan dalam mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.
waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari Mengingat Undang-Undang Pengadilan HAM
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan menetapkan Jaksa Agung adalah sebagai penuntut
Tinggi. Pemeriksaan perkara sebagaimana dimaksud umum dalam perkara pelanggaran HAM yang berat,
dalam poin 1 di atas dilakukan oleh majelis hakim maka pelaksana putusan pengadilan termasuk
berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas 2 (dua) penetapan hakim adalah menjadi wewenang dan
orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan tanggung jawab Jaksa Agung. Dengan kewenangan
dan 3 (tiga) orang Hakim Ad hoc. Jumlah hakim Ad tersebut maka peranan Jaksa Agung cukup dominan
hoc di Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam penanganan dan penyelesaian perkara
dalam butir b diatas sekurang-kurangnya 12 (dua pelanggaran HAM yang berat. Tetapi mengingat
belas) orang. Ketentuan sebagaimana dimaksud Jaksa Agung berdasarkan undang-undang dapat
dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 30 menunjuk penuntut umum Ad hoc selain dirinya
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 juga berlaku sendiri, maka pelaksanaan putusan pengadilan yang
bagi pengangkatan hakim Ad hoc pada Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau
Tinggi (Pasal 32). penetapan hakim akan dilakukan oleh penuntut
Tata cara dan prosedur kasasi ke Mahkamah umum yang menanggani perkara pelanggaran HAM
Agung, yaitu: Dalam hal perkara pelanggaran Hak yang berat yang bersangkutan. Di dalam proses
Asasi Manusia yang berat dimohonkan kasasi ke peradilan Tindak pidana umum berbeda dengan
Mahkamah Agung, perkara tersebut diperiksa dan proses peradilan pelanggaran HAM berat seperti
diputus dalam waktu paling lama 90 (sembilan yang tertuang di atas, proses peradilannya adalah :
puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke 1. Penangkapan
Mahkamah Agung. Pemeriksaan perkara Penangkapan (Pasal 1 angka 2 KUHAP), adalah
sebagaimana dimaksud dalam poin 1 diatas suatu tindakan dari penyidik berupa pengekangan
dilakukan oleh majelis hakim berjumlah 5 (lima) sementara waktu kebebasan tersangka atau
orang yang terdiri atas 2 (dua) orang Hakim Agung terdakwa. Tindakan ini dapat dilakukakan, apabila
dan 3 (tiga) orang hakim Ad hoc. Jumlah hakim Ad cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
hoc di Mahkamah Agung sebagimana yang di penuntutan dan atau peradilan. Untuk itu
maksud di poin 2 di atas sekurang-kurangnya 3 penangkapan harus dilaksanakan sesuai ketentuan
(tiga) orang. Hakim Ad hoc di Mahkamah Agung hukum yang berlaku (KUHAP). Adapun yang berhak
diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara atas melakukan penangkapan adalah penyidik. Dalam
usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik perkara pelanggaran tindak pidana yang
Indonesia. Hakim Ad hoc sebagaimana dimaksud umum/biasa penyidiknya ialah petugas kepolisian.
dalam poin 4 diatas diangkat untuk 1 (satu) kali Oleh karena itu, yang berhak melakukakan
masa jabatan selama 5 (lima) tahun. Untuk dapat penangkapan hanyalah petugas kepolisian. Untuk
diangkat menjadi hakim Ad hoc pada Mahkamah kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah
Agung harus memenuhi syarat-syarat yang telah penyidik berwenang melakukan penangkapan.
ditentukan. Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang
8. Proses Eksekusi yang diduga keras melakukan tindak pidana
Undang-Undang HAM tidak satu pasal pun berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 16-
yang menjelaskan tentang kewenangan 17 KUHAP). Pelaksanaan tugas penangkapan
melaksanakan putusan pengadilan atau eksekusi dilakukan oleh petugas kepolisian Republik
atas pelanggaran HAM yang berat, namun secara Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta
umum kewenangan tersebut melekat pada memberikan kepada tersangka surat perintah
penuntut umum. Sesuai Pasal 1 ayat (6) KUHAP penangkapan yang mencantumkan identitas
disebutkan: tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh serta uraian singkat perkara kejahatan yang
undang-undang ini untuk bertindak sebagai dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Menurut
penuntut umum serta melaksanakan putusan Pasal 19 angka (2) KUHAP penangkapan terhadap
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan
hukum tetap; penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil
secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi 4. Penyidikan
panggilan itu tanpa alasan yang sah. Penyidikan adalah serangkaian tindakan
2. Penahanan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
Penahanan adalah penempatan tersangka dalam undang-undang ini untuk mencari serta
atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
atau Penuntut Umum atau Hakim dengan membuat terang tentang pidana yang terjadi dan
penetapannya (Pasal 1 ayat 20 KUHAP). Penahanan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka (2)
terdapat di dalam Pasal 20-31 KUHAP. Penahanan KUHAP). Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau pasal 6 ayat (1) adalah : Pejabat polisi negara
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak Republik Indonesia; Pejabat pegawai negeri sipil
pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
adanya keadaann yang menimbulkan kekhawatiran Undang-Undang. Penyidik karena pasal 6 ayat (1),
bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, karena kewajibannya mempunyai wewenang:
merusak atau menghilangkan barang bukti atau Menerima laporan atau pengaduan dari seorang
mengulangi tindak pidana. Dalam Pasal 22 KUHAP, tentang adanya tindak pidana; Melakukan tindakan
jenis penahanan dapat berupa : pertama pada saat di tempat kejadian; Menyuruh
- Penahanan rumah tahanan Negara; berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
- Penahanan rumah; pengenal diri tersangka; Melakukan penangkapan,
- Penahanan kota. penahanan, penggeledehan dan penyitaan;
Penahanan rumah dilakukan di rumah tempat Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
tinggal atau rumah kediaman tersangka atau Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
terdakwa dengan mengadakan pengawasan Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu sebagai terangka atau saksi; Mendatangkan orang
yang dapat menimbulkan kesulitan dalam ahli yang diperlukan dalam hubungannnya dengan
penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pemeriksaan perkara; Mengadakan penghentian
pengadilan. Sedangkan penahanan kota penyidikan; Mengadakan tindakan lain menurut
dilaksanakan di kota tempat tinggal atau kediaman hukum yang bertanggung jawab.
tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi Di dalam mekanisme peradilan di atas sangat
tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu jelas berbeda antara pelanggaran HAM berat
yang ditentukan. Masa penangkapan dan atau dengan tindak pidana umum, menurut Heni
penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana Siswanto pemakaian alat bukti dalam perkara
yang dijatuhkan. Untuk penahanan kota pelanggaran HAM berat maupun tindak pidana
pengurangan tersebut seperlima dari jumlah umum masih merujuk pada Kitab Undang-Undang
lamanya waktu penahanan, sedangkan penahanan Hukum Acara Pidana (KUHAP), untuk pelanggaran
rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu HAM berat sebagaimana yang tertuang di di dalam
penahanan. Pasal 19 Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang
3. Penyelidikan Pengadilan HAM yang berisi alat-alat bukti sah yang
Dalam Pasal 4 KUHAP, penyelidik adalah setiap dipakai oleh pihak penyidik dalam menangani
pejabat polisi negara Republik Indonesia. Karena peristiwa pelanggaran HAM berat. Dari penjelasan
kewajiban penyelidik mempunyai wewenang : atas pasal tersebut, maka sistem yang dipakai oleh
Menerima laporan atau pengaduan dari seorang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia selaku
tentang adanya tindak pidana; penyelidik sama dengan yang dipakai oleh KUHAP
Mencari keterangan dan barang bukti; untuk membuktikan suatu tindak pidana umum,
Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan yakni pemakaian alat bukti yang sama dengan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; KUHAP yang tertuang dalam Pasal 184 KUHAP. Alat
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bukti yang sah yaitu :
bertanggung jawab. 1. Keterangan saksi;
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat 2. Keterangan ahli;
melakukan tindakan berupa : Penangkapan, 3. Surat;
larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan 4. Petunjuk;
penyitaan; Pemeriksaan dan penyitaan surat; 5. Keterangan terdakwa.
Mengambil sidik jari dan memotret seorang; Berdasarkan penjelasan di atas perbedaan
Membawa dan menghadapkan seorang pada prosedur proses peradilan pidana pelanggaran HAM
penyidik. berat dengan tindak pidana umum di Indonesia
dapat dilihat dari proses penahanan, proses B. Faktor-Faktor Pembeda Proses Peradilan Pidana
penangkapan, penyelidikan, penyidikan, Pelanggaran HAM Berat Dengan Tindak Pidana
penuntutan di dalam mekanisme peradilan. Umum di Indonesia
Pemakaian alat bukti di dalam pembuktian tindak Perbedaan proses peradilan pidana
pidana antara pelanggaran HAM berat dengan pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana
tindak pidana umum mengacu kepada pasal 184 umum saat ini kurang dapat dibedakan secara
KUHAP. umum dikarenakan karakteristik keduanya sangat
Berikut adalah bagan perbandinan tendang mirip dan harus secara spesifik untuk dapat
Peradilan Pelanggaran HAM Berat Dengan Tindak membedakannya. Banyak faktor yang dapat dipakai
Pidana Umum Di Indonesia : untuk membedakan keduanya antara lain faktor
perundangan, faktor politis, faktor penegakan
hukumnya. Menurut Eddy O.S.Hiariej, faktor-faktor
pembeda proses peradilan pidana pelanggaran
HAM berat dengan tindak pidana umum adalah15:
Pengadilan HAM di Indonesia sangat berbeda
dengan Pengadilan tindak pidana umum,
dikarenakan pengadilan HAM merupakan
pengadilan yang dibentuk karena pembentukan
Pengadilan Ad hoc yang memerlukan rekomendasi
pembentukan pengadilan dari DPR ke Presiden
dengan adanya Kepress dari Presiden tentang
pembentukan Pengadilan Ad Hoc. Pengadilan Ad
hoc ini dibentuk untuk mengadili kasus-kasus
kejahatan terhadap kemanusian yang terjadi di
bawah tahun 2000, sedangkan kasus yang terjadi di
13
atas tahun 2000 diadili di pengadilan HAM.
Pengadilan HAM terbentuk secara otomatis tanpa
harus ada rekomendasi pembentukan pengadilan
dari DPR ke Presiden. Pengadilan HAM sangat
menjunjung tinggi pada kerahasiaan identitas saksi
dalam kasus pelanggaran HAM berat, sangat
berbeda pada tindak pidana biasa yang identitas
saksinya masih dapat diketahui oleh masyarakat
umum. Komnas HAM sebagai penyelidik memiliki
kewenangan dalam pemanggilan saksi secara paksa
(subpoena power) di atur pada Pasal 95 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang mengatakan: “Apabila seseorang
yang dipanggil tidak datang menghadap atau
menolak memberikan keterangan, Komnas HAM
dapat meminta bantuan Pengadilan HAM untuk
pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Jika pelanggaran HAM berat terjadi
sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, maka
pemanggilan paksa seorang saksi belum bisa
dilakukan dilaksanakan oleh Pengadilan HAM Ad
14
hoc, sebab pengadilan HAM Ad hoc harus terlebih
dahulu dibentuk atas usul DPR sesuai Pasal 43 ayat
13
https://pn-semarangkota.go.id/web/wp-
(2) Undang-Undang Pengadilan HAM. Jika tetap
content/uploads/2019/10/alur-perkara-HAM
14
http://www.pn-
15
blora.go.id/main/images/pdf/alur_perkara_pidana- Eddy O.S.Hiariej.2009,. Pengantar Hukum Pidana
tingkat_pertama. Internasional, Jakarta : Erlangga, hal 211
dipaksakan pemanggilan saksi tersebut, akibat kemanusiaan tersebut. Sama halnya dalam mencari
hukumnya pemanggilan itu tidak sah menurut alat bukti dari kasus kejahatan terhadap
hukum/batal demi hukum. Sedangkan jika kemanusiaan, para penegak hukum menemukan
pelanggaran HAM yang berat itu terjadi sesudah kesulitan dalam menemukan barang bukti kasus
berlakunya Undang-Undang Pengadilan HAM, kejahatan terhadap kemanusian, karena sebagian
pemanggilan saksi dapat dilakukan oleh Pengadilan besar kasus pelanggaran kejahatan terhadap
HAM yang tidak bersedia hadir sesuai permohonan kemanusiaan sudah lampau sehingga para saksi
Komnas HAM (Pasal 95 Undang-Undang HAM), di atau pun korban dari peristiwa tersebut sudah tidak
sini tidak perlu mendapatkan rekomendasi ada sehingga tidak dapat memberikan kesaksian
pembentukan Pengadilan HAM oleh DPR kepada untuk membuktikan pelanggaran kejahatan
Presiden, karena dengan sendirinya Pengadilan terhadap kemanusiaan tersebut. Di dalam kasus
HAM sudah ada, seperti di Jakarta, Medan, tindak pidana biasa lebih mudah mengidentifikasi
Surabaya, dan Makassar sebagaimana diatur dalam para saksi, korban maupun pelaku tindak pidana
Pasal 45 Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang umum tersebut. Di dalam kasus pelanggaran HAM
Pengadilan HAM. Dalam pembentukan Pengadilan berat masyarakat yang melihat, mengalami dan
HAM tergantung pada locus dan tempus delicti merasa kejadian tersebut enggan dijadikan saksi
(tempat dan waktu peristiwa) apakah terjadi dari kasus tersebut, karena mereka merasa takut
sebelum atau sesudah berlakunya Undang-Undang bersaksi di pengadilan, mereka masih merasa
Pengadilan HAM, Contohnya pada kasus Semanggi trauma dalam mengingat kejadian yang pernah
dan kasus Trisakti yang terjadi di tahun 1999, mereka alami secara langsung maupun tidak
Kejaksaan Agung yang menanggani kasus Semanggi langsung. Dikarenakan efek dari pelanggaran HAM
dan Trisakti tidak mau melakukan penuntutan berat tersebut sangat berdampak sekali dalam diri
sebelum adanya rekomendasi pembentukan mereka, hal tersebut tidak selalu didapat di dalam
pengadilan HAM Ad hoc oleh DPR kepada Presiden kasus tindak pidana umum. Pelaku dalam kasus
dengan adanya Kepress dari Presiden. Lain halnya pelanggaran HAM berat adalah orang-orang yang
dengan kasus Abepura yang terjadi pada tanggal 7 memiliki kekuasaan yang besar dalam melakukan
Desember 2000, kasus ini di sidangkan di kejahatan tersebut. Dalam kasus ini para penegak
Pengadilan HAM Makassar, karena Pengadilan HAM hukum harus mencari siapa pelaku utama dari
Makassar memilki wilayah Provinsi Sulawesi kejahatan tersebut. Karena kejahatan ini dilakukan
Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, secara bersama-sama dan terorganisir dengan baik.
Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya. Pengadilan Oleh sebab itu diperlukan keseriusan dari para
HAM ini tidak memerlukan rekomendasi penegak hukum dalam mencari pelaku utama dalam
persetujuan pembentukan Pengadilan HAM oleh kasus pelanggaran HAM berat. Menurut Firganefi,
DPR kepada Presiden dengan adanya Kepress dari faktor-faktor pembeda proses peradilan pidana
Presiden. Dalam pengadilan terhadap tindak pidana pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana
umum dapat ditinjau dalam tempat perkara terjadi, umum adalah: Faktor political will, yaitu kemauan
dikarenakan pengadilan terhadap tindak pidana politik dari pemerintah. Hal ini disebabkan karena
umum sudah tersebar di seluruh nusantara masih banyaknya tokoh-tokoh orde baru yang
sehingga memudahkan para pihak penegak hukum masih bercokol dalam pemerintahan, baik
dalam mengadili pelaku tindak pidana umum. dilingkungan eksekutif maupun dilingkungan
Menurut Eddi Damaian,16 faktor-faktor pembeda legislatif dan yudikatif, yang belum mampu
proses peradilan pidana pelanggaran HAM berat membebaskan dirinya dari keterikatan masa
dengan tindak pidana umum adalah: Proses mencari lalunya. Dikarenakan Undang-undang HAM
alat bukti dan menentukan pelaku utama dari terbentuk ketika rezim orde baru sudah berakhir,
pelanggaran HAM berat. Pelaku pelanggaran HAM hal tersebut di dalam tindak pidana umum tidak
berat adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan terlalu berpengaruh secara spesifik karena aturan
dalam pemerintah di Indonesia. Kejahatan ini yang mengatur tentang tindak pidana umum yakni
dilakukan lebih dari 1 (satu) orang. Mereka KUHP dan KUHAP sudah terbentuk jauh sebelum
melakukannya secara bersama-sama, sehingga Undang-undang HAM dibentuk.
penegak hukum sangat sulit menentukan siapa Proses pembuktian dalam kasus pelanggaran
pelaku utama dalam kasus kejahatan terhadap HAM berat. Unsur dari pelanggaran HAM berat
adalah pelanggaran yang dilakukan secara
16
Damaian Eddi. 1991,. Kapita Selekta Hukum Internasional,. sistematis atau meluas. Sistematis dapat diartikan
Bandung,: Penerbit Alumni, hal 77 dengan suatu perbuatan yang dilakukan secara
terorganir atau tersusun dengan baik, sedangkan jauh dari pengadilan akan menyulitkan dalam
pengertian meluas adalah suatu perbuatan yang proses peradilannya, sedangkan dalam pengadilan
dilakukan secara meluas di seluruh daerah yang tindak pidana umum sudah terdapat di seluruh
telah ditentukan. Maka dalam proses pembuktian di daerah nusantara. Faktor pelaku, dalam kasus
pengadilan, banyak pelaku dari pelanggaran HAM pelanggaran HAM berat pelaku adalah orang-orang
berat yang diputus bebas, karena perbuatan mereka yang memiliki kekuasaan yang besar dalam
tidak memenuhi unsur-unsur dari pelanggaran HAM melakukan kejahatan tersebut. Dalam kasus ini para
berat. Di dalam kasus tindak pidana umum proses penegak hukum harus mencari siapa pelaku utama
pengadilannya sudah jelas pembuktian dalam dari kejahatan tersebut. Karena kejahatan ini
kasusnya. Berdasarkan pemaparan para responden dilakukan secara bersama-sama dan terorganisir
di atas tentang faktor-faktor pembeda proses dengan baik. Oleh sebab itudiperlukan keseriusan
peradilan pidana pelanggaran HAM berat dengan dari para penegak hukum dalam mencari pelaku
Tindak Pidana umum di Indonesia dapat utama dalam kasus pelanggaran HAM berat.
disimpulkan bahwa yang menjadi faktor pembeda Sedangkan di dalam tindak pidana umum pelakunya
adalah: Faktor hukumnya, dalam proses adalah orang-orang umum yang melakukan
pemanggilan saksi secara paksa Komnas HAM pelanggaran kejahatan tersebut maupun orang yang
dapat meminta bantuan kepada Pengadilan HAM mempunyai jabatan.
(Pasal 95 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia). Dalam hal ini akan PENUTUP
menimbulkan kebingungan dalam menjalankan A. Kesimpulan
kewenangan tersebut. Contohnya setiap kasus 1. Perbedaan prosedur proses peradilan pidana
pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana
berlakunya Undang-Undang Pengadilan HAM (Pasal umum di Indonesia dapat dilihat dari proses
43 Undang-Undang Pengadilan HAM).Artinya penangkapan, penahanan, penyelidikan,
Komnas HAM tidak dapat melakukan pemanggilan penyidikan serta penuntutannya. Yang pertama
saksi secara paksa sebelum terbentuknya proses tersebut adalah proses penangkapan, di
Pengadilan Ad Hoc dengan adanya Kepress dari dalam kasus pelanggaran HAM berat yang
Presiden. Contohnya pada kasus Semanggi dan melakukan penangkapan adalah pihak penyidik
Trisakti, banyak saksi yang telah dipanggil oleh dalam hal ini Jaksa Agung yang memiliki
Komnas HAM selaku penyelidik tidak mau wewenang dalam melakukan penangkapan,
memenuhi panggilan tersebut. Komnas HAM sedang di dalam kasus tindak pidana umum yang
memiliki kewenangan dalam melakukan melakukan proses tersebut adalah pihak
pemanggilan saksi secara paksa (subpoena power). kepolisian. Proses kedua yakni proses penahanan
Komnas HAM dapat meminta bantuan kepada yang dilakukan oleh Jaksa Agung dan pihak
Pengadilan Ad hoc untuk pemenuhan panggilan kepolisian di dalam kasus pelanggaran HAM
secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan berat dan Tindak pidana umum. Proses ketiga
perundang-undangan yang berlaku. Kasus Semanggi yaitu proses penyelidikan, dalam pelanggaran
dan Trisakti diadili di Pengadilan Ad hoc, artinya HAM berat penyelidakan dilakukan oleh Komnas
Komnas HAM tidak dapat menjalankan kewenangan HAM. Komnas HAM melakukan serangkaian
melalui Pengadilan Ad hoc, sedangkan tindakan untuk mencari dan menemukan suatu
pembentukan pengadilan Ad hoc memerlukan peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran Hak
rekomendasi persetujuan pembentukan dari DPR ke Asasi Manusia yang berat. Komnas HAM dalam
Presiden. Pembentukan Pengadilan Ad hoc harus melakukan penyelidikan dapat membentuk Tim
dinyatakan dengan adanya Kepress dari Presiden. Ad hoc yang terdiri dari unsur Komnas HAM dan
Sedangkan di dalam Tindak pidana umum berbeda unsur masyarakat, sedangkan di dalam perkara
dengan kasus pelanggaran HAM tersebut, sebab tindak pidana umum yang melakukan
Undang-undang HAM merupakan Undang-undang penyelididkan adalah pihak kepolisisan Republik
khusus yang dibentuk atas dasar Keputusan Indonesia. Yang keempat adalah prose
Presiden. Faktor sarana dan fasilitas yang penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung.
mendukung di dalam penegakan hukum, yakni Jaksa Agung melakukan pemeriksaan
Pengadilan HAM yang ada di Indonesia terdapat di 4 pendahuluan untuk mencari bukti-bukti tentang
daerah hukumnya yaitu: Jakarta, Medan, Surabaya, terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
Makassar. Sehingga jika tempat terjadinya berat. Dalam melakukan tugasnya Jaksa Agung
kejahatan terhadap kemanusiaan (tempus delicti) dapat mengangkat penyidik Ad hoc yang terdiri
dari unsur masyarakat dan unsur pemerintah, DAFTAR PUSTAKA
dalam perkara tindak pidana umum yang Abdussalam,. 2006,. Hukum Pidana Internasional
melakukan proses penyidikan adalah pihak bagian 2,. Jakarta,: Penerbit Restu Agun
kepolisian negara Republik Indonesia serta Anthony Csabafi,1991,. The Concept of State
Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi Jurisdiction in International Space Law, The
wewenang khusus oleh Undang-Undang. Proses Hague,
yang ke lima adalah proses penuntutan yang Arief, Barda Nawawi. 1994. Kebijakan Legistatif
dilakukan oleh Jaksa Agung. Jaksa Agung dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
melakukan proses pelimpahan perkara Pidana Penjara. Badan Penerbit Undip.
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat Semarang
kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia dengan Sunggono, Bambang, dan Aries Harianto. 1994.
membuat surat dakwaan. Bantuan Hukum dan Hak Asasi
2. Faktor-Faktor pembeda proses peradilan pidana Manusia.Bandung,: Mandar Maju
pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana Damaian Eddi. 1991,. Kapita Selekta Hukum
umum di Indonesia adalah faktor hukum, faktor Internasional,. Bandung,: Penerbit Alumni
sarana dan fasilitas dalam penegakan hukumnya, Eddy O.S.Hiariej.2009,. Pengantar Hukum Pidana
serta faktor pelaku. Diantara ketiga faktor Internasional, Jakarta : Erlangga
tersebut faktor pelaku adala faktor yang paling I Gede Suarda, 2011,. Hukum Pidana Internasional,.
umum atau yang paling mudah bagi setiap Bandung,: PT. Citra Aditya Bakti
individu dalam menganalisa perbedaan Muladi. 2005. Hak Asasi Manusia (Hakekat, Konsep
pelanggaran HAM berat dengan Tindak pidana dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum
umum. Di dalam faktor hukum dan faktor sarana dan Masyarakat). Refika Aditama. Bandung
untuk dapat mengetahui perbedaan antara Muladi. 2002. Demokratisasi, Hak Asasi Manusia,
pelanggaran HAM berat dengan Tindak pidana dan Reformasi Hukum di Indonesia. The
umum harus diperhatikan secara lebih rinci dan Habibie Center. Jakarta
spesifik, karena perbedaan akan muncul setelah Noora Arajarvi, Looking Back from Nowhere: Is
menganalisa mekanisme peradilannya, fasilitas There a Future for Universal Jurisdiction over
pengadilan yang tersedia di dalam pelanggaran International Crimes?, Tilburg Law Review,
HAM berat dan Tindak pidana umum. vol.16,2011

B. Saran
1. Agar pemerintah dapat lebih melakukan
penyuluhan di dalam lingkungan masyarakat
maupun institusi negara agar masyarakat umum
serta aparatur keamanan negara dapat lebih
sadar akan hukum sehingga tidak menimbulkan
hal-hal yang membuat ketidakstabilan kondisi
keamanan di Indonesia.
2. Agar alat-alat penegak hukum dengan
masyarakat umum lebih berkerja sama antara
satu dengan lain dalam meminimalkan terjadinya
kasus pelanggaran HAM berat dan tindak pidana
umum, contohnya Kejaksaan Agung
mengembalikan berkas pelanggaran HAM berat
kepada Komnas HAM tanpa adanya petunjuk
yang jelas di mana kekurangan hasil penyelidikan
yang dilakukan oleh Komnas HAM. Pada hal
menurut ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, dalam hal ketidak lengkapan
tersebut, Jaksa Agung wajib memberikan
petunjuk, perihal kekurangan hasil penyelidikan
Komnas HAM.

Anda mungkin juga menyukai