Anda di halaman 1dari 3

Nama: Muhammad Khoirul Munif Pulungan

Prodi: Ilmu Hukum


Diskusi 4 Hukum dan HAM
Assalamualaikum, salam sejahtera

Soal:
Berdasarkan hak atas keadilan, terdapat hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut. Tetapi, menurut Pasal 43 ayat (1) Pelanggaran HAM Berat yang
terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini diperiksa dan diputus oleh
pengadilan HAM Adhock. Hal ini menunjukkan terdapat pengecualian terhadap hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut untuk kejahatan terhadap
pelanggaran HAM Berat. Jelaskan bagaimana pendapat saudara terhadap pengecualian
ini, apakah hal ini dapat dilakukan dan tidak melanggar HAM?

Jawaban:
Indonesia menerapkan asas retroaktif terhadap pelaku pelanggaran HAM berat,
ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM:
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya
Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc;
(2) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan
Keputusan Presiden;
(3) Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana di maksud dalam ayat (1) berada di lingkungan
Peradilan Umum.
Dalam ayat (1) di atas dengan jelas kata pelanggaran HAM berat yang terjadi
sebeleum diundangkannya UU ini, itu maknanya bahwa berlaku asas retroaktif untuk
pelaku kejahatan HAM berat. Asas nonretroaktif juga disimpangi dalam Undang-Undang
No 39 Tahun 1999 Pasal 4, terutama pada bagian penjelesannya berikut ini:

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM


Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun dan oleh siapapun.
Penjelasan Pasal 4 Yang dimaksud dengan “dalam keadaan apapun" termasuk keadaan
perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat. Yang dimaksud dengan
“siapapun" adalah Negara, Pemerintah dan atau anggota masyarakat. Hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal
pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan
terhadap kemanusiaan.
Penjelasan Pasal 4 memuat kalimat “hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi
manusia yang digolongan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan” itu artinya hukum
yang berlaku surut dapat diterapkan terhadap pelaku kejahatan HAM berat.

Ditinjau secara yuridis normative pasal 43 UU No. 26 Tahun 2000 dan Penjelasan
Pasal 4 UU No. 39 tahun 1999 bertentangan dengan UUD NRI 1945 Pasal 28I Undang-
Undang Dasar NRI 1945 yang berbunyi:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Dalam
Pasal ini di nyatakan dengan tegas bahwa “hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun”. Itu artinya meskupun pelaku pelanggar hukum dinilai sangat
merugikan akan tetapi jika tidak ada UU yang melarang atau memberikan sanksi atas
tindakan tersebut maka tidak dapat dipidana meskipun kemudian muncul aturan yang
menyatakan tindakan tersebut dilarang dan diancam dengan sanksi pidana, tidak
terkecuali pelanggaran HAM berat.

Larangan pemberlakuan asas retroaktif dalam sanksi pidana juga dapat ditemukan
dalam Pasal 1 KUHP:
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada.
(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Dari Pasal 1 ayat (1) di atas dengan tegas dinyatakan bahwa tidak ada suatu
perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan undang-undang
pidana yang telah sah, kata “telah sah” artinya adalah larangan tersebut telah
berlaku sebelum peristiwa atau perbuatan dinyatakan sebagai sebuah kejahatan atau
perbuatan yang dilarang.

Pemberlakuan asas retroaktif sudah pernah diujikan di Mahkamah Konstitusi, yakni


gugatan terhadap Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan HAM, melalui keputusannya Mahkamah
Konstitusi menolak permohonan pemohon. Hal ini dapat kita lihat dalam Putusan MK
No. 065/PUU-II/2004. Dalam salah satu pertimbangannya MK menyatakan bahwa ketentuan
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, menyatakan bahwa hak untuk tidak dituntut berdasarkan
hukum yang berlaku surut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun. Meskipun rumusan harfiah demikian menimbulkan kesan seolah-
olah bahwa hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut bersifat
mutlak, namun sesuai dengan sejarah penyusunannya, Pasal 28I ayat (1) tidak boleh
dibaca secara berdiri sendiri melainkan harus dibaca bersama-sama dengan Pasal 28J
ayat (2). Dengan cara demikian maka akan tampak bahwa, secara sistematik, hak asasi
manusia – termasuk hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut --
tidaklah bersifat mutlak, karena dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dan wajib tunduk pada
pembatasan yang ditentukan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
penegakan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan
dan ketertiban umum dalam satu masyarakat demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal
28J ayat (2). Dengan membaca Pasal 28I ayat (1) bersama-sama dengan Pasal 28J ayat
(2), tampaklah bahwa hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum yang berlaku surut
(retroaktif) tidaklah bersifat mutlak, sehingga dalam rangka “memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban”, dapat dikesampingkan;

Dilihat dari ketentuan Hukum Internasional Asas Retroaktif diberlakukan untuk


kejahatan luar biasa yang berhubungan dengan dunia internasional. ketentuan yang
mengatur tentang Asas Retroaktif adalah pasal 11 ayat (2) Deklarasi Umum Hak Asasi
Manusia (DUHAM), pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 12 tahun 2005
tentang Pengesahan covenant on civil political rights (kovenan Internasional
tentang hak-hak sipil da politik (selanjutnya disebut UU Kovenan Hak sipil dan
politik), pasal 22, 23 dan 24 Statuta Roma tahun 1998. Selain itu juga terdapat
kebiasaan internasional yang tercermin pada Pengadilam Militer Nuremberg Jerman,
Pengadilan Tokyo, Pengadilan Rwanda dan Pengadilan Yugoslavia.

Kesimpulannya adalah hukum yang berlaku surut terhadap pelaku pelanggaran HAM berat
tidak melanggar HAM. Secara yuridis Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 tidak dapat berdiri
sendiri dan harus dibaca bersama-sama dengan Pasal 28J ayat (2) dengan tujuan dapat
memaknainya baik secara teks, konteks, dan kontekstual sehingga dapat dicapai
keadilan. Untuk memenuhi keadilan asas nonretroaktif bukanlah asas yang kaku dan
tidak dapat disimpangi, untuk kasus tertentu seperti pelanggaran HAM berat asas
retoaktif dapat diberlakukan. Hal ini juga tidak menyimpangi kebiasaan
Internasional yang menerapkan asas retroaktif untuk menangani kasus-kasus
pelanggaran HAM berat.
Daftar Rujukan:
1. Fadhilah, AI. 2015. “Pemberlakuan Asas Retroaktif Dalam Pelanggaran Berat
Terhadap Hak Asasi Manusia Di Indonesia”. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya
2. Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3. Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia. UU Nomor 39 Tahun 1999. LN. No 165
Tahun 1999. TLN. No. 3886
4. Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
5. Indonesia, Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia. UU Nomor 26 Tahun 2000.
LN. No. 208 Tahun 2000. TLN. No. 4026
6. Putusan Mahkama Konstitusi Republik Indonesia Nomor 065/PUU-II/2004
7. Sugiarto, K. 2011. “Penerapan Asas Retroaktif Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia Dan Undang-Unang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Indonesia”. Tesis. Jember: Universitas
Jember

Demikianlah jawaban diskusi 4 tuton Hukum dan HAM, saya ucapkan terima kasih kepada
Ibu Nurul Fatimah Khasbullah, S.H., LL.M., selaku tutor.
Wassalamualaikum,

Anda mungkin juga menyukai