Anda di halaman 1dari 23

PENGADILAN HAK

ASASI MANUSIA DI
INDONESIA &
PELANGGARAN HAM
SERTA KOMNAS HAM
Gambaran Umum
Berdasarkan UU No. 26/2000, Pengadilan HAM
merupakan pengadilan khusus yang berada
dibawah peradilan umum, dan merupakan lex
specialis dari Kitab Undang Hukum Pidana.
Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi
penamaan bentuk pengadilannya sudah secara
spesifik menggunakan istilah Pengadilan HAM
dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili
kejahatan-kejahatan tertentu
Berdasarkan ketentuan UU No. 26 tahun 2000,
Pengadilan HAM mengatur tentang yurisidksi atas
kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat baik setelah
disyahkanya UU ini maupun kasus-kasus pelanggaran
HAM yang berat sebelum disyahkannya UU ini.
Prosedur pembentukan pengadilan ini mempunyai
perbedaaan yang cukup mendasar. Dalam penanganan
kasuskasus pelanggaran HAM yang berat setelah
disyahkannya UU ini tanpa melalui rekomendasi dan
keputusan presiden sebagaimana dalam pembentukan
pengadilan HAM ad hoc (mengenai pengadilan HAM
ad hoc akan diuraikan dibagian bawah).
Pengadilan HAM ad hoc
Ketentuan mengenai pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc
menurut pasal 43 UU No. 26/2000 adalah:
1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi
sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
2. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan
Keputusan Presiden.
3. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berada di lingkungan Peradilan Umum.
Ketentuan tentang adanya beberapa tahap untuk
pembentukan pengadilan HAM ad hoc terhadap kasus
pelanggaran HAM yang berat yang berbeda dengan
pengadilan HAM biasa. Hal-hal yang merupakan syarat
adanya pengadilan HAM ad hoc yaitu :
1. adanya dugaan pelanggaran HAM yang berat atas hasil
penyelidikan kasus masa lalu oleh Komnas HAM.
2. adanya hasil penyidikan dari Kejaksaan Agung.
3. adanya rekomendasi DPR kepada pemerintah untuk
mengusulkan pengadilan HAM ad hoc dengan tempos dan
locus delicti tertentu.
4. adanya keputusan presiden (keppres) untuk berdirinya
pengadilan HAM ad hoc
Pelanggaran HAM Yang Berat dan
Pertanggung jawaban
UU No. 26 tahun 2000 mengatur beberapa ketentuan
penting; pertama tentang yurisdiksi pengadilan HAM
yaitu pelanggaran HAM yang berat mencakup 1)
kejahatan genosida, dan 2) Kejahatan Terhadap
Kemanusiaan. Kedua, mengatur tentang pertanggung
jawaban komandan dan pertanggungjawaban polisi
atau atasan sipil lainnya. Namun, UU tersebut juga
tidak memberikan suatu penjelan yang memadai
tentang unsur-unsurnya untuk kebutuhan
pemeriksaan di Pengadilan.
KejahatanGenosida
Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, memasukan genosida47
sebagai salah satu kejahatan yang termasuk ke
dalam yurisdiksinya. Kejahatan Genosida ini
diadopsi dari ketentuan Pasal 6 Statuta Roma.
Kejahatan Genosida sebagaimana terdapat
dalam UU No. 26 tahun 2000 diatur dalam Pasal
7 huruf a Jo Pasal 8 UU No. 26 tahun 2000.
Pengertian kejahatan genosida yang dimaksud UU ini adalah adalah
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran di dalam kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dan kelompok tertentu ke
kelompok lain.
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Rumusan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) terdapat dalam
pasal 9 UU No 26 tahun 2000 yang berbunyi : “Kejahatan terhadap kemanusiaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya
bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa;

a) pembunuhan, b) pemusnahan, c) perbudakan, d) pengusiran atau pemindahan


penduduk secara paksa, e) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
secara fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok
hukum internasional, f) penyiksaan, g) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran
secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, h) penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, i)
penghilangan orang secara paksa, atau; j) kejahatan apartheid
Hukum Acara Pengadilan HAM
Pelanggaran HAM yang berat adalah kejahatan yang
sifatnya extraordinary crimes yang merupakan kejahatan
internasional dan musuh umat manusia. Kejahahatan ini
mempunyai perumusan dan sebab terjadinya yang sangat
berbeda dengan kejahatan pidana biasa. Dengan
perbedaan jenis kejahatan dan akibat yang ditimbulkan
dari kejahatan ini tidak mungkin memperlakukan
pelanggaran HAM yang berat dengan dengan upaya biasa
dan memerlukan sebuah pengadilan yang sifatnya khusus
dengan hukum acara yang bersifat khusus pula.
UU No. 26 Tahun 2000 disamping mengatur tentang delik kejahatan yang
termasuk pelanggaran HAM yang berat juga mengatur tentang kekhususan
dari proses pengadilan HAM. Kekhususan mengenai proses pengadilan
HAM ad hoc meliputi proses beracara yang khusus bila dikaitkan dengan
proses peradilan pidana yang berdasarkan Kitab Undang-undangan Hukum
Acara Pidana. Kekhususan itu adalah berkaitan dengan kewenangan
lembaga penegak hukum dalam proses pemeriksaan baik dalam tahap
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.
Kekhususan dalam tahapan-tahapan itu adalah berkaitan dengan sifat ad
hoc dari masing-masing pihak yang melakukan pemeriksaan. Sifat ad hoc
menunjuk pada konteks kasus yang ditangani atau menunjuk pada jangka
waktu bekerjanya. Dalam tahap penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas
HAM dapat membentuk tim penyelidik ad hoc, demikian pula dalam tahap
penyidikan dan penuntutan Jaksa Agung dapat mengangkat tim ad hoc.
Dalam proses pemeriksaan di pengadilan sifat ad hoc dan khusus ini
ditunjukkan dengan adalah hakim ad hoc yang diangkat dalam jangka waktu
5 Tahun untuk mengadili perkara pelanggaran ham yang berat
Perlindungan Saksi
Pengaturan tentang perlindungan saksi dan korban terdapat dalam
pasal 34 UU No. 26 Tahun 2000 yang selanjutnya diatur dengan PP No.
2 Tahun 2002 tentang tata caranya perlindungannya. Dalam pasal 34
Perlindungan terhadap saksi korban ini adalah perlindungan secara
fisik dan mental dari ancaman, gangguan, terror dan kekerasan dari
pihak manapun dan perlindungan ini wajib dilaksanakan oleh aparat
penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma.
UU No. 13/2006 juga memandatkan adanya institusi khusus untuk
memberikan perlindungan saksi dan korban yaitu Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lembaga ini bertanggungjawab
untuk menangani pemberian perlindungan dan Bantuan kepada saksi
dan korban. 74
Pemulihan Korban
Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000 mengatur
tentang hak bagi korban dan ahli warisnya dalam
pelanggaran HAM yang berat yaitu hak atas
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
Kompensasi, restitusi dan rehabilitasi ini
dicantumkan dalam amar putusan. Selanjutnya
ketentutaan mengenai kompensasi, restitusi dan
rehabilitasi ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2002.
Tanggung Jawab Negara dalam Hak Asasi
Manusia
Pelanggaran HAM
Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa Pelanggaran HAM
adalah “Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik sengaja ataupun tidak
disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh undang-undang ini dan tidak mendapatkan
atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku”
Unsur-Unsur Utama Perbuatan Pelanggaran
HAM
KOMNAS HAM
salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah
dalam penegakan dan pemajuan HAM adalah dengan
membentuk Komnas HAM melalui Keputusan
Presiden No.50 Tahun 1993 dan dipertegas dengan
Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah
lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat
dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi
melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM
Komnas HAM bertujuan:
a. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia; dan
b. meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi
manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Fungsi Komnas HAM
Selanjutnya, untuk mencapai tujuannya, Komnas
HAM melaksanakan fungsi pengkajian,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan
mediasi tentang hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai