Anda di halaman 1dari 3

Setelah saya membaca dan memahami UU no.

26 tahun 2000 maka dapat saya kelompokan pasal-


pasal yang saling berkaitan, bersamaan dengan itu saya juga memberikan tanggapan saya terhadap
UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan ham ini.

1. Pengadilan ham & pengadilan ham ad hoc:


 Pasal 1 ayat 3
 Pasal 2
 Pasal 3
 Pasal 4
 Pasal 5
 Pasal 6
 Pasal 43
 Pasal 45

Secara umum pengadilan ham terdapat pada bab 2 dan bab 3 dipaparkan mengenai KEDUDUKAN
DAN TEMPAT KEDUDUKAN PENGADILAN HAM juga LINGKUP KEWENANGAN pengadilan HAM.
Sementara pengadilan ham ad hoc terdapat dalam bab 8 mengenai pengadilan ham ad hoc dan bab
9 mengenai ketentuan peralihan. Dalam UU ini diperbolehkan pemeriksaan dan penghukuman atas
kejahatan HAM Berat yang terjadi sebelum disahkannya UU No. 26/2000 dengan menggunakan UU
tersebut dengan ketentuan khusus, yaitu dengan menggunakan mekanisme Pengadilan HAM Ad Hoc
yang pembentukannya harus disetujui terlebih dahulu oleh DPR. Sebenarnya Saya kurang setuju
dengan keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai yang berhak mengusulkan pembentukan
Pengadilan HAM ad hoc. Untuk pelanggaran HAM berat masa lalu, kewenangan penyelidikan yang
diberikan UU kepada Komnas HAM dapat dianulir oleh intervensi politik DPR yang menentukan perlu
tidaknya Pengadilan HAM ad hoc. Menurut pasal 43 ayat 1 UU No.26 tahun 2000, Pengadilan HAM
Ad Hoc adalah pengadilan yang memeriksa, mengadili , dan memutus pelanggaran HAM yang berat
yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 26 tahun 2000. Dengan demikian undang undang
pengadilan HAM berlaku surut atau retroaktif. Pelanggaran HAM yang berat mempunyai sifat khusus
dan digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa (exrtra ordinary crime).. Penjelasan Pasal 43 ini
membatasi kewenangan penyelidikan oleh Komnas HAM dengan locus delicti dan tempus delicti
tertentu. Pembatasan ini dan politisasi Pengadilan HAM ad hoc atas pelanggaran HAM masa lalu
melalui keteelibatan “politis” Parlemen justru membuka kemungkinan terjadinya kolusi dalam
proses penghukuman atas terjadinya pelanggaran HAM

2. Pelanggaran ham
 Pasal 7
 Pasal 8
 Pasal 9
 Pasal 27 ayat 1 ayat 2
 Pasal 46
 Pasal 47

Pada pasal 7 disebutkan bahwa pelanggaran ham berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Dalam Undang undang ini juga sudah jelas dipaparkan apa saja yang menjadi
pelanggaran berat terhadap HAM. Meskipun Pengadilan HAM secara formal telah Sembilan tahun
yang lalu yurisdiksinya diatur melalui UU No. 26 tahun 2000, namun sampai saat ini belum ada
pelanggaran HAM yang berhasil dijerat. Pelanggaran HAM berat yang direkomendasikan oleh
Komnas HAM (paling tidak sembilan kasus yang dinyatakan dimuka) dan ditulis juga oleh berbagai
media dan komunitas internasional sampai detik ini diakui berlangsung tanpa pelaku. UU Pengadilan
HAM gagal menjadi sistem hukum HAM yang menjamin pengungkapan, penghukuman, dan
pemidanaan pelanggaran HAM berat.

3. Hukum acara
 Pasal 10-26
 Pasal 27
 Pasal 31
 Pasal 32 ayat 1,2
 Pasal 33 ayat 1,2

Pendapat: Secara garis besar, hukum acara Pengadilan HAM meliputi empat kewenangan utama,
yakni penyelidikan, penyidikan (di dalamnya termasuk penangkapan dan penahanan untuk
kepentingan penyidikan), penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Penyelidikan terhadap
pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Komnas HAM dengan cara membentuk tim ad hoc yang
terdiri atas Komisioner Komnas HAM dan unsure masyarakat (Pasal 18 UU No. 26 tahun 2000).
Kewenangan komnas ham adalah melakukan penyelidikan hingga pemeriksaan
surat,penggeledahan, dan penyitaan. Kewenangan tersebut hanyalah proses awal yang merupakan
kewenangan Komnas HAM dari seluruh proses panjang mengadili pelaku pelanggaran HAM berat.
Bila Komnas HAM menemukan dugaan dan bukti awal terjadinya pelanggaran HAM berat
sebagaimana menjadi yurisdiksi Pengadilan HAM, maka Komnas HAM melaporkannya untuk
dilanjutkan ke tahapan acara selanjutnya, yaitu penyidikan.

Tahapan acara pengadilan HAM berupa penyidikan dan penuntutan berada di tangan Jaksa Agung.
Dua kewenangan utama ini sebenarnya merupakan kewenangan kunci dari Pengadilan HAM. Di
sinilah persoalannya. Sangat jelas, terdapat perbedaan background professional dan institusional
antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Komnas HAM merupakan lembaga yang secara spesifik
“bergelut” dengan persoalan perlindungan dan penegakan HAM. Namun, dengan kewenangan yang
sangat kecil yang dimilikinya, kinerja Komnas HAM seringkali tidak berpengaruh besar bagi upaya
penghukuman atas pelanggaran HAM. Pada prakteknya, terdapat perbedaan perspektif sangat
mendas ar atas sebuah pelanggaran HAM. Komnas HAM sesuai dengan expertise-nya seringkali
menggunakan perspektif HAM bagi sebuah kejahatan extraordinary, sedangkan Kejaksaan Agung
melihatnya dari kacamata hukum pidana biasa yang justru melemahkan efektivitas kinerja
penyelidikan yang telah dilakukan oleh Komnas HAM sebelumnya. Tak hanya dengan Kejaksaan
Agung, perbedaan cara pandang tersebut terjadi juga dengan para hakim yang melakukan
pemeriksaan dalam proses peradilan. Masalah tersebut terjadi karena UU Pengadilan HAM tidak
disertai dengan peraturan khusus yang jelas dan detil mengenai prosedur hukum acara dalam rangka
pengadilan HAM tersebut.

4. Hakim ad hoc
 Pasal 28
 Pasal 29
 Pasal 30
 Pasal 32 ayat 3
 Pasal 33 ayat 2,3,4,5,6

Pengadilan HAM tidak memiliki Hakim dibidang HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM
dilakukan penunjukan Hakim Ad hoc yang dipilih berdasarkan dari kompetensi hakim. Pemeriksaan
perkara kasus pelanggaran HAM sesuai dengan pasal 33 ayat 2 dilakukan oleh dua orang hakim
agung dan tiga orang hakim ad hoc. Secara umum aturan yang mengatur mengenai hakim ad hoc
dalam pengadilan HAM telah secara jelas di paparkan di dalam undang-undang ini.

5. Perlindungan korban&saksi
 Pasal 34,
 Pasal 35

Dalam undang-undang ini dengan jelas juga menyebutkan bahwa korban dan saksi akan
mendapatkan perlindungan hukum secara Cumacuma oleh apparat penegak hukum dan apparat
keamanan. Jaminan perlindungan hukum yang sudah diuraikan dal undang-undang ini pada
prakteknya tidak berjalan secara efektif. Pemulihan bagi korban pelanggaran HAM belum terlaksana
dengan baik. Kompensasi dan restitusi yang harus diberikan melalui pengadilan tidak mudah untuk
dieksekusi. Sulitnya pembuktian dalam pelaku pelanggaran HAM menjadikan tertundanya keadilan
bagi korban pelanggaran HAM itu sendiri. Seharusnya pemerintah dapat lebih memerhatikan korban
pelanggaran HAM dengan tidak hanya memperkuat ketentuan dalam undang undang tetapi juga
penegak dan aparat hukum yang ada. Keselamatan,keamanan dan rasa damai korban haruslah jadi
prioritas utama

Pemenuhan hak korban pelanggaran HAM masa lalu memang masih jauh dari harapan. Mengingat
penyelesaian melalui pengadilan HAM pun sulit untuk dilaksanakan, alih-alih pemenuhan hak
korban. Namun jika melihat peraturan dan lembaga yang sudah ada, masih banyak harapan untuk
menggapai dan memperoleh keadilan.

6. Ketentuan pidana
 Pasal 36
 Pasal 37
 Pasal 38
 Pasal 39
 Pasal 41
 Pasal 42

Dalam uu ini juga mengatur ketentuan mengenai pidana minimal dan maksimal, pidana minimalnya
adalah 5 tahun dan pidana maksimalnya 25 tahun. Selain pelaku langsung terhadap pelanggaran hak
asasi manusia, seorang komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai
komandan militer juga dapt dimintai pertanggungjawabannya terhadap tindak pidana yang berada
di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando
dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan
tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut,
Hal ini tertuang dalam pasal 42. Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab
secara pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh bawahannya
yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, karena atasan tersebut tidak
melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar

Anda mungkin juga menyukai